• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUNTANSI PERPAJAKAN AKUNTANSI PERPAJAKA. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AKUNTANSI PERPAJAKAN AKUNTANSI PERPAJAKA. docx"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

AKUNTANSI PERPAJAKAN

AKUNTANSI PERPAJAKAN UNTUK PENGHASILAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Perpajakan

KELOMPOK :

Muhammad Imron (125030400111096)

Mukhammad Farid (125030401111037)

M. Taufiqurrohman (125030407111038)

Galuh Dwi Araya (125030401111043)

Kharisma Hariyanto (125030400111106)

Universitas Brawijaya Malang

Fakultas Ilmu Administrasi

Prodi Ilmu Administrasi Perpajakan

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pemakai laporan keuangan yang dimaksud adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Sementara itu, tugas akuntan adalah untuk melindungi pemakai tersebut dari kesalahan membaca inforrnasi dalam akuntansi keuangan yang disajikan oleh akuntan.

Di dalam praktiknya, perusahaan-perusahaan yang merupakan Wajib Pajak Badan harus menghitung penghasilan dengan dua cara yang berbeda. Di satu sisi, akuntan perusahaan harus menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principle) atau SAK (Standar Akuntansi Keuangan). Sementara itu, di sisi lain akuntan juga harus menyajikan laporan keuangan kepada pemerintah, dalam ha1 ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan ketentuan perpajakan dalam sebuah Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan atau disingkat SPT Tahunan PPh Badan.

Tahun 1997 lkatan Akuntan lndonesia (IAl) menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 46 (PSAK 46) mengenai akuntansi pajak penghasilan. PSAK 46 ini dikeluarkan untuk memenuhi tuntutan dalam memasuki era globalisasi agar laporan keuangan yang disajikan perusahaan lndonesia yang digunakan di dalam negeri maupun di luar negeri dapat sejalan dengan perkembangan standar internasional.

PSAK 46 ini sejalan dengan SFAS 96 yang diterbitkan oleh FASB tahun 1987 dan SFAS 109 pada tahun 1992, mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan. Masalah yang timbul adalah bagaimana pengakuan pengaruh pajak pada periode berjalan dan periode mendatang terhadap transaksi yang telah diakui dalam laporan keuangan dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) serta kompensasi kerugian fiskal yang belum digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

(3)

1. Apakah pengertian dari Pajak Penghasilan dan cara perhitungannya?

2. Bagaimana perlakuan akuntansi pajak terhadap Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23, 24, 26, 4 (2) ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari disusunnya makalah ini antara lain sebagai berikut :

1. Mengetahui dan memahami pengertian Pajak Penghasilan dan bagaimana penghitungannya.

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan

Dalam Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan intreprestasi secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

Sedangkan pengertian penghasilan dalam Undang- undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan adalahsetiap tambahan kemampuan ekonomisyang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Namun dalam penerapannya tidak setiap penghasilan dapat dikenai pajak penghasilan.

2.1.2 Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini ;

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan ;

c. Laba usaha

(5)

1. Keuntungan karena pengaliahan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan dianggap sebagai penghasilan bagi yang mengalihkan, kecuali harta tersebut dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak- pihak yang bersangkutan

5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan penambangan

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang

g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dari pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

(6)

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aset

n. Premi asuransi

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari atas Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak

q. Penghasilan dari usaha syariah

r. Imbalan bungasebagaimana dimaksud dalam Undang- undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

s. Surplus Bank Indonesia

2.1.3 Penghasilan yang dikenai pajak yang sifatnya Final

Dalam pasal 4 ayat (2) Undang- undang tentang Pajak Penghasilan bahwa penghasilan yang dikenai pajak yang sifatnya final adalah

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabunagan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

b. Penghasilan berupa hadiah undian

(7)

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan

e. Penghasilan tertentu lainnya. 2.1.4 Bukan Objek Pajak Penghasilan

Yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan adalah :

a. 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterma oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atas berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ;

Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak- pihak yang bersangkutan.

b. Warisan

c. Harta termasuk setoran tunai Yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)huruf b sebagai pengganti penyertaan modal ;

d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ;

e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib

Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :

(8)

2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan baik yang dibayar oleh pemberi kerja atau pegawai

h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud huruf g, dalam bidang- bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggotadari perseroan komanditer yang

modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

j. Dihapus

k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan tersebut :

1. Merupakan perusahaan mikro kecil, menegah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor- sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dibidang pendidikan dan/ atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2.1.5 Penghasilan Tidak Kena Pajak

(9)

1. Rp 24.300.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi 2. Rp 2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin

3. Rp 24.300.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)

4. Rp 2.025.000,00 tambahan untuk anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan garis lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 2 orang untuk setiap keluarga.

2.1.6 Besarnya tarif Pajak Penghasilan

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang- undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, sebagai berikut :

1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5 %

Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00

15 %

Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00

25 %

Di atas Rp 500.000.000,00 30 %

2. Untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT

Tarif PPh atas Wajib Pajak Badan dan BUT adalah sebesar 25 %. Dalam Pasal 17 ayat (2b) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak Badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka yang sahamnya paling sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor tersebut diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu dapat memperoleh tarif sebesar 5 % lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 17 ayat (2a) Undang- undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(10)

berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif seperti yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat(1) huruf ‘b’ dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00.

3. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dab Wajib Pajak Badan yang tidak memiliki NPWP 2.2.2 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak

Pajak Terutang = Tarif x Penghasilan Kena Pajak

2.1.7 Penghitungan Pajak Terutang

Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang dibedakan antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Bagi wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan Kena Pajak, yaitu

1. Penghitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pembukuan 2. Penghitungan Pajak Penghasilan dengan dasar pencatatan

2.2.1 Perlakuan Akuntansi Terhadap Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan.Oleh karena itu Pajak Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan disebut Alokasi Pajak.

Karena tarif Pajak Penghasilan berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan suatu metode alokasi agar diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap pajak penghasilan tersebut beserta penyajiannya dalam Laporan Keuangan.

(11)

Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT) dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan.

Jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya transaksi atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan laba akuntansinya.

Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi – Laba dan menitik beratkan pada tercapainya proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih perhitungan pajak terjadi.

2. Liability Method

Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang diharapkan akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan dikompensasikan. Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian pada setiap kali terjadi perubahan tarif pajak penghasilan.

Menurut liability method, Pajak yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis untuk Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka. 3. Net of Tax Method

Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba harus sama dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau pajak yang harus dibayar untuk periode yang bersangkutan.

Selisih yang terjadi karena adanya perbedaan laba kena pajak dan laba akuntansi tidak dibukukan dalam suatu rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan kepada aktiva atau hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya yang bersangkutan.

Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak

Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa mencakup dua hal :

Interperiod Allocation

(12)

Intraperiod Allocation

Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misal : tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.) 2.2.2 Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan bentuk dan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan tersebut yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.

Ayat jurnal yang disusun

 Pada saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji tiap bulan TG

 Pada saat perusahaan menyetor ke kas negara dan pembayaran iuran pensiun via bank TG

(13)

 Saat pembayaran gaji

 Saat penyetoran PPh Pasal 21 dan iuran pensiun TG

 Saat pembebanan biaya atas tunjangan pajak TG

Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh lembaga- lembaga tertentu atas transaksi pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN/ APBD. Sesuai dengan Pasal 22 Undang- undang Pajak Penghasilan yang dapat ditunjuk sebagai Pemungut yaitu :

(14)

dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.

2. Badan- badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain, seperti kegiatan produksi barang tertentu anatara lain otomotif dan semen.

3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atau penjualan barang yang tergolong mewah.

Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 22

Ayat jurnal yang disusun :

1. Pihak Pemungut  Saat penyetoran PPh Pasal 22

(15)

 Saat pengkreditan pajak

Apabila dalam transaksi laiinya ternyata pengenaan PPh Pasal 22 bersifat final, maka pencatannya dalam akun PPh Pasal 22 tampak dari pihak pemungut.

Ayat jurnal yang disusun :

TG

PENGKREDITAN DAN PENENTUAN SUMBER PENGHASILAN

Cara penghitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan selanjutnya penghasilan menjadi sangat penting dalam perhitungan kredit pajak yang dibayar atau terutang di luar negri yang dapat dikreditkan terhadap pajak terutang .

Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan , sumber penghasilan ditentukan oleh :

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau berkedudukan .

(16)

3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tidak bergerak adalah negara tempat harta tsb terletak .

4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dg jasa , pekerjaan , dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat .

5. Penghasilan BUT adalah negara tempat BUT tersebut menjalankan usaha atau kegiatan . 6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut

serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada .

7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada . 8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu BUT adalah negara

tempat BUT berada .

Apabila terjadi pengurangan / pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya penghitungan semula , maka selisihnya ditambahkan pada PPh yang terutang menurut UU PPh .

TATA CARA PENGKREDITAN

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri , WP wajib menyampaikan permohoan kepada DJP dg melampirkan :

1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri. 2. Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri. 3. Dokumen pembayaran di luar negeri .

Permohonan kredit pajak luar negeri haruslah disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh .

(17)

Untuk menghitung PPh yg terutang atas seluruh penghasilan yang diterima WP yang diperoleh dari dalam / luar negeri , maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan . Penggabungan penghasilan dari luar negeri dilakukan untuk :

a) Penghasilan dari usaha yaitu dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tsb .

b) Penghasilan lainnya yaitu dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tsb . c) Penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud dalam pasal 18(2) UU PPh . Penggabungan penghasilan ini tidak diperkenankan apabila terjadi kerugian yang diderita di luar negeri .

TATA CARA PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK

Ketentuan mengenai jumlah pajak luar negeri yang boleh dikreditkan adalah sebagai berikut :

1. Jumlah kredit pajak yang besarna paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu .

2. Jumlah tertentu seperti pada butir 1 dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari LN terhadap PKP dikalikan dg pajak yg terutang atas PKP .

3. Kemungkinan penghasilan dari LN tersebut berasal dari beberapa negara , maka penghitungannya dilakukan untuk masing-masing negara .

4. PKP yg digunakan sebagai perbandingan tidak termasuk pajak yang dikenakan pajak bersifat final .

(18)

Prinsip dasarnya PPh dikenakan atas PKP yang dihitung atas dasar seluruh penghasilan yg berasal dari dalam maupun luar negeri . Dengan demikian digabungkan seluruh penghasilan yang diperoleh dalam tahun pajak sesuai keputusan menteri keuangan untuk penghasilan berupa deviden .

Contoh penghitungan :

PT.Amarta yg berkedudukan di Jakarta menerima penghasilan netto dalam tahun pajak 2014 dari sumber LN sebagai berikut :

a) Penghasilan dari usaha di Singapura dalam tahun pajak 2014 sebesar Rp. 800.000.000

b) Deviden atas pemilikan saham pada “Singapore.Ltd” di Singapura sebesar

Rp.200.000.000 yang berasal dari keuntungan tahun 2011 yang ditetapkan dalam RUPS tahun 2013 dan baru dibayar pada 2014 .

c) Deviden atas penyertaan saham sebesar 70%pada Sung Lie Corpdi Hongkong yg sahamnya diperdagangkan di bursa efek sebesar

Rp. 75.000.000, yang berasal dari keuntungan saham tahun 2012 yang berdasar KMK ditetapkan diperoleh tahun 2014 .

d) Bunga kuartal IV tahun 2014 sebesar Rp.100.000.000 dari Riza di Kuala Lumpur yang baru akan diterima Juli 2015 .

Berdasar data di atas penghasilan sumber LN yang digabungkan dengan penghasiln dalam negeri tahun pajak 2014 adalah penghasilan yg bersumber dari :

1. Penghasilan Singapura ( poin “a” ) 2. Penghasilan dari deviden ( poin “b” ) 3. Penghasilan dari deviden ( poin “c” )

(19)

PENGHASILAN WP DIKENAKAN PAJAK FINAL

Mengacu pada pasal 4 (2) UU PPh , penghasilan yang pengenaan pajak nya bersifat final tidak digabungkan dengan penghasilan teratur lainnya .

Contoh :

PT. Jayakarta memperoleh penghasilan tahun 2011 yang terdiri sebagai berikut : 1. Penghasilan dari China Rp. 2.000.000.000 dg tarif pajak 30%

2. Penghasilan dalam negeri Rp. 3.500.000.000

Dalam penghasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4(2) UU PPh sebesar Rp. 500.000.000 .

Penghitungan kredit pajak Luar Negeri : 1. Penghasilan dari LN

Penghasilan dari China Rp. 2.000.000.000

2. Penghasilan dalam negeri Rp. 3.500.000.000 Koreksi pasal 4 (2) Rp. 500.000.000

Rp. 3.000.000.000

3. Total Penghasilan Netto Rp. 5.000.000.000

4. PPh terutang :

25 % x Rp. 5.000.000.000 = Rp. 1.250.000.000 5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar :

Rp. 2.000.000.000

(20)

Pajak terutang di China sebesar 30% x Rp. 2.000.000.000 = Rp. 600.000.000 namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp. 500.000.000 , sehingga jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan hanya sebesar maksimum kredit pajak Rp. 500.000.000 ,-Ayat jurnal kasus pengkreditan :

PPh terutang Rp. 500.000.000

PPh pasal 24 Rp. 500.000.000

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia, selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong PPh Pasal 26.

Akuntansi Pajak Penghasilan Pasal 26

Khusus untuk PPh Pasal 26, apabila terjadi pembayaran dividend dan bunga yang ditujukan pembayarannya kepada Wajib Pajak Luar Negeri yang bersifat final (tetapi juga perlu diperhatikan adanya perjanjian perpajakan dengan Negara lain) maka tarif yang umumnya diberlakukan untuk PPh Pasal 26 yaitu sebesar 20% haruslah diperlukan penyesuaian dengan tarif menurut perjanjian perpajakan (tax treaty). Secara umum akuntansi komersial dan akuntansi pajak berkaitan dengan PPh Pasal 26 tidak terdapat perbedaan perlakuan.

Contoh :

PT Dahana membayar premi asuransi kepada Nagoya Corporation Ltd. sebesar Rp 30.000.000,00 dengan perkiraan penghasilan neto sesuai Keputusan Menteri Keuangan sebesar 50%.

Penghitungan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Dahana : 20% x 50% x Rp 30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00.

(21)

Tanggal Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

2. Saat penyetoran PPh Pasal 26

Tanggal Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

PPh Pasal 26 Terutang Kas dan Bank

3.000.000,00

3.000.000,00

Akuntansi Pajak atas Pajak Penghasilan yang Pengenaannya Bersifat Final (PPh Pasal 4ayat 2)

Dengan mengacu pada pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagai penghasilan tertentu yang pengenaan pajaknya diatur dalam peraturan pemerintah, penghasilan-penghasilan tertentu yang pengenaannya bersifat final meliputi Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember 2000 atas bunga deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final oleh bank termasuk Bank Indonesia. Sedangkan tarif diatur sebagai berikut :

1. 20% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga dan diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerima penghasilan, baik orang pribadi maupun badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap di Indonesia.

2. 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tarif yang ditetapkan dalam Perjanjian

(22)

Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang Berpenghasilan Rendah

Wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang tergolong berpenghasilan relatif rendah dan seluruh penghasilannya termasuk bunga dan diskonto yang dalam satu tahun pajak tidak

melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), atas pajak yang telah dipotong tersebut dapat diajukan permohonan restitusi melalui prosedur restitusi sederhana.

Dikecualikan dari Pemotongan Pajak Penghasilan

Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia, yang dikecualikan atau tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :

1. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp

7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

2. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri.

Beberapa Jenis Penghasilan yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, pasal-pasal yang mengatur mengenai jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final terdapat pada pasal 4 ayat (2), pasal 8 ayat (1), pasal 15, pasal 19 ayat (1), pasal 21, pasal 22, dan pasal 23 ayat (4).

Hadiah Undian

Obyek pajaknya berupa hadian undian dan dikenakan pajak sebesar 25% dari jumlah bruto nilai hadiah undian dengan sifat pengenaan bersifat final.

Akuntansi pajaknya :

(23)

Ayat jurnal :

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

Kas dan Bank

Tarif pajak penghasilan atas persewaan tanah dan/bangunan ditetapkan sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/bangunan dan bersifat final.

Akuntansi pajaknya :

Contoh : PT Aman membayar sewa tanah dan bangunan sebesar Rp 50.000.000,00 Jurnalnya sebagai berikut :

1. Saat pemotongan PPh pasal 4 (2)

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

Beban Sewa Bangunan

2. Saat penyetoran PPh pasal 4 (2)

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

PPh Final

Kas dan Bank

5.000.000,00

5.000.000,00

Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi

(24)

pajaknya dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan kepada Anggota Koperasi

1. Penghasilan berupa bunga simpanan yaitu imbalan berupa bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi terdapat orang pribadi tersebut menjadi anggota.

2. Yang tidak termasuk penghasilan berupa bunga simpanan yaitu bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha (SHU).

3. Tarifnya :

a. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,00 per bulan,

b. 10% dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari 240.000,00 per bulan.

c. Sifat pengenaan pemotongan pajaknya adalah final.

4. Saat terutangnya yaitu pada saat pembayaran yang dilakukan koperasi. Pajak Penghasilan atas Penghasilan Transaksi Derivatif

1. Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari pada kontrak dan perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrument yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti, dan indeks baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau instrument.

(25)

3. Margin awal yaitu sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkanoleh pialang berjangka atau anggota bursa pada lembaga kliring dan penjamin untuk menjamin

pelaksanaan transaksi kontrak berjangka.

4. Lembaga kliring dan penjamin adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan

menyediakan system dan/atau sarana untuk pelaksanaan kliring dan penjaminan transaksi di bursa, termasuk lembaga kliring dan penjamin berjangka.

5. Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dikenai Pajak Penghasilan sebesar 2,5% dari margin awal. Sifat pengenaannya yaitu final.

6. Saat terutangnya yaitu pada saat orang pribadi atau badan menerima dan/atau memperoleh penghasilan. Lembaga kliring dan penjamin wajib memungut pajak penghasilan pada saat menerima penyetoran margin awal oleh pialang berjangka atau anggota bursa.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomisyang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

(26)

1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5 % Di atas Rp 50.000.000,00 sampai

dengan Rp 250.000.000,00

15 %

Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00

25 %

Di atas Rp 500.000.000,00 30 %

2. Untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT

Tarif PPh atas Wajib Pajak Badan dan BUT adalah sebesar 25 %. Dalam Pasal 17 ayat (2b) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak Badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka yang sahamnya paling sedikit 40 % dari jumlah keseluruhan saham yang disetor tersebut diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu dapat memperoleh tarif sebesar 5 % lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 17 ayat (2a) Undang- undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Perubahan Ketiga atas Undang- undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Jakarta.

Undang- undang Nomor 36 Tahun 2008, tentang Perubahan Keempat atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Tingkatan tersebut berdasarkan dari peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan dengan lima langkah pemecahan masalah Newman yaitu membaca (reading), memahami

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pola kemunduran mutu ikan gurami ( Osphronemus gouramy ) pada penyimpanan suhu chilling secara subyektif dan

SUSILO BAMBANG

Apabila setelah diadakan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan jumlah kredit pajak menunjukkan jumlah selisih lebih yaitu jumlah kredit pajak

Diisi dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final (termasuk penghasilan dari usaha yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan

Komunikator pada media massa, misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi, karena media yang digunakan merupakan suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan

Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur

a. Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas