• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI DAN PERAN KIYAI DALAM PENENTUAN ORIENTASI PENDIDIKAN: Upaya Memadukan Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah Di Pesantren Buntet Cirebon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MOTIVASI DAN PERAN KIYAI DALAM PENENTUAN ORIENTASI PENDIDIKAN: Upaya Memadukan Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah Di Pesantren Buntet Cirebon."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

MOTIVASI DAN PERAN KIYAI

DALAM PENENTUAN ORIENTASI PENDIDIKAN:

Upaya Memadukan Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah

Di Pesantren Buntet Cirebon

Thesis,

Diajukan kcpada Panitia Ujian untuk Memcnuhi

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh,

TAQIYUDDIN M NIM 9697 142

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP)

(2)

LEMBARAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Thesis ini telah disetujui oleh:

Prof. Df. H. Sudardja Adiwikarta, MA Pembimbing I

(3)

ABSTRAK

Pesantren Buntet Cirebon, sejak berdiri pada penghujung abad ke-18

(1850-an) hingga 1910-an, belum mengajarkan ilmu pengetahuan umum dan

keterampilan. jika ada alumninya yang menjadi pedagang, petani, tukang batu

atau tukang kayu, kemungkinan ketika mesantren ia sering dipercaya untuk

me-ngerjakan pekerjaan yang di kemudian mereka menjadi ahli dalam

pekerjaan-nya itu. Dewasa ini, Pesantren Buntet telah maju dan berubah bentuk menjadi

sebuah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan pesantren, pendidikan

per-sekolahan dan pendidikan keterampilan

Sebagai lembaga yang menyelenggarakan beberapa bentuk pendidikan, di

duga timbul beberapa masalah, antara lain: beragamnya tujuan institusional;

beragamnya keinginan masyarakat yang memasukkan putra-putrinya ke lembaga

pendidikan, dan yang lebih fatal adalah tujuan dan harapan itu harus menye-suaikan diri dengan tujuan pesantren Buntet. Karena itulah inti masalah yang

terjadi di Pesantren Buntet adalah, sejauh mana peran dan motivasi kiyai dalam

penentuan orientasi pendidikan di Pesantren Buntet.

Pelaksanaan penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, sedangkan obyek penelitiannya adalah para kiyai, santri, alumni, tokoh masyarakat dan

pemerintah daerah yang ada di lingkungan Pesantren Buntet. Untuk memper-oleh data yang akurat, penulis melakukan wawancara mendalam, observasi

mendalam dan studi dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, motivasi mBah Muqayyim ketika mendirikan "lembaga sosial keagamaan" ini sangat sederhana sekali yaitu mengajarkan kepada masyarakat Desa Kaduwela (lokasi Pesantren Buntet saat

itu) tentang beribadah kepada Allah swt., dan berbuat baik sesama manusia. Di

samping itu, lembaga ini dijadikan sebagai latihan fisik untuk menghadapi ten

(4)

ara Belanda. Perkembangan berikutnya, motivasi kiyai dalam memajukan

embaga pendidikannya adalah menjadikan Pesantren Buntet sebagai lembaga

pendidikan yang tetap menjaga tradisi pesantren melalui madtrasah masjid,

madrasah diniyah dan Majlis Ta'lim juga berusaha mengembangkan pengetahuan

iimum dan keterampilan. Bahkan lebih dari itu, mereka berusaha menjadikan Pesantren Buntet sebagai pelopor pengembangan Iptek. Peran atau keterlibatan

kiyai dalam pengembangan Pesantren Buntet, dapat dilihat melalui dua sisi yaitu

pengorbanan dalam bentuk material yakni sebagian harta kekayaannya

diwakaf-kan untuk dijadidiwakaf-kan sarana-fasilitas pesantren; dan pengorbanan dalam bentuk

spiritual yakni seluruh pikiran, waktu dan ilmunya difokuskan demi kemajuan

lembaga pendidikan yang telah didirikannya.

Dua upaya nyata yang dilakukan kiyai dalam memenuhi tuntutan masya

rakat yaitu: 1) merubah orientasi

{reorientasi)

sehingga Pesantren Buntet

orientasi membimbing dan membina manusia Indonesia yang beriman dan

ber-taqwa kepada Allah, menguasai Iptek tapi berakhlaq mulia serta bersikap

man-diri, 2) bekerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan lain, sehingga lem

baga pendidikan yang ada di Pesantren Buntet tidak hanya

madrasah diniyah

atau

jenis-jenis lembaga PLS lainnya melainkan lembaga-lembaga pendidikan seko

lah yang mengajarkan pengetahuan umum dan keterampilan juga didirikan.

Akhir karya talis ilmiah ini, penulis merekomendasikan kepada pimpinan

Pesantren Buntet agar melakukan 1) pendataan jumlah santri secara

adminis-tratif, menyeluruh dan terkoordinasi sebagai santri Pesantren Buntet; 2) menja

dikan YPI Buntet sebagai wadah tertinggi, dalam menen-tukan kebijakan dan

mengkoordinasi lembaga-lembaga pendidikan yang ada; 3) mendirikan suatu

Lembaga Pendidikan Tinggi Islam (LPTI) sebagai sarana pengembangan

thari-qat tijaniyah

dan

syatariah

yang selama ini telah berkembang dan melembaga di

Pesantren Buntet.

(5)

DAFTAR ISI

halaman

STRAK iii

TAPENGANTAR v

JTARISI viii

JTARTABEL x

JTARGAMBAR xi

FTAR RIWAYAT HIDUP xii

KTARLAMPIRAN

B IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifitasi Masalah 3

C. Pertanyaan Penelitian 4

D. Definisi Operasional 4

E. Tujuan Penelitian 8

F. Manfaat Penelitian 9

G. Kerangka Pemikiran 10

B II LANDASAN TEORITIS

A. Sistem Pendidikan Di Pesantren 15

1. Sejarah Pondok Pesantren 15

2. Penyelenggara dan Pendukung 21

3. Sarana dan Prasarana 25

4. Pendidikan Islam: Kurikulum Pesantren 30 5. Orientasi Pendidikan Di Pesantren 43 6. Nilai dan Moralitas Pesantren.., 47 7. Hirarclii dan Karakteristik Pesantren 52

8. Tipologi Pondok Pesantren 57

9. Pesantren sebagai Sistem Pendidikan 59

lO.Pondok Pesantren Terpadu 70

B. Kiyai 71

1. Kriteria dan Figur Kiyai 74

(6)

2. Kepemimpinan Kiyai 79

C. Motivasi dan Peran Kiyai 85

1. Motivasi Kiyai 85

2. Peran Kiyai 89

BAB HI PROSEDUR PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian 97

B. Wilayah dan Obyek Penelitian 98

C. Teknik Pengumpulan Data 99

D. Teknik Analisis Data 102

E. Pelaksanaan Penelitian 1103

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum 107

1. Lokasi dan Lingkungan Pesantren 107

2. Sejarah dan Perkembangan Pendidikan PP Buntet.. Ill

3. Keadaan Kiyai dan Santri 122

4. Hubungan Kiyai dan Santri 131

B. Kegiatan Kependidikan 134

1. Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah 135

2. Kegiatan Pendidikan Sekolah 139

3. Karakteristik Pondok Pesantren Buntet 147

C. Pemikiran dan Upaya Kiyai dalam Memenuhi

Tuntutan Masyarakat 148

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembaharuan 152

E. Pembahasan Hasil Penelitian 154

1. Motivasi Kiyai Pondok Pesantren Buntet 154

2. Peran Kiyai Pondok Pesantren Buntet 159

3. Orientasi Pendidikan Islam Pesantren Buntet 164

F. Temuan dan Implikasi Hasil Penelitian 166

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 172

B. Rekomendasi 177

DAFTAR PUSTAKA 179

Daftar Riwayat Hidup 205

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

abel 1 Kondisi Alam Desa Mertapada Kulon 109

abel 2 Keadaan Tingkat Pendidikan Masyarakat Mertapada

Kulon

109

abel 3 Komposisi Mata Pencahariaan Masy. Mertapada Kulon 110

abel 4 Komposisi Usia Pendidikan Masy.Mertapada Kulon Ill

abel 5 Latar Belakang Pendidikan dan SpesiaKsasi Ilmu Kiyai

124

abel 6 Nama-nama Kitab Kuning di Pesantren Buntet 136

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

[image:8.595.143.577.93.765.2]

Gambar 1 Konsep Pendidikan di Pondok Pesantren Buntet 14

Gambar 2 Hirarclii Pendidikan di Pondok Pesantren 55

Gambar 3 Sistem Kepemimpinan Di Pesantren Buntet 127

Gambar 4 Sataktar Kebijakan Penyelenggara Pendidikan

135

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional yang secara berkesinambungan akan terus

menerus dilaksanakan, sangat membutahkan dukungan dan peranan dari

seluruh manusia Indonesia yang memiliki potensi: beriman dan bertaqwa, berilmu pengetahuan dan berketerampilan, berbudi pekerti luhur, sehat

jasmani dan ruhani, berkepribadian dan bertanggung jawab atas segala

perkataan dan perbuatannya (GBHN 1993 dan pasal 4 UUSPN 1989).

Manusia Indonesia yang berilmu pengetahuan dan berketerampilan, sehat jasmani dan rohani adalah sebagian besar dari mereka yang pernah dan

telah memperoleh bimbingan dan perhatian dari kiyai melalui Pondok Pe

santren; sedangkan mereka yang beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti

yang luhur dan berkepribadian serta selalu membiasakan diri dan ber

tanggung jawab terhadap perkataan dan perbuatannya adalah, karena se

bagian besar dari mereka adalah pernah dan telah memperoleh bimbingan

dan pelatihan melalui lembaga pendidikan sekolah.

Di dalam Undang Undang RI. Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, "Pendidikan di Indonesia

dise-lenggarakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pen didikan luar sekolah". Selanjutnya dijelaskan bahwa, pendidikan yang

di-selenggarakan di lembaga pendidikan sekolah adalah melalui kegiatan be

lajar mengajar yang berlangsung secara berjenjang dan berkesinambung

an; sedangkan pendidikan yang diselenggarakan di lembaga pendidikan

luar sekolah adalah melalui kegiatan pembelajaran yang berlangsung de

(10)

Pesantren, karena sifat pendidikannya yang tidak berjenjang dan tidak

berkesinambungan, proses pendiriannya yang diprakarsai oleh seseorang

atau sekelompok orang dan keberadaan lembaga pendidikan ini yang se

lalu berada di tengah-tengah masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan keagamaan ini termasuk salah sata bentuk dari tipe

pendidikan luar sekolah. Tetapi jika dipelajari dari segi kelembagaan, ma

ka Pesantren adalah sebuah sistem lembaga kependidikan yang di dalam-nya terdiri dari beberapa sub-sistem atau komponen pendidikan. Di

an-tara komponen atau elemen-elemen lembaga pendidikan Pesantren ada lah, antara lain Kiyai sebagai pendidik, Santri/murid sebagai peserta didik, mushalla/masjid sebagai sarana pendidikan, isi Kitab Kuning sebagai ma

ted pendidikan dan beberapa pondokan/kamar sebagai tempat tinggal

para santri (Zamakhsari Dzofier, 1994:44). Pada beberapa Pesantren yang besar dan terkenal, di antaranya ada yang telah memiliki sarana dan fasi-litas lain seperti Ruang Perkantoran untuk kegiatan administrasi, beberapa ruangan untuk kegiatan Unit Usaha Koperasi Pesantren (Kopontren) dan ruangan Pusat Informasi Pesantren (PIP). Singkatnya, dengan beberapa sarana dan prasarana yang telah dimiliki Pesantren, sebagaimana sarana dan prasarana yang ada pada lembaga pendidikan sekolah, maka pada Pesantren juga terjadi dan berlangsung sebagaimana apa yang terjadi dan berlangsung pada lembaga pendidikan sekolah.

Pondok Pesantren Buntet Cirebon sejak berdiri pada pertengahan abad ke-19 (tahun 1850-an) sampai tahun 1970-an dapat dikategorikan se bagai Pesantren tradisional, layaknya di sebagian besar pondok pesantren yang ada di Indonesia, yang sama sekali belum/tidak memperioritaskan

(11)

santrinya. ]ika ada alumni yang memiliki keterampilan sebagai pedagang,

pctani, menjadi

tukang kayu

atau

tukang batu,

maka kemungkinan ketika ia

tinggal dan belajar di pondok pesantren

(mondok),

sering dipercaya oleh

kiyainya untuk mengerjakan suata pekerjaan yang di kemudian hari ia

menjadi ahli dalam bidang pekerjaan itu.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, keterlibatan dan peranan yang

dilakukan kiyai di Pesantren Buntet terhadap masyarakat sekitar-nya pada saat itu masih lebih banyak bersifat 'amaliah pengetahuan dan

praktek-praktek keagamaan dan belum banyak berkiprah dalam bidang kete

rampilan.

Perkembangan dan kemajuan masyarakat begitu cepat, menuntut

seti-ap lembaga pendidikan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan

dan tuntatan tersebut. Di sisi lain, dalam kehidupan pondok pesantren

kiyai adalah pemegang perencanaan sebagai kekuatan dominan dalam me

nentakan arah dan kebijakan pendidikan, maka perubahan yang terjadi

akan dipengaruhi oleh kebijakan kiyai.

Dewasa ini, Pesantren Buntet Cirebon telah berubah menjadi suatu

lembaga yang menyelenggarakan bentuk kelembagaan pendidikan yaitu:

pendidikan pondok pesantren dan pendidikan persekolahan serta

sekali-gus menyelenggarakan pendidikan keterampilan. Tapi sebagai lembaga

kependidikan yang mengembangkan beberapa jenis pendidikan, maka

dapat dipastikan bahwa jenis-jenis pendidikan ita memiliki tujuan yang

berbeda.

B. Identifikasi Masalah

(12)

Beragamnya keinginan masyarakat yang memasuki lembaga-lembaga pen

didikan; 3) Tujuan lembaga yang berbeda dan beragamnya harapan ma

syarakat, hams menyesuaikan dengan tujuan Pesantren Buntet.

Dari beberapa permasalahan tersebut, permasalahan yang di hadapi

Pesantren Buntet adalah, sejauh mana kiyai berperan dalam penentuan

orientasi pendidikan Islam khususnya di Pesantren Buntet Cirebon.

C.Pertanyaan Penelitian

Mempelajari permasalahan tersebut di atas, maka pertanyaan peneliti

an yang diajukan pada pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai benkut:

1. Bagaimana perkembangan Pesantren Buntet Cirebon secara histons,

2. Bentak atau jenis pendidikan apa yang telah ada dan pendidikan apa

yang dikehendaki masyarakat dalam rangka mengikuti perkembangan

jaman,

3. Bagaimana respons kiyai dan pengelola Pesantren Buntet Cirebon

terhadap kebutuhan masyarakat,

4. Bagaimana pemikiran/wawasan kiyai terhadap pendidikan yang

diper-lukan masyarakat sekarang,

5. Peranan apa yang dilakukan kiyai dalam memenuhi tantutan masya

rakat,

6. Faktor-faktor pendukung dan penghambat apa yang dihadapi kiyai

dalam upaya memadukan sistem pendidikan sekolah dan PLS.

D. Definisi Opersasional

1. Peran

Manusia hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak bisa lepas dari

(13)

dari orang lain; karena itu ia berhak untuk memperoleh pendidikan,

ke-se-hatan, pekerjaan, berkarya, berbicara dan melakukan kegiatan lain sesuai

dengan keahlian dan profesinya. Tetapi sebagai anggota masyarakat, ia

berkewajiban untuk menghormati dan memberikan kebebasan kepada orang lain untuk berkarya dan berprestasi sesuai dengan profesinya, mem

peroleh pendidikan dan kesehatan serta memperoleh kesempatan bekerja.

Proses bermasyarakat, selalu dijumpai adanya sistem pelapisan sosial. Terjadinya sistem ini salah satu penyebabnya adalah adanya sesuatu yang lebih dihargai dari yang lain, sehingga memberikan kemungkinan bagi

ter-wujudnya berbagai statas sosial dan peran dalam masyarakat tersebut.

Status adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat, sedang kan peran (role) adalah aspek dinamis dari statas tersebut. Seseorang yang

melaksanakan hak, kewajiban dan tajuan-tujuannya sesuai dengan status sosialnya, maka ia tengah menjalankan suata peran.

