• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jaddal dalam Al quran docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jaddal dalam Al quran docx"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ayat-ayat dalam Kitab Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab dan susunan kalimat-kalimatnya mengandung nilai sastra yang sangat sempurna. Bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an sedemikian menakjubkan sehingga kita tidak akan bisa menemukan ada kitab lain yang bisa menyamai keindahannya, apalagi melebihinya. Taha Husain, seorang sastrawan Mesir menyatakan, “Al-Qur’an jauh lebih indah dari prosa dan syair, karena keistimewaan yang dimilikinya tidak bisa ditemukan dalam prosa atau syair manapun. Oleh karena itu, Qur’an tidak bisa disebut sebagai prosa, tidak pula bisa disebut syair. Al-Qur’an adalah al-Qur’an, dan tidak bisa disamakan

Namun demikian, al-Qur’an mengandung kalimat-kalimat yang sangat halus dan berbagai gaya bahasa sastra, seperti majaz, metafora, perumpamaan, atau penyerupaan. Dalam al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang berpola atau berirama, yang jumlahnya lebih dari 100 ayat. Namun demikian, al-Qur’an memiliki perbedaan besar dengan syair. Selain itu, poin yang menarik untuk dicermati adalah bahwa al-Qur’an juga memiliki perbedaan dengan kalimat, khutbah, dan hadits dari para nabi, sehingga al-Qur’an merupakan sebuah karya yang tidak ada dua.

Hakikat-hakikat yang sudah jelas nampak dan nyata telah dapat disentuh manusia, dijelaskan oleh bukti-bukti alam dan tidak memerlukan lagi argumentasi lain untuk menetapkannya dalil atas kebenarannya. Namun demikian, kesombongan sering kali mendorong seseorang untuk membangkitkan keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancuan yang dibungkus baju kebenaran serta dihiasinya dalam cermin akal.

(2)

A. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Jadal dalam Al-Qur’an?

2. Bagaimana metode Jadal Al-Qur’an dalam berdebat ? 3. Apa saja macam-macam Jadal Al-Qur’an?

4. Apa saja macam-macam perdebatan dalam Al-Qur’an dan Dalilnya? 5. Apa saja macam-macam Jadal al-Qur’an dan maudhu’nya?

6. Bagaimana pentingnya Jadal dalam Al-Qur’an dan tujuannya?

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Jaddal dalam Al-Qur’an 2. Mengetahui metode Jadal Al-Qur’an dalam berdebat 3. Mengetahui macam-macam Jadal Al-Qur’an

4. Mengetahui macam-macam perdebatan dalam Al-Qur’an dan Dalilnya 5. Mengetahui macam-macam Jadal al-Qur’an dan maudhu’nya

6. Mengetahui pentingnya Jadal dalam Al-Qur’an dan tujuannya

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jadal Al-Qur’an

1. Pengertian Jadal

(3)

pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipegangnya.

Allah menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa jadal atau berdebat merupakan salah satu tabiat manusia:”Dan manusia adalah mahluk yang paling banyak debatannya.” (al-Kahfi [18]:54),yakni yang paling banyak permusuhan dan bersaing. Rosulullah juga diperintihkan agar berdebat dengan kaum musyrik dengan cara yang baik yang dapat meredakan keberingasan mereka. Firman-Nya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang paling baik.”(al-Nahl [16]:125).

Disamping itu, Allah memperbolehkan juga ber-munazarah (berdiskusi) dengan ahli Ahli Kitab dengan cara yang baik. Firman-Nya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara yang paling baik.” (al-Ankabut [29]:46). Munajarah demikian bertujuan untuk menampakan hak (kebenaran sejati) dan menegakan hujjah atas validitasnya. Itulah esensi metoda jadal Qur’an dalam member petunjuk kepada orang kafir dan mengalahkan para penentang Qur’an. Ini berbeda dengan perdebatan orang yang memperturutkan hawa nafsu, dimana perdebatannya hannya merupakan persaingan yang batil. Allah berfirman: ”Tetaapi orang-orang kafir membantah dengan yang batil…” (al-Kahfi [18]:56).1

Menurut Teungku Muhammad Habi Ash Shiddieqy Jadal dan jidal ialah bertukar pikiran untuk mengalahkan lawan. Masing-masing orang yang berdebat itu bermaksud merubah pendirian lawan yang semula dipeganginya.2

Menurut Mana’ul Quthan jadal, jidal yaitu memecahkan persoalan dengan jalan bertengkar dan saliong mencari kelemahan dalam suatu perselisihan. Allah menyebutkan kata jadal dalm al qur’an sebanyak 29 kali yang tersebar pada 16 surat dalam 27 ayat, yaitu pada surat:nisa’:109 dan Huud:32 masing-masing dua kali; baqarah:197, nisa’:107, Al-an’aam:121, Al-a’raf:71, Al-anfaal:6, Huud:74, Al-ra’d:13, Al-nahl:111,125, Al-kahfi:54,56, hajj:3,8,68. ankabuut:46, Luqman:20, Ghafir:5,4,25,56,69, syuraa:35, Al-zukhruf:58, Al-mujadalah:1 masing-masing satu kali.3

1 Manna Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa, (Bogor:2009,Cet:13).hal 425-426 2 Moh. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (Semarang: 2002, Cet.1) hal. 195

(4)

Istilah-istilah yang dapat dipandang sebagai padanan dari kata jadal ini adalah kata “al munazharah4, al muhawarah, al munaqasyah, dan al mubahatsah5” istilah-istilah ini mengacu pada hal yang sama yaitu untuk menjelaskan suatu permasalahan. Hanya saja jadal lebih menekankan pada kemenangan, dan pada saat yang sama kekalahan bagi pihak lawan debat.

