• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Lama Rawat Inap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Gambaran Lama Rawat Inap"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN LAMA RAWAT INAP PASIEN RAWAT INAP

BERDASARKAN USIA, JENIS KELAMIN, KELAS PERAWATAN DAN DIAGNOSA PENYAKIT DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN

BANJARMASIN

DISUSUN OLEH : VERONICA ARI HANDRIANI

113063A08047

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Tanpa kondisi tubuh yang sehat, manusia tidak bisa melakukan aktivitas secara optimal bahkan banyak orang yang mengeluarkan biaya yang mahal untuk memperoleh kesehatan. Saat sakit, muncul perilaku sakit yaitu mencari pelayanan kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya(Notoadmojo,2010). Orang yang sakit tentu saja menginginkan agar kondisinya segera sembuh. Bagi pasien yang di rawat inap di rumah sakit pasti tidak ingin terlalu lama berada di rumah sakit selain ingin segera sembuh tetapi juga ingin mengurangi pengeluaran biaya untuk rumah sakit. Hal ini didukung dengan penelitian Setiawan H(2005) bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama rawat dengan biaya rumah sakit. Semakin lama pasein berada di rumah sakit, maka semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan pasien untuk pengobatan biaya inap rumah sakit.

(3)

Kualitas pemberian layanan harus diberikan sebaik-baiknya sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan individu untk mendapatkan kesehatan yang optimal. Namun bila pelayanan kesehatan yang diberikan kurang baik, akan berdampak buruk pada proses pemulihan pasien, seperti petugas kesehatan yang kurang ramah, ceroboh(Asmadi, 2007). Kelalaian petugas dalam pemberian layanan kesehatan akan membuat infeksi baru bagi pasien yang dikenal dengan infeksi nosokomial, didukung lagi saat itu pasien dalam keadaan sakit dan mengalami penurunan kekebalan.

Infeksi nosokomial diyakini terjadi sekitar 2 juta klien setiap tahun. Tatanan layanan kesehatan yang banyak terjadi infeksi nosocomial adalah unit perawatan intensif bedah atau penyakit dalam. Laporan dari National Nosocomial Infection Surveiilance System bahwa saluran kemih, saluran napas, aliran darah dan luka merupakan area yang paling sering terkena. Mikroorganisme penyebab infeksi nosoKomial ini dapat berasal dari klien itu sendiri atau dari lingkungan rumah sakit dan tenaga kesehatan rumah sakit. Hal ini tentunya akan meningkatkan biaya yang harus dibayar oleh klien, memperlama perawatan di rumah sakit, meningkatkan lama klien absen, menyebabkan ketunadayaan dan ketidaknyamanan dan bahkan menyebabkan kematian(Kozier dkk, 2010).

(4)

Sanglah menurut karakteristik responden bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia, kelas perawatan dan jenis penyakit. Usia berhubungan erat dengan kesehatan, karena pada usia dewasa tercapainya daya tuhan tubuh yang paling baik dan jenis kelamin menunjukkan adanya penyakit yang hanya diderita oleh pria atau wanita saja.(Azwar, 1999). Menurut Johnson bahwa lama rawat penyakit akut lebih cepat dibandingkan penyakit kronis(Djohan, 2011).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 9 Februari 2012 pada hasil observasi data sekunder selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2007-2011 didapatkan rata-rata lama rawat inap pasien umum adalah 4,5,4,5,5. Hal ini menunjukkkan bahwa lama rawat inap setiap orang berbeda-beda dan dengan melihat catatan buku pulang pasien lama rawat ada yng singkat(< 3 hari), sedang (4-7 hari), dan lama (>7 hari). Tercatat pula karakteristik seperti usia, jenis kelamin, kelas perawatan, lama rawat, diagnosa penyakit dan keadaan pulang pasien yang sebagian besar yaitu 75% pulang dalam keadaan sembuh, tidak sembuh, atas permintaan sendiri, meninggal, perintah dokter, dan tanpa keterangan, namun bagian rekam medis tidak melihat lama rawat pasien dari segi karakteristik tersebut.

Dari masalah yang ditemukan, peneliti tertarik untuk mempelajari data sekunder tersebut, mencoba mendeskripsikan dan ingin melihat perbedaan lama rawat berdasarkan karakteristik tersebut yakni usia, jenis kelamin, kelas perawatan dan diagnosa penyakit dengan lama rawat inap berdasarkan buku catatan pulang pasien Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin karena hal ini merupakan sesuatu yang menarik untuk dipelajari, diketahui dan dikembangkan dan juga merupakan indikator kepuasan yang dicapai suatu rumah sakit guna semakin meningkatkan dan memberikan pelayanan yang dapat memuaskan bagi pengguna jasa.

(5)

Dari latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah yaitu :

1. Bagaimana gambaran lama rawat inap pasien di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin?

Dilihat dari : a.) Usia

b.) Jenis Kelamin c.) Kelas Perawatan d.) Diagnosa Penyakit

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran lama rawat inap pasien di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin?

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran lama rawat inap pasien berdasarkan usia

b. Mengetahui gambaran lama rawat inap pasien berdasarkan jenis kelamin c. Mengetahui gambaran lama rawat inap pasien berdasarkan kelas perawatan d.Mengetahui gambaran lama rawat inap pasien berdasarkan diagnosa penyakit

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

(6)

2. Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan untuk pengguna sebaik-baiknya dengan meningkatkan harapan dan kepercayaan pasien dengan memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan, membantu pasien mengatasi masalah penyakitnya dan berupaya untuk mempercepat proses pemulihan agar mendapatkan kembali kesehatan yang optimal.

b. Bagi Perawat

Membantu mengatasi masalah kesehatan pasien dengan mempelajari karakteristik individu yang berbeda-beda yang bisa mempengaruhi kesehatan individu dan mempengaruhi individu tersebut mendapatkan kesehatannya kembali. Hal ini membantu perawat dalam bekerja dan mempertimbangkan setiap pemberian prosedur atu tindakan keperawatan bagi pasien, memberikan pelayanan keperawatan yang optimal yang mempercepat pemulihan, mengurangi durasi lama rawat dan biaya rumah sakit.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat melanjutkan penelitian ini dan membahas hal-hal yang berkaitan dengan lama rawat inap di rumah sakit.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran peneliti yang telah dilakukan, belum ada penelitian dengan judul “Gambaran lama rawat inap pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas perawatan dan diagnose penyakit”. Namun ada penelitian yang hampir mirip yaitu :

(7)

gagal jantung. Teknik pengambilan sampel adalah dengan random sampling. Hasil penelitian ini adalah bahwa pasien HF dengan kongesti peripheral lama rawat < 6 hari dan pasien dengan oedem lama rawat > 10 hari tergantung keparahan penyakit.

Perbedaan dengan penelitian peneliti adalah tujuannya untuk mengetahui gambaran lama rawat berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas perawatan, dan diagnosa penyakit. Dilakukan pada waktu dan tempat berbeda yaitu di Rumah Sakit Suaka Insan tahun 2012, tidak menguji pengaruh dan pada sampel yang berbeda.

Persamaannya adalah ingin mengetahui lama rawat inap pasien.

(8)

lama hari rawt (nilai X2= 21,938). Sedangkan faktor jenis kelamin dan hari masuk tidak terdapat bukti berhubungan dengan lama hari rawat.

Persamaan pada penelitian ini adalah mengetahui gambaran lama rawat inap berdasarkan usia, jenis kelamin dan diagnosa penyakit. Dilakukan pada waktu dan tempat berbeda yaitu di Rumah Sakit Suaka Insan tahun 2012. Dengan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.

Perbedaan pada penelitian ini, juga ingin mengetahui lama rawat berdasarkan kelas perawatan. Pengambilan sampel dengan tekhnik purposive sampling.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Konsep Sehat-Sakit

(9)

sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis(Asmadi,2007).

Sakit menurut WHO adalah sebagai akibat dari kesalahan adaptasi terhadap lingkungan (maladaptation) dan reaksi antara manusia dan sumber penyakit yang memperlihatkan keadaan dengan adanya keluhan dan gejala sakit secara subyektif dan obyektif, sehingga penderita tersebut memerlukan pengobatan untuk mengembalikan keadaan sehat(Mukono, 2005). Sakit menurut Parson adalah ketidakseimbangnya fungsi normal tubuh manusi, termask system biologis dan kondisi penyesuaian. Menurut Bauman kriteria sakit meliputi gejala, persepsi tentang keadaan sakit dan kemampuan aktivitas yang mengalami penurunan. Menurut batasan medis dua bkti sakit adalah tanda dan gejala. Menurut Perkins, sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan, yang mengganggu aktivitas sehari-hari baik jasmani maupun sosial.

2. Perilaku Sehat dan Sakit

Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan yang berkaitan mengupayakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain makan dengan menu seimbang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, kegiatan fisik secara teratur dan cukup, tidak merokok dan minum minuman keras serta menggunakan narkoba, istirahat yang cukup yang bukan hanya berguna untuk memelihara kesehatan fisik namun juga mental, pengendalian atau menajemen stress agar tidak menggangu kesehatan baik fisik maupun mental, perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan dengan maksud agar terhindar dari berbagai penyakit dan masalah kesehatan(Notoadmojo, 2010)

(10)

muncul perilaku seperti mengabaikan keadaan sakit tersebut, mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri dan mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan baik yang tradisional maupun modern( Notoadmojo, 2010).

3. Perjalanan Penyakit

Jika ditinjau proses terjadi pada orang sehat,menderita penyakit dan terhentinya penyakit tersebut (natural history of disease) terutama untuk penyakit infeksi, dibedakan atas 5 tahap :

1)Tahap pre-patogenesa

Dalam tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit tetapi belum masuk ke dalam tubuh.

2)Tahap Inkubasi

Jika bibit penyakit telah masuk ke dalam tubuh pejamu, tetapi gejala penyakit belum nampak. Jika daya tahan tubuh tidak kuat, tentu penyakit akan berjalan terus yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh.

3)Tahap Penyakit dini

Tahap ini mulai dari munculnya gejala penyakit meskipunpejamu jatuh sakit sifatnya masih ringan. Umumnya masih dapat beraktivitas dan tidak perlu perawatan karena dapat dilakukan dengan berobat jalan. 4)Tahap penyakit Lanjut

(11)

5)Tahap akhir penyakit.

Berakhirnya dari perjalann penyakit. Ada lima keadaan : 1. Sembuh sempurna

2. Sembuh denan cacat 3. Karier

4. Kronis

5. Meninggal dunia

(Azwar Azrul,1999) 4. Konsep Rumah Sakit

WHO (1957), yang dikutip Ilyas (2001), memberikan batasan tentang rumah sakit yaitu suatu bagian menyeluruh (integral) dari organisasi sosial dan medis ; berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, di mana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan dan rumah sakit juga merupakan pusat untuk latihan tenaga kesehatan serta untuk latihan bio sosial(Rizani, 2006).

Menurut UU No.44 Tahun 2009 dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi yang menyelenggarakan layanan kesehatan perorangan secara paripurna dalam bentuk layanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat(Setiawan, 2011). 5. Konsep Rawat Inap

(12)

1992) dalam thesis Rizani, 2006, suatu institusi dikategorikan sebagai rumah sakit apabila paling sedikit memiliki 6 tempat tidur untuk merawat orang sakit dengan lama perawatan di rumah sakit di atas 24 jam setiap kali admisi. Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam. Untuk tiap-tiap rumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan nama sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya. Berarti pelayanan di ruang rawat inap rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan yang melibatkan pelayanan perawatan 24 jam.

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Terdapat tiga kategori pasien rawat inap di rumah sakit, yaitu (1) pasien yang sedang sakit akut, (2) pasien yang dalam proses pemyembuhan, dan (3) pasien dengan penyakit kronis(Hartono, 2010). Menurut Revans (1986), bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap mengalami tingkat proses transformasi, yaitu :

a. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat tinggal dirumah sakit.

b. Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.

c. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi

(13)

e. Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan. Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk didiagnosa ulang.

Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap dengan cara menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosa dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi medik atau pelayanan medik lainnya dan memerlukan pengawasan dokter dan perawat serta petugas medik lainnya setiap hari(Anjaryani, 2009).

Persyaratan Teknis Sarana Bangunan Instalasi Rawat Inap: 1. Lokasi

(a) Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang, aman dan nyaman, tetapi tetap memiliki kemudahan aksesibiltas atau pencapaian dari sarana penunjang rawat inap. hingga tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak membingungkan pemakai bangunan.

(2) Perletakan ruangannya terutama secara keseluruhan perlu adanya hubungan antar ruang dengan skala prioritas yang diharuskan dekat dan sangat berhubungan/membutuhkan.

(3) Akses pencapaian ke setiap blok/ruangan harus dapat dicapai dengan mudah.

(4) Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat secara linier/lurus (memanjang)

(5) Jumlah kebutuhan ruang harus disesuaikan dengan kebutuhan jumlah pasien yang akan ditampung.

(14)

(7) Alur petugas dan pengunjung dipisah.

(8) Besaran ruang dan kapasitas ruang harus dapat memenuhi persyaratan minimal.

b. Persyaratan khusus.

(1) Tipe ruang rawat inap, terdiri dari :

a) Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP).

b) Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1)

c) Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2)

d) Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3).

(2) Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan (Ruang Isolasi), seperti :

a) Pasien yang menderita penyakit menular.

b) Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit tumor, ganggrein, diabetes, dan sebagainya).

c) Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan). Keseluruhan ruang-ruang ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan jenis pasien yang akan dirawat (Http://www.download.pdf.pedoman tekhnis rawat inap, diakses 20 Januari 2012).