Astrid S. Susanto (1977:94) mengutip pendapat Laurance Ross ten tangrole sebagai dinamisasi dari status atau penggunaan hak dan kewajib

an. Lebih jauh Koentjoroningrat (1974:121) mengemukakan, "dalam su

ata pranata, individu-individu yang terlibat di dalamnya selalu menempati kedudukan-kedudukan tertenta pada hakekatnya kedudukan-kedudukan

tersebut merupakan suata komplek dari kewajiban-kewajiban dan hak-hak dari individu-individu yang menempatinya, yang disebut status"; ada-pun segala cara bertingkah laku dari individu-individu untak memenuhi

kewajiban dan mendapatkannya tadi, disebut role. Harsoyo (1972:124) me ngemukakan, "peran adalah keseluruhan pola perilaku seseorang yang

(14)

2. Motivasi

Motivasi merupakan sesuatu yang dianggap abstrak, tetapi hasil dari

motivasi dapat dibuktikan melalui manifestasi. Seseorang, karena

moti-vasinya berupaya dan bekerja keras sehingga tercapai apa yang diingin-kannya. Kaitan dengan motivasi, Aron Quinn (1958:46) mengartikannya

sebagai "complex state with in a organisme that direct behaviour toi ward a goal"

yakni suatu keadaan yang sifatnya kompleks pada sebuah sistem organ

isme dalam mencapai tujuan. Bahkan David Krech, Cs melalui "Indivi

dual in Society" (1962:69) yang mengemukakan bahwa,"the study ofthe di rection and persitence of'actrion is the study ofmotivation"yakni studi tentang do rongan untak mengarahkan dan mempertahankan perbuatan adalah studi

tentang motivasi. Dengan demikian, motivasi adalah goal directed yaitu dorongan yang tambuh karena ada tujuan yang ingin dicapai pada diri

in-dividu maupun kelompok ke arah untuk mempertahankan nilai-nilai yang

dianggap tmggi.

3. Kiyai

Pada umumnya, masyarakat memanggil seseorang dengan panggilam

kiyai adalah karena kedudukannya sebagai pemimpin (imam) atau panutan

pada suata lembaga pendidikan keagamaan seperti mushalla, masjid, maj-lis ta'lim atau pondok pesantren;Juga karena ia memiliki kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan dan mempraktekannya. Kaitannya dengan pe-ngertian kiyai, Taufiq Abdullah (1993:43) mengemukakan bahwa untuk mencari padanan kata kiyai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang

plural ini yaita kata 'alim (bahasa Arab) yang berarti orang yang berilmu,

bentuk jamaknya yaita kata 'ulamayang berarti kumpulan atau sekolmpok

(15)

Pada tulisan ini yang dimaksud dengan kiyai ialah, seseorang yang

memiliki kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan, dijadikan panutan dan

pemimpin pada suatu lembaga pendidikan keagamaan karena 'alim,

oto-praksidan kharismanya.

4. Orientasi

Orientasi, pada Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976) diartikan se

bagai, "upaya mencocokkan keadaan sesuai dengan petunjuk". Sedangkan

Joyce M. Hawkins (1996:234) menuliskan, "orientasi adalah penyesuaian

diri terhadap obyek". Pada tulisan ini, yang dimaksud perubahan orientasi

pendidikan yaita upaya yang dilakukan kiyai, sebagai pengelola pondok

pesantren dalam mengikuti perkembangan dan kemauan masvarakat se

suai dengan kemampuan dan kesediaan sarana fasilitas.

5. Pendidikan dan Pendidikan Islam

Di dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (1989:2)

dike-mukakan, "pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta

di-dik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi

peran-annya di masa yang akan datang". Dalam pelaksanaperan-annya, usaha menyi

apkan peserta didik ita dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan

pemerin-tah melalui lembaga-lembaga pendidikan sekolah dan pendidikan luar se

kolah. Ke semua lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan

ita adalah dalam upaya merubah perilaku subyektif menjadi perilaku yang

obyektif sesuai dengan norma dan petunjuk nilai yang berlaku di

lingku-ngan masyarakat. Kaitannya delingku-ngan pendidikan Islam, maka usaha yang

(16)

6. Pondok Pesantren

Pondok pesantren adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata yang berbeda yaita pondok dan pesantren. Kata pondok, dalam bahasa Arab

funduq yang artinya ruang tidur atau asrama sederhana karena memang

me-rupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari

tempat asalnya. Sedangkan pesantren berasal dari kata santri yang mem peroleh awalanpedan akhiran an yang berarti menunjukkan tempat, maka

artinya adalah tempat para santri. Sedangkan kata pesantren, dianggap sebagai gabungan antara suku kata sant (bahasa sankrit, manusia baik) dan suku kata tra (bahasa sankrit, "suka menolong"), sehingga kata pesantren da-pat berarti tempat pendidikan manusia yang baik-baik (Manfred Ziemek, 1986).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam yang di dalamnya sebagai tempat pa ra santri untak mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan me-ngamalkan ajaran Islam dengan penekanan terhadap pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

E.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah, untuk memperoleh gambaran tentang

(17)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pembaca, baik

bermanfaat yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis. Manfaat

yang bersifat teoritis, pembaca akan memperoleh gambaran secara

langsung bahwa lembaga pendidikan yang ada di Pesantren tidak hanya

mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan, melamkan ilmu pengetahuan

umum/kejuruan dan keterampilan juga disampaikan.

Pengetahuan tersebut akan diperoleh, karena penulis berusaha

mengungkapkan bahwa duma pesantren tidak seperti apa yang diduga

oleh sebagian kecil masyarakat umum yaitu sebagai

scond class

dalam

pendidikan (sarana atau mutu pendidikan). Pendidikan yang berlangsung

di Psantren, sejak dua dasawarsa terakhir ini tidak hanya dikelola secara

tradisional. Di beberapa pesantren tertenai yang dikelola secara modern

meUbatkan tenaga-tenaga profesional, sehingga lembaga pendidikan yang

ada di pesantren tidak hanya lembaga pendidikan keagamaan yang lebih

mengutamakan pemahaman dan penguasaan al-Quran dan Kitab Kuning

(KK). Lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat umum dan kedmasan,

juga telah ada sebagai pemenuhan kebutuhan. Terhadap kedua lembaga

yang terakhir, kurikulum yang digunakan di sampmg kurikulum nasional

juga diberikan kurikulum lokal yang dirancang dan disesuaikan dengan

tujuan pesantren. Karenanya, tenaga pendidiknya juga disesuaikan dengan

mata pelajaran yang disampaikan.

Melalui ketiga bentak lembaga pendidikan itulah sehingga seorang

(18)

keaga-maan dari lembaga pendidikan yang dimasukinya juga memperoleh

pengetahuan keagamaan pengalaman peribadatan dari pesantrennya.

Sedangkan manfaat secara praktis, pembaca akan memperoleh

gam-baran yang jelas tentang model dan sistem pendidikan yang diupayakan

oleh para kiyai/pembina Pesantren Buntet. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa, para kiyai Buntet tidak pernah berhenti mengupayakan bentak

dan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hingga

tahun ajaran 1999/2000 ini, para kiyai Buntet telah mendirikan tiga

bentuk lembaga pendidikan yaitu pendidikan keagamaan, pendidikan

keumuman dan pendidikan kejuruan. Disamping ita, mereka tetap

mempertahankan sistem tradisionalnya yaitu memberikan pengetahuan keagamaan secara nendalam kepada para santrinya berupa pengajian KK

dan praktek-praktek ibadah sebagaimana yang dilakukannya (sebagian

besar kiyai Buntet adalah penganut tarekattijaniah dan syathariah).

Setelah memperoleh kedua manfaat di atas, minimal pembaca akan

mempertimbangkan kembali dugaan yang salah tentang Pesantren sebagai

lembaga pendidikan scond class. Dan diharapkan model dan sistem

pendidikan di Pesantren Buntet akan dijadikan sebagai panduan untak

memilih pondok pesantren sebagai salah sata lembaga pendidikan yang

memberikan pengetahuan, sikap mental dan keterampilan.

r. Kerangka Pemikiran

Pesantren, pada awal berdirinya merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional (salafy) yang fungsi dan tujuannya adalah sebagai tempat syi'ar

Islam. Maju atau mundurnya lembaga ini sangat dipengaruhi kiyainya dan

dukungan dari masyarakat lingkungan setempat. Keadaan pesantren saat

(19)

keagamaan dan hanya untuk masyarakat lingkungannya saja. Perkem

bangan berikutnya, beberapa pesantren tertenta yang dipimpin

kiyai-cendekiawan muslim mulai memperoleh perhatian masyarakat luas. Sejak

ita, pondok pesantren menjadi suata lembaga pendidikan terbuka dan mau menyesuaikan diri dengan perkembangan dan keinginan masyarakat

luas; perannyapun tidak hanya dalam bentak keagamaan, melainkan juga

masalah-masalah sosial lainnya. Inilah yang dimaksud Mastuhu (1994:21)

bahwa, "pondok pesantren ada-lah lembaga pendidikan Islam yang

bercirikan grass root people yang telah tumbuh dan berkembang di

Nusantara sejak 300-400 tahun yang lalu".