2.Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW dan diriwayatkan secara mutawattir serta merupakan ibadah membacanya. Al-Qur`ân adalah petunjuk bagi manusia, yang sekaligus dengannya manusia dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil, yang salah dan yang benar. Ia juga dapat sebagai obat dan rahmat bagi manusia pada umumnya dan khususnya yang beriman. Dalam waktu yang sama, Al-Qur`ân adalah merupakan Mu’jizat terbesar dan abadi bagi Rasulullah Muhammad Saw. Ia merupakan mukjizat ruhiyah yang bersifat rasional dan spiritual sekaligus, sehingga menarik untuk di diperhatikan oleh orang yang mempunyai hati dan pikiran.

Al-Qur`ân – kata Syekh Muhammad ‘Abduh – mengandung berita bangsa-bangsa silam yang dapat dijadikan contoh perbandingan bagi umat sekarang dan yang akan datang, ia memuat berita pilihan yang dipastikan kebenarannya. Al-Qur`ân menceritakan hikayat para Nabi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi antara mereka dengan umatnya. Ia juga mensyari’atkan kepada manusia hukum-hukum yang sangat cocok dengan kemaslahatan kehidupan mereka.

Sejalan dengan keyakinan ‘Abduh itu, Nashr menegaskan pula bahwa :Al-Qur`ân berisi petunjuk bagi manusia agar ia mampu memenuhi janjinya kepada Tuhan. Karenanya Al-Qur`ân menjadi pusat kehidupan Islam. Al-Qur`ân adalah dunia di mana seorang muslim hidup. Ketika ia dilahirkan, di telinganya dibisikkan syahadat yang terdapat dalam Al-Qur`ân. Ia mempelajari Al-Qur`ân sejak ia mulai bisa berbicara. Ia mengulangnya setiap hari dalam shalat. Ia dinikahkan melalui pembacaan al-Qur`ân. Dan ketika ia mati dibacakan Al-Qur`ân kepadanya. Qur`ân adalah serat yang membentuk tenunan kehidupannya, ayat-ayat Al-Qur`ân adalah benang yang menjadi rajutan jiwanya.

Dengan demikian jadal Al-Qur’an adalah pembuktian-pembuktian serta pengungkapan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya, untuk dihadapkan pada orang kafir dan mematahkan argumentasi para penentang denagn seluruh tujuan dan maksud mereka, sehingga kebenaran ajaran-Nya dapat diterima dan melekat di hati manusia.

B. Metode Berdebat yang Ditempuh Al-Qur’an

4 Munazharah bertujuan untuk menampakkan kebenaran serta menegakkan keterangan (hujjah) tentang benarnya apa yang diterangkan itu.

(5)

Qura’an al-Karim dalam berdebat dengan para penentangnnya banyak mengmukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli. Ia membatalkan setiap kerancuan vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslub yang konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau banyak penyelidikan.

Qur’an tidak menempuh metode yang dipegang teguh oleh para ahli kalam yang memerlukan adanya muqaddimah (premis) dan natijah (konklusi), seperti dengan cara

ber-istidlal (inferensi) dengan sesuatu yang bersifat kulliy (universal) atas yang juz'iy (partikal).Dalam qiyas syumul, beristidlal dengan salah satu dua juz’iy atas yang lain dalam

qiyas tamsil, atau beristidlal dengan juz’iy atas kulliy dalam qiyas istiqra. Hal itu disebabkan: 1.)Qur’an datang dalam bahasa Arab yang menyeru mereka dengan bahasa yang mereka ketahui.

2.)Berdasarkan pada fitrah jiwa, yang percaya kepada apa yang disaksikan dan dirasakan, tanpa perlu penggunaan pemikiran mendalam dalam beristidlal adalah lebih kuat pengaruhnya dan lebih efektif hujjahnya.

3,)Meninggalkan bembicaraan yang jelas, dan mempergunakan tutur kata yang jlimet dan pelik, merupakan kerancuan dan teka-teki yang hannya dapat dimengerti kalangan ahli (khas). Cara demikian yang bisa ditempuh para ahli Mantiq (logika) ini tidak sepenuhnya benar. Karena itu dalil-dalil tentang tauhid dan hidup kembali di akhirat yang diungkapkan dalam al-Qur’an merupakan dalalah tertentu yang dapat memberikan makna yang ditunjukannya secara otomatis tanpa harus memasukannya ke dalam qadiyah kulliyah (universal proposition).