6. Konsep Lama Rawat

(15)

Lama dirawat ( LOS atau Length of Stay) adalah lama hari yang mana pasien dirawat. Jumlah hari perawatan adalah hasil keseluruhan jumlah dari lama perawatan semua penderita misalnya dihitung selama setahun. ALOS atau Average Length of Stay menunjukkan rata-rata lama perawatan seorang penderita dirawat di rumah sakit, jumlah hari perawatan adalah hasil keseluruhan jumlah dari lama perawatan semua penderita misalnya dihitung selama setahun(Supriyanto&Djohan, 2011).

AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat) AVLOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideratio. L atau rata-rata perawatan yang baik berkisar antara 5-7 hari perawatan. Ini juga tergantung ruang rawat inapnya dan jenis penyakit(Supriyanto&Djohan, 2011). AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005). Rumus : AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup (sembuh atau tidak) + mati). (Http://www.google.com/indikator-indikator pelayanan rawat inap rumah sakit, diakses 16 Januari 2012).

(16)

Menurut Graves, banyak faktor yang mempengaruhi berapa lama seorang pasien menghabiskan di rumah sakit. Beberapa tidak dapat diubah, seperti usia atau diagnosis utama, tetapi yang lain, seperti resiko tertular infeksi selama perawatan dapat dikurangi. Perkiraan yang akurat tentang dampak faktor-faktor pada memperpanjang atau memperpendek lama tinggal adalah penting. Informasi ini dapat digunakan untuk memandu keputusan tentang bagaimana pelayanan rumah sakit harus diorganisir(Http//www.ispor.org/ Http//www.ispor.org/Value in Health Volume 12 Issue 2-March/April 2009/Understanding Factors That affect Length Stay in Hospital Brisbane, Australia).

Menurut Mr. R Hole lama rawat inap tergantung pada keistimewaan ahli bedah sebaik saat dilakukannya operasi, umur, dan jenis kelamin dari pasien(Rose et al, 1978).

Sosio-demografik (non klinikal) dan karakteristik klinikal, faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan pengobatan, kemajuan rumah sakit yang berhubungan dengan lama rawat pada pasien dengan gagal jantung disuatu institusi di New Zealand. Non klinikal mencakup usia, jenis kelamin, pembayaran (asuransi atau tidak), pemulangan (rumah, panti rehabilitiasi, dan tempat lain sedangkan informasi klinik (bagian tubuh yang terluka, skor trauma) (Brasel et al, 2007).

7. Karakteristik responden

Karakteristik adalah ciri khusus yang mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Ciri khusus ini dapat berupa fisik seperti pekerjaan, pemilikan dan pendapatan, maupun non fisik seperti pengalaman dan kebutuhan yang dapat beraneka ragam(Anjaryani, 2009).

(17)

merupakan variabel-variabel universal yang harus diperhitungkan untuk diikutsertakan dalam suatu penelitian meskipun tidak secara otomatis digunakan sebagai variabel penelitian. Jumlah variabel sebanyak yang diperlukan dan sesedikit mungkin(Anjaryani, 2009).

Gordon dan Lichert menyatakan jika kepekaan individu terhadap suatu penyakit dilihat dari faktor keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan hidup(Azwar, 1999).

1) Umur

Menurut Rifa’i (1993) umur adalah usia yang dihitung mulai dilahirkan sampai saat ulang tahun terakhir, sedangkan menurut Lukman, 1996 umur adalah usia atau lamanya waktu hidup sejak dilahiran atau diadakan. Menurut Patel 1998, faktor umur yang dapat menyebabkan gagal jantung yaitu : umur resiko rendah < 20 tahun, umur resiko sedang 20 – 40 tahun, umur resiko tinggi 41 – 55 tahun dan umur resiko sangat tinggi diatas 55 tahun. Menurut Rifai usia adalah usia yang dihitung mulai dilahirkan sampai saat ulang tahun terakhir.

Umur ada kaitannya dengan daya tahan tubuh. Pada umumnya daya tahan tubuh orang dewasa jauh lebih kuat daripada daya tahan tubuh bayi atau anan-anak(Azwar, 1999).

Menurut Konz (1996) umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris-motoris menurun sebanyak 60% (Tarwaka dkk, 2004).

(18)

menghadapi perubahan suhu yang besar dibandingkan dengan anak muda dan orang setengah umur.Seseorang akan mencapai fungsi fisiologis optimum pada usia 25-30 tahun,Lebih dari umur 30 tahun akan mengalami penurunan fungsi fisiologis tubuh(Wolf dkk,1984).

Umur tua (40-65 th) jantung cukup berat dan kurang menguntungkan jika dibandingkan dengan usia muda karena V02 max (maksimum oksigen uptake) menurun 20-30% pada umur 30 tahun dan pada umur 65 tahun kapasitas ”cardio sirculator reserve” mulai menurun, toleransi terhadap suhu tinggi kurang, terlambatnya keluar keringat dan rendahnya “sweat rate”, berakibat penyimpanan panas yng cukup lama di dalam tubuh dan perlu waktu untuk “recovery”(Mukono,2006).

Pembagian usia menurut WHO berdasarkan tingkat kedewasaan adalah 0-14 tahun (bayi dan anak-anak), 15-49 tahun (orang muda dan anak-anak), 50 tahun ke atas (orang tua). Demografi menurut tingkat produktivitas 0-14 tahun (tidak produktif), 15-64 tahun (produktif), 65 tahun ke atas ( tidak produktif). Menurut Depkes RI 0-12 bulan (bayi), 1-3 tahun (batita), 4-5 tahun (balita), 6-15 tahun (anak sekolah), 16-24 tahun (remaja), 25-39 tahun (dewasa muda), 40-49 tahun (dewasa pertengahan), 50-59 tahun (dewasa lanjut), 60 tahun ke atas (lanjut usia).

Masalah-masalah kesehatan menurut golongan umur (Potter&Perry, 2009) antara lain :

a. Masa Toddler (Usia 1-3 tahun)

(19)

b. Masa Pra-Sekolah (Usia 3-5 tahun)

Anak-anak mengalami kesulitan tidur, mimpi buruk dan melakukan ritual yang panjang sebelum tidur, kerena pada usia ini waktu tidur sekitar 12 jam pada malam hari dan jarang untuk tidur siang.

c. Usia masa sekolah (Usia 6-12 tahun)

Pada usia anak sekolah, kecelakaan dan cedera merupakan masalah kesehatan yang utama. Mereka memiliki pajanan yang lenih besar terhadap lingkungan dengan pengawasan yang lebih sedikit, namun kemampuan kognitif dan motorik akan membantu menghindarkan mereka dari cidera yang tidak disengaja. Infeksi merupakan penyakit terbanyak pada anak; infeksi saluran nafas memiliki prevalensi tertinggi. Penyakit flu merupakan penyakit utama pada masa anak-anak. Da kaitan unsur ekonomi dengan kesehatan, seperti halnya kemiskinan. Retardasi mental, gangguan belajar, gangguan sensorik, dan malnutrisi adalah kasus yang sering terjadi selain itu mortalitas bayi, masalah esehatan gigi, nutrisi buruk, dan ketiadaan imunisasi.

d. Masa Remaja ( Usia 13-20 tahun)

Kecelakaan menjadi penyebab utama kematian pada remaja yang mengakibatkan 74% kematian yang tidak disengaja pada anak usia 10-19 tahun. Kecelakaan tersebut dikaitkan dengan keracunan alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan. Kecelakaan bersepeda lebih besar 4 sampai 7 kali lipat pada pria dibandingkan wanita.