Implikasi dari perubahan (dari suata sistem kelembagaan tertutup

menjadi lembaga pendidikan terbuka) adalah, tangsi lembaga ini berubah

yaita mulai menyiapkan diri beberapa perlengkapan sebagaimana

perleng-kapan yang ada pada lembaga pendidikan sekolah yaita meliputi bentuk

kelembagaan yang menerapkan sistem kelas, kurikulum dan metode

pe-ngajaran yang tidak hanya ala tradisional yakni sorogan, bandongan dan ha-laqah. Kenyataan ini menggambarkan bahwa, usaha dan kegiatan yang di

lakukan pondok pesantren secara garis besar dapat dibedakan atas dua

tangsi pelayanan yaita: pelayanan kepada santri dan pelayanan kepada

masyarakat (Suyata dalam Dawam Rahardjo (Ed.), 1985:16). Dalam ben

tak pelayanan pertama, pesantren menyajikan beberapa sarana bagi per

kembangan pribadi muslim bagi para santrinya; sedangkan bentak

pe-layana kedua, pesantren berusaha mewujudkan masyarakat sesuai dengan

perkembangan dan kemampuan yang ada.

(20)

peru-bahan dan perkembangan yang terjadi di lingkungannya. Sifat adaptif ada

lah sifat dasar kurikulum yang diperlukan untak mengantisipasi tantatan

dan perkembangan. Cuban (1992:216) mengemukakan, "paling tidak ada

tiga dasar keyakinan yang kondusif untak dijadikan sebagai landasan akan pentinnya memperhatikan sifat adaptif kurikulum terhadap perubahan

yaita: 1) perubahan yang terjadi sifatnya positif, 2) perubahan yang terjadi

di lingkungan sekolah cenderung sifatnya terus menerus (kontinue) dan 3) perlunya usaha untuk menyempurnakan rencana-rencana yang disusun

oleh lembaga atau pendidik, karena terjadinya proses adopsi terhadap su

ata inovasi".

Berpatokan kepada ketiga dasar di atas maka dapat diyakini bahwa, perubahan yang terjadi di pondok pesantren sangat pen ting artinya karena dapat mempengaruhi kurikulumnya. Selama ini, antara pondok pesantren dengan masyarakat dalam pemahaman terhadap suatu nilai (ketetapan

sikap dan perilaku [Salvanayasan, 1984]) terdapat perbedaan yang

men-dasar; pondok pesantren dalam pemahaman terhadap nilai-nilai keaga

maan, lebih bersifat tekstaal sedangkan masyarakat lebih bersifat kon-tekstaal. Pemahaman secara kontekstaal yang dipilih masyarakat, akan

melahirkan semangat kreatif-inovatif sesuai dengan persoalan yang

se-dang berkembang. Di samping ita, pemahaman secara kontektaal juga dapat memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untak melakukan interpretasi atau reinterpretasi terhadap suata nilai yang bersifat tektual untak mengadaptasi persoalan-persoalan yang muncul dan berkembang dalam masyarakat.

(21)

pe-santren yang tengah berusaha menerapkan kurikulumnya sesuai dengan

keinginan masyarakat, cenderung menggunakan pola kedua (pemahaman

secara kontekstaal). Perkembangan dengan pola kedua ini cukup kondusif

untuk menopang proses inovasi, apalagi jika dikaitkan dengan

usaha-usaha untuk membuktikan kebaikan dari inovasi itu dalam sistem

kehi-dupan masyarakat lingkungan pondok pesantren khususnya.

Untuk menerapkan pola kedua, sangat ditentukan oleh seorang

pe-mimpin pondok pesantren yang memiliki ilmu pengetahuan keagamaan

yang luas, memahami betul tentang kurikulum pendidikan sekolah juga

diterima oleh masyarakat terutama karena kewibawaan dan kesalehannya.

Pemimpin pondok pesantren dimaksud adalah kiyai yang memiliki visi

dan misi yang jelas dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam di

pondok pesantren yang dipimpinnya. Salah satu visinya yang prospektif

dan memenuhi tantatan masyarakat adalah memadukan dua sistem pen

didikan yang berbeda yaita sistem pendidikan sekolah dan sistem pendi

dikan pondok pesantren. Misi dari penggabungan kedua sistem pendi

dikan ita, memberikan arah dan tujuan jangka panjang kepada para

san-trinya agar memperoleh dua ilmu pengetahuan sekaligus dalam satu saat

yang bersamaan. Kedua ilmu pengetahuan dimaksud adalah ilmu penge

tahuan keagamaan yang diperolehnya melalui lembaga pendidikan pon

dok pesantren dan ilmu pengetahuan umum atau keterampilan yang di

perolehnya melalui lembaga pendidikan sekolah yang dimasukinya. Untuk

lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada bagan

(22)
[image:22.595.78.491.65.186.2]

Gambar 1

Konsep Pendidikan di Pesantren Buntet

Kebutuhan

^ Respon

Lembaga

Bentuk dan Jenis Pendidikan

masyarakat w w

Feed back

Berdasarkan gambar di atas, maka persoalan besar yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah, apa motivasi kiyai dan bagaimana perannya dalam menentakan orientasi pendidikan Islam yang berlangsung di pon

dok pesantren Buntet Cirebon dalam upaya memadukan dua sistem pen didikan yaitu pendidikan luar sekolah (sistem pendidikan pesantren) dan

pendidikan sekolah melalui beberapa lembaga-lembaga pendidikan seko

(23)
(24)

BAB III

PROSEDURPENELITIAN

\'^T )?,*%£&

If;/

A. Metode Penelitian v v-

-:7

* v*

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu, "prosedur pe

nelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati" (Lexi J. Moleong,

1989); Nana S. dan Ibrahim (1989) mengemukakan, "penggunaan

pendekatan kualitatif adalah untuk menghasilkan

grounded theory

yaitu teori

yang timbul dari data dan bukan dari hipotesis sebagaimana dalam pende

katan kuantitatif'.

Secara rinci, S. Nasution (1988:9-11) mernjabarkan karakteristik

pen-dekatah kuahtatif sebagai berikut,

(1) sumber data ialah situasi yang wajar (natural setting), (2) peneliti sebagai instrumen penelitian, (3) sangat deskriptif, (4) mementingkan proses maupun produk, (5) mencari makna di belakang kelakuan atau per buatan sehingga dapat memahami masalah atau situasi, (6) mengutamakan data langsung (first hand),(7) triangulasi: data atau informasi dari satu pihak harus diteliti kebenarannya dengan memperoleh data itu dari sumber lam, (8) menonjolkan rincian kotekstual, (9) subyek yang diteliti dipandang sama kedudukannya dengan peneliti, (10) mengutamakan perpektif emic yakni mementingkan pandangan responden bagaimana ia menafsirkan dan memandang dunia dari segi pendiriannya, (11) verifikasi, antara lain melalui studi kasus yang bertentangan atau negatif, (12) sampling yang purposif, (13) menggunakan audit trail yaitu, pelacakan apakah laporan penelitian sesuai dengan yang dikumpulkan, (14) partisipasi tanpa meng-ganggu, (15) mengadakan analisis sejak awal penelitian

Penggunaan pendekatan kuahtatif dalam mengkaji sistem pendidikan

di pondok pesantren, didasarkan atas ciri-ciri kuahtatif yang relevan deng

an tantatan. Dalam hal ini, (1) pendekatan kuahtatif menggunakan ling

kungan alamiah sebagai sumber data langsung yaitu pimpinan dan santri

(25)

pe-santren; (2) penelitian kuahtatif sifatnya deskriptif analitik, data yang di

peroleh meliputi hasil pengamatan, wawancara, pemotretan, dokumen,

catatan lapangan yang disusun di lokasi penelitian yang tidak selalu

di-tuangkan dalam bentuk dan bilangan statistik; (3) dalam penelitian kua

htatif, data dan informasi disajikan secara langsung hakekat hubungan

antara peneliti dan responden; (4) penelitian kuahtatif mengutamakan

makna dan penajaman nilai yang ditemui di lapangan.

B. Wilayah dan Obyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesantren Buntet yang berlokasi di Desa

Mertapada Kulon Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Pesan

tren Buntet, memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan unik jika

dibandingkan dengan sejarah perjalanan beberapa pondok pesantren yang

ada di Cirebon bahkan dibandingkan dengan beberapa pondok pesantren

di Indonesia sekalipun. Memihki sejarah panjang, karena Pesantren

Buntet telah berusia hampir sata setengah abad (1857-1999). Uniknya,

selama perjalanan sejarah itu, pondok pesantren yang terkenal

thariqah

(tijaniyah

dan

syathariah)-nya

ini dipimpin secara tarun-temurun oleh para

kiyai yang masih ada gans keturunan langsung dari kesultanan Cirebon.

Karena ita, sistem kepemimpinannya, hampir sama dengan sistem

kerajaan yang ada di Kesultanan Cirebon.

