DI SENGGIGI, MATAHARI BERAKHIR
matahari akan berakhir dalam sajakku
tahun-tahun cahaya akan menutup puisiku akan kembali gelap
di malam penghabisan, di Senggigi aku menunggu bulan sabit merah darah 1001 malam, 1000 bulan, dan
tersisa satu malam paling hitam
mata api yang menyalakan matahari akan padam kau dan aku akan tinggal dalam rumah kaca di dalam rumah kedap cahaya ini
kita tidak membutuhkan matahari lagi kau dan aku bercinta dalam kegelapan karena api, sebeku es abadi
yang tersimpan seumur hidup di tengah tubuhku akan mencair, akan menyala
akan menyulut mata air
dari lubang besar, lubang hitam di diriku
MATARAM, 17 AGUSTUS 2015
aku merayakan ulang tahun bagi sebatang pohon
sebatang pohon yang menjadi negeri bagi 250 juta kupu-kupu
aku menyalakan 70 lilin tanah
di setiap batangnya yang tumbuh setiap tahun aku menyanyikan lagu senyap
bagi tumbuhnya pohon
yang aku rawat dengan siraman airmata
bagi tumbuhnya pohon
yang tumbuh karena peluh tanganku
pohon yang tumbuh ke dalam tanah tanah yang kini bergeser menjadi gurun pohon yang tumbuh ke langit
langit yang kini terbentang membentuk rumah kaca
aku merayakan 70 tahun sebatang pohon
pohon yang tumbuh
dengan kemarau kering di sepanjang musimnya
pohon yang menjadi rumah kawin bagi kupu-kupu yang sebatang kara
kupu-kupu urban kehilangan kampung halaman kupu-kupu yatim piatu
dengan luka sadap di punggungnya
kupu-kupu yang menyilangkan warna sayapnya berharap untuk mekarnya sekuntum bunga rumput
aku merayakan ulang tahun sebatang pohon
sebatang pohon yang aku cintai
dengan puisiku tanpa kata-kata