Berkata Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dalam kitabnya ar-Raddu’alal Mantiqiyyin:

(6)

mengatakan:”Argumentasi mereka ini tidak menunjukan wajibul wujud atau yang lain. Tetapi ia hanya menunjuk kepada sesuatu yang kullyy, padahal sesuatu yang kulliyy itu konsepnya tidak terlepas dari kemusryikan. Sedang wajibul wujud, pengetahuan mengenainya, dapat menghindarkan dari kemusyrikan. Dan barang siapa tidak mempunyai konsep tentang sesuatu yang bebas dari kemusyrikan, maka ia belum berarti telah mengenal Allah ….” “ini berbeda”, lanjutnya “ dengan ayat-ayat yang disebutkan Allah dalam Kitab-Nya, seperti firman-Nya:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam san siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, san apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu ia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang di kendalikan antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (al-Baqarah 2: 164) dan firman-Nya:

Sesungguhnya pada apa yang demikian itu terdapat tanda tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum ayng berakal, bagi kaum yang berfikir” dan lain sebagainya; memunjukan sesuatu tertentu, seperti matahari yang merupakan tanda bagi siang hari ……Dan firman-Nya:

Dan kami jadikan malam dan siang sebagai tanda, lalu kami hapuskan tanda malam dan kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan.” (al-Isra 17:12)

Ayat-ayat tersebut menunjukan esensi Pencipta Yang Tunggal, Allah swt, tanpa sekat antara Dia denga yang lain. Segala sesuatu selain Dia selalu membutuhkan Dia, karena itu eksistensi segala sesuatu itu menuntut secara pasti eksistensi Pencipta itu sendiri”.

(7)

Berkata Az-Zarkassyi:”ketahuilah bahwa Qur’an telah mencakup segala macam dalil dan bukti. Tidak ada satu dalil pun, satu bukti atau definisi-definisi mengenai sesuatu, baik berupa persepsi akal maupun dalil naql yang universal, kecuali telah dibicarakan oleh kitabullah. Tetapi Allah mengemukakannya sejalan dengan kebiasaan-kebiasaan bangsa Arab; tidak menggunakan metode-metode berfikir ilmu kalam yang rumit, karena dua hal:

Pertama, mengingat firman-Nya:” Dan kami mengutus seseorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya.” (Ibrahim 14: 4)

Kedua, bahwa orang yang cenderung menggunakan argumentasi pelik dan rumit itu sebenarnya ia tank sanggup menegakkan hujjah dengan kalam agung. Sebab, orang yang mampu memberikan pengertian(persepsi) tentang sesuatu dengan cara lebih jelas yang bisa di pahami sebagian besar orang, tentu tidak perlu melangkah ke cara yang lebih kabur, rancu dan berupa teka-teki yang hanya dipahami oleh segelintir orang . oleh karena itu Allah memamparkan seruan-Nya dalam berargumentasi dengan makhluk-Nya dalam bentuk argumentasi yang paling agung yang meliputi juga benyuk paling pelik, agar orang awam dapat memahami dari yang agung itu apa yang dapat memuaskan dan mengharuskan mereka menerima hujjah, dan dari celah-celah keagungngannya kalangan ahli dapat memahami juga apa yang sesuai dengan tingkatan pemahaman para sastrawan.

Dengan pengertian itulah hadist:”Sesungguhnya setiap ayat itu mempunyai lahir dan batin, dan setiap huruf memmpunyai suatu hadd dan matla”diartikan, tidak dengan kaum bathiniyah. Dari sisi ini maka setiap orang yang mempunyai ilmu pengetahuan banyak, tentu akan lebih banyak pula pengetahuannya tentang ilmu Qur’an. Itulah sebabnya apabila Allah menyebutkan hujjah atas rububiyah (ketuhanan ) dan wahdaniyah (keesaan-Nya) selalu dihubungkan dengan “mereka yang berakal” “mereka yang mendengar’ dengan “mereka yang berfikir dan terkadang dengan “ mereka yang mau menerima pelajaran”. Hal ini untuk mengingatkan setiap potensi dari potensi-potensi tersebut dapat digunakan untuk memahami hakikat hujjah-Nya itu. Misalnya firman Allah :

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berakal.” (ar-Ra’d 13:4) dansebagainya.

(8)

Diantaranya ialah pembukttian tentang Pencipta ala mini hanya satu, berdasarkan induksi yang diisyaratkan dalam firman-Nya:

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah tentulah keduamya itu telah hancur binas.”(al-Anbiya’ 21:22). Sebab, seandainya ala mini mempunyai dua pencipta, tentu pengendalian dan pengaturan keduanya tidak akan berjalan secarateratur dan kokoh, dan bahkan sebaliknya, kelemahan akan menimpa mereka atau salah satu dari keduanya. Itu disebabkan, andaikata salah seorang dari keduanya ingin menghidupkan suatu jisim, sedang yang lain ingin mematikannya maka dalam hal ini tidak terlepas dari tiga kemungkinan: a)keinginan keduanya dilaksanakan maka hal ini akan menimbulkan kontradiksi , karena mustahil terjadi pemilahan kerja andai terjadi kesepakatan diantara mereka berdua, dan tidak mungkin dua hal yang berbeda dapat berkumpul jika tidak terjadi kesepakatan; b)keinginan mereka tidak terlaksana, maka yang demikian menyebabkan kelemahan mereka; c) keingina salah satunya tidak terlaksana, dan ini menyebabkan kelemahannya, padahal Tuhan tidaklah lemah.6

C. Macam-macam Jadal Al-Qur’an

Apabila diperhatikan uslub jadal yang diterapkan oleh Al-Qur’an, maka dapat dikategorikan kedalam enam macam sebagaimana dihimpun oleh Muhammad Abu Zahrat dalam kitabnya al-Mu’jizat al-Kubra Al-Qur’an halaman 371-387 sebagai berikut:

a. Al ta’rifat

Yang dimaksud dengan al-ta’rif disini ialah Allah SWT secara langsung memperkenalkan diri-Nya dan ciptaan-Nya sebagai pembuktian akan wujud-Nya dan kemahakuasaan-Nya. Dikarenakan zat Allah tidak terjangkau oleh indera manusia, maka untuk memperkenalkan diri-Nya, Allah menjelaskan sifat-sifat yang dapat dipahami oleh manusia antara lain dengan mengungkapkan hal-hal yang bisa ditangkap indera manusia, manusia akan mampu memahami wujud dan kekuasaan Allah.