Bagi penulis, ada sata hal yang lebih menarik dari sekedar mengetahui

panjangnya sejarah dan uniknya kepemimpinan di Pesantren Buntet, yaitu

(26)

bermanfaat dan sesuai dengan keinginan masyarakat luas. Dari sinilah sehingga penulis ingin mengathui secara langsung dan mendalam motivasi

dan peranan kiyai dalam mengupayakan dan menentukan orientasi pendidikan di lembaga yang dibinanya ita.

2. Subyek Penelian

Fokus penelitian ini adalah penentu orientasi pendidikan Islam, ka rena ita yang dijadikan subyek penelitian adalah:

a. Para kiyai dan para pengelola/pembina Pesantren Buntet,

b. Tokoh masyarakat dan tokoh keagamaan,

c. Aparat pemerintah Desa,

d. Warga masyarakat yang diperkukan

C. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa karakteristik dalam pendekatan kuahtatif, antara lain me-ngungkapkan makna (meaning) merupakan hal yang esensial, digunakan

natural setting sebagai sumber data langsung, dan peneliti sendiri meru

pakan instrumen kunci (key instrument) yang memihki kepekaan dan

flek-sibilitas yang tidak terbatas. Dalam "penelitian nataralistik dilakukan tidak

hanya wawancara dan observasi, meskipun kedua hal ini menempati po sisi dominan; bahan dokumentasi juga mendapat perhatian selayaknya oleh peneliti" (S. Nasution, 1988:85).

Dengan demikian, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah 1. teknik wawancara mendalam, 2. observasi dan 3.

(27)

1. Teknik Wawancara Mendalam

Wawancara, menurut Lincoln dan Guba yang dibahasa Indo-nesiakan Ahmad Sonhadji (1994:63) adalah "suata percakapan, yang bertajuan untuk memperoleh konstruksi yang terjadi tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuanm kerisauan dan sebagainya";

Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka yakni, respoden (kiyai dan pembina pesantren lainnya, santri dan masyarakat daerah sekitar pesantren) diberikan kebebasa untak mengemukakan pen-dapatnya sesuai dengan kemampuan dan kemauannya; sedangkan peneliti

berusaha mengarahkan dan menafsirkannya sesuai keperluan. Alat bantu utama yang digunakan penulis adalah pedoman wawancara yang telah

dipersiapkan sebelum melakukan wawancara, di samping ita buku saku,

balpoint, tape recorder dan kamera foto.

2. Teknik Observasi

Lincoln dan Guba (1985) mengklasifikasi observasi menjadi tiga cara

yaita: 1) pengamat dapat bertindak sebagai seorang partisipan atau

non-partisipan, 2) observasi dapat dilakukan secara terus terang atau penya-maran, walaupun secara etis dianjurkan untuk terus terang (overt) kecuali dalam keadaan tertentu yang memerlukan penyamaran (covert), dan 3) me-nyangkut latar penelitian. Observasi dapat dilakukan pada latar "alami"

atau "dirancang".

Teknik observasi pada penelitian ini ditujukan kepada komunitas pe

santren, yang memiliki ciri-ciri tertenta sebagai lembaga pendidikan dan

(28)

mendalam sebagai pembina dan pembimbing sangat domman dalam me

nentukan arah dan kebijakan sistem pendidikan pesantren.

Dalam melakukan observasi, penulis melakukan observasi partisipan

terhadap sistem pendidikan pesantren yang berlangsung, melalui

keikut-sertaan penulis dalam beberapa kegiatan yang menurut penulis dianggap

patut untuk diikuti secara langsung. Seperti sebelum, sedang berlangsung

maupun setelah pelaksanaan pengajian KK, pelatihan keterampilan

muha-dharah

dan kegiatan keterampilan lainnya. Sedangkan untuk mengetahui

perilaku kiyai dan para pembina, juga terhadap penlaku beberapa orang

santri dan alumni pesantren, serta perilaku tokoh masyarakat lingkungan

pesantren dilakukan observasi non-partisipan.

3. Teknik Studi Dokumen

Teknik dokumentasi dilakukan, untuk mengumpulkan data dan infor

masi dari sumber non-insani. Sumber ini terdiri dari dokumen dan rekam

an. Lincoln dan Guba (1985) mengartikan "rekaman" sebagai tulisan atau

pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untak individual atau organisasi

dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan "doku

men" digunakan untuk mengacu setiap tulisan atau bukan, selain "rekam

an" yaita tidak dipersiapkan secara khusus untak tajuan tertentu seperti

surat-surat, buku harian, naskah pidato, editorial surat kabar, catatan

khusus, skrip televisi ataupun foto-foto kegiatan.

Di suata instansi kelembagaan, terdapat dokumen resmi. Dokumen

resmi oleh Moleong (1988) dibagi menjadi dua bentuk yaitu dokumen

internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal be-rupa antara lain:

(29)

1U2

keputusan pimpinan yang digunakan untak kalangan sendiri; sedangkan

bentuk dokumen eksternal berupa bahan-bahan in-formasi yang dihasil

kan oleh suatu lembaga misalnya: majalah, buletin, pernyataan dan berita

yang ditafsirkan kepada media masa.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data, menurut Bogdan dan Bikle yang pendapatnya dikutip

Ahmad Sonhadji (1994:77) adalah, proses pelacakan data pengamatan

secara istematik terhadap transkip wawancara, catatan lapangan dan ba

han-bahan lain yang dikumpulkan untak meningkatkan pemahaman ter

hadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasekan temuannya ke

pada orang lain.

Dalam menganalisa data, penulis memulainya sejak penulisan

deskrip-si kasar sampai produk penelitian yakni dengan melakukan dua cara yaita

1) data dianalisa pada saat pengumpulan data berlangsung, dan 2) data

dianalisa setelah semua data dikumpulkan.

Pertama, data dianalisa saat pengumpulan data. Cara ini ditempuh me

lalui langkah-langkah: a) penegasan terhadap tajuan penelitian, b) peng

embangan pertanyaan yang bersumber pada pedoman wawancara yang

telah dipersiapkan, c) memasukkan data baru yang telah diperoleh ke

dalam bagian-bagian tertenta sesuai dengan sub-masalah, d) dan

mengo-mentarinya secara umum, e) mendalami literatur yang berhubungan de

ngan data yang diperoleh selama di lapangan.

Kedua, data dianalisa setelah semua data dikumpulkan. Setelah semua

data dari wawancara, pengamatan yang sudah ditaliskan dalam catatan

(30)

kemudian dibaca, dipelajari dan ditelaah. Langkah selanjutnya adalah

diadakan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi meru

pakan usaha merangkum yang inti, proses dan pernyataan-pcrnyataannya

perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Berikutnya yaitu,

menyu-sunnya dalam bentak sataan-sataan dan dari satuan-satuan ini kemudian dikategorisasi.

E. Pelaksanaan Penelitian

Secara keseluruhan, pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, vaitu 1. tahap orientasi pendahuluan dan 2. tahap pelaksanaan pe

nelitian ke lapangan.

1. Tahap orientasi pendahuluan

Penulis mcngenal Pesantren Buntet (masyarakat setempat

menyebut-nya Buntet Pesantren) sejak 1995 yaitu ketika penulis tarut serta dalam penelitian kelompok tentang "Kontribusi Pondok Pesantren terhadap

Pembangunan Daerah Kabupaten Cirebon" (salah satunva adalah Pesan

tren Buntet) yang dilaksanakan dosen-dosen STAIN Cirebon.

Bagi penuhs, Buntet Pesantren memiliki beberapa kelebihan diban

dingkan dengan beberapa pesantren lain yang ada di Cirebon seperti Pon

dok Pesantren Al-Ishlah (Bobos), Pondok Pesantren Mutaallimin (Baba-kan Ciwaringin), pondok pesantren al-Wathoniah (Arjawinangun) dan

Pondok PesantrenMubtadiin (Kempek). Salah sata kelebihan yang ada pa

da Pesantren Buntet adalah kiyai dan para pembinanya tidak pernah berhenti memikirkan tentang perkembangan dan kemajuan lembaga pen didikan Islam. Perkembangan terakhir (tahun ajaran 1997/1998) Pesan tren Buntet membuka Perguruan Tinggi (AKPER), di samping itu tetap

(31)

sinilah penulis terilhami untak mengetahui lebih dekat tentang Pondok

Pesantren Buntet, terutama yang berhubungan dengan sistem pendidikan

yang sedang dikembangkan.

Hasil dari pra-penelitian ita kemudian penulis tuangkan ke dalam ben

tak Proposal Penelitian thesis untak selanjutnya diajukan kepada Panitia

Ujian Program Pascasarjana IKIP Bandung untuk diseminarkan.

Alham-dulillah pada Maret 1998, penulis dinyatakan lulus dan boleh melanjutkan

proposal penelitian itu untak diangkat menjadi topik penelitian thesis.

Pada April 1998, penulis memperoleh SK Pembimbing yang ditanda

tangani Direktur Pascasarjana IKIP Bandung, Prof. Dr. H. Abdul Azis

Wahab, MA dengan menetapkan Pembimbing I, Prof. Dr. H. Sudardja

Adiwikarta, MA dan Pembimbing II Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak. Atas

dasar saran dari kedua pembimbing agar judul proposal diperbaiki dan

fokus masalah dipertajam. Setelah proposal penehtian diperbaiki, penulis

dibolehkan untuk melanjutkan penulisan thesis.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ke Lapangan

Setelah penulis memperoleh surat ijin penelitian pada Desember 1998

(bertepatan dengan bulan Ramadhan 1419 H), penulis memulainya deng

an silatarahmi ke beberapa teman dosen yang berasal dari Buntet Pesan

tren. Sambil menyusun instrumen penehtian, penulis melakukan

kunjung-an ke kkunjung-antor Kepala Desa Mertapada Kulon untuk memperoleh data dkunjung-an

informasi penunjang yaita berupa monografi dan keadaan Desa.

Dalam pelaksanaan penehtian di lapangan, penulis mempersiapkan diri

dengan instrumen penehtian berupa Instrumen yakni konsep pertanyaan

(32)

be-rupa tustel, tape recorder, buku catatan dan perlengkapan lain untuk ting

gal selama beberapa wakta di pondok pesantren. Adapun kegiatan yang

dilakukan penuhs selama berada di pondok pesantren Buntet diungkap-kan melalui tahapan-tahapan berikut:

Tahap pertama, penuhs datang secara langsung ke lapangan selama 10 hari (12-22 Desember 1998) dengan kegiatan, antara lain:

a) Tinggal bersama para santri di hngkungan pondok pesantren Bun tet, untuk mengetahui bentak-bentuk kegiatan rutin baik kegiatan keagamaan maupun kegiatan kependidikan vang dilakukan santri, b) Turut serta dalam kegiatan rutin santri tentang pengajian kitab

klasik Islam dan pelaksanaan peribadatan,

c) Memperhatikan, mempertanyakan dan mencatat kegiatan kiyai dan para pengelola pondok, kaitannya dengan sistem pendidikan yang ada di hngkungan pondok pesantren Buntet,

d) Bersilatarahmi ke rumah-rumah kiyai, untuk memperoleh infor masi atau data tentang keluarga, pendidikan dan kegiatan (keaga maan dan kemasyarakatan) kiyai di rumah,

Tahap kedua, penuhs berkunjung dan mondok lagi beserta santri di pondok pesanten Buntet selama tiga hari (03-06 Januari 1999) dengan

kegiatan sebagai berikut:

a) Berkunjung dan mengumpulkan data dari lembaga-lembaga pendi dikan (sekolah dan luar sekolah) yang ada di pondok pesantren Buntet terutama dokumen yang ada hubungannya dengan keadaan guru atau ustadz, santri, siswa/murid dan sistem kepemimpinan

(33)

b) Berkunjung ke beberapa tokoh masyarakat Desa Mertapada Ku

lon, untak memperoleh informasi tentang perkembangan pondok

pesantren Buntet dan dampaknya terhadap perkembangan masya

rakat,

Tahap ketiga, penuhs berkunjung ke pondok pesantren Buntet selama

tiga hari (10-13 januari 1999). Pada tahap ini penulis meman-faatkannya

dengan berdialog atau wawancara terbuka dengan kiyai, santri dan warga

masyarakat Desa Mertapada Kulon. Pada saat dialog/wawancara,

res-ponden dimohon untak mengemukakan pendapatnya tentang perkem

bangan pondok pesantren Buntet, peranan kiyai dalam pelaksanaan ke

giatan kependidikan di pondok pesantren Buntet atau keterhbatan kiyai

dengan kegiatan masyarakat. Pada kegiatan ini, penuhs merekam,

men-catat dan pengambilan gambar kiyai-kiyai tertentu.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data/informasi, penuhs mengalami

sedikit hambatan yaita, penuhs sebagai Dosen di STAIN/IAIN Cirebon

sehingga sedapat mungkin membagi wakta antara mengajar dan tinggal di

pondok pesantren (jarak antara STAIN/IAIN dengan Pondok Pesantren

Buntet adalah 15 Km). Hambatan ini dapat diatasi, antara lain dengan

meminta bantaan kepada beberapa mahasiswa atau Dosen STAIN/IAIN

Cirebon yang berasal dari daerah Buntet. Atau beberapa teman yang per

(34)
(35)

BABV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan vv * b

1. Perkembangan Pesantren Buntet secara historis

Perkembangan yang terjadi di pesantren Buntet, dapat dikategorikan

ke dalam tiga macam yaitapertama perkembangan sarana-fasihtas, kedua,

perkembangan kelembagaan dan

ketiga

perkembangan kependidikan. Ke

tiga bentak perkembangan ini bermuara pada perkembangan visi dan misi

kelembagaan dan kependidikan.

Pembahasan ini difokuskan pada perkembangan pondokan dan lem

baga pendidikan. Pesantren Buntet, dihhat dari perkembangan sarana

fasihtas kamar/asrama santri mengalami perubahan yang cukup pesat;

namun perkembangannya, menurut penuhs, memihki ciri khas tersendiri

jika dibandingkan dengan perkembangan asrama santri di beberapa pon

dok pesantren tradisional yang ada di wilayah III Cirebon. Pondok yang

ada di Pesantren Buntet, hingga penehtian ini berlangsung telah ada 37

pondok dengan 275 kamar. Dari ke-37 pondok ini, dapat dikategorikan

sebagai pondok atau "asrama kecil" karena tempatnya di rumah-rumah

kiyai. Selain ke-37 asrama itu, ada "asrama besar" yang lebih dikenal

dengan sebutan ASBES. Perkembangan sarana fisik berupa asrama/

pondok santri ini sangat bervariasi, ditentukan oleh tingkat kepeduhan

pemiliknya. Melalui kedua bentuk asrama inilah sehingga santri Pesan

tren Buntet ada yang disebut santri ASBES (santri yang tinggal di asrama

besar) dan santri rumah (santri yang tinggal di rumah kiyai).

(36)

kiyai yang memihki santri tidak semua melaporkan iumlali dan keadaan

santrinya. Di samping itu, secara kuahtas santri Buntet sangat ditentakan

oleh berkuahtas atau tidaknya kiyai dalam pemahaman terhadap suata

KK dan pengetahuan keagamaan. Santri Buntet yang tinggal di pondok

yang kiyainya memihki keahhan tertentu dan memperhatikan penuh ter

hadap peribadatanya, maka ia akan mewarisi apa yang disampaikan kiyai

nya dan menjadi anak yang shaleh. Sebahknya santri yang tinggal di

rumah kiyai yang kurang peduli terhadap peribadatannya dan tidak

mak-simal dalam mengamalkan "ilmunya", maka kuahtas dan kesalehannya

dipertanyakan.

Akibat langsung dari keadaan di atas adalah pertama tidak diperoleh

gambaran tentang sistem organisasi santri Pesantren Buntet, padahala,

melalui organisasi santri ita akan terbentuk sistem kepemimpinan santri

yang berkesinambungan; melalui organisasi juga, santri akan memihki

keterampilan berorganisasi dan kepemimpinan.

Kedua,

tidak diperoleh

data tentang profil atau ciri khas (ilmu keagamaan) tertenta yang dimiliki

alumni Buntet.

2. Bentuk Pendidikan dan Respons kiyai terhadap keinginkan

masyarakat

Dipelajari secara periodisasi, bentak pendidikan yang ada di Pesan

tren Buntet secara terus menerus mengalami perubahan. Pada periode I

(1758-1782) dan Periode II (1782-1824) Pesantren Buntet masih

ber-bentuk "lembaga sosial keagamaan", sehingga lembaga pendidikannya

berbentakmadrasah-masjiddanmajlis ta'lim; Periode III (1824-1910) mulai

(37)

dengan metoda

sorogan

dan

bandonganayx,

juga para pembina tetap mem

bina masyarakat melalui majlis ta'hmnya.

Periode IV (1910-1946) pondok Buntet dapat dikategorikan sebagai

pondok pesantren tradisional, karena telah dibuka dua lembaga pendi

dikan sekolah, yaita MWB (setingkat TK Islam) dan MWI (setingkat

SD), yang dalam pembelajarannya telah terbentuk sistem kependidikan.