(20)

Center for Health Statistics, sekitar seperlima siswa sekolah menengah atas pernah mempertimbangkan untuk bunuh diri dalam 12 bulan terakhir(Santrock, 2007).

Penyalahgunaan obat-obatan merupakan masalah semua pihak yang berkaitan dengan remaja. Remaja yakin bahwa substansi tersebut dapat membuat mereka tampak lebih matang dan lebih baik. Statistik terkini memperlihatkan bahwa pada akhir sekolah SMA, 85% remaja telah mengkonsumsi alcohol, 65% telah mencoba merokok dan 49% telah pernah mencoba marijuana (Hockenberry dan Wilson,2007). Konsumsi tembakau masih menjadi masalah pada remaja di mana 3 sampai 10 remaja merupakan perokok aktif pada akhir SMA.

(21)

Eksperimen seksual menurut Centers for Disease Control and Prevention(2004), 46.7% remaja kelas 9 dan 12 mengaku pernah berhubungan seksual setidaknya sekali. Penyakit menular seksual menyerang 3 juta remaja yang aktif secara seksual tipa tahunnya. Perlu dilakukan skrining sekalipun tidak menunjukkan gejala.

e. Masa Dewasa Awal (Usia 20an- 30an tahun)

Faktor resiko kesehatan bagi individu dewasa awal berasal dari komunitas, gaya hidup dan keluarga. Semua kebiasaan gaya hidup yang memengarhi respons terhadap stres dapat meningkatkan resiko untuk untuk mendapatkan penyakit. Merokok merupakan faktor resiko untuk penyakit paru, jantung dan pembuluh darah pada perokok aktif dan pasif. Mengisap asap perokok dapat meningkatkan resiko terkena kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Nikotin dalam tembakau dapat menjadi vasokontriksi bagi arteri koronaria, sehingga meningkatkan resiko angina, infark miokardial dan penyakit arteri koroner.

Riwayat penyakit keluarga berisiko akan berkembang pada individu awal dewasa, menengah atau lanjut. Sebagai contoh, lelaki muda yang mempunyai ayah dan kakek penderita infark miokard pada usia lima pluhan akan memiliki resiko infark miokard nantinya.

Personal higiene yang buruk akan menimbulkan masalah kesehatan bagi individu dewasa awal. Menggunakan peralatan makan secara bersama dengan individu yang memiliki penyakit menular dapt meningkatkan resiko tertularnya penyakit tersebut. Higiene gigi yang buruk meningkatkan resiko penyakit periodontal seperti gingivitis dan periodontitis.

(22)

system kardiovaskuler dan sistem saraf yang dapat mengakibatkan kematian. Kafein adalah zat perangsang alami legal yang tersedia dalam minuman karbonat,makanan yang mengandung cokelat, kopi, the, serta obat-obatan seperti obat batuk, preparat alergi, analgesik dan penekan nafsu makan. Kafein menstimulasi pelepasan katekolamin, meningkatkan sekresi asam lambung, kecepatan jantung dan kecepatan metabolisme basal. Hal ini akan memengaruhi tekanan darah, memingkatkan diuresis dan merelaksasita dan otot polos.

f. Masa Dewasa Menengah (Usia 30an-60an)

(23)

abdomen, bagian genital pria dan wanita, sistem musculoskeletal, dan system saraf.

Pada usia dewasa menengah, obesitas merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi. Pada tahun 2005, sebesar 23.9% individu dewasa di Amerika menderita obesitas dan prevalensi obesitas meningkat antara tahun 1995-2005(USDHHS,CDC,2006). Dampak obesitas bagi kesehatan adalah penyakit seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner, osteoarthritis, serta sesak napas obstruktif saat tidur.

g. Lansia ( Usia ≥ 65 tahun)

Penetapan usia lansia adalah 65 tahun dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Pada usia ini terjadi penurunan fungsi kognitif dan motoric. Pada usia ini sering mengalami penyakit kronis, setidaknya sebagian besar lansia memiliki satu penyakit kronis sedangkan yang lainnya memiliki penyakit kronis multiple. Pada tahun 2002 sampai 2003 penyakit kronis terbanyak adalah hipertensi (51%), arthritis (48%), semua jenis penyakit jantung (31%), kanker (21%) dan diabetes (16%) (AOA,2005).

2) Jenis Kelamin

(24)

diabetes mellitus dan rheumatoid artritis dibandingkan dengan pria, sebaliknya pria beresiko lebih tinggi terkena penyakit jantung dan hipertensi(Budiarto&Anggraeni, 2002). Pria lebih sering meninggal pada usia dibawahi 50 tahun, hal ini disebabkan pola hidup perilaku kebiasaan yang lebih sering mengkonsumsi rokok, alkohol, kopi, serta bahan lain yang dapat memperberat kerja jantung. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang laki-laki dan perempuan pada usia yang berbeda, misalnya penyakit kardiovaskular ditemukan pada usia yang lebih tua pada perempuan dibandingkan pada laki-laki(Http//www.pdf download/6-11 gender dalam kesehatan, diakses 18 Febuari 2012). Beberapa penyakit, misalnya anemia, gangguan makan dan gangguan pada otot serta tulang lebih banyak ditemukan pada perempuan daripada laki-laki. Berbagai penyakit atau gangguan hanya menyerang perempuan, misalnya gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks; sementara itu hanya laki-laki yang dapat terkena kanker prostat(Azwar, 1999). Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap terjadinya beberapa penyakit, sementara sisi lain memberikan perlindungan terhadap penyakit lainnya(Annandale&Hunt, 2000). Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai berikut :

1. Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan

2. Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit 3. Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit

4. Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan kesehatan

(25)

Terdapat perbedaan tingkat kesadaran berobat antara wanita dan pria. Pada umumnya kaum wanita lebih memiliki kesadaran yang baik untuk berobat daripada kaum pria. Terdapat perbedaan macam pekerjaan. Penyakit akibat kerja misalnya lebih banyak ditemukan pada kaum pria, karena memang kaum pria lebih banyak yang bekerja(Oktarina dkk, 2009).

Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki. Menurut Konz(1996) untuk kerja fisik wanita mempunyai VO2 max 15-30% lebih rendah dari laki-laki. Kondisi tersebut menyebabkan persentase lemak tubuh wanita lebih tinggi dan kadar Hb darah lebih rendah daripada laki-laki. Waters&Bhattacharya (1996) menjelaskan bahwa wanita mempunyai maksimum tenaga aerobic sebesar 2,4 L/menit, sedangkan pada laki-laki sedikit lebih tinggi yaitu 3 L/menit(Tarwaka, dkk, 2004).

Wanita dan pria memiliki respons yang berbeda terhadap obat terutama berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh, cairan tubuh dan hormon. Karena kebanyakan obat yang diteliti dilakukan pada pria, penelitian obat pada wanita perlu dilakukan untuk mengetahui efek perubahan hormonal terhadap kerja obat pada wanita. Kebutuhan zat gizi berbeda bagi pria dan wanita karena komposisi tubuh dan fungsi reproduksi. Massa otot yang lebih besar pada pria menjelaskan besarnya kebutuhan kalori dan protein. Karena menstruasi, wanita memerlukan lebih banyak zat besi pria sebelum menopause. Wanita hamil dan menyusui memiliki peningkatan kebutuhan kalori dan cairan(Kozier dkk, 2010).

3) Kelas Perawatan

(26)

baik fasilitasnya maka nilai nominal yang dikeluarkan semakin tinggi(Anjaryani, 2009). Kelas perawatan adalah tempat di mana pasien dan keluarga , pengasuh, dan administrator datang bersama-sama untuk tujuan umum memulihkan pasien untuk kesehatan yang baik.

Tipe ruang rawat inap, terdiri dari :

a) Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP). b) Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1) c) Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2)

d) Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3).

Kelas perawatan mempunyai pengaruh terhadap lama rawat inap(Supriyanto&Djohan, 2011). Subjek yang di rawat di kelas 2 dan 3 mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar untuk di rawat lebih lama dibanding subjek yang di rawat inap di kelas 1. Kelas perawatan biasanya mempunyai perbedaan dalam hal pengaturan ruang, cara penyajian makanan, maupun fasilitas lainnya. Pasien yang dirawat di kelas 1 tidak banyak berinteraksi denggan pasien lain seperti halnya kelas 2 dan 3, sehingga secara psikologis tidak terlalu terbebani, lebih merasa nyaman dan kemungkinan tertular penyakit lain lebih kecil, sehingga lebih membantu dalam mempercepat penyembuhan dan mempersingkat waktu rawat(Syamsiatun dkk, 2003).

Ada sebelas isu-isu yang muncul terkait dengan penggunaan single room, yaitu :

a. Biaya kamar yang tinggi namun biaya operasi lebih rendah b. Meningkatkan fleksibilitas dalam perawatan medis

c. Privasi pasien lebih terjaga dan penyimpanan barang-barang pribadi lebih aman

d. Peningkatan kontrol individu

(27)

f. Meningkatkan lingkungan pengajaran g. Efisiensi staf

h. Pertemuan pasien dan dokter lebih nyaman dan tenang

i. Perluasan daerah dan biaya kontruksi beralih menjadi wadah yang lebih baik

j. Mengantisipasi perubahan perkembangan teknologi k. Fleksibilitas dalam perencanaan rumah sakit

Secara keseluruhan, pasien yang tinggal di kamar sendiri tidak bergabung dengan orang lain mengakui martabat manusia sebagai individu dan jaminan bahwa pasien salah satu hak dasar manusia, hak untuk privasi dan karena kepatuhan Hak Asasi Manusia Undang-Undang 1988 untuk mempertahankan martabat, privasi dan kerahasiaan pasien. Bangunan Kesehatan no. 4 merekomendasikan bahwa 50% dari akomodasi jumlah ruangan rawat inap rumah sakit menjadi kamar pribadi untu menghindari pemindahan pasien ke kamar lain. Memaksa pasien untuk pindah dari kamar pribadi ke kamar gabungan sangat mengganggu pasien dan dapat mempengaruhi pemulihan dan kesejahteraan psikologis. Burrough (1976) oleh Martin (1991) mengukur bed occupancy rate penggunaan kamar tidur untuk pribadi meningkat dari 75 - 90% dan bahwa rata-rata lama rawat inap pasien menurun dari 10,2 menjadi 7,5 hari. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa lama rawat rata-ratanya yang lebih pendek untuk pasien di kamar tunggal dari penginapan di kamar gabungan(Phiri, 2003).

(28)

berbagai jenis isolasi. Karena pasien yang tinggal di kamar dengan satu tempat tidur jarang bergerak, dan kesalahan pengobatan dapat dikurangi. Dalam unit dengan “multi room” rata-rata aktivitas sehari-hari sekitar enam sampai sembilan per hari, dengan biaya yang signifikan dalam dokumen tambahan, rumah tangga, transportasi pasien, instruksi pengobatan, dll(Swanson&Wojnar, 2004).

Thomas dan Goldin (1975) berpendapat bahwa secara ekonomi kamar dengan muti room” adalah yang paling efisien. Dalam jenis kamar, pasien dapat ditempatkan sepanjang satu koridor, memfasilitasi pengawasan pasien dan mengurangi jumlah perawat menghabiskan waktu untuk bolak-balik. Thomas dan Goldin mengusulkan ruangan dengan enam tempat tidur dengan tiga tempat tidur di setiap sisi ruangan sebagai konfigurasi yang paling ekonomis. Biaya yang terkait dengan waktu tempuh perawat dikurangi dalam multi room dibandingkan dengan single room. Lalu Lintas biaya / perawat biaya perjalanan waktu lebih tinggi di kamar pribadi, dan ini meningkatkan secara proporsional sebagai jumlah pasien dalam penurunan kamar (Delon & Smalley, 1970). Keuntungan dari single room misalnya, membantu pemulihan dalam perawatan pasien, pengurangan risiko infeksi silang, dan fleksibilitas perawatan medis dan hal-hal lainya yang berkaitan dengan biaya rumah sakit(Libster, 2008).

(29)

menyatakan bahwa pasien yang tinggal di single room cenderung lebih cepat sembuh dari 9,5 hari menjadi 5,4 hari(Schweitzer et al, 2004).

Menurut Jones (1995) perpindahan kamar pasien bisa terjadi kira-kira empat kali selama masa perawatan dan hal ini 40% tugas perawat tidak terfokuskan pada masalah-masalah pasien. Menurut Hill-Rom (2000) bahwa sebagian besar pasien pindah dari kamar multi room ke single room karena mereka merasa lebih cocok dan nyaman berada di ruangan single room daripada multi room. Studi berkelanjutan baru-baru ini menunjukkan bahwa menggunakan single room merupakan bagian dari proses desain penyembuhan yang memiliki potensi mengurangi lama rawat pasien di rumah sakit dan dengan demikian mengurangi asupan obat nyeri di kamar pribadi. Desain ruang pribadi yang mendukung kehadiran anggota keluarga mengurangi pasien mengalami kecelakaan seperti terjatuh (Ulrich, 2003) dan dapat mengurangi kebutuhan jam perawat per pasien, karena anggota keluarga turut berpartisipasi dalam proses perawatan. Biaya rumah sakit berkaitan langsung dan tidak langsung dengan kamar inap. Hal ini ditunjukkan bahwa multi room mungkin biaya efektif untuk biaya pengobatan dan perawatan namun single room, mereka lebih cepat sembuh, biaya pengobatan dan perawatan dapat dikurangi dan berkurangnya asupan obat. Selain itu, biaya dapat dikurangi di single room karena insiden jatuh lebih rendah dan pengendalian infeksi yang lebih baik(Phiri, 2003).