Allah memaparkan ha-hal yang menyangkut dengan mahluk, seperti seperti penjelasan-Nya tentang penciptaan manusia. Semua itu Allah jelaskan dalam rangka menjelaskan kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya, sehingga dirasakan bahwa memang pantas sekali Allah disembah, seperti termaktub dalam surat al-Mukminun ayat 12-16:

(9)

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal daging; dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging (otot-otot). Maka Maha Sici Allah, Pencipta paling baik. Kemudian sesudah itu kamu sekalian benar-benar akan mati. Setelah itu (nanti) pada hari kiamat, kamu sekalian benar-benar akan dibangkitkan.” Dan juga terdapat pada surat al-An’am ayat 95-100

Dalam surat al-hasyr ayat 22-24 sesui dengan analisis bahawa secara ilmu jaddal dalam kategori At-Ta`rifat kami temukan dan kami pahami bahwa ayat tersebut menjelaskan asma-asma Allah, diantara tujuanya agar makhluk mengetahui nama Allah yang dalam tafsir yassin tercantum 4000 nama, 1000 nama terdapat dilauhul mahfud, 1000 di baitull `izza, dan 1000 lagi, kemudian 300 terdapat di taurat, 300 di zabur,300 terdapat di injil, 99 terdapat dalam al-quran, dan satu sifat allah yang hanya diketahui oleh rasull.

Selain dari pada contoh yang telah disebutkan diatas dalam surat al-mukminun ayat 12-15 juga Allah menjelaskan asal usul penciptaan manusia secara aslul ijad seperti dalam tafsir bahwa penciptaan manusia ada dua macam

1. Ashlul ijhad, yaitu penciptaan allah terhadap mahluknya yaitu dalam penciptaaan nabi adam dan nabi isa dimana dalam penciptaan keduanya tanpa adanya prantara hubungan (pernikahan) dua jenis manusia.

2. Washlul ijhad, yaitu penciptaan Allah terhadap makhluknya melalui prantara hubungan (pernikahan) dua jenis manusia.

b. Al Tajzi’at

Yang dimaksud dengan Tajzi’at disini ialah bagian-bagian yang disebutkan dalam suatu ungkapan memberikan argumen atas kebenaran yang dibawa oleh ayat-aya Al-Qur’an. Dengan prosedur ini Allah mengungkapkan bagian-bagian dari suatu totalitas secara kronlogis yang sekaligus menjadi argumentasi dialektis untuk melemahkan lawan danmenetapkan suatu kebenaran. Masing-masing dapat berdiri sendiri untuk sebagai bukti untuk membuktikan kebenaran yang dimaksudkan. Prosedur jadal seperti ini nampak dalam perkataan Allah dalam surat al-Naml ayat 59-64 berikut:

(10)

dengan-Nya? Atau siapakah yang telah menciptkan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang (berpemandangan) indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan yang lain? Bahkan mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat tinggal, dan yang menjadikan sungai-sunagi di celah-celahnya, dan yang menjadikan sesuatu yang memisahkan antara dua laut (terdapat pada muara sungai yang selalu tawar, ketika bertemu air laut yang tetap asin). Apakah disamping Allah ada Tuhan yang lain? Bahkan kebanyakan dari mereka tidak mengetahuinya. Atau siapakah yang memperkenankan do’a orang yang dalam kesulitan, apabila mereka berdo’a kepada-Nya? Dan yang menghilangkan kesusahan, dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khlifah di muka bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan yang lain? Amat sedikit diantara kamu yang menganbil peringatan (pelajaran). Atau siapakah yang memimpin di dalam kegelapan di daratan dan di lautan dan siapa (pulakah) yang mendatangkan angin sebagai pembawa kegembiraan sebelum datang rahmat-Nya? (Hujan). Apakah disamping Allah ada Tuhan yang lain? Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka sekutukan denagan-Nya. Atau siapakah yang memulai penciptaan makhluk? Kemudian mengulanginya kembali (setelah hancur)? Dan siapa (pula) yang menganugrahi kamu rejeki dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan yang lain? Katakanlah, kemukakan bukti, jika kamu memang orang yang benar.”

Keenam ayat yang dikutip diatas membicarakan tentang akidah dalam rangka membantah keyakinan syirik. Apabila diperhatikan dengan saksama, tampak dengan jelas masing-masing ayat dapat menjadi argument tentang keesaan Allah. Artinya, masing-masing ayat dapat berdiri sendiri dalam menegaskan ketidak kebersatuan Allah dengan yang lain. Pola serupa inilah yang disebut dengan tajzi’at di dalam kajian jadal Al-Qur’an.

  

                

             

    

(11)

    

Katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan Kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?" . atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut[1103]? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi[1104]? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya[1105]? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".

