• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI DAN KEWENANGAN MAHKAMAH KOSNTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Askarial, MH., SH Dosen Jurusan Kriminologi Fisipol – Universitas Islam Riau Pekanbaru Abstract - EKSISTENSI DAN KEWENANGAN MAHKAMAH KOSNTITUSI DALAM SISTEM KETATANE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKSISTENSI DAN KEWENANGAN MAHKAMAH KOSNTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Askarial, MH., SH Dosen Jurusan Kriminologi Fisipol – Universitas Islam Riau Pekanbaru Abstract - EKSISTENSI DAN KEWENANGAN MAHKAMAH KOSNTITUSI DALAM SISTEM KETATANE"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI DAN KEWENANGAN MAHKAMAH KOSNTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN

INDONESIA

Oleh:

Askarial, MH., SH Dosen Jurusan Kriminologi Fisipol – Universitas Islam Riau

Pekanbaru

Abstract

Once implemented amendments howards the 1945 constitution, so in order to adjust the institutional state after changes are necessary. The idea to apply the principle of strict separation principle, separation of power of state institutions became a very essential thing in a state of law. Separation of the legislative executive, judicial, constitutive and auditory, embodied in the organs of state institutionalization of equal and once each to supervise and compensate each other.

Keyword:Mahkamah Konstitusi in Country.

PENDAHULUAN

(2)

Gerakan reformasi pada akhirnya akan bermuara pada terbangunnya tatanan negara yang demokratis, telah menjadi komitmen seluruh komponen bangsa pasca keruntuhan rezim Orde Baru yang otoriter. Reformasi juga telah membuka mata semua orang untuk segera mengadakan berbagai koreksi dan penyempurnaan di berbagai bidang dengan cepat, agar tidak kehilangan momentum.

Sehubungan dengan hal ini sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa untuk mengadakan perbaikan terhadap suatu negara yang sudah rusak, tentunya harus melihat hukum dasar yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan negara yaitu konstitusi (UUD). Oleh karena itu suatu konstitusi yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman harus dilakukan perubahan (amandemen), supaya lebih jelas arah dan tujuannya. Sedapat mungkin dalam suatu konstitusi harus dihindari dari penafsiran yang bermacam-macam, sebagaimana yang terjadi selama ini terhadap UUD 1945.

Konstitusi yang baik seharusnya tidak berpeluang menimbulkan masalah yang diakibatkan penafsirannya, melahirkan perbedaan yang tajam dan bahkan sulit dipersatukan karena bermakna ganda , tidak tegas, dan terlalu umum.

Dengan demikian apabila suatu konstitusi (UUD) suatu negara diadakan perubahan (amandemen), hendaknya perubahan itu tidak bersifat sementara tetapi dapat berlaku sepanjang masa. Konstitusi atau Undang-undang Dasar sebagaimana yang dijelaskan oleh penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia , adalah suatu hukum dasar yang tertulis dan menjadi sumber hukum bagi seluruh peraturan-peraturan yang diterbitkan dalam praktik bernegara. Sehingga konstitusi adalah berisi pokok-pokok aturan yang harus berkarakter tegas dan kokoh, karena memuat kandungan cita-cita hukum (rechtsidee), yang merupakan hukum dasar negara.

(3)

dapat diterapkan dan tidak untuk sementara waktu. Untuk itu perlu diadakan suatu komisi yang khusus menangani perubahan (amandemen) UUD 1945, yang disebut dengan Komisi Konstitusi.

Komisi Konstitusi merupakan suatu lembaga yang diharapkan dapat memberikan produk yang memuaskan bagi rakyat. Selama ini amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang setiap persidangan dan hasil yang dikeluarkannya memang sarat dengan muatan politik yang ada di dalamnya, sehingga produk yang dihasilkan tersebut juga memberikan nuansa politis yang tidak dikehendaki oleh masyarakat.

Dengan kehadiran Komisi Konstitusi yang independen diharapkan dapat menghasilkan produk UUD yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, karena terlepas dari muatan dan nuansa politik, sehingga hasil dari amandemen UUD 1945 yang dikeluarkan itu dapat berlaku sesuai dengan perkembangan zaman dan diharapkan tidak setiap saat mengalami perubahan. Dengan demikian roda kenegaraan dan pemerintahan dapat dijalankan dengan baik, sesuai dengan tujuannya yaitu untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur, aman dan sejahtera.

Dari uraian yang diungkapkan di atas, maka dalam tulisan ini dapat dirumuskan permaslahan yang dibahas, yaitu “Bagaimana keberadaan Komisi Konstitusi dalam Ketatanegaraan Indonesia”.