Di kedua madrasah ita telah ada kepala sekolah, beberapa ustadz yang

disesuaikan dengan bidang pengetahuan dan materi pelajarannya diatur

secara terjadwal serta diselenggarakan dalam bentak perjenjangan. Pesan

tren Buntet mengawah era baru yaita pada periode V (1946-1979) ketika

dipimpin KH. Mustahdi. Behau, telah membuka beberapa lembaga pen

didikan seperti MTs, PGA, Madrasah Ahyah (kemudian dinegerikan

menjadi MAAIN, terakhir menjadi MAN) bahkan IAIN CabangJakarta.

Lembaga pendidikan yang ada di Pesantren Buntet hingga tahun ajar

an 1998/1999, dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaita lem

baga-lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah koordinasi LPI

dan lembaga pendidikan yang berada di bawah koordinasi YPI. LPI dan

YPI, memihki struktur, fungsi dan kemepimpinan yang berbeda. Kenya

taan ini sering membuat masyarakat menduga-duga bahwa,

pertama

di

Pesantren Buntet terdapat duahsme kepemimpinan dalam penentuan

kebijakan masalah pengembangan kependidikan. Tapi jika diperhatikan

dari komposisi kepengurusan, temyata ada beberapa nama kiyai yang

(38)

madrasah masjid, majlis ta'lim dan madrasah diniyah dan lembaga-lembaga

pendidikan Islam bersifat umum dalam bentak persekolah seperti MI

NU, MTs NU, MA NU dan MAK NU, sedangkan YPI melayani kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan kejuruan yaitu AKPER.

Dengan dibukanya lembaga pendidikan yang bersifat keagamaan,

ke-umuman dan kejuruan, maka Pesantren Buntet dapat dikategorikan seba

gai Pondok Pesantren Terpadu yang mampu memadukan ketiga materi

sekaligus yaita keagamaan-keumuman-kejuruan. Karena itu, para kiyai

"Buntet" telah mempertimbangkan keinginan masyarakat agar

lembaga-lembaga pendidikan yang ada di lingkungan Pesantren Buntet tidak

hanya berorientasi pada keagamaan, tetapi juga keumuman dan kejuruan.

3. Pemikiran Kiyai terhadap Pondok Pesantren Terpadu

Pemikiran kiyai "Buntet" terhadap bentuk dan jenis pendidikan, sa

ngat pragmatis; pemikiran mereka terfokus kepada upaya bagaimana agar

lembaga pendidikan yang ada di Pesantren Buntet dapat mengikuti per

kembangan jaman dan sesuai dengan tantatan masyarakat sebagai

peng-guna

(user).

Sebagian besar dari mereka kurang memahami, apakah lem

baga pendidikan yang mereka perjuangkan ita bersifat tradisional, mo

dernis atau "terpadu". Karena ita, usaha apapun demi kemajuan LPI dan

YPI akan mereka perjuangkan. Mereka berprinsip kepada pedoman

Imam Syafi'iy bahwa

muhqfad^ah 'ah asl-qadim shalih wa akhdu bi

al-jadid al-ashlah

(memelihara yang hal-hal baik yang telah ada dan mengem

bangkan hal-hal baru yang lebih baik).

(39)

pendidikan yang mereka perjuangkan agar bermanfaat bagi para remaja

yangmesantren di "Buntet".

4. Upaya kiyai dalam memenuhi tuntutan masyarakat

Ada dua upaya nyata yang dilakukan kiyai "Buntet" dalam memenuhi

tantatan masyarakat yaita:pertama, merubah visi dan orientasi pendidikan,

dankedua mengadakan kerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan

dalam upaya pengadaan tenaga pendidik dan tenaga administrasi yang

profesional, maupun bekerja sama dengan berbagai instansi dalam upaya

mencari dana untuk pengembangan sarana dan kesejahteran pendidik.

5. Faktor Pendukung dan Penghambat

Kiyai "Buntet" dipelajari dari silsilahnya, dapat dikelompokkan men

jadi dua yaitu: kiyai "dalem" dan kiyai "luar". Kiyai "dalem" adalah, para

kiyai yang secara langsung masih ada garis ketarunan mbah Muqayim, K.

Muta'ad dan K. Abdul Jamil (lebih dikenal Dul-jamil), sedangkan kiyai

'luar" adalah para kiyai yang secara tidak langsung masih ada garis keta

runan mbah Muqayim. Faktor ketarunan inilah, menurut penuhs yang

mempengaruhi sistem kepemimpinan di Pesantren Buntet. Kepemim

pinan Pesantren Buntet, sejak periode I hingga periode VI, selalu dipim

pin oleh kiyai keturunan dari istri pertama; baru periode VII (1989

-sekarang) Pesantren "Buntet" dipimpin oleh generasi ketarunan dari istri

kedua.

Dipelajari dari corak pemikiran, kiyai "Buntet" dapat dikelompokkan

ke dalam tiga kelompok yaita: konservatif, tradisionalis dan modernis. Di

antara ketiga kelompok, yang sering saling-silang pendapat dalam me

nentukan kebijakan LPI atau YPI adalah kelompok konservatif dan ke

(40)

ber-bagai pergeseran visi dan innovasi lembaga, yang sering dianggap seber-bagai penghambat adalah para kiyai yang bercorak pemikiran konservatif, yaita

mereka yang berharap agar segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pim pinan selalu berpijak kepada kepentingan "dalem". Sedangkan para kiyai

tradisionalis, biasanya selalu mendukung terhadap gagasan dan kebijakan

yang mengarah kepada perbaikan lembaga (LPI dan YPI)

B. Rekomendasi

1. Santri di Pesantren Buntet yang tinggal di pondok atau rumah-rumah

kiyai sebagai santri rumah, menunjukkan bahwapertama, mereka tidak punya ikatan sebagai santri Pesantren Buntet; kedua, kuahtas dan ke-salehannya sangat ditentakan oleh keahhan dan bimbingan kiyai di

pondoknya. Karenanya, harus didata secara administratif, menyeluruh

dan terkoordinasi sebagai santri Pesantren Buntet dan bukan santrinya

para "kiyai Buntet", kemudian mereka diberi kepercayaan untak mem

bentak kepemimpinan santri secara periodisasi. Pada saat yang sama,

santri yang tinggal di ASBES, harus memperoleh perhatian penuh dari

para "kiyai Buntet" khususnya dalam pembinaan keagamaan.

2. Di Pesantren Buntet terdapat dua lembaga pendidikan yaita YPI dan

LPI, kedua-duanya memiliki struktar, kepemimpinan, peran dan tang

gung jawab masing-masing. Sebaiknya YPI saja ditentukan sebagai

lembaga tertinggi yang akan menangani seluruh aktivitas di Pesantren

Buntet. Sedangkan LPI diberi peran secara khusus yaita mengkoordi

nasi seluruh kegiatan kependidikan yang dilaksanakan dalam bentak

(41)

3. Pesantren Buntet telah lama dikenal sebagai pusat pengembangan

thariqah Tijanidanthariqat Shathariyah. Karena ita, akan lebih baik jika

kedua bentuk thariqh ita diformalkan dalam bentuk lembaga pendi

dikan misalnya di hngkungan Pesantren Buntet didirikan Perguruan

Tinggi Agama Islam (PTAI) yang salah sata Fakultas atauJurusannya

adalah mengembangkan kedua thariqah tersebut.

>\N

,7T <y>.- "••' .-4. S\

(42)
(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Djaelani,

Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan

Poli-tik Islam Di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1994

Abdurrachman Wachid,

Pesantren sebagai Subkultur

dalam Dawam Rahardjo

(Ed)

Pesantren dan Pembaharuan,

LP3ES, Jakarta, 1979

Abu Hamid,

Sistem Pendidikan Pesantren dan Madrasah di Sulawesi Selatan

dalam

Taufiq Abdullah (Ed),

Agama dan Perubahan Sosial,

Rajawali,

Jakarta, 1993

Achmad Nurhadi Jamil,

Epistemologi Pendidikan Islam Suatu Telaah Kefleksi

Qur-ani,

dalam Chabib Thaha, dkk.,

Reformulasi Filsafat Pendidik

an Islam,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996

Achmad Tafsir,

Epistemologi Pendidikan Islam,

Rosda Karya,

Ban-dung,1995

,

Ilmu Pendidikan dalam Perespektif Islam,

Rosda Karya,

Bandung, 1992

Al Nahlawi, Abdurrachman,

Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan

Masyarakat,

Gema Insan Press, Jakarta, 1995

Amri Murzah,

Pergeseran Orientasi Nilai Kebudayaan dan Keagamaan dalam Kai

tannya dengan Perubahan Sosial-Kebudayaan Di Indonesia

dalam Abdul

Aziz

Penehtian Agama dalam Perspektif,

Depag RI., Jakarta,

1995

Astnd S. Susanto,

Sosiologi Pembangunan,

Bina Cipta, Jakarta, 1984

Bogdan, C, Robert &Biklen, Knop San,

Qualitative Research for Educa

tion: An Intreoduction to Theory and Methode,

Allyn and

Bacon, Inc, Boston,1982

Brower, MAW, dkk,

Kepribadian dan Perubahannya,

Gramedia, Jakarta,

1982

Buche B. Soedjojo dan Manfred Ziemek,

Pesantren dan

PerubahanSosi-al,

P3M,)akarta, 1986

jtfr,* \

W>\>

(44)

Burton, Wilham,

The Budance of Learning Activities,

Appleton-Century-Crofts, Ins, 1952

Busyairi Madjid,

Tokoh-tokoh Pendidikan Islam,

IAIN Sunan Kahjaga

Press, Yogyakarta, 1997

Chabib Thaha,

Kapita Selekta Pendidikan Islam,

Pustaka Pelajar, Yogya

karta, 1977

Consuelo, G, Sevila, et all,

Pengantar Metode Penehtian,

Terj. Alimuddin

Teue, UI Press, Jakarta, 1993

Coombs, H, Phihp,

The World Crisis in Education,

Oxford University

Press, Cambridge, 1989.

Dawam Rahardjo,

Gambaran Pemuda Santri

dalam Taufiq Abdullah (Ed)

Pe

muda dan Perubahan Sosial, LP3ES, Jakarta, 1982

(Ed),

Pesantren dan Pembaharuan,

LP3ES, Jakarta,

1986

Dedi Supriadi,

Mengangkat Citra dan Martabat Guru,

Adicita Karya

Nusa, Yogyakarta, 1998.

t

Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi Di Indonesia,

Rosda

Karya, Bandung, 1997

D Sudjana,

Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah,

Nusantara Press, Bandung, 1992

Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif dalam

Pendidikan Luar Sekolah, Nusantara Press, Bandung, 1992

Escober M,. dkk. (Ed), Paulo Freire:

Sekolah Kapitalisme yang Licik,

LKIS, Yogyakarta, 1998

Geertz, Clifort,

Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa,

PustakaJaya,Jakarta, 1978

(45)

Hasan Langgulung,

Azas Azas Pendidikan Islam,

Alma'arif, Bandung,

1978

Hemming, James,

Individual Morality,

Nelsen and Sons Ltd, Capewood,

New Jersey, 1969.

Horikosih, Hiroko, Kiyai dan Perubahan Sosial,P3M,Jakarta, 1987

Ishak Abdulhaq,

Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran

Orang Dewasa,AGTA Manunggal Utama, Bandung, 1996

Joyce, Bruce & Weil, Marsha,

Models of Teaching,

Prentice Hall, Inc,

Eng-lewood Cliffs, Newjersey, 198

Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren sebagai Usaha Peningkatan Prestasi Kerja dan Pembinaan Kesatuan

Bangsa, Cemara Indah, Jakarta, 1978,

Koentjoroningrat,

Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi,

Mizan, Ban

dung, 1976

Karel A. Steenbrink, Pesantren, madrasah dan Sekolah, LP3ES, Jakarta,

1978

Krech, David, cs.

Individual in Society,

Mc, Grow-Hill Book Company,

Inc, New York. 1962

Mar'at,

Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya,

Ghalia Indo

nesia, Bandung, 1982

Marwan Saridjo,

Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia,

Karya Bhakti,

Jakarta, 1996

Mastahu,

Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian ten

tang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren,

INIS, Ja

karta, 1994

Mochtar Buchari,

Transpormasi Pendidikan,

Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, 1988

Moeshm Abdurrachman,

Islam Transformatif,

Gema Insan Press, Jakar

(46)

Moh. Rush Karim

Pendidikan Islam sebagai Upaya Pembebasan Manusia,

dalam

Muslih Usa (Ed)

Sistem Pendidikan Islam di Indonesia,

Tiara

Wacana, Jakarta, 1996

Moleong, J, Lexy,

Metodologi Penehtian Kuahtatif,

Remaja Karya,

' Bandung, 1989

Nasrullah Ali-Fauzi (Ed),

ICMI antara Status Quo dan Demokrasi,

Mi-zan, Bandung, 1995

Nasution, S,

Metode Research (Penehtian Ilmiah),

Bumi Aksara, Jakarta,

' 1996

Nasution, Harun,

Pembaharuan dalam Islam Studi Pemikiran dan

Ge-rakan,Bulan Bintang, Jakarta, 1979

s

Iptek berwawasan Moral, PerspektifFilsafat dan Pemikiran Islam

dalam'Mastuhu, dkk (Ed),

Iptek Berwawasan Moral,

IAIN

Syarif Hidayatullah Press, Jakarta, 1998

5

Perlunya Menghidupkan Kembali Pendidikan Moral,

dalam

Sai-ful Mujani dan Arief Subhan (Ed)

Pendidikan Agama dalam

Perspektif Agama Agama,

Dirjen Dikti, Depdikbud, Jakarta,

1995

Noeng Muhadjir,

Metodologi Penehtian Kuahtatif,

Rake Sarasin,

Yogyakarta, 1996

Nurchohs Madjid,

Kurikulum Pondok Pesantren

dalam Dawam Rahardjo (Ed)

Pesantren dan Pembaharuan,

LP3ES, Jakarta, 1982

;

Dialog Keterbukaan,

Paramadina, Jakarta, 1998

,

Masyarakat Religious,

Mizan, Bandung, 1998

Nursid Sumaatmadja,

Studi Geografi,

Alumni, Bandung, 1998

Ramayuhs,

Ilmu Pendidikan Islam,

Kalam Ilahi, Jakarta, 1994

Sardinian AM,

Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Pedoman bagi

(47)

Seolaiman Jeosoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Bumi Aksa-ra, Jakarta, 1992

Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi: Pendidikan Tekno logi dan Kejuruan, Rajawali Press, Jakarta, 1992

Sudjoko Prasodjo (Ed), Profil Pesantren,LP3ES, Jakarta, 1982

St. Takdir Ah Syahbana, Antropologi Baru Nilai-nilai sebagai Tenaga Inte grasi dalam Pribadi, Masyarakat dan Kebudayaan, Dian Rakyat, Jakarta, 1960

Suyoto, Pesantren dan Pendidikan dalam Dawam Rahardjo (Ed), Pergulatan Pesantren, P3M, Jakarta, 1985

Tatang M. Amirin,Teori Sistem sebuah Pengantar, Rajawah Press, 1985

Umar Hasyim, Mencari Ulama Pewarisa Nabi Selayang Pandang Seja

rah Ulama, Bina Ilmu, Surabaya, 1998

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Altematif Masa

Depan, Gema Insani Press, Jakarta, 1997

Yusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Gema Insan Press, Jakarta, 1995

Zakiyah Daradjat,Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1983

Zamachsyari Dzofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hi

dup Kiyai,LP3ES, Jakarta, 1984

?Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Ru-hama, Jakarta, 1995

Zubaidi HabibuUah Asy'ari, Morahtas Pendidikan Pesantren, LKPSM, Yogyakarta, 1996

Gambar

Gambar 2 Hirarclii Pendidikan di Pondok Pesantren
Gambar 1 Konsep Pendidikan di Pesantren Buntet

Referensi

Dokumen terkait

Untuk material dominasi material Keramik dan Beton yaitu 40%, 30% dengan karakteristik tidak menghantarkan dan menyerap panas masuk ke dalam ruang sehingga dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antagonis Trichoderma harzianum terhadap pertumbuhan kapang patogen Colletotricum dan mengetahui mekanisme antagonis

Dalam rangka pengembangan Unit Usaha Syariah Bank BPD Kalsel, dengan memperhatikan minat, semangat serta harapan masyarakat dan Pemerintah Daerah

Berbeda dengan percabangan satu kondisi, pada percabangan dua kondisi ada dua pernyataan untuk dua keadaan kondisi, yaitu untuk &lt; kondisi &gt; yang bernilai benar

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul ”ASPEK GEOLOGI PENENTUAN LANDAS KONTINEN” yang merupakan salah

Maka pengaruh total yang diberikan kualitas pelayanan terhadap niat pembelian kembali adalah pengaruh langsung ditambah pengaruh tidak langsung yaitu 0,303

Hal ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan agama Islam terhadap tingkah laku siswa di SMAN 1 Ngunut Tulungagung yang ditunjukkan dari t hitung &lt; t tabel

Faktor tragakan dan gliserin memberikan efek yang signifikan terhadap respon sag , sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap respon sag