(30)

menganggap jiwanya terancam atau menolak adanya gejala penyakit sehingga tidak mengalami tindakan terapeutik(Potter&Perry, 2009) apalagi pasien yang berada di “multi room” seringkali terganggu dengan keberadaan pasien lainnya, kurang adanya privasi, sehingga pasien merasa terganggu dan tidak nyaman. Hal ini menyebabkan stress bagi pasien. Stres ini menyebabkan perubahan bagi sistem tubuh.

Psikoneuroimunologi merupakan respon psikologi tubuh yang akan berhubungan langsung dengan stressor lingkungan. Respon stress ini akan membuat hipotalamus melepaskan corticothropin (CRF) yang akan menstimulasi kelenjar pituitary untk melepaskan hormon stres seperti adenocorticothropic(ACTH). Hormon ini akan akan mengstimulasi pelepasan kortisol dari korteks adrenal dan melepaskan aldosterone dari medula adrenal(Guyton&Hall, 1997). Kortisol, glucocorticoid mengstimulasi pelepasan glukosa dari glikogen di hati. Aldosteron, mineralcorticoid menyebabkan retensi sodium dan air(Syaiffudin, 2006). Kedua hormon ini menyebabkan meningkatnya tekanan darah, cortisol menekan proses fagositosis yang mana akan mempengaruhi kesembuhan(Rubert, Long&Hutchinsin, 2005). Respon terhadap stres juga memberikan pengaruh yaitu menenkan fungsi imun sistem. Menurunnya imun tubuh menyebabkan individu rentan terkena penyakit dan mengganggu proses penyembuhan(Ulrich, 2003).

(31)

stres pasien itu sendiri dan juga kepedulian keluarga membantu mempercepat proses penyembuhan(Swanson&Wajnar, 2004). Kamar dengan single bed room menghindari juga dari beberapa stres lingkungan fisik, seperti kebisingan. Nightingale berpendapat bahwa kebisingan yang tidak perlu harus ditiadakan dan dihindari(Tomey&Alligood, 2008).

Kebisingan ini mengganggu tidur pasien sehingga menurunkan kualitas tidur, meningkatkan tekanan darah, peningkatan denyut nadi dan menurunkan kepuasan pasien. Kebisingan ini berasal dari teman sekamar, pengunjung dari pasien yang lain, kehadiran staf yang menyebabkan stres karena pasien tidak dikontrol dan merasa menjadi korban(Schweitzer et al, 2004). Kebisingan dapat juga berpengaruh pada berat badan dan keseimbangan hormonal (Waqar, 2007). Kebisingan akan berpengaruh pada faktor psikologis dan fisiologis seseorang. Mereka akan merasa terganggu dengan tidurnya dan nantinya akan berpengaruh pada denyut jantung dan tekanan darah(Meei shu dkk, 2003). Di kamar single ini juga suhu kamar mudah dikontrol. Suhu panas atau dingin akan berpengaruh bagi kesehatan individu(Subaris&Haryno, 2007), suhu menyebabkan pusing, mudah lelah(Wingjosoebroto, 2008), keringat berlebihan, penurunan kesadaran(Santoso, 2004),(Ridwan, 2010).

4) Jenis Penyakit

(32)

gangguan pada fungsi atau struktur dari bagian organ atau system tubuh. Menurut Van Dale’s Groot Woordenboek der Nederlandse Tall, penyakit adalah suatu keadaan pada mana proses kehidupan tidak lagi teratur atau terganggu perjalannya(Azwar Azrul,1999). Jenis penyakit menurut Sarafino terbagi atas dua hal yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi(dikenal juga dengan penyakit kronis, penyakit tidak menular, penyakit degeneratif, penyakit perilaku). Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikro-organisme seperti bakteri atau virus di dalam tubuh. Sebagai contoh malaria, dipteri, influensa, tipus, diare, dll(Gayo. 1998). Sedangkan penyakit kronis adalah penyakit degeneratif yang berkembang selama kurun waktu yang lama misalnya, penyakit jantung, kanker, stroke. Penyakit degenaratif (jantung dan paru) mengakibatkan terbatasnya transportasi panas dari dalam tubuh ke permukaan(Mukono, 2006).

1. Penyakit Infeksi

(33)

menyebabkan penyakit. Patogen “sejati” menyebabkan penyakit atau infeksi pada individu sehat. Patogen opurtunistik menyebabkan penyakit hanya pada individu yang rentan(Kozier dkk, 2010)

Penyebab infeksi pada manusia dibagi menjadi empat kategori, yaitu bakteri, virus, jamur dan parasit. Bakteri merupakan mikroorganisme yang paling sering menyebabkan infeksi. Dapat hidup dan menyebabkan penyakit pada manusia serta ditularkan melalui udara, air, makanan, tanah, jaringan dan cairan tubuh, serta benda mati. Virus terutama tersusun atas asam nukleat sehingga untuk memperbanyak diri, harus masuk ke dalam sel hidup. Jamur meliputi ragi dan kapang. Candida albicans merupakan ragi yang dianggap flora normal pada vagina manusia. Parasit hidup pada organisme hidup yang lain. Parasit meliputi protozoa, seperti protozoa penyebab malaria, cacing dan arthropoda(Widoyono, 2008).

Infeksi dapat lokal atau sistemik. Infeksi lokal terbatas pada bagian tubuh tertentu tempat mikroorganisme berada. Apabila mikroorganisme tersebut menyebar dan merusak bagian tubuh lain disebut infeksi sistemik. Selain itu, terdapat infeksi akut atau kronik. Pada umumnya, infeksi akut terjadi sangat cepat atau berlangsung dalam waktu yang sangat pendek. Infeksi kronik dapat terjadi lebih lambat, berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun(Kozier dkk, 2010).

(34)

kutil.Disebabkan oleh parasit internal antara lain cacing amuba yang tinggal di dalam usus menyebabkan disentri dan malaria, parasite yang tinggal di dalam darah, parasit eksternal adalah kutu rambut, kutu hewan, kutu busuk dan kudis(Gayo, 1998).

Inang yang rentan adalah individu yang beresiko mengalami infeksi. Inang luluh imun adalah individu beresiko tinggi yang lenih mudah terserang infeksi disbanding individu lain karena satu atau beberapa alasan. Kerusakan pertahanan tubuh alami dan beberapa faktor lain dapat memengaruhi kerentanan individu terhadap infeksi, misalnya usia (individu yang sangat muda dan yang sangat tua) ; klien yang menerima pengobatan kanker yang menekan sistem imun, penyakit kronis atau setelah transplantasi organ(Budiarto&Anggraeni, 2002).

Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi sangat bergantung pada sejumlah faktor seperti kerentanan inang yang dipengaruhi oleh usia, hereditas, tingkat stress, status nutrisi, terapi medis yang sedang dijalani dan proses penyakit yang sudah ada(Kozier dkk, 2010).

Usia memengaruhi resiko infeksi. Bayi baru lahir dan lansia mengalami penurunan pertahan tubuh terhadap infeksi. Infeksi merupakan penyebab utama kematian bayi baru lahir, yang memiliki sistem imun imatur dan hanya memiliki perlindungan selama 2 atau 3 bulan pertama dari immunoglobulin yang didapat secara pasif dari ibu. Antara usia 1-3 bulan, bayi mulai mensistensis immunoglobulin mereka sendiri. Imunisasi terhadap difteri, tetanus, dan pertussis biasanya dimulai pada usia 2-3 bulan, saat system imun bayi dapat berespon

(35)

influenza dan kemngkinan kematian yang diakibatkannya, CDC merekomendasikan pemberian imunisasi tahunan terhadap influenza bagi lansia dan bagi individu penderita penyakit jantung, pernapasan, metabolik, dan penyakit ginjal kronik.

Hereditas memengaruhi perkembangan infeksi sedemikian rupa sehingga beberapa individu memiliki kerentanan genetik terhadap infeksi tertentu.

Sifat, jumlah dan durasi stresor fisik dan emosi dapat memengaruhi kerentanan terhadap infeksi. Stresor meningkatkan kortison darah yang apabila berkepanjangan menurunkan respon antiradang, menurunkan simpanan energi, menyebabkan keletihan dan menrunkan pertahanan terhadap infeksi. Sebagai contoh, individu yang sedang dalam masa penyembuhan setelah menjalani pembedahan mayor atau cidera lebih mudah terkena infeksi daripada individu yang sehat.

Pertahanan terhadap infeksi bergantung pada status nutrisi yang adekuat. Karena antibodi merupakan protein, kemampuan untuk mensintesis antibody dapat terhambat akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat, terutama ketika cadangan protein berkurang.

Beberapa terapi medis dapat menjadi predisposisi individu terhadap infeksi. Beberapa prosedur diagnostic juga menjadi predisposisi klien terhadap infeksi, terutama apabila kulit rusak atau rongga tubuh yang steril dilakukan penetrasi selama prosedur tersebut.

2. Penyakit Non Infeksi

(36)

menggunakan istilah penyakit kronis untuk penyakit-penyakit yang tidak menular. Penyakit non infeksi merupakan penyakit yang proses patologisnya bukanlah suatu proses infeksi. Penyakit non infeksi ini mencakup penyakit akibat proses degeneratif atau penuaan dan juga dikarenakan karena gaya hidup atau life style. Penyakit non infeksi ini seperti hipertensi, artherosklerosis, penyakit jantung coroner, stroe, diabetes mellitus, kanker, kecelakaan lalu lintas(Bustan, 2007).

Penyakit non infeksi dengan gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kerusakan atau kesalahan di dalam tubuh antara lain rematik, serangan jantung, serangan epilepsi, stroke, migrain, katarak , kanker. Disebabkan oleh sesuatu dari luar yang membahayakan mengganggu tubuh seperti alergi, asma, racun, gigitan ular, batuk karena rokok, borok lambung, alkoholism.Disebabkan oleh kurangnya suatu yang diperlukan oleh tubuh seperti malnutrisi, pellagra, anemia, gondok, sirosis hati.Bila terjadi sejak lahir seperti bibir sumbing, mata juling, cacat lainnya, epilepsi(Gayo, 1998).

(37)

yang signifikan terhadap lama rawat inap. Tomkisn menyatakan bahwa penyakit non infeksi mempunyai faktor resiko dirawat lebih lama daripada penyakit infeksi. Kanker tergolong penyakit non infeksi dan dapat menyebabkan efek yang merugikan terhadap status gizi. Menurut Moore efek dari pengobatan dan akibat fisiologis dari kanker dapat menggangu dalam mempertahankan kecukupan gizi, sehingga menimbulkan penuurnan berat badan yang berakibat pada penyembuhan dan lama rawat inap yang lebih lama. Menurut Cameron, Rosenthal dan Olson, pasien dengan sianosis dan gagal jantung kongestif dengan komplikasinya dapat menggangu asupan nutrisi dan dapat mempengaruhi tingginya frekuensi malnutrisi kronik(Syamsiatun dkk, 2003).

Menurut Wishnu dalam penelitianya bahwa pasien dengan penyakit non infeksi yang dirawat inap mempunyai kemungkinan lebih besar untuk pulang dalam keadaan malnutrisi, tergantung dari sifat perjalanan penyakit kronis atau akut yang akan berpengaruh pada lama rawat inapnya. Penyakit non infeksi mempunyai resiko 1,8 kali lebih besar untuk dirawat inap lebih lama dibandingkan dengan penyakit infeksi(Syamsiatun dkk, 2003).

Lama rawat inap penyakit infeksi seperti pneumonia tergantung pada karakteristik pasien dan rumah sakit seperti demografi, komorbiditi, keparahan penyakit, analisis laboratorium, radiografi, dan penatalaksanaan pemberian obat antibotik. Rata-rata lama rawatnya adalah 9 hari dan beresiko lebih tinggi terjadi bila pneumonia lebih parah yaitu selain hipoksemia dan efusi pleura juga rendahnya tekanan diastolik, banyaknya lobus paru yang terkena dan hipoalbuminemia.

(38)

Dari teori-teori lama rawat di atas, landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori lama rawat menurut Johnson lama hari yang mana pasien dirawat (Djohan, 2011) di mana rata-rata lama rawat inap pasien yang ideal berkisar antara 5-7 hari dan menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien baik dalam keadaan pulang hidup (sembuh, sakit) atau meninggal yang memiliki nilai ideal berkisar 6-9 hari. Adapun karakteristik responden yaitu ciri khusus yang mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Gordon dan Lichert menyatakan jika kepekaan individu terhadap suatu penyakit dilihat dari faktor keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan hidup. Menurut Pujiyanto (1996) yang berhubungan dengan lama rawat pasien adalah jumlah pemeriksaan penunjang, hari masuk, hari pulang, diagnosis penyakit, jenis penyakit,umur, jenis kelamin, pembayar biaya Rumah Sakit dengan lama hari rawat adalah faktor-faktor yang mungkin berhubungan dengan lama rawat inap(http//www.fkm.indip.ac.id) menurut Johnson dalam Supriyanto&Djohan (2011) lama rawat inap pasien tergantung kelas perawatan dan jenis penyakit.

(39)

didapat dari pemeriksaan dokter. Menurut Sarafino terbagi atas dua hal yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi. Kelas perawatan adalah tingkatan fasilitas ruangan perawatan yang dipilih pasien dengan disesuaikan dengan pendapatan yang dmiliki, semakin baik fasilitasnya maka nilai nominal yang dikeluarkan semakin tinggi(Anjaryani, 2009). Pada penelitian ini dibahas gambaran lama rawat inap pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas perawatan dan diagnosa penyakit.

C. Kerangka Teoritis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang digunakan dapat dilihat pada skema sebagai berikut :

Lama rawat inap

Lama pasien di rawat dalam rumah sakit terhitung sejak awal masuk ke rumah sakit sampai pasien keluar dari rumah sakit baik dalam keadaan pulang hidup sembuh, mulai sembuh, meninggal.

(40)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep Penelitian

Lama Rawat (Pulang sembuh

atau mulai sembuh)

Jenis Penyakit - Infeksi - Non Infeksi

Usia

- 0-14 tahun(bayi dan anak-anak)

- 15-49 tahun (usia muda&dewasa) - >50 tahun(orang tua)

Kelas Perawatan - Single bedroom - Multi bedroom

(41)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

E. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran lama rawat inap berdasarkan : 1. Usia

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik untuk mengetahui suatu hubungan tanpa adanya sebab akibat(Hidayat, 2007) dengan rancangan penelitian cross-sectional, yaitu variabel independen dan variabel dependen diukur sekali dalam waktu bersamaan (Nursalam, 2005).

B. Populasi dan sampel 1. Populasi

Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya(Sugiyono,2011). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh pasien rawat inap di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin selama 6 bulan terakhir tahun 2011, yaitu bulan Juli sampai Desember yang berjumlah sekitar 5096 orang.

2. Sampel

(43)

pengambilan purposive sampling, karena didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya(Notoadmojo, 2005). Pada penelitian ini sampel diambil dari sebagian populasi pasien lama rawat inap selama 6 bulan terakhir dengan menggunakan rumus pengambilan sampel untuk popolasi kecil atau lebih kecil dari 10.000 sebagai berikut :

Keterangan : n = besar sampel N = besar populasi

d =tingkat kepercayaan/ ketetapan yang diinginkan, koefisien (0,1)

Dibulatkan menjadi 98 orang Adapun kriteria inklusif adalah :

- pasien rawat inap di Rumah Sakit Suaka Insan

- pasien tidak menjalani operasi, karena tahap operasi memerlukan waktu lama dikarenakan menunggu proses penyembuhan akibat luka bedah.

- tidak dilakukan pada bangsal Clement dengan ibu melahirkan baik alami maupun operasi sesar.

- tidak dilakukan pada pasien di ruangan ICU karena merupakan pasien kritis - rawat inap hanya pada pasien yang keadaan pulangnya sembuh dan mulai

sembuh.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di bagian rekam medis Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

(44)

Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Maret sampai April 2012.

D. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen (Terikat) yaitu lama rawat inap

(45)

4. Kelas

(46)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dgunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu buku catatan kepulangan pasien di bagian rekam medis.

D. Teknik Pengumpulan Data

Di sini peneliti akan menyiapkan lembaran kertas dalam bentuk kolom berdasarkan variabel yang diinginkan oleh peneliti, lalu saat proses penelitian berlangsung, peneliti akan menulis data-data yang berasal dari buku catatan pulang pasien di bagian rekam medis ke dalam lembaran kertas yang telah disiapkan oleh peneliti.

H. Jalannya Penelitian 1. Persiapan

Sebelum penelitian dilakukan, pada tahap ini dimulai dengan penyelesaian administrasi/perizinan penelitian yaitu kampus STIKES Suaka Insan Banjarmasin dan Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. Setelah mendapatkan ijin dari Rumah Sakit Suaka Insan, peneliti akan memberitahu pada bagian rekam medis dan meminta ijin juga untuk melaksanakan penelitian dengan mempelajari data berdasarkan buku catatan pulang pasien.

2. Pelaksanaan

(47)

3. Tahap akhir

Pengolahan data kuantitatif, terlebih dahulu dilakukan editing, coding, scoring, tabulating dan entry data. Pengolahan data dengan menggunakan program SPSS . Adapun analisis data dilakukan dengan distribusi frekuensi, tabel dan perhitungan hubungan pengaruh variabel dengan analisis bivariat dan multivariat.

E. Cara Analisis Data

Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

a. Editing

Peneliti memeriksa kembali kebenara data yang diperoleh atau dikumpulkan yang dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. b. Coding

Peneliti memberikan kode numeric pada data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini seperti memberi kode angka 1,2,3 dan seterusnya.

c. Entry data

Peneliti melakukan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel frekuensi.

d. Melakukan teknik analisis

Peneliti akan menggunakan ilmu statistic terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Pada tahap ini menggunakan statistik inferensial untuk analisis deskripsi dengan membahas secara ringkas, menyajikan dan mendeskripsikan suatu data dengan tujuan agar mudah dimengerti dan lebih mempunyai makna.

(48)

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk mengetahui gambaran keadaan sesuai variabel yang diteliti dan untuk mengetahui apakah data sudah layak dipergunakan untuk analisis selanjutnya. Data akan digambarkan dengan tabel distribusi frekuensi maupun grafik.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariate ini dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhuungan atau berkolerasi. Pada penelitian ini adalah analisis tabulasi silang (crosstab) atau analisis korelasi chi square. Atik, M. (2004)

persyaratan analisis tabulasi silang atau chi square adalah :

• Data mempunyai skala pengukuran nominal/ordinal

• Sampel kecil n < 30 atau n > 30.

• Distribusi data tidak normal.

Analisis ini pada prinsipnya untuk menyajikan data dalam bentuk data yang meliputi baris dan kolom. Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji signifikansi p < 0,05. Selanjutnya variabel bebas yang mempunyai hubungan bermakna dengan variabel terikat dimasukkan ke dalam analisis multivariat.

c. Analisis Multivariat

(49)

data dilakukan dengan menggunakan regresi berganda dengan derajat kemaknaan p < 0,05.

F. ETIKA PENELITIAN

Adapun masalah etika yang harus diperhatikan antara lain :

1. Informed Consent

Informed Consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informed consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi respondem dan bertujuan agar subjek mengerti maksud dan tjuan penelitian serta mengetahui dampaknya. Jika subjek tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden atau subjek. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.

2. Anonimity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

(50)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengkaji masalah ini digunakan penelitian lapangan (Field Research) yang bersifat “Deskriptif” dengan tujuan menggambarkan secara tepat mengenai kekuatan magis yang

a) Pelajari isi buku untuk merencanakan cara membaca buku dan kegiatan yang dilakukan setelah membaca buku. b) Perhatikan ilustrasi buku agar dapat meminta anak untuk menebak

Langkah-langkah yang dilakukan sebagian adalah ibu tidak melakukan cuci tangan sebelum tindakan menyusui, ibu tidak duduk atau berbaring dengan santai, kepala bayi tidak

Selain itu, Para Teradu juga telah melanggar ketentuan Pasal 42 ayat (4) yang menyatakan “Pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur oleh Partai

[r]

Proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi enzim yang tepat untuk pembuatan produk adalah 5 %(b/v) dengan pH 7 dan waktu hidrolisis 6 jam. Nilai perbandingan

Dalam membongkar mekanisme dominan yang memunculkan ketidaksetaraan gender, ia melibatkan konsep habitus untuk pemahaman lebih lanjut terjadinya kekerasan simbolis