• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LATIHAN FISIK SENAM LANSIA TERH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH LATIHAN FISIK SENAM LANSIA TERH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

RINGAN – SEDANG DI REKTORAT UNIBRAW MALANG ILKAFAH*

Ilkafah. 2004. Influence of Exercise (Elderly Gymnastic) to Decrease of Blood Pressure at Elderly with Mild-Moderate Hypertension in Rektorat UNIBRAW Malang. Final Paper. Nursing Science Study Program of Brawijaya University. Counsellor: (1) Budi Susatia, S.Kp, M.Kes. (2) dr. Bambang Priyadi, MS.

The aging process in elderly will generate changes of physical, mental, social, economics and psychology. One of effect physical changes is change of structure at big vein which can cause hypertension. Elderly Gymnastic is form of exercise representing one of nonfarmacology therapy for hypertension. This research purpose are to know the influence of exercise (Elderly Gymnastic) to decrease of blood pressure at elderly with mild-moderate hypertension. This research is analytic observasional with approach of Cohort Study. Sample consisted by 15 responden taken with Total Sampling technique. Variable measured is blob pressure before and after exercise. According calculation of systolic t count = 7,555 and diastolictcount = 8,191 > ttable = 2,145 with t-testat level of significancy 0,05 and db = N-1. This means that exercise have an effect on decreasing of blood pressure in elderly with mild-moderate hypertension. Because of this research is only got by female elderly, is hence expected there is research continuation with male and female elderly respondents.

Key Word: Exercise (Elderly Gymnastic), Hypertension and Elderly.

1. PENDAHULUAN………...

Beberapa dekade terakhir ini usia atau angka harapan hidup penduduk Indonesia telah meningkat secara bermakna yaitu 45,7 tahun pada tahun 1970, menjadi 59,8 tahun pada tahun 1990 dan di`royeksikan menjadi 71,7 tahun pada tahun 2010. Disamping peningkatan angka harapan hidup, jumlah dan proporsi kelompok lansia di negara kita pun menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu 5,3 juta jiwa atau 4,48% pada tahun 1971, 12,7 juta jiwa atau 6,56% pada tahun 1990 dan akan meningkat tajam menjadi 28,8 juta jiwa atau 11,34% pada tahun 2010 (Achir, 2001). Tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan menempati urutan keenam terbanyak di dunia dan melebihi jumlah lansia di Brazil, Meksiko, dan negara Eropa (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).

Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah

fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologi. Dengan bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit juga bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular /degeneratif (Nugroho, 2000). Salah satu penyakit degeneratif pada lansia adalah penyakit kardiovaskuler, misalnya; hipertensi (Achir, 2001). Hasil survey kesehatan RI tahun 1995 menunjukkan bahwa 83 per 1000 penduduk menderita hipertensi (Depkes, 1999). Data dari studi Framingham dan beberapa penelitian lainnya membuktikan adanya peningkatan yang terus menerus dari tekanan sistolik selama seseorang hidup. Dengan bertambahnya usia maka kejadian hipertensi meningkat (Siburian, 2004).

(2)

yang berbahaya misalnya stroke, PJK, dan gagal ginjal. Hipertensi sebetulnya bukan suatu penyakit, tetapi hanya merupakan suatu kelainan dengan gejala gangguan pada mekanisme regulasi tekanan darah yang timbul. Pada umumnya terjadi pada usia pertengahan (usia lebih dari 40 tahun). Namun, banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya tidak nyata dan pada stadium awal belum menimbulkan gejala yang serius pada kesehatannya (Gunawan, 2001).

Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur maka tekanan darah akan meningkat. Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama stroke, payah jantung, dan penyakit jantung koroner. Lebih dari separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi pada otak (terjadi stroke), jantung (terjadi infark miokard), dan menyebabkan sakit pada daerah dada (angina pektoris) dan juga gangguan koroner lainnya (Nugroho, 2000).

Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, beberapa tindakan pencegahan dilakukan antara lain; mengurangi konsumsi garam dan lemak, menghindari obesitas, tidak merokok dan minum alkohol, membina hidup yang positif dan olahraga teratur (Gunawan, 2001).

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik) seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju, gulat atau angkat besi, karena latihan yang berat malah dapat menimbulkan hipertensi (Gunawan, 2001).

Olahraga adalah suatu bentuk latihan fisik yang memberikan pengaruh positif terhadap tingkat kemampuan fisik seseorang apabila dilakukan dengan benar.

jasmani pada usia lanjut yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1992-1993 menemukan bahwa sekitar 90% usia lanjut memiliki tingkat kesegaran jasmani yang rendah, terutama pada komponen daya tahan kardio-respirasi dan kekuatan otot. Hal tersebut dapat dicegah dengan melakukan latihan fisik yang baik dan benar (Depkes RI, 1998).

Latihan fisik adalah segala upaya yang dilaksanakan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan kondisi fisik lansia. Kebugaran jasmani adalah suatu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh. Tujuan dari latihan fisik adalah untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan kardiorespirasi, kecepatan, ketrampilan, dan kelenturan. Kebugaran jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu kebugaran jantung-paru dan peredaran darah serta kekuatan otot dan kelenturan sendi (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penanggulangan hipertensi (salah satunya adalah latihan fisik yang teratur) perlu dilakukan agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh latihan fisik (senam lansia) dalam penurunan tekanan darah pada lansia yang menderita hipertensi.

2. METODOLOGI PENELITIAN……

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain Analitik Observasional dengan pendekatan Cohort Study. Terdapat 2 variabel dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen adalah latihan fisik (senam lansia) dan variabel dependennya adalah tekanan darah.

Populasi adalah setiap subyek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang aktif mengikuti senam lansia di rektorat Unibraw Malang.

3. HASIL PENELITIAN………

(3)

Hipertensi Ringan – Sedang di Rektorat Unibraw Malang, dilaksanakan pada responden sebanyak 15 orang. Dimana responden mengikuti senam 2 kali/minggu, senamnya terdiri dari pemanasan, inti, dan pendinginan. Observasi dan pengukuran tekanan darah dilakukan setiap sebelum dan sesudah senam.

Karakteristik Responden Usia

Tabel 5.2.1 Distribusi frekuensi berdasarkan usia lansia bulan Oktober-Desember 2004

No Usia f Prosentase

1. dikelompokkan pada beberapa kelompok usia. Kelompok usia 56–59 tahun (47%), kelompok usia 60–69 tahun (40%), sedangkan kelompok usia 70-80 tahun (13%).

Jenis Kelamin

Seluruh lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah wanita (100%) karena memang yang kebanyakan ikut dalam senam adalah wanita.

BMI (Body Mass Indeks)

Tabel 5.2.3 Distribusi frekuensi berdasarkan BMI lansia bulan Oktober-Desember 2004

No BMI bahwa sebagian besar lansia mempunyai BMI dalam rentang normal (73,33%). Sedangkan sebagian kecil lansia mempunyai BMI diatas normal (26,67%)

dan tidak ada responden yang mempunyai BMI dibawah normal.

Lama Terkena Hipertensi

Tabel 5.2.4 Distribusi frekuensi berdasarkan Lamanya lansia terkena hipertensi bulan Oktober-Desember 2004

No

Berdasarkan tabel 5.2.4 didapatkan lebih dari setengahnya lansia sudah 6 bulan terkena hipertensi (60%). Sedangkan sebagian kecil lansia terkena hipertensi dalam 1 tahun (33,33%) dan > 2 tahun (6,7%).

Penyakit yang pernah/masih diderita saat ini

Tabel 5.2.5 Distribusi frekuensi berdasarkan penyakit yang pernah/masih diderita oleh lansia bulan Oktober-Desember 2004

No Penyakit f Prosentase

1.

Dari tabel diatas dapat dilihat 3 lansia (20%) yang masih mempunyai DM dan 1 lansia (6,67%) hiperkolesterol. Untuk stroke, tidak ada sama sekali (0%) responden yang pernah terkena penyakit tersebut. Hampir seluruh responden (73,33%) responden bebas dari ketiga penyakit tersebut.

Jenis dan Frekuensi olahraga selain senam di Rektorat

(4)

No Olahraga f % 1 Latihan/senam

pernafasan 7 46,67 2 Jalan kaki (1 – 3

km) 13 86,67

3Senam di luar rektorat 10 66,67

4 Meditasi 5 33,33

5 Bersepeda santai 2 13,33

Dari 15 responden hampir setengahnya (46,67%) mengikuti senam pernafasan, hampir seluruhnya olahraga jalan kaki (86,67%), dan sekitar 66,67% responden yang mengikuti senam di tempat lain. Untuk meditasi dan bersepeda santai hanya beberapa responden yaitu 33,33% untuk meditasi dan 13,33% yang bersepeda santai.

Kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan di rumah

Tabel 5.2.7 Distribusi frekuensi berdasarkan Kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan di rumah bulan Oktober-Desember 2004

No Kegiatan f Prose

ntase 1.

2. 3.

Berkebun Memasak Membersihkan rumah

9 1 0 1 1

60 66,67 73,33

Berdasarkan tabel 5.2.7 didapatkan hampir seluruh responden aktif melakukan kegiatan-kegiatan rumah. Sekitar 60% responden suka berkebun, 66,67% responden memasak sendiri dan 73,33% responden aktif membersihkan rumah.

Uji Hipotesa Pengaruh Latihan Fisik (Senam Lansia) terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi Ringan-Sedang.

Hasil penelitian didapatkan dari observasi yang dilakukan sebelum dan sesudah senam selama 8 minggu. Selain itu dalam proses latihan selama 8 minggu juga dilakukan observasi/pengukuran tekanan darah tiap sebelum dan sesudah senam.

Tabel 5.3.1 Distribusi frekuensi berdasarkan data hasil pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik yang didapatkan dengan observasi pada sebelum dan sesudah latihan selama 2 bulan:

Subyek pada penelitian Pengukuran awal (pre-senam)

Pengukuran akhir (post-senam)

1 140/90 134/86

2 145/92 137/88

3 148/95 140/90

4 155/100 146/96

5 160/105 154/102

6 160/102 153/99

7 158/98 151/94

8 160/100 152/96

9 157/103 150/100

10 150/95 143/92

11 150/97 142/94

12 165/108 163/107

13 165/107 164/105

14 167/106 165/105

15 165/106 165/106

(5)

Tabel 5.3.2 Uji Hipotesa

T-Test tekanan darah sistolik Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1

PRE

POST

156,3333

150,6000 15

15

8,14745

10,32888

2,10366

2,66690

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PRE & POST 15 ,977 ,000

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

S

ig

.

(2

-t

ai

le

d

)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

PRE - POST 5,7333 2,93906 ,75886 4,1057 7,3609 7,555 14 ,000

T-Test tekanan darah diastolik

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 PRE

POST

100,2667 97,3333

15 15

5,66274 6,76827

1,46211 1,74756

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 PRE &

POST 15 ,991 ,000

Paired Samples Test Paired Differences

t df

S

ig

.

(2

-t

ai

le

d

)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

(6)

Berdasarkan tabel diatas dilakukan perhitungan hasil penelitian dengan menggunakan uji t-test pada tingkat kepercayaan 0,05 dan db = 14, didapatkan nilai t hitung untuk sistolik = 7,555 dan nilai t hitung diastolik = 8,191. Nilai kedua t hitung > t tabel (2,145). Jadi hasil t hitung mempunyai beda yang signifikan dengan t-tabel, yang berarti H1 diterima dan Ho ditolak.

Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa senam lansia berpengaruh dalam penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi ringan – sedang.

4. PEMBAHASAN………...

Pada bab ini akan dibahas tentang karakteristik lanjut usia yang menjadi responden penelitian, mekanisme senam dalam penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi ringan–sedang, implikasi hasil, kendala dan keterbatasan penelitian. karakteristik Responden

Karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan umur lansia rata-rata antara 56 – 69 tahun. Perbedaan usia ini tidak begitu menyolok. Perbedaan yang menyolok tentunya dapat mempengaruhi hasil penelitian, karena berdasarkan teori yang ada dinyatakan bahwa resiko atherosklerosis meningkat dengan bertambahnya usia. Atherosklerosis yang terjadi dapat mempengaruhi kemampuan dilatasi, sehingga berpengaruh pada nilai tekanan darah lansia.

Lebih dari separuh responden mempunyai nilai BMI antara 19-24 (kg/m2) atau tergolong normal. BMI dapat mempengaruhi nilai pengukuran tekanan darah.

Semua responden berjenis kelamin wanita. Hal ini karena lansia yang kebanyakan mengikuti dan teratur senam adalah lansia wanita dan didapatkan tekanan darahnya tinggi meskipun sebenarnya akan didapatkan lebih tinggi nilainya pada pria. Responden dipilih oleh penulis dengan teknik sampling berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan.

Hampir seluruh responden mempunyai riwayat hipertensi masih dalam rentang antara 6 bulan sampai 1 tahun.

mempengaruhi kemampuan adaptasi fungsi jantung dan vaskuler terhadap peningkatan tekanan darah. Hal ini dapat berpengaruh pada nilai tekanan darah setelah latihan fisik (senam). Ini juga tergantung dari gaya hidup lansia itu sendiri. Apabila lansia selalu membina hidup yang positif dan selalu mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti misalnya buah-buahan atau sayuran, maka fluktuasi tekanan darah lansia terkontrol. Sedangkan lansia yang jarang mengkonsumsi makanan tersebut/tidak mengatur dietnya dengan baik maka fluktuasi tekanan darahnya tidak akan terkontrol dengan baik.

Berdasarkan penyakit yang pernah/masih diderita saat ini (hiperkolesterol, stroke, diabetes) hampir seluruh responden tidak menderita penyakit tersebut, sebagian kecil ada yang mengalami DM. Hal ini tentu akan mempengaruhi nilai tekanan darah setelah senam yang pada penderita DM fluktuasinya tidak terkontrol dengan baik tergantung nilai kadar gulanya.

Selain senam di rektorat sebagian besar responden berolahraga di tempat lain dan sebagian besar tiap pagi mereka jalan santai, jalan santai juga sangat berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah. Riwayat olahraga lain perlu dinilai karena yang penulis teliti hanya senam di rektorat 2 kali/minggu. Sedangkan menurut ACSM dalam Pudjiastuti Utomo dan Pudjiastuti (2003) bahwa frekuensi olahraga akan berpengaruh besar terhadap penurunan tekanan darah bagi penderita hipertensi, latihan fisik yang dilakukan minimal 3 kali/minggu akan sangat bisa mengontrol tekanan darah dan bahkan bisa efektif menurunkan tekanan darah ke nilai normal. Olahraga secara teratur dapat berpengaruh pada kemampuan dilatasi vaskuler sehingga akan memperlancar aliran darah dan menurunkan tegangan vaskuler yang akan menurunkan tekanan darah. Beberapa lansia juga mengikuti senam pernafasan dan meditasi, meditasi dapat mengontrol system saraf otonom sehingga ada kemungkinan menurunkan tekanan darah (Suparman, 1990).

(7)

tetapi banyak yang meluangkan waktunya untuk berkebun, memasak dan membersihkan rumah. Menurut penelitian-penelitian bahwa pekerjaan rumah yang ringan-ringan misalnya berkebun, memasak, atau hanya bersih-bersih rumah termasuk dalam olahraga ringan yang bisa mengontrol tekanan darah. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi nilai tekanan darah sesudah senam.

Pengaruh senam terhadap penurunan tekanan darah lansia

Terbuktinya hipotesis kerja pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi ringan – sedang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayashi T. et all, thesis yang menyatakan bahwa aktivitas fisik ringan-sedang bisa menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.

Dari hasil pengukuran tekanan darah setiap sebelum dan sesudah senam didapatkan bahwa ada penurunan tekanan darah secara bertahap. Pada hari pertama senam rata-rata nilai tekanan darah dari responden tidak mengalami perubahan karena mungkin sebagai fase adaptasi. Untuk selanjutnya terdapat penurunan bertahap sampai 2 bulan senam. Meskipun pada olahraga yang mendadak menyebabkan peningkatan tekanan darah selama olahraga, pengulangan aktivitas fisik tersebut dapat menurunkan tekanan darah selama istirahat dan peningkatan terhadap olahraga selanjutnya akan lebih rendah baik terhadap penderita hipertensi maupun pada orang normal. Karena hipertensi merupakan faktor resiko mayor PJK, efek potensial olahraga untuk menurunkan tekanan darah merupakan pertimbangan kesehatan masyarakat yang penting.

Dari 15 lansia wanita yang teratur senam, 11 lansia mengalami penurunan sekitar 6mmHg untuk sistolik dan 3mmHg untuk diastolik; 3 lansia mengalami penurunan hanya sekitar 1,5 mmHg baik sistolik maupun diastole, hal ini mungkin dikarenakan ketiga lansia tersebut mengidap DM dan 1 lansia yang tidak mengalami penurunan (tetap), hal ini dapat terjadi karena lansia tersebut mempunyai kolesterol dan

sering mengkonsumsi obat-obatan bebas misalnya obat sakit kepala yang mengandung kafein yang bisa meningkatkan tekanan darah sehingga efek senam belum tampak dalam 2 bulan senam.

Bagaimana senam lansia dapat menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi ringan-sedang berhubungan dengan aktivitas nitrit oksida (NO) meskipun dengan pertambahan umur terjadi penurunan aktivitas NO, tapi dengan aktivitas fisik teratur bisa memproduksi NO yang ada dalam tubuh yang bisa merileksasikan pembuluh darah sehingga bisa melancarkan peredaran darah dan menurunkan tekanan darah.

Pada latihan fisik yang berupa kegiatan aerobics mengedepankan gerakan-gerakan otot-otot yang besar di tubuh, yaitu otot-otot tungkai atau anggota bawah. Gerakan otot itu akan mempengaruhi atau memacu kerja jantung. "Otot jantung mempunyai sifat seperti otot kerangka tubuh, yang dapat menjadi lebih besar dan kuat kalau banyak bekerja. Karena itu, dengan menggerak-gerakkan otot-otot tungkai, seperti berjalan, lari atau lari-lari kecil (joging), bersepeda, berenang, diharapkan jantung dapat berfungsi lebih banyak (Sumpeno, 2003).

Aktivitas fisik, terutama aerobik, dapat meningkatkan aliran darah yang bersifat bergelombang yang mendorong produksi nitrit oksida (NO) serta merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial derive relaxing factor (EDRF), yang merileksi dan melebarkan pembuluh darah (Dede, 2002). NO berperan sebagai mediator dalam terjadinya relaksasi otot polos pada pembuluh darah.

(8)

endotel memproduksi EDRF, salah satunya adalah NO. Dari pengamatan tentang peranan fisiologis NO adalah ketika beberapa derivate dari arginin yang bersifat menghambat enzim NOS (nitrit oxide sintetase) diberikan pada binatang coba, maka segera terjadi peningkatan tekanan darah. Hal ini membuktikan bahwa pelapasan NO dapat menjaga tekanan darah pada keadaan normal. Konsentrasi NO yang tinggi mungkin dapat menolong untuk mempertahankan suplai darah yang cukup dan secara simultan melindungi pembuluh darah dari trombosis (Ganong, 1995).

Nitrit Oksida (NO) baik yang dihasilkan oleh endotel pembuluh darah, makrofag, maupun NO donor yang lain akan menstimulasi soluble guanilate cyclase (sGC) yang menyebabkan peningkatan sintesa siklik GMP dari guanosin triphosphat (GTP). Peningkatan siklik GMP ini akan menyebabkan otot polos pembuluh darah tersebut relaksasi. Hasil dari relaksasi ini akan menyebabkan diameter pembuluh darah bertambah sehingga tahanan pembuluh darah menjadi berkurang diiringi dengan penurunan aliran darah yang menyebabkan tekanan darah turun (Barnes, et al, 1996).

Manfaat itu baru bisa didapat jika peningkatan aliran darah lewat aktivitas fisik berlangsung secara teratur dalam waktu cukup lama, 20 menit sampai 1 jam, serta dilakukan secara teratur. Olahraga dan kerja fisik dua sampai tiga kali per minggu dalam waktu 20 menit akan meningkatkan denyut jantung dan aliran darah lebih dari 4 ml/menit. Hal ini melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis dan meningkatkan ketahanan hidup. Aktivitas apapun asal mampu meningkatkan denyut jantung antara 110–130 per-menit, berkeringat, dan disertai peningkatan frekuensi nafas namun tidak terengah-engah cukup baik untuk mencegah penyakit jantung (Dede, 2002).

Mekanisme-mekanisme lokal yang mempertahankan tingginya aliran darah sewaktu olahraga adalah penurunan PO2

jaringan, peningkatan PCO2 jaringan, dan

penumpukan K+dan metabolit lain. Pada otot

menambah dilatasi pembuluh. Dilatasi meningkatkan luas potongan melintang jaringan vaskuler, dan dengan demikian kecepatan aliran melambat (Ganong, 1995).

Pada lanjut usia yang mengalami menopause yang mengakibatkan penurunan kadar estrogen berhubungan dengan terjadinya penurunan produksi NO. Penemuan terbaru bahwa peningkatan tekanan darah setelah menopause lebih berhubungan dengan berat badan dan penuaan daripada terhadap perubahan fisiologis berupa hormone estrogen (Oulu University Library, 2003).

Selain itu olahraga juga dapat menurunkan berat badan yang sudah diketahui bahwa obesitas dapat meningkatkan tekanan darah. Olahraga juga memberi manfaat psikologi secara langsung yang akan memberikan perasaan santai, mengurangi ketegangan dan kecemasan, dan meningkatkan perasaan senang sehingga keadaan yang relaks tersebut bisa menurunkan tekanan darah. Hal ini sesuai dengan Depkes (1998) bahwa olahraga bisa mengatasi stres dan meningkatkan kesehatan jiwa.

Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi besar terhadap asuhan keperawatan lansia dengan hipertensi khususnya dalam upaya mencegah komplikasi lebih lanjut dari hipertensi. Karena hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan kerusakan organ/system tubuh yang lain seperti gagal ginjal, gagal jantung dan kematian akibat serangan jantung koroner dan stroke, sehingga senam lansia bisa disosialisasikan pada seluruh lapisan masyarakat.

(9)

5. KESIMPULAN DAN SARAN……... a. Kesimpulan

Dari hasil uji statistik dengan t-test diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan senam setelah 2 bulan. Hal ini berarti senam lansia efektif untuk menurunkan tekanan darah lansia dengan hipertensi ringan – sedang jika dilakukan secara teratur dalam waktu yang cukup lama.

b. Saran

1. Senam lansia dapat digunakan sebagai salah satu terapi nonfarmakologi dalam mengatasi hipertensi pada lansia sehingga perlu dimasukkan dalam kegiatan kelompok lansia/program pelayanan terpadu lansia.

2. Perlu suatu upaya untuk meningkatkan pengetahuan lansia mengenai manfaat olahraga khususnya senam.

3. Karena dalam penelitian ini hanya didapatkan lansia wanita, maka diharapkan ada penelitian lanjutan dengan menggunakan responden lansia laki-laki dan wanita.

4. Diharapkan ada penelitian yang sama dengan jumlah sampel yang lebih besar. 5. Membandingkan pengaruh senam dalam

menurunkan tekanan darah dengan terapi nonfarmakologi lainnya,seperti diet rendah garam dan tinggi serat. 6. Membandingkan efektivitas penurunan

tekanan darah berdasarkan lamanya senam, misalnya antara 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

7. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh senam terhadap berbagai penyakit pada lansia, misalnya; DM, asma, depresi dan masalah-masalah lain yang biasa diderita lansia.

8. Bagi responden, disarankan mensosialisasikan/mengajak yang lain untuk ikut senam karena selain bisa mengatasi hipertensi, senam lansia juga bisa mencegah masalah tersebut.

9. Bagi perawat, disarankan untuk mengikutkan senam lansia sebagai pendukung terapi farmakologis dan juga sebagai alternatif terapi bagi lansia dengan hipertensi.

…..………DAFTAR PUSTAKA……..…… Achir, Yaumil, dkk. 2001. Bunga Rampai

Perkembangan Psikologi Pribadi dari bayi sampai usia lanjut. Jakarta: UI Press. Hal: 184 dan 196. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian:

Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Balipost. 2004. Lansia, Olahraga dan Seks. (Online). (http://www. Balipost.co.id. diakses 22 Mei 2004).

Barnes P. J. ; Kharitonov S. A. 1996. Exhaled Nitric Oxide: A New Lung Function Test. Thorax Vol. 51. Beevers, D.G. 2002. Seri kesehatan

Bimbingan Dokter pada Tekanan Darah. Jakarta: Dian Rakyat. Brunner & Suddart. 1996. Buku Ajar

Keperawatan Medikal-Bedah. Terjemahan oleh Kuncara dkk. 2002. Jakarta: EGC

Dede. 2002. Kendalikan Tekanan Darah Dengan Bergerak. (Online). (http://www. Surabaya Post 2002. com. diakses 22 Mei 2004).

Depkes RI. 1998. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta.

Ganong, William F. 1995. Review of Medical Physiologi 17th Edition. USA: Appleton and Lange Company. Gunawan, L. 2001. Hipertensi Tekanan

Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.

Hazard, W., John D., Walter H., Jeffrey B., Joseph G. 1999. Principles of Geriatric Medicine and Gerontologi. Fourth Edition. USA: Mc Graw-Hill Company.

Maban, L Kathleen dan Stump, S. 1996. Krause’s Food; Nutrition Diet Theraphy. 9th edition. USA: W.B. Saunders Company. Hal: 553 – 564.

Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

(10)

Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Oulu University Library. 2003. Blood Pressure in Menopause. (Online). (http://herkules.oulu.fi. diakses 18 Januari 2005).

Purwati, S., Salimar, Sri Rahayu. 2003. Perencanaan Menu Untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sastroasmoro, S. 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.

Siburian, P. 1997. Perlu Perhatian Khusus Bagi Lansia Penderita Hipertens. (Online). (http://www. Waspada.co.id. diakses 22 Mei 2004).

Sumpeno, Bambang. 2003. Senam Jantung Sehat. (Online). (http://www www.bernas.info. diakses 22 Mei 2004).

Suparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta: FKUI.

Tim Metodologi FKUB. 2001. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Keperawatan. Malang: Tidak dipublikasikan.

Tim Pengelola Tugas Akhir. 2001. Pedoman Penulisan Laporan Tugas Akhir. Malang: Tidak dipublikasikan. Utomo, B. dan Pudjiastuti, S. S. 2003.

Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta: EGC. Hal: 1, 8-17, dan 102-105. Watson, R. 2003. Perawatan Pada Lansia.

Jakarta: EGC.

Welss, Barry D. 2000. 20 Common Problems in Primary Card International Edition. Singapore: The Mc Graw-Hill Book Companies. Hal: 57 – 149.

*

Gambar

Tabel 5.2.4
tabel 5.2.7
Tabel 5.3.2 Uji Hipotesa

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tugas akhir, penulis fokus kepada kegiatan internal instansi yang berkaitan dengan hubungan internal Polda Lampung melalui kegiatan peningkatan kemampuan protokler MC

8.1.7 Tuliskan ketersediaan ruang-ruang penunjang yang meliputi tempat beribadah, ruang kesehatan, ruang organisasi kemahasiswaan, jamban, gudang, bengkel pemeliharaan, dan

Kajian Efetivitas Penggunaan Pirasetam dan Sitikolin Pada Pasien Stroke dengan Menggunakan The National Institue of Health Stroke Scale (NIHSS) di Bangsal Rawat Inap RS

Untuk memperbaiki kekurangan- kekurangan yang ada pada rangkaian inverter hendaknya dapat menggunakan komponen yang lebih baik, agar performasi inverter semakin baik dan

Global Education: The Opportunities for Danyl Carter 0.5 hours Collaboration. Developing Schools Competitive Advantage Anthony van Ruiten

Perkembangan motorik kasar merupakan perkembangan dari kegiatan – kegiatan seperti menjangkau, merenggut, menggenggam, merangkak dan berjalan.berpindah. Pada usia 3 tahun

Perlu dilakukan pengujian kemampuan membran selulosa yang dimodifikasi dengan surfaktan kationik seperti senyawa amonium kuartener untuk mengikat limbah bahan obat

Artinya, tingkat pembelajaran siswa kelas XI RPL 2 SMKN I Panyingkiran menunjukkan perbedaan yang signifikan.Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang diajukan