(12)

Ayat –ayat tersebut bisa dijadikan sebagai salah satu contoh jaddal Tajzi`ah karena isi dari ayat tersebut dapat melemahkan argumen dan anggapan orang-orang musyrik dan tidak beriman . Allah telah menceritakan mengenai hal-hal yang sulit dilakukan oleh manusia bahkan tidak akan mungkin dapat dilakukan oleh manusia seperti menurunkan air dari langit dan menumbuhkan tanaman dan kemudian mematikanya.

c. Umum dan Khusus

Yang dimaksud dengan ta’mim dan takhshish disini ialah mual-mula Tuhan menyebut sesuatu secara umum, kemudian diikuti dengan penjelasan secara rinci seperti dalam sura Thaha ayat 49-54 berikut:

“Bertanya Fir’aun,’maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?’ Musa menjawab, ‘Tuhan kami ialah: yang telah memberikan kepada tiap-tiap suatu bentuk kejadiannya, kemudian diberi-Nya petunjuk.’ Fir’aun bertanya lagi, ‘Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang silam (generasi pertama)?’ Musa menjawab, ‘pengetahuan tentang itu ada disisi Tuhanku di dalam Kitab (Lawh Mahfuzh). Tuhanku tidak bingung dan tidak pula lupa. Yang telah menjadikan bagi kamu bumi sebagi hamparan dan yang telah menjadikan pula bagimu di bumi jalan-jalan dan menurunkan dari langit air hujan, maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berbagai jenis tumbuhan yang berpasang-pasangan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatang kalian. Sesungguhkanya yang pada demikian itu menjadi bukti (wujud dan kemahakuasaan Allah) bagi yang berakal.”

(13)

sekali untuk memungkiri informasi Al-Qur’an tersebut karena jadal-nya amat kuat dan rasional sekali.

Bedasarkan bedah al-quran yang telah kita lakukan analisis kami bahwa para ulama memasukan `aam dan khas kedalam jaddal al-quran karena sesuai dengan tabiat manusia yang padaumumnya selalu ingin tahu akan sesuatu yang bersifat universal sehingga manusiamembutuhkan akah penjelasan khusus. Lebih-lebih terkait kepada hal-hal yang ghaib. Oleh karena itu Al-qur`an menggunakan metode yang demikian agar dapat mengena hati manusia dan mengundang penasaran yang dalam karena ayat yang universal masih membutuhkan banyak penjabaran.

d. Sebab-akibat (al-‘illat wa al-ma’lul)

Dasar yang dipakai dalam ber-istidlal (mengemukakan dalil) ialah hubungan antara berbagai kasus yang membentuk bagian-bagian dari hakikat wujud, sehingga tampak wujud satu bagian darinya merupakan akibat dari bagian yang lain. Kekuatan istidlal terlatak pada sejauh mana kuatnya pertalian di antara sebab-akibat tersebut. Semakin kuat pertalian antara keduanya, maka semakin kuat pula kedudukan istidlal-nya, begitu pula sebaliknya. Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat-ayat yang menggambarkan kausalitas tersebut seperti pada ayat 190-193 dari al-Baqarah berikut:

“Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu (tetapi) jangan kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai, dan usirlah mereka dari tempat dari tempat mereka mengusir kamu dulunya (Mekkah), dan fitnah (menimbulkan kekacauan, penganiayaan, dan sebagainya) lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan jangan kamu memerangi mereka di Masjid Haram, kecuali jika mereka memerangimu ditempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu) maka bunuhlah mereka. Begitulah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti memusuhimu maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan agama (ditegakkan) karena Allah (semata). Jika mereka berhenti memusuhimu, maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.

(14)

misalnya mereka diperangi oleh orang-orang kafir, atau mereka diganggu, dianiaya, diintimidasi, diteror, dan sebagainya. Jika terjadi hal-hal demikian, maka perang harus dilancarkan untuk enghadapi mereka yang merusak umat Islam. Berdasarkan kenyataan itu tampak dengan jelas bahwa Islam melancarkan perang hannya untuk mempertahankan diri bukan untuk menyerang orang kafir karena kekufuran mereka. Jadi tidak benar anggapan senagian kaum orientalis bahwa Islam disiarkan dengan pedang terhunus.

e. Mempertentangkan (al-Muqabalat)

Yang dimaksud dengan al-muqabalat disini ialah mempertentangkan dua hal yang salah satu diantaranya mempunyai efek yang lebih besar wujudnya, disbanding yang lain seperti mempertentangkan Allah dan berhala-berhala yang disembah kaum musyrik. Bentuk jadal serupa ini banyak dijumpai dalam Al-Qur’an antara lain seperti dalam ayat 17 dari al-Nahl sebagai berikut: “Apakah Allah pencipta (segala sesuatu) sama dengan (berhala-berhala) yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Mengapa kalian tidak (mau) mengambil pelajaran?”.

Contoh lain misalnya, ayat 57-59 dari al-Waqi’at: “Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak mengakui (hari berbangkit). Maka jelaskanlah (kepadaku) tentanf nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau kami yang menciptakannya?”

Kedua contoh diatas mempertentangkan antara Allah yang Maha Pencipta dengan berhala-berhala yang tak sanggup berbuat apa-apa baik memberi mudarat apalagi menciptakan sesuatu. Dengan begitu tampak secara jelas bahwa Allah itu benar-benar eksis di muka bumi ini, tak seorangpun dapat membantahnya.

Dijelaskan lebih luas dalam surat al-waqi`ah dimana dalam penciptaan manusia allah berperan penuh dalam penciptaan manusia sedangkan manusia tidaklah memiliki sedikit pun peran dalam penciptaan manusia.organ-organ tubuh, pewarisan sifat atau genetika semua tidak dapat direncanakan dan dirancang oleh manusia.nampak jelas bahwa manusia harus mengakui bagwa allah adalah pencipta seluruh manusia dan alam.

f. Mengemukakan perumpamaan (tamsil)

(15)

yang bersifat abstrak dan sulit dibayangkan, maka dengan menggunakan tamsil hal serupa itu tampak dengan jelas, sehingga seakan-akan dapat dipegang dan diraba, serta sekaligus hal itu menjadi bukti atas kebenaran informasi yang diberikan. Al-Qur’an banyak mengungkapkan tamsil dalamn ayat-ayatnya, antara lain seperti terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 259 berikut:

“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang lewat pada suatu negri yang bangunan-bngunannya sudah runtuh. Lantas dia berkata: ‘Bagaimana Allah menghidupkan (membangunkan) kembali negri yang telah roboh (hancur berantakan seperti) ini?’. Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun lamanya, kemudian dihidupkan kembali. Allah bertanya kepadanya : ‘Berapa lama kamu tinggal disini?’. Ia menjawab: ‘Sehari atau kurang sehari’. Tidak!, kata Allah. Kamu telah tinggal disini selama seratus tahun. ( kalau kamu tak percaya) lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, dan lihat pula keledaimu ( yang telah menjadi tulang belulang). Kami akan menjadikan kamu sebagai bukti (kekuasaan Kami) bagi manusia. (Untuk itu) perhatikanlah tulang-belulang (keledai itu, niscaya kamu akan tahu) bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami balut dia dengan daging. Maka tatkala telah nyata baginya ( bagaimana Allah menghidupkan keledainya seperti semula) dia pun berucap, ‘Saya yakin sepenuhnya bahwa Allah sungguh Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Tanap berpikir panjang tampak perumpamaan yang dibuat Allah itu betul-betul sangat tepat untuk menggambarkan adanya kebangkitan kelak diakhirat. Sebelum itu terjadi, ketika hidup di dunia, peristiwa itu Tuhan perlihatkan Tuhan kepada manusia sebuah kisah yang benar-benar terjadi, bahkan kisah itu popular sekali di negri Arab, terutama dikalangan umat Yahudi. Mereka mengenalnya dengan “Kisah ‘Uzair”. Bahkan karena kagumnya mereka terhadap ‘Uzair tersebut samapai-sampai mereka menganggapnya sebagai “Anak Allah” (al-Taubah: 30).

Dari tamsil yang di kemukakan Al-Qur’an itu terasa sekali kekuatan hujjah yang dibawanya sehingga teramat sulit untuk disanggah apalagi dimungkiri oleh siapa pun. Hanya hati yang tertutup oleh kufur-lah yang tak dapat menerimanya. Apabila diperhatikan keenam bentuk jadal yang dituangkan dalam Al-Qur’an, kita dapat berkata bahwa dalam berargumen Al-Qur’an senantiasa mengemukakan bukti, disinilah letak kekuatan hujjahnya.7

(16)

Selain al-baqarah juga allah menerangkan kekuasaany berupa tamtsil yang dijelaskan pada surat al-kahfi 9-27 ayat tersebut menerangkan sebuah kebangkitan, allah mengumpamakan sebuah kebangkitan dari kematian dengan menurunkan ayat tamtsil mengenai ashabul kahfi yang mengalami tidur panjang selama 309 hari atau 3 abad. Dan allah membangkitkan mereka dari tidurnya. Ayat-ayat diatas memberikan gambaran tentang hal-hal yang pasti allah akan menujukan janjinya tentang kebangkitan manusia dari kematian, allah sudah memberikan tamtsil atas kekuasaanya dalam membangkitkan makhluknya, yaitu dengan dibangunkannya ash-habul kahfi dari tidur selama 3 abad, kurun waktu tersebut adalah waktu yang tidak logis dan tidak umum untuk manusia dapat hidup. Begitulah allah memberi perumpamaan. Tidak ada yang mustahilbila Allah Menghendaki.

D. Macam-macam Perdebatan dalam Al-Qur’an dan Dalilnya

Perdebatan Al Qur’an ada beberapa macam, yaitu:

1. Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar akidah, seperti ketauhidan Allah dalam uluhiyahnya dan keimanan kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasulnya dan hari kemudian. Seperti firman Allah:

لزناو ءانب ءامسلاو اشارف ضرلا مكل لعج يذلا نوقتت مكلعل مكلبق نم نيذلاو مكقلخ يذلا مكبر اودبعا سانلا اهيا اي

نوملعت متناو ادادنا هلل اولعجت لف مكل اقزر تارمثلا نم هب جرخاف ءام ءامسلا نم

“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu Dia menghsilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”. (al-Baqarah [2]:21-22).

2. Membantah pendapat para penantang dan lawan serta mematahkan argumentasi mereka. Perdebatan macam ini mempunyai beberapa bentuk:

(17)

“apakah mereka diciptakan tanpa ssesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka telah meyakini (apa yang mereka katakana). Ataukah disisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa? Ataukah mereka mempunyai tangga (kelangit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang lalu mereka menuliskannya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu? Maka orang-oarang kafir itu merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai Tuhan selain Allah? Maha suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.” (at-thur 52/35-43).

b). mengambil dalil dengan mabda’ (asal mula kejadian) untuk menciptakan ma’ad (hari kebangkitan). Misalnya firman Allah:

“ Maka apakah Kami letih dengan pencptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang pencptaan yang baru.” (Qaf 50/15), firmannya:

“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungan jawab)? Bukankah ia dahulu setes mani yang ditumpahkan (kedalam rahim)? Kemudian mani itu menjadi segumpal darah , lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat demikian) berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (al-qiyamah 75/36-40).

Termasuk diantaranya beristidlal dengan kehidupan bumi sesudah matinya (kering) untuk menetapkan kehidupan sesudah mati untuk dihisab. Misalnya:

“ Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaannya) ialah bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungghnya Tuhan yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati.” (Fussilat 41/39).

(18)

“ Katakanlah: siapakah yang menurunkan kitab (taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai berai, kamu perlihatkan sebagiannya dan kamu sembunyikan sebagian besarnya; padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahuinya? Katakanlah: Allah-lah yang menurunkannya, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatan mereka.” (al-an’am 6/91).

Dalam suatu riwayat dikemukakan seorang pendeta gemuk dari kaum Yahudi, bernama Malik bin Ash Shaif mengajak bertengkar kepada Nabi, bersabdalah Nabi kepadanya: “terangkanlah kepada kami dengan sungguh-sungguh, demi Allah yang telah menurunkan Kitab Taurat kepada Musa, apakah kamu dapatkan di dalam Taurat bahwa Allah benci kepeda pendeta yang gemuk?” maka marahlah ia dan berkata: “ Tidak, Allah tidak menurunkan apa-apa kepada manusia.” Teman-Temannya berkata: “Celaka kamu! Apakah Dia juga tidak menurunkan apa-apa kepada Musa?” Maka turunlah ayat tersebut.

Ayat ini merupakan bantahan terhadap perndirian orang yahudi sebagaimana diceritakan Allah dalam firmannya:

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya dikala mereka mengatakan : Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia.” (al an’am 6/91)

d). menghimpun dan memerinci (as sabr wa taqsim), yakni menghimpun beberapa sifat dan menerangkan bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah ‘illah, alasan hukum, seperti firman Allah:

(19)

pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (al an’am 6/143-144).

e). membungkam lawan dan mematahkan hujjahnya dengan menjelaskan bahwa pendapat yang dikemukakannya itu menimbulkan suatu pendapat yang tidak diakui oleh siapapun. Misalnya:

“ Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong ( dengan mengatakan ): Bahwasanya Allah mempunyai anaklaki-laki dan perempuan, tanpa berdasar ilmu pengetahuan. Maha suci Allah dan mahatinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dan Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (al an’am 6/100-101).

Dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah tidak mempunyai anak, hal ini karena proses kelahiran anak tidak mungkin terjadi dari sesuatu yang satu. Proses tersebut hanya bisa terjadi dari dua pribadi. Padahal Allah tidak mempunyai istri. Di samping itu Dia menciptakan segala sesuatu dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu ini sungguh kontradiktif bila dinyatakan bahwa Dia melahirkan sesuatu. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, dan pengetahuan-Nya ini membawa konklusi pasti bahwa Dia berbuat atas dasar kehendak-Nya sendiri. Persaan pun dapat membedakan antara yang berbuat menurut kehendak sendiri dengan yang berbuat karena hukum alam. Dengan kemahatahuan-Nya akan segala sesuatu itu, maka mustahil jika Dia sama dengan benda-benda fisik alami yang melahirkan sesuatu tanpa disadari, seperti panas dan dingin. Dengan demikian maka tidak benar menisbahkan anak kepada-Nya.8

E. Macam-macam Jadal Al-Qur’an dan Maudhu’nya

1. Macam-macam jadal Al-Qur’an secara umum dapat dikelompokkan dalam dua kategori:

a.) Jadal yang terpuji (al jadal al mamduh)

Jadal ini adalah suatu debat yang dilandasi niat yang ikhlas dan murni dengan cara-cara yang damai untuk mencari dan menemukan kebenaran. Contoh dari jadal jenis ini ada pada surat Al-qashash:48-50.

(20)

b.) Jadal yang tercela (al jadal al madzmum)

Jadal ini adalah setiap debat yang menonjolkan kebathilan atau dukungan atas kebathilan itu. Jadal al madzmum ini ada yang dilakukan dalam bentuk debat tanpa landasan keilmuan.

2. Maudhu’ jadal dalam al qur’an

Al maa’iy mengkategorikannya kedalam enam kelompok:

1. Jadal dalam penetapan wujud Allah(QS. Al-jatsiyah:24-28)

2. Jadal tentang penetapan keesaan Allah(QS. Al-anbiya’:22)

3. Jadal tentang penetapan risalah(QS. Nuh:1-3)

4. Jadal tentang kebangkitan dan pembalasan(QS. Al-mukminun:81-83)

5. Jadal tentang tasyri’at(QS. Al-nahl:36)

6. Jadal tentang tema lain. Seperti jadal musa dan khidir,jadal antara orang sabar yang miskin dan orang kafir yang kaya, dsb.9

F. Tujuan Jadal Al-Qur’an dan Pentingnya Jadal Al-Qur’an

Tujuan yang dapat diambil dari ayat-ayat yang mengandung jadal antara lain:

1. Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir

2. Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul

3. Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan pegangan dan semacamnya, seperti jawaban Allah atas kegelisahan Nabi Ibrahim

4. Sebagai bukti dan dalil yang dapat mematahkan dakwaan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kalangan umat manusia,seperti dialog Nabi Musa dengan Fir’aun(QS. Al-syu’araa:10-51)

(21)

Pentingnya Jadal Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan oleh Allah melalui penyampaian dari Nabi sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia. Sebelum Nabi Muhammad diutus menyampaikan risalahNya, keadaan orang Arab pada waktu itu sangat bejat moralnya dan masih menyembah berhala. Sehingga Nabi Muhammad butuh waktu yang panjang untuk mengembalikan pada akidah yang benar. Disamping itu orang Arab sangat keras wataknya tapi masalah bahasa sangat menguasai dan pakar dalam hal itu. Sehingga ketika mereka menerima ajaran Rasulullah mereka sering menentang bahkan mendustakannya. Di antara pentinya adalah:

1. ketinggian bahasa alqur’an membuat mereka tidak mampu menandinginya.

2. bahasa alquran sangat halus dalam mendebat.

3. betapapun orang arab sangat mahir dalam bahasa, mereka tidak mampu menjawab alquran.

4. menunjukkan bahwa manusia itu sangat terbatas pengetahuannya yang tidak patut untuk menyombongkan dirinya.

5. alquran menerangkan bahwa dalam menyampaikan ajaran atau mengajak kepada kebaikan diharuskan dengan cara yang sopan santun sehingga orang menjadi tertarik untuk mengikutinya.

(22)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengertian Jadal Menurut Manna Al-Qattan Jadal dan jidal adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan belomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini berasal dari kata (aku kokohkan jalinan tali itu),mengingat kedua belah pihak yang berdebat itu mengokohkan pendapatnya masing-masing dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipegangnya.

2. Metode Berdebat yang Ditempuh Al-Qur’an:

Qura’an al-Karim dalam berdebat dengan para penentangnnya banyak mengmukakan dalil dan bukti kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli. Ia membatalkan setiap kerancuan vulgar dan mematahkannya dengan perlawanan dan pertahanan dalam uslub yang konkrit hasilnya, indah susunannya dan tidak memerlukan pemerasan akal atau banyak penyelidikan.

3. Macam-macam Jadal Al-Qur’an: a. Al ta’rifat

b. Al istifham al taqriri c. Al tajzi’at 1

d. Qiyas al khalaf e. Al tamsil f. Al muqabalat.

4. Macam-macam Perdebatan dalam Al-Qur’an dan Dalilnya .

a. Menyebutkan ayat-ayat kauniyah yang disertai perintah melakukan perhatian dan pemikiran untuk dijadikan dalil bagi penetapan dasar-dasar akidah. .

b. Membantah pendapat para penantang dan lawan serta mematahkan argumentasi mereka

5. Macam-macam Jadal Al-Qur’an dan Maudhu’nya:

1. Macam-macam jadal Al-Qur’an secara umum dapat dikelompokkan dalam dua kategori:

a.) Jadal yang terpuji (al jadal al mamduh)

b.) Jadal yang tercela (al jadal al madzmum)

2. Maudhu’ jadal dalam al qur’an

(23)

a. Jadal dalam penetapan wujud Allah(QS. Al-jatsiyah:24-28) b. Jadal tentang penetapan keesaan Allah(QS. Al-anbiya’:22) c. Jadal tentang penetapan risalah(QS. Nuh:1-3)

d. Jadal tentang kebangkitan dan pembalasan(QS. Al-mukminun:81-83) e. Jadal tentang tasyri’at(QS. Al-nahl:36)

f. Jadal tentang tema lain. Seperti jadal musa dan khidir,jadal antara orang sabar yang miskin dan orang kafir yang kaya.

6. Tujuan dan pentingnya Jadal Al-Qur’an:

1. Untuk menangkis dan melemahkan argumentasi-argumenrasi orang kafir 2. Jawaban Allah tentang pembenaran akidah dan persoalan yang dihadapi rasul 3. Layanan dialog bagi orang yang benar-benar ingin tahu,kemudian hasilnya itu dijadikan.

4 Ketinggian bahasa alqur’an membuat mereka tidak mampu menandinginya. 5. Bahasa alquran sangat halus dalam mendebat.

6. Betapapun orang arab sangat mahir dalam bahasa, mereka tidak mampu menjawab alquran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Manna Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa, (Bogor:2009,Cet:13)

2. Moh. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an, (Semarang: 2002, Cet.1)

3. Quthan, Mana’ul. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2. Jakarta: Rineka Cipta. 1995 4. Porf. Dr. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2005)

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan jenis penilaian adalah berbagai tagihan yang harus dikerjakan oleh murid setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu jenis penilaian

terkendala kondisi yang ada, rencana yang di perlukan untuk pola pelaksanaan (fisik), kepercayaan pemerintah pada BKM, hambatan ada LPM kegiatan bersinergi dengan

dapat diartikan citra merek tidak berpegnaruh signifikan terhadap loyalitas Adanya pengaruh secara kepercayaan merek terhadap loyalitas pada perusahaan Bordir Irma

Penelitian ini dilakukan oleh penulis dalam rangka menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Pengaruh Kebijakan Dividen, Keputusan Investasi dan Keputusan Pendanaan

Hasil penelitian ini diperoleh hasil H0 ditolak Hi diterima artinya bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan secara keseluruhan variabel Capital

Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki daerah sebagai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatas, Pemerintah Daerah mengajukan Retribusi Jasa Umum dengan 8

Sejalan dengan akuisisi tersebut, perseroan akan menunjuk mitra bisnis untuk membangun pabrik di Myanmar.. Setelah itu, perseroan akan menyusun rencana bisnis dan membentuk anak

Objek-objek penelitian yang berasal dari data berupa percakapan telepon di radio dalam acara HR dianalisis dengan teori pragmatik dengan spesifikasi pada prinsip kerja sama,