KEBERADAAN KOMISI KONSTITUSI DALAM

KETATANEGARAAN INDONESIA Arti Penting Komisi Konstitusi

(4)

Kehadiran Komisi Konstitusi yang independen merupakan harapan seluruh rakyat agar dapat melahirkan suatu UUD yang betul-betul tidak multi tafsir, jelas dan memihak kepada kepentingan seluruh rakyat. Seteru eksekutif dan legislatif seperti yang terjadi sebelumnya karena ada Pasal UUD 1945 yang multi tafsir, diharapkan tidak terulang. Disinilah perlunya kehadiran Komisi Konstitusi yang betul-betul independen, nonpartisan, steril dari pengaruh politik (kekuasaan), sehingga dengan lahirnya Komisi Konstitusi akan dapat mengeliminasi sejumlah persoalan bangsa yang selama ini tidak mampu dicerna dengan baik oleh MPR.

Hal ini dapat dicermati secara mendalam bahwa hasil dari dua kali perubahan terhadap UUD 1945, melalui Amandemen Pertama yang dilakukan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Amandemen Kedua pada tahun 2000, masih kelihatan bahwa perubahan yang dilakukan MPR masih sangat parsial. Kenyataannya dapat dibuktikan dari substansi yang telah dirubah tidak menyentuh keseluruhan bagian yang telah lama diperdebatkan dalam proses penyelenggaraan Negara Indonesia. Terutama yang menyangkut keberadaan MPR sebagai lembaga yang diberikan kewenangan konstitusional untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945.

Dengan perubahan parsial seperti ini, dapat dikatakan bahwa MPR tidak berkeinginan untuk mereformasi posisi strategisnya sebagai lembaga tertinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Tidak adanya perubahan terhadap posisi konstitusional MPR dari dua kali amandemen yang telah dilakukan, tidak terlepas dari pemikiran oleh sebagian kalangan di MPR yang menyadari sepenuhnya, jika seandainya dilakukan perubahan secara komprehensif dan mendasar terhadap UUD 1945 dengan melakukan restrukturisasi yang elementer terhadap lembaga-lembaga negara yang ada, demikian juga halnya dengan MPR.

(5)

akan muncul dengan sosok yang jauh berbeda dengan apa yang dipahami, sebagaimana yang terjadi pada perubahan ketiga dan keempat UUD 1945.

Pada Pasal 1ayat (2) dinyatakan, bahwa “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar”. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (!) UUD 1945 perubahan keempat dinyatakan, bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Di sini terlihat bahw dengan dibentuknya Komisi Konstitusi dapat membawa perubahan yang signifikan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang.

Sehubungan dengan kenyataan di atas, maka setidaknya ada dua argumentasi mengenai pentingnya pembentukan Komisi Konstitusi, yaitu:

1. Konstitusi pada hakekatnya merupakan kontrak sosial antara masyarakat dengan negara, di mana pada satu sisi masyarakat merelakan diri untuk melepas sebagian dari hak-haknya dan tunduk serta diatur oleh negara. Sementara di sisi lainnya, negara juga diberi batasan-batasan tertentu dengan adanya pengakuan dan jaminan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan adanya lembaga-lembaga yang menjamin HAM dengan mengedepankan prinsip pembatasan kekuasaan dan checks and balances antara lembaga-lembaga tersebut. Dengan demikian, sudah seharusnya warga negara berpartisipasi penuh dalam proses pembentukan konstitusi.

2. Arti penting konstitusi sebagai kontrak sosial tersebut justru dipinggirkan oleh MPR dalam proses perubahan pertama dan kedua.

Ada beberapa persoalan yang tampak dalam proses perubahan UUD pertama dan kedua adalah sebagai berikut:

(6)

b. Tidak adanya paradigma yang jelas. Model Rancangan Perubahan UUD 1945, di mana semua alternatif perubahan dimasukkan dalam satu rancangan, membuka peluang besar bagi tidak adanya paradigma, konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut.

c. Tidak didasari ide konstitusionalisme. MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945, tidak mau/berani keluar dari kerangka dengan mendekonstruksi prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah layak dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme, yang esensinya merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan hak asasi manusia dan lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dengan dibatasi oleh hukum. Ide konstitusionalisme yang bersifat universal ini, tidak memahami konstitusi sebagai doktrin karena konstitusi hanyalah raga/wadahnya, namun sebagai spirit/jiwa yang membentuknya yang berkembang saat ini yakni prinsip demokrasi dan nilai-nilai HAM.

Apabila hal ini disadari oleh berbagai kekuatan politik yang ada di MPR, maka dalam perubahan dan perumusan konstitusi baru peranan lembaga ini hanya terbatas dalam dua hal saja, yaitu :

a. Melakukan proses pembentukan Komisi Konstitusi.

b. Memberikan prinsip-prinsip dasar atau batasan-batasan umum dalam merumuskan perubahan. Misalnya perubahan dapat dilakukan dengan (1) tetap memepertahankan Pembukaan UUD 1945, (2) tetap dalam bingkai negara kesatuan, (3) tetap dengan sistem pemerintahan presidensial. Prinsip dan batasan inilah yang dipegang oleh Komisi Konstitusi dalam melakukan perubahan.

(7)

melindungi kepentingan tertentu, secara demokