• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KEPEMIMPINAN VISIONER DALAM RANGKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN KEPEMIMPINAN VISIONER DALAM RANGKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGIC

J U R N A L P O L I T I K D A N K E A M A N A N N A S I O N A L

O

UTLOO

K

www.dipcentre.org EDISI 2 | OKTOBER 2015

Partisipasi dan Konsolidasi

Demokrasi di Aras Lokal

Peran Kepemimpinan Visioner Dalam

Rangka Menanggulangi Ancaman

Radikalisme Di Indonesia

Optimalisasi Penerimaan Pajak

Untuk Kesejahteraan Rakyat Melalui

Pendekatan Undang-Undang Tindak

Pidana Pencucian Uang

Pemerintahan Islam Neo-Khalifah, Tantangan

Negara Di Kancah Internasional Dalam

Perspektif Ke-indonesia-an

Opini Publik dan Kebijakan Luar Negeri

Indonesia di Timur Tengah

TERORISME & TANTANGAN

RADIKALISME BARU DALAM

SISTEM KEPEMIMPINAN NASIONAL

(2)

Kepemimpinan visioner merupakan salah satu syarat mutlak yang dibutuhkan Indonesia dalam menghadapi berbagai ancaman yang datang, baik dari dalam maupun dari luar. Kepemimpinan dibutuhkan

tidak hanya dalam kapasitas dan sosok isik

saja, namun juga dalam kapasitas pandangan yang strategis dan jauh kedepan untuk membawa suatu perubahan yang besar bagi rakyatya. Era reformasi yangmemberikan ruang yang bebas bagi ajaran, pemikiran, dan pemahaman, juga mengakibatkan masuk dan berkembangnya gagasan dangerakan radikal yang mengancamkeamanan nasional. Diperlukan kepemimpinan visioner untuk menghadapi berbagai ancaman terhadap NKRI, termasuk radikalisme dan terosrisme.

Kata Kunci: Ancaman Terorisme, Kepemimpinan Presiden, dan Kepemimpinan Ulama

PendAhuluAn

Dewasa ini masyarakat internasional dan negara-negara di dunia sedang menghadapi tantangan yang sangat serius berupa aksi-aksi terorisme yang dapat menghancurkan keberadaan dan keberlangsungan sistem politik dan kenegaraan yang selama ini diabsahkan oleh hukum internasional. Bagi Indonesia, aksi-aksi terorisme yang terjadi sejak awal 2000, dan telah menelan banyak korban nyawa dan harta-benda, kini menjadi salah satu bahaya yang hadir dan nyata (a clear and present danger) bagi keberadaan dan keberlangsungannya. Kendati telah Prof. Dr. Muhammad AS hikam

[Lektor Kepala Prodi Hubungan Internasional President University]

STRATEGIC

OUTLOOK

Peran Kepemimpinan Visioner Dalam Rangka

Menanggulangi Ancaman Radikalisme

Di Indonesia

dilakukan berbagai upaya penanggulanagan terorisme, seperti operasi pemberantasan teror oleh Polri dan TNI serta pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), tampaknya ancaman ini masih belum akan mereda di waktu-waktu yang akan datang. Aksi terorisme justru makin bervariasi karena selama kurun waktu 2002-2013 telah terjadi perubahan pada modus operandi kelompok teroris. Pada tahun 2000-an aksi teror sering dilakukan melalui serangan bom yang berskala besar. Namun demikian beberapa tahun terakhir, aksi teror dilakukan melalui tindakan kriminal seperti pembakaran, pembunuhan (assassination), bom buku, perambokan/pembegalan dengan dalih fa’i (rampasan perang), dan praktik kriminal lain. Bahkan pada tahun 2013, aksi teror lebih banyak dilakukan melalui aksi penembakan-penembakan kepada aparat keamanan, yaitu Polri (Solahudin, 2015). Perkembangan paling akhir adalah munculnya ISIS (Islamic State of Iraq and Syria)atau Negara Islam di Irak dan Syria (NIIS). Ternyata organisasi teroris tersebut mampu memobilisasi dukungan melalui pendanaan yang kuat untuk merekrut relawan

yang akan berjihad ke negara wilayah konlik,

baik di Irak maupun Suriah (Jones, 2014). Berdasarkan data yang dirilis Polri, sekitar 150 orang telah bergabung dengan ISIS, dan jumlah ini masih terus diprediksi meningkat. Pemerintah Indonesia saat ini masih dinilai kurang dalam menghadapi aksi terorisme. Selain itu, Indonesia acap kali mendapat

serangan tudingan negatif dari beberapa pihak sebagai salah satu sarang terorisme internasional, khususnya yang menggunakan kedok Islam. Implikasinya adalah citra negatif terhadap umat Muslim Indonesia sebagai mayoritas penduduk di Indonesia. Beberapa fakta tersebut bisa menjadi dasar bahwa diperlukan sebuah strategi besar dan menyeluruh dalam menghadapi aksi-aksi terorisme yang telah, sedang, dan masih akan mengancam keamanan nasional Indonesia. faktor yang sangat penting di dalam strategi tersebut adalah adanya kepemimpinan yang visioner dan transformatif baik pada tataran nasional dan negara (state) maupun tataran akar rumput dalam masyarakat sipil (civil society).

Tulisan ini bermaksud menunjukkan bahwa kepemimpinan visioner dapat memperkuat upaya penanggulangan radikalisme dan terorisme yang merupakan ancaman bagi Indonesia. Dalam

pembahasan berikut ini akan diuraikan :1) terorisme sebagai ancaman terhadap keamanan nasional; 2) pentingnya masalah kepemimpinan visioner dalam upaya penanggulangan terorisme; dan 3) kepemimpinan visioner pada tingkat nasional (state level) dan akar rumput (grass-roots level) yang dapat membantu upaya penanggulangan terorisme di Indonesia.

(3)

formal, sedangkan yang kedua adalah peran ulama sebagai representasi akar rumput (grass-roots) dan kepemimpinan informal.

terorisme sebAgAi AncAmAn terhAdAP keAmAnAn nAsionAl

Menurut Jones (2012), terorisme

dideinisikan sebagai tindakan illegal dan

radikal yang dilakukan oleh aktor non-negara, baik individu maupun kelompok untuk tujuan politis, ekonomi, dan sosial melaui penyerangan secara acak. Selain itu, menurut Cronin (2008), terorisme memiliki kharakteristik yang banyak, yakni adanya unsur politis, tindakan kekerasan, dan aksi yang tidak terduga, dimana aksi radikal ini dilakukan oleh aktor non-negara dengan target orang yang tidak bersalah (innocent). Sementara itu, ada pula yang menambahkan bahwa terorisme sebagai upaya komunikasi politik karena mereka mempunyai tujuan yang seragam, yaitu ketakutan rakyat yang pada akhirnya menjadi sukses terbesar mereka (Rahman, 2013). Ketakutan rakyat yang terekam oleh media tentunya akan digunakan sebagai pesan untuk dilayangkan kepada Pemerintah sebagai target utamanya. Pesan tersebut jelas menandakan bahwa mereka ingin dianggap sebagai kelompok yang tetap eksis yang terus memperjuangkan tujuan politiknya. Kelompok ini jelas memiliki tujuan yang universal, yakni ingin mendapatkan perhatian dan pengakuan, penghormatan, dan

legitimasi oleh Pemerintah sebagai bentuk ketidakpuasan individu atau kelompok teroris terhadap kebijakan Pemerintah (Djelantik dalam Palembangan, 2014). Tulisan ini akan menggunakan pengertian terorisme mengikuti rumusan Majelis Umum PBB

tahun 1999, yaitu: “all criminal acts intended or calculated to provoke a state of terror in the general public, a group of person or particular person for political purposes are

in any circumstance, unjustiiable whatever

the consideration of a political, philosophical, ideological, racial, ethnic, religious or other nature that maybe invoke to justify them).” (Semua tindak kriminal yang ditujukan atau diperhitungkan mampu memprovokasi timbulnya suatu keadaan terror pada publik umum, sekelompok orang atau orang tertentu untuk tujuan-tujuan politik, dalam keadaan apapun tak dapat diabsahkan baik secara

politik, ilsafat, ideologis, ras, suku, maupun

alasan lain). Para pakar atau para penegak hukum yang terkait dengan masalah teorisme umumnya setuju bahwa serangan terhadap kelompok sipil juga merupakan terorisme. (Mbay, 2011).

gerAkAn terorisme sebAgAi AncAmAn kekuAtAn non-negArA

Aksi-aksiterorisme yang dilakukan oleh gerakan radikal/jihadis Islam kini telah dianggap sebagai ancaman bagi semua bangsa dan negara serta umat manusiakarena daya penghancurnya dan dampaknya yang sangat serius terhadap keamanan nasional, regional dan global. Serangan teroris terhadap gedung WTC di Manhattan, New York, dan Pentagon, Virginia, AS, yang dikenal dengan serangan 11 September(9/11 Attacks), merupakan sebuah peristiwa fenomenal dan mengejutkan dunia. Belum pernah terjadi dalam sejarah AS, negara yang berusia lebih dari 200 tahun itu, suatu serangan dari kekuatan luar berhasil menciptakan kerugian nyawa dan harta serta ancaman strategis sedemikian besar. fakta bahwa pelaku

serangan tersebut bukan suatu entitas negara, tetapi aktor non-negara (non-state actor) semakin menambah spektakulernya peristiwa tersebut.

Selain 9/11 attack aktor non-negara juga cukup eksis, seperti Boko Haram (Nigeria), Al-Shabab (Somalia), ISIS (Irak, Syria), Jama’ah Islamiya (JI), dll. Boko Haramsejak tahun 2002 sampai sekarang diperkirakan telah menewaskan 100 ribu jiwa di Nigeria dan Kamerun.Sementara itu, kelompok Al-Shabaab yang merupakan kelompok teror di Somalia sejak tahun 2006-sekarang menjadi ancaman dibeberapa Negara seperti Kenya dan Ethiopia, selain di Somalia.Selain itu di kawasan ASEAN, JI mampu menebar teror di beberapa wilayah Indonesia sejak 2002 dan menjadi ancaman serius bagi keamanan di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan filipina.

Di satu pihak, aksi-aksi tersebut menunjukkan rentannya sebuah negara terhadap serangan teroris internasional, dan di pihak lain, menjadi bukti bahwa aksi terorisme oleh kelompok non-negara memiliki kekuatan yang tak dapat diremehkan. Para pelaku teroris dari organisasi Al-Qaeda, misalnya, telah membuktikan bahwa kekuatan mereka tidak dapat lagi diremehkan karena kemampuan mereka dalam organisasi, manajemen, persenjataan, intelijen, dan bahkan propaganda melalui jejaring sosialtelah mampu melakukan penetrasi begitu jauh sehingga mampu menerobos pertahanan negara yang masih dianggap sebagai yang terkuat di dunia. Bahkan organisasi ISIS yang muncul beberapa tahun terakhir, memperlihatkan bahwa tindakan teror mereka mendapat perhatian khusus dari

negara-negara barat, Tidak tanggung-tanggung, pasukan koalisi AS, Eropa, dan negara-negara Arab dibentuk untuk melawan ISIS yang notabene adalah aktor-non negara.

Khusus mengenai ISIS, saat ini ia telah merambah kawasan Eropa, Afrika, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. faktor yang membuat negeri ini menjadi salah satu target utama organisasi terorisme internasional adalah penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia sehingga aksi teror yang terjadi di wilayahnya akan menjadi pusat perhatian seluruh dunia Islam. Salah satu strategi terorisme adalah tujuannya ingin dilihat dan diperhatikan publik sehingga eksistensinya pun secara sadar atau tidak sadar diberikan ruang untuk berkembang di tengah-tengah masyarakat (Cronin, 2008).

Selain itu, Indonesia memiliki sejarah

konlik ideologis antara kelompok yang

menghendaki terbentuknya negara

berdasarkan Syariat Islam dengan kelompok yang menghendaki negara berdasarkan

kebangsaan.Konlik ini dapat memudahkan

kelompok radikal Islam trans-nasional untuk memperoleh legitimasi dari, dan menanamkan pengaruhnya kepada sebagian kelompok Islam di Indonesia.

fakta menunjukkan bahwa sejak tahun 2000, Indonesia telah berberapa kali menjadi sasaran serangan terorisme, mulai dari bom Natal (2000), disusul kemudian Bom Bali I (2002), bom JW Marriott I (2003), bom Kedubes Australia (2004), bom Bali II (2005), dan Bom Marriott dan Ritz Carlton (2009). Belum lagi terjadinya kekerasan

dan konlik horizontal yang juga melibatkan

(4)

Pada tahun 2010–2013 terjadi perubahan kuantitas dan kualitas ancaman terorisme di Indonesia, dimana secara kuantitas mengalami peningkatan namun secara kualitas mengalami penurunan.Saat ini jumlah aksi tindakan terorisme sering muncul namun dengan dampak kerusakan dan korban jiwa yang tidak terlalu besar dibandingkan aksi-aksi sebelumnya. Saat ini ISIS dianggap sebagai kelompok yang paling punya komitmen untuk menegakkan syariat Islam di dunia.

Bahkan epicentrum ISIS di Indonesia saat ini dikendalikan dan dipengaruhi oleh para narapidana dari penjara. Tokoh-tokoh kunci perkembangan ISIS dapat menyebarkan ajarang-ajarannya dan melakukan propaganda dibalik jeruji, yang seharusnya mendapat penjagaan ketat dari aparat. Selain itu derasnya dukungan simpatisan dari media online, seperti website Sautussalam, Almustaqbal, serta media sosial seperti facebook dan twitter membuat ISIS semakin berkembang, sehingga sudah sewajbnya Pemerintah melakukan aksi yang lebih tegas melalui pemimpinnya.

Saat ini lembaga pemerintah pun dinilai sulit melawan rating beberapa website yang mendukung penyebaran ISIS di media internet. Contohnya adalah website “damailahindonesiaku.com” bentukan BNPT yang hanya menduduki urutan 10,379,317 dunia dibandingkan “VoA-Islam” yang berada di urutan 14,877. Selain itu website Arrahmah.com yang memiliki follower sebanyak 36,200 dan telat di tweet sebanyak 23,4 ribu kali di media sosial Twitter (Solahudin, 2015). Bahkan sampai saat ini, Pemerintah masih berpatokan pada Undang-Undang Terorisme No. 15 tahun 2002, yang

di dalamnya tidak ada satu pasal pun yang mendukung untuk menangkap para WNI yang bergabung dengan ISIS.

Bertolak dari uraian di atas, penanggulangan terorisme memerlukan kerjasama seluruh komponen bangsa dan memerlukan suatu kepemimpinan nasional (di semua lini) yang mumpuni untuk melakukan mobilisasi dukungan dalam memperkuat ketahanan nasional. Kepemimpinan nasional di sini bukan hanya yang berada pada sektor negara, tetapi termasuk pada sektor non-negara atau masyarakat sipil. Tanpa suatu kepemimpinan nasional yang kuat dan mumpuni, maka upaya penanggulangan terorisme akan mengalami kendala-kendala struktural dan fungsional, karena magnitude ancaman bukan

saja ada pada tataran isik tetapi juga non isik. Penanggulangan terorisme bukan hanya

mnggunakan pendekatan hard-power tetapi juga soft power. Dalam konteks yang terakhir itulah program deradikalisasi menjadi sangat penting dan suatu kepemimpinan visioner di kalangan ummat Islam akan memegang peran utama di dalam program nasional tersebut.

kePemimPinAn Visioner dAn keAmAnAn nAsionAl PAdA tAtArAn nAsionAl dAn AkAr rumPut

konseP kePemimPinAn Visioner

Kepemimpinan memiliki legitimasi kuat untuk menjalankan visi dan misi suatu organisasi/kelompok secara praktis namun berdampak strategis. Kepemimpinan yang kuat jelas memberikan dampak perubahan

yang signiikan dan seakan menjawab

(5)

atau tidaknya suatu gagasan penting untuk membangun sebuah rencana besar yang telah direncanakan. Selain itu menurut Powell kepemimpinan memiliki dua peran penting, yakni memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap setiap perincian yang terjadi dan memiliki kemampuan dalam menentukan situasi yang berdampak strategis.

Kepemimpinan visioner (visonary leadership) adalah kualitas kepemimpinan yang berpandangan jauh ke depan dan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan. Ia menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul dan menjadi penentu arah yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional, dan dapat membimbing para pengikutnya ke arah profesionalisme kerja yang diharapkan. Pemimpin yang bervisi merupakan syarat kepimimpinan di era otonomi, dimana organisasi harus menampilkan kekuatan dan ciri khas budayanya menuju kualitas yang diharapkan.

Dengan demikian kepemimpinan visioner didasarkan pada tuntutan perubahan zaman yang meminta dikembangkannya peran pendidikan secara intensif untuk menciptakan sumber daya manusia yang handal bagi pembangunan. Orientasi visi diarahkan pada mewujudkan nilai komparatif dan kompetitif para peserta didik sebagai pusat perbaikan dan pengembangan. Kepemimpinan visioner, merupakan suatu kemampuanuntuk mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan, mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi dimasa depan

yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil.

Dari pemahaman di atas nyatalah bahwa seorang pemimpin visioner adalah, ipso facto, seorang pemimpin yang transformatif. Pemimpin transformatif “berupaya untuk meningkatkan motivasi, moral, dan kinerja pengikutnya.” Pemimpin yang memiliki kapasitas transformatif selalu memiliki tujuan yang “melampaui jangka pendek dengan berfokus pada kebutuhan jangka menengah dan panjang.” (Lemhannas, 2011a: 46). Selanjutnya, ada empat komponen yang harus dikembangkan dalam pembentukan suatu kepemimpinan yang transformasional. Komponen-komponen tersebut adalah:

1. Karisma atau pengaruh ideal, yakni kemampuan pemimpin untuk berperilaku mengagumkan dan meyakinkan sehingga

para pengikutnya mengidentiikasikan diri

kepadanya.

2. Inspiratif atau kemampuan pemimpin mengartikulasikan visi yang menarik dan mengilhami para pengikut untuk mencapai tujuan dengan optimisme yang tinggi

3. Stimulatif secara intelektual, yaitu kemampuan pemimpin merangsang dan mendorong pengikutnya agar kreatif dengan menyediakan kerangka kerja yang membuat mereka terhubung dengan elemen-elemen lainnya.

4. Kepribadian yang menarik perhatian, yaitu kemampuan pemimpin untuk senantiasa hadir atau dirasakan kehadirannya oleh pengikut yang memerlukannya sebagai mentor atau pelatih yang dihormati dan dihargai karena kontribusinya dalam tim. (Lemhannas, 2011a: 47).

Sementara itu, agar seseorang dapat

disebut memiliki kepemimpinan visioner ia harus memiliki kemampuan mengelola visi yang dimilikinya melalui: a) Pemahaman tentang konsep visi. Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan organisasi/ kelembagaan yang merupakan kekuatan kunci bagi perubahan yang menciptakan budaya dan perilaku yang maju dan antisipatif terhadap tantangan zaman; b) Pemahaan tentani karakteristik dan unsur visi. Suatu visi memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) memperjelas arah dan tujuan, mudah dimengerti dan diartikulasikan, (2) mencerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan standar of excellence, (3) menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen, (4) menciptakan makna bagi anggota organisasi, (5)

mereleksikan keunikan atau keistimewaan

organisasi, (6) menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi, (7) konstektual dalam arti memperhatikan secara seksama hubungan organisasi/ lembaga dengan lingkungan dan sejarah yang bersangkutan; dan c) Pemahaman tentangtujuan visi.Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu: (1) memperjelas arah umum perubahan kebijakan organisasi, (2) memotivasi pengikut untuk bertindak dengan arah yang benar, (3) membantu proses mengkoordinasi tindakan-tindakan tertentu dari orang yang berbeda-beda.

Presiden sebAgAi rePresentAsi kePemimPinAn nAsionAl

Dalam kehidupan masyarakat,

kepemimpinan dibentuk melalui mekanisme dan model pemilihan yang didasari

kompetensi, kekuatan, pengalaman, dan status sosialnya. Dengan kata lain status

seseorang menjadi pemimpin adalah karena kepercayaan dan tanggung jawab sosial yang diberikan kepada rakyatnya karena ia memiliki beberapa keunggulan dibandingkan yang lainnya. Dengan demikian nyata sudah bahwa kepemimpinan bangsa (national leadership) berada di tangan Presiden yang merupakan simbol resmi negara yang menjalankan kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah setiap hari.

Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, masalah kepemimpinan nasional

menjadi isu sentral yang signiikan. Dalam

hal ini terutama kedudukan Presiden, karena menurut konstitusi Indonesia yaitu UUD (Undang-Undang Dasar) 1945, ia memiliki posisi yang kuat dan kekuasaan yang besar. Presiden Indonesia tidak hanya sebagai Kepala Negara, tetapi juga Kepala Pemerintahan dan Panglima Perang Tertinggi dalam TNI. Karenanya ia dapat menyatakan perang dan damai, membuat undang-undang, menyusun RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), memberi grasi dan abolisi, serta mengangkat para pejabat di bawahnya – betapapun semuanya mesti mendapat persetujuan dari Parlemen, dalam hal ini DPR RI.

Seorang Presiden dituntut untuk memiliki integritas, komitmen, serta berpikiran maju dan modern untuk mensinergikan seluruh potensi bangsa untuk mencapai kemajuan, kesejahteraan, dan kemerdekaan agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia (Suwirta dan Hermawan, 2012; 139). Seorang Presiden dengan demikian memiliki peran penting dalam pembangunan karakter

bangsa dan juga sebagai igur panutan

(6)

dalam corak masyarakat Indonesia bersifat heterogen. Presiden sebagai orang yang memegang kekuasaan penuh pemerintah adalah sah menurut Konstitusi negara menunjukan bahwa perannya yang sangat strategis dalam menentukan arah kehidupan bangsa Indonesia. Peran yang strategis pada akhirnya menuntut Presiden untuk turut aktif melawan segala bentuk tindakan radikalisme yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Kesemuanya itu masuk ke dalam cakupan peran Presiden dalam memimpin bangsa Indonesia di dalam dinamika perkembangan lingkungan strategis tingkat nasional, regional, dan global. Kondisi dinamika lingkungan strategis yang sarat dengan ancaman yang lebih abstrak memang menuntut Presiden untuk melawan segala tantangan yang lebih kompleks, selalu berubah, dan penuh ketidakpastian.

kePemimPinAn Presiden sebAgAi dAlAm uPAyA PenAnggulAngAn AncAmAn terorisme

Kepemimpinan dianggap sebagai penentu arah (direction setter), dimana peran ini merupakan peran untuk menyampaikan suatu visinya, memotivasi rekan, dan melibatkan orang-orang untuk melakukan apa yang dia inginkan. Salah satu contohnya, ketika serangan WTC 11 September 2001 terjadi, tidak lama Presiden AS George Bush Junior mengumumkan perang melawan kelompok terorisme dunia. Masa pemerintahan Bush kala itu memang didominasi oleh “perang melawan teroris” yang dinyatakan sebagai salah satu strategi kepentingan nasionalnya, yakni preserving the freedom of navigation. Tidak tanggung-tanggung berapa sumber

daya yang dikeluarkan AS saat itu demi menumpas terorisme yang dianggap sangat membahayakan keamanan AS. Bahkan, setelah masa kepemimpinannya diganti oleh Presiden Barack Obama, AS tetap melancarkan upaya penangkapan target teroris yang diakhiri oleh tewasnya Osama Bin Laden pada tanggal 2 Mei 2011. Segala bentuk upaya AS dalam memerangi ancaman terorisme langsung berada di bawah perintah dan petunjuk presidennya.

Di Indonesia, Presiden perlu memiliki pendekatan psikologis untuk memudahkan dan mengajak para staffnya, para Menteri, Panglima TNI, dan Kapolri untuk terus melawan ancaman rawan terorisme di setiap wilayah NKRI. Upaya strategis seorang Presiden tentunya dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalkan saja dengan memperkuat perangkat hukum dengan diajukannya berbagai peraturan perundang-undangan sebelum disahkan oleh DPR. Misalkan saja, beberapa tahun terakhir, Presiden/Pemerintah mengajukan Undang-Undang No. 9 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pendanaan terorisme.Pemerintah tampaknya menyadari bahwa pemotongan aliran dana mampu membatasi dan mengurangi aktvitas kegiatan pelaku teror. Pengajuan undang-undang ini sebelum disahkan melalui DPR tentu saja merupakan strategi Presiden sebagai pemimpin negara dalam rangka menumpas ancaman gerakan radikalisme.

Sementara itu apabila kita melihat kondisi 10 tahun lalu, Presiden saat itu Megawati pun sadar dengan posisi strategisnya sebagai pemimpin untuk memutuskan membentuk undang-undang darurat dan telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003

tentang tindak pidana terorisme yang lebih memudahkan aparat penegak hukum dalam penangkapan teroris. Keputusan membentuk undang-undang

darurat dilakukan paska Bom Bali I pada oktober 2012 yang menewaskan sekitar 200 orang lebih. Bahkan menurut Palembangan (2014), Presiden memiliki hak mengajukan undang-undang dan mengeluarkan Peraturan Presiden apabila keadaan darurat menimpa Indonesia, yakni terjadi keadaan darurat sipil, keadaan darurat militer, dan keadaan perang.

Pada keadaan darurat sipil, apabila keadaan di wilayah NKRI diancam oleh pemberontakan dan kerusuhan, maka Presiden memiliki hak untuk menunjuk pejabat sipil, gubernur atau kepala daerah setempat sebagai penguasa darurat militer daerah (Palembangan, 2014; 51). Ataupun dalam penanganan aksi terorisme, dimana

Presiden tengah mengajukan beberapa undang-undang untuk menjaga NKRI dari

segala bentuk ancaman dengan disahkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, Undang-Undang No. 3 Tahun 2002

tentang pertahanan negara, Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Sementara itu, Presiden juga telah mengeluarkan Perpres No. 12 Tahun 2012 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk meningkatkan kapasitas lembaga pemerintah dalam memerangi terorisme.

Dari semua penjabaran di atas, maka jelaslah Presiden memiliki kewenangan yang strategis untuk menentukan arah kebijakan pemerintahnya. Kewenangan presiden dalam mengajukan undang-undang dan mengeluarkan Peraturan tentunya dapat dijadikan alat hukum untuk terus menekan laju perkembangan organisasi radikal di Indonesia. Bahkan alat hukum juga dapat

Seorang Presiden

dengan demikian

memiliki peran penting

dalam pembangunan

karakter bangsa dan juga

sebagai figur panutan

dan contoh teladan

bagi kepemimpinan

dalam corak masyarakat

Indonesia yang bersifat

heterogen. Presiden

sebagai orang yang

memegang kekuasaan

penuh pemerintah adalah

sah menurut konstitusi

negara menunjukan

bahwa perannya yang

sangat strategis dalam

menentukan arah

kehidupan bangsa

Indonesia. Peran yang

strategis pada akhirnya

menuntut Presiden

untuk turut aktif

(7)

berfungsi memberikan legitimasi kepada aparat pertahanan dan keamanan untuk menumpas segala bentuk tindakan teror maupun pemikiran-pemikiran radikalisme yang tidak sejalan dengan Pancasila. Oleh karena itu memang dibutuhkan kepemimpinan yang tegas dan visioner di tangan seorang Presiden untuk mengeluarkan segala bentuk strategi penumpasan terorisme yang dilidungi oleh perangkat hukum yang jelas dan mengikat.

ulAmA sebAgAi rePresentAsi kePemimPinAn AkAr rumPut

Kepemimpinan bukan hanya dilihat pada kepala negara saja, namun dapat dilihat juga dari peran pimpinan sebuah organisasi/ kelompok, baik itu kecil atau besar termasuk kepemimpinan ulama di pesantren.

Pesantren sebagai salah satu lembaga keagamaan Islam yang memiliki bukan saja jejaring sangat luas (lokal, nasional, regional dan internasional), tetapi juga memiliki cakupan kegiatan yang multi dimensional, mulai dari pendidikan, pengembangan ekonomi, pembangunan sosial hingga politik (Mas’udi, 2000). faktor kesejarahan, cakupan kegiatan, jaringan yang luas, dan kepemimpinan yang khas

dari tokoh utama (igure head) nya, yaitu

Kiyai, maka pesantren memiliki pengaruh yang sangat luas, dan multi dimensional dalam masyarakat Indonesia umumnya dan khususnya pada tataran akar rumput (grass-roots) baik di perkotaan maupun pedesaan. Dalam sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, keterlibatan komunitas pesantren dan pemimpinnya tak pernah ketinggalan dan memiliki pengaruh strategis (Hikam,

1997). Sebagai institusi kemasyarakatan yang berakar tradisional, peran pesantren sangatditentukan oleh para Kyainya. Kendati dalam perkembangan dewasa ini peran dan fungsi Kyai mulai mengalami diferensiasi sebagai akibat modernisasi dan industrialisasi namun masyarakat dan elit pemerintahan di semua level masih menganggapnya sebagai pemegang posisi kepemimpinan strategis. Kepemimpinan Kyai berdasar kepada legitimasi karismatik yang berasala dari silsilah, keilmuan, kepemilikan, dan jejaring politik yang dimilikinya. Kendati dalam perkembangan saat ini komponen karisma dan kepemilikan (properti) makin tersaingi, namun dari komponen keilmuan dan jejaring sosial dan politik tampaknya masih utuh kalaupun tidak bertambah kuat pada kasus-kasus tertentu (Kleden, 2000). Itulah sebabnya, lembaga pesantren selain diandalkan sebagai lembaga pendidikan agama (dan umum melalui sistem sekolah yang semakin banyak diadopsi dan

diasimilisaikan di dalamnya), ia juga menjadi wahana pengkaderan pemimpin (lokal dan juga nasional), dan sebagai anggota masyarakat sipil Indonesia dengan elemen-elemen pendukungnya: pondok, mesjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kyai.

Kyai atau Ulama pesantren sebagai pemimpin senantiasa diidealisasikan sebagai teladan bagi umat Islam di sekitarnya dan sering melampaui batas-batas komunitasnya, sehingga pandangan dan kepemimpinannya diterima masyarakat. Apalagi jika Kyai tersebut dipandang memiliki sikap netral dalam politik praktis dan mengambil jarak

dengan konlik-konlik yang berdimensi

politik praktis. Kalaupun Kyai berpolitik, idealnya adalah politik bagi kemaslahatan

umum (al-maslahah al ‘ammah, the common good). Sebab pada intinya pesantren memfokuskan diri pada pendidikan agama

(tafaqquh id-dien) yang meliputi kajian-kajian mengenai teologi (aqidah), ilsafat dan Suisme (tasawwuf), hukum Islam (iqih), ilmu tentang pengambilan hukum (ushul iqih), Tafsir Qur’an, Hadits, dan Ilmu

tentang Hadits (musthalah Hadits) dan lain-lain, yang tidak banyak berbicara tentang politik praktis secara langsung (Ali, 2008:

14-58, Dhoier, 1982). Hal itu tak berarti

bahwa komunitas pesantren dan Kyai pada umumnya tidak peka terhadap dinamika sosial dan politi dan hanya berurusan dengan transmisi pengetahuan dan menyiapkan para penerus Islam tradisionil. Justru dalam sejarah pesantren dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia, keterlibatan para Kyai tak dapat diremehkan termasuk sebagai bagian dari para pendiri bangsa, pejuang dan pahlawan revolusi, pejabat di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif pada semua tingkatan dan lain-ain. Munculnya pemimpin nasional yang pluralis berkaliber internasional seperti (Alm), KH. Abdurrahman Wahid, Presiden RI ke IV, misalnya, menunjukkan kemampuan lembaga pesantren dalam memberikan pendidikan dasar yang berorientasi kepada praktek dan kehidupan nyata dalam masyarakat. Lembaga pendidikan pesantren tidak hanya sibuk dengan pendalaman teori dan metodologi ilmu keagamaan, tetapi juga mendorong kepada aplikasi karena adanya persentuhan yang terus menerus dengan masyarakat dengan kegiatan riil di sekitar lingkungan mereka pada saat dan selepas dari pesantren

(Roiq, 2000).

kePemimPinAn ulAmA dAlAm uPAyA PenAnggulAngAn AncAmAn terorisme

(8)

model oleh beberapa negara Arab sebagai organisasi yang memberikan pemahaman tentang Islam yang toleran dan damai terhadap perbedaan-perbedaan dalam kehidupan sosial (Hendropriyono, 2015).

Oleh karena itu, sudah saatnya bagi Pemerintah untuk secara aktif melibatkan Ormas-ormas Islam untuk meluruskan paham-paham radikal, melalui dialog interaktif dan pemberian pandangan-pandangan yang meluruskan arti Jihad yang lebih kontekstual. Peran ormas-ormas Islam tentunya membutuhkan tata kelola organisasi yang terarah dan terencana oleh seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan visioner-transformastional. Pimpinan Ormas-ormas besar meskipun tidak diwajibkan dipimpin oleh Kyai, namun pada kenyataannya sampai dengan sekarang pimpinan ormas juga merangkap sebagai Kyai. Walaupun tidak ada aturan secara tertulis bahwa pimpinan Ormas harus Kyai, namun secara tradisi dan moral organisasi tetap memilih Kyai perannya yang mampu memberikan pencerahan dan perubahan sosial.

Pada akhirnya kepemimpinan Kyai yang visioner dapat menggerakan perubahan sosial di tengah-tengah lingkungan masyarakat sekitar pesantrennya. Kyai dapat memainkan psikologi sosial untuk mengarahkan tingkah laku dan pemahaman tiap-tiap individu dan kelompok. Psikologi sosial dapat dibentuk dan diarahkan oleh Kyai karena kemampuannya sebagai pemimpin yang mampu membaca karakter masing-masing anggota di pesantrennya. Peran Kyai sangat menentukan hubungan antara masyarakat dengan pesantren yang diharapkan akan terjadi simbiosis mutualisme (Munsorif, 2014). Hal ini dapat dilihat dari

program-program yang dibentuk oleh Kyai untuk kehidupan sosial masyarakat sekitar.

Saat ini ditengarai telah terjadi pergeseran peran Kyai, yaitu kekuatannya cenderung digunakan dalam politik. Memang salah satu segi positif dari masuknya Kyai dalam politik adalah memungkinkan berbagai kebijakan yang sensitif dan krusial dari pemerintah dapat diterima oleh masyarakat. Tetapi dampak negatif yang dirasakan adalah dengan masuknya Kyai dalam politik praktis maka karakter kemandirian Kyai dan lembaga pesantren menjadi dipertanyakan. Implikasinya, tingkat kepercayaan masyarakat akan menurun dan pengaruh kepemimpinan kyai juga tidak lagi efektif karena dianggap memiliki kepentingan tersembunyi (vested interests). Rakyat yang telah memiliki tingkat pengetahuan yang makin tinggi, akses informasi yang luas, dan mobilitas yang tinggi serta didukung lingkungan yang demokratis akan sangat kritis terhadap semua pandangan dan perilaku yang dirasa berlawanan dengan kaidah-kaidah etis yang dipegang, dan juga kebiasaan atau tradisi yang baik. Peran kepemimpinan nasional yang visioner dan transformatif dalam penanggulangan terorisme akan dapat dijalankan oleh para Kyai di komunitas pesantren dan sekitarnya serta masyarakat pada umumnya. Mereka dapat menjadi bagian integral dalam program deradikalisasi dengan tujuan menetralisir ideologi Islam radikal/jihadis yang menjadi landsan ideologi kelompok teroris. Para Kyai sebagai pakar dalam ilmu keagamaan dapat meluruskan pemahaman yang menyimpang yaitu radikalisme, liberalisme, dan fundamentalisme. Pemahaman terhadap ajaran-ajaran Islam yang moderat,

seimbang, toleran, dan mengedepankan musyawarah dapat lebih dikembangkan dan disosialisasikan dan menjadi bagian integral dalam aktualisasi ideologi negara Pancasila. Selain itu Kyai dan komunitas pesantren bisa menjadi bagian penting dalam dialog antar-iman dengan komunitas agama lain atau dengan anggota masyarakat sipil lainnya di seluruh Indonesia. Organisasi seperti forum Komunikasi Umat Beragama yang keberadaannya telah tersebar di hampir seluruh Indonesia dapat menjadi wahana bagi dialog tersebut, selain sebagai counter terhadap kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh ormas-ormas yang mendukung paham-paham sektarian. Oleh karenanya, pemberdayaan tokoh-tokoh Islam moderat agar dapat menyebarluaskan pemahaman moderatnya, yang selama ini dimotori oleh NU dan Muhammadiyah, akan dapat menopang strategi penanggulangan terorisme secara efektif melalui para pemimpin non formal seperti para Kyai. Bahkan program rehabilitasi para teroris pada masa penahanan dan setelah menjalani hukuman pun dapat melibatkan mereka untuk memberikan penyadaran mengenai penafsiran ajaran yang radikal dan monolitik.

PenutuP

Dari uraian dan pembahasan di atas, kiranya telah dapat diambil kesimpulan bahwa penanggulangan terorisme di Indonesia merupakan sebuah tanggung jawab bersama dari seluruh anak bangsa dan penyelenggara negara, sebab bahaya tersebut telah menciptakan bukan saja korban nyawa dan hancurnya kepemilikan (properties) di Indonesia, tetapi juga mengancam keberadaan dan keberlangsungan NKRI

(9)

mampu memobilisasi dukungan tersebut, khususnya pada masyarakat sipil, akan dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas masyarakat, bangsa dan negara dalam membendung pengaruh ideologi radikal Islam karena kepemimpinan tersebut telah memiliki akar kesejarahan dan kemasyarakatan yang kokoh, kemampuan mengajak para pengikut untuk melakukan tindakan, serta melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika yang berkembang. Dalam masyarakat sipil Indonesia (MSI), kepemimpinan visioner dan transformasional ini dapat ditemukan dalam komunitas pesantren yang selama ini telah diakui perannya di dalam sejarah kehidupan bangsa dan negara RI, yaitu para kyai atau ulama pimpinan pesantren. Kyai memiliki karakter-karakter dasar

kepemimpinan visioner dan juga memiliki kapasitas transformatif yang jika didukung dengan pengembangan dan pemberdayaan sistem manajemen yang baik, akan menjadi kekuatan luar biasa dalam melakukan penanggulangan terhadap terorisme baik sekarang maupun di masa-masa yang akan datang. Pemerintah akan memperoleh partner yang sinergis dan dapat membantu pelaksanaan kebijakan-kebijakan publik mulai pada tingkat nasional sampai tingkat lokal. Sebagai salah satu contoh, Kyai dan lembaga pesantren dapat menjadi pelaku utama dan wahana yang efektif dalam program nasional deradikalisasi yang ditujukan untuk menetralisasi paham radikal/ jihadis dan meminimalisasi pengaruhnya di dalam komunitas komunitas Islam. Kyai dapat memberikan penafsiran-penafsiran

ajaran keagamaan yang menolak kekerasan, fanatisme, dan sikap-sikap anti terhadap kelompok agama lain maupun seagama tetapi berbeda pemahaman, demikian pula, Kyai dan pesantren dapat mengajak dan memobilisasi ummat dan masyarakat untuk mewaspadai ajaran-ajaran dan propaganda yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sehingga ketahanan ideologi masyarakat dan bangsa akan dapat diperkuat.

dAftAr PustAkA

Ali, As’ad Said. Pergolakan di Jantung Tradisi: NU Yang Saya Amati. Jakarta: LP3ES, 2008.

Burt Nanus, Kepemimpinan Visioner. Jakarta: Prenhallindo, 2001.

Brown, Barbara. Evaluating Leadership Qualities: 10 Things Effective Leaders Do To Motivate Employees. http//:www.Ezine1. com/september11/2008. Diunduh tgl. 23 Maret. 2011.

covey, Stephen R. Principle Centered Leadership. New York: Simon &

Schuster,1990.

cronin, Audrey. How Terrorism Ends: Understanding the Decline and Demise of Terrorist Campaigns. Princeton University, 2009

Dhoier. Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP2ES, 1982.

hendropriyono, AM. Penangkalan Terhadap Pengaruh ISIS. International Conference on Terrorism & ISIS, Jakarta, 2015

hikam, Muhammad AS. “Khittah dan Penguatan Civil Society di Indonesia: Sebuah Kajian Historis dan Struktural atas NU Sejak 1984,” dalam Darwis, EKH (ed.). Gus Dur, NU dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: LKiS, 1997

jones, Sidney. Capturing the Impact of Terrorism for the Last Decade, IPAC, 2012

jones, Sidney. The Evolution of ISIS in Indonesia. Institute for Policy Analysis of

Conlict, IPAC, September, 2014

Kleden, Ignas. “Melacak Akar Konsep Demokrasi.” dalam Suaedy, Ahmad (ed.). Pergulatan Pesantren dan Demokratisasi. Yogyakarta: LKiS, 2000, hal. 1-14.

Materi Pokok Bidang Studi Kepemimpinan Nasional PPSA

Lemhannas XVII 2011. Jakarta: Lemhannas RI, 2011a.

Materi Pokok Bidang Studi Kepemimpinan Kontemporer PPSA Lemhannas XVII 2011. Jakarta: Lemhannas RI, 2011b.

Mbay, Ansyaad. Irjen.Pol (P).

Terorisme dan Kebijakan Pemerintah Dalam Penanggulangannya. (Jakarta: BNPT, 2011).

Palembangan, Wellitania. Implementasi Perjanjian Lombok Mengenai Kerjasama Polri dan Australia federal Police Dalam Kontra-Terorisme: 2006-2012. Universitas Pertahanan, Jakarta, 2014

Powell, colin. The Leadership Secrets. McGraw-Hill, 2002.

Rahman, Andrea. Terorisme Sebagai Upaya Komunikasi Politik, Jakarta, 2013

Roiq. Ahmad. “NU/Pesantren dan Tradisi Pluralisme dalam Konteks Negara Bangsa.” dalam Suaedy, Ahmad (ed.). Pergulatan Pesantren dan Demokratisasi. Yogyakarta: LKiS, 2000, hal. 209-14

(10)

DIP Centre, lembaga independen yang memiliki misi memberikan pencerahan

terhadap isu-isu strategi KAMNAS yang diwujudkan melalui riset,

penelitian & berbagai pengetahuan

Grand Wijaya, No. C 31-32 Lantai 2

Jalan Wijaya 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Telp / fax +6221-7207848, Email: dipcentrejakarta@gmail.com

@dipcentre

DIP Centre

centre

democracy integrity & peace

Jurnal Strategic Outlook merupakan jurnal di bidang politik dan keamanan nasional yang menyajikan berbagai permasalahan strategis dengan tujuan memberikan pencerahan dan menambah wawasan bagi para pembaca.

1. Reaktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

2. Demokratisasi dan Keamanan Nasional 3. Hubungan Australia – Indonesia di Abad Asia

4. Ekonomi Nasional Dalam Perspektif Pengusaha: Tinjauan Dunia Usaha Pasca Reformasi.

5. Pokok-pokok pikiran menjadikan Indonesia Berdaulat pangan sebagai Lumbung pangan Dunia.

6. What is the grand strategy of Indonesia today? What it should be? 7. Critical Review RUU Kamnas

Referensi

Dokumen terkait

Menurut penjelasan Pasal 7 ayat (2) KUHAP bahwa yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil adalah misalnya pejabat bea dan cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan,

Manfaat penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak banyak seperti masyarakat, mahasiswa sebagai bahan referensi menambah pengetahuan

Menurut Ketua PTUN Bengkulu, konsep klausul pengaman akan dilihat sebagai norma hukum dikarenakan suatu kondisi yang dituntut oleh administrasi negara untuk

UIN Suska merupakan salah satu lembaga yang dapat menampung aspirasi masyarakat yang menyimpan benda budaya dimana berada; (4) demikian pula UIN Suska dapat

[r]

Strategi penyuluhan untuk meningkatkan kinerja petani dan berkelanjutan dalam penerapan sistem agroforestri pada lahan kritis, disusun berdasarkan: (a) motivasi petani

siapa saja yang ada di rumah, agar tak meresahkan banyak orang/' naslhat Sempung kepada Bungai

Dalam erti kata lain, individu berdaya tahan tidak akan mudah berputus asa kepada tekanan yang dihadapi, malah mereka menjadikan cabaran atau kekurangan itu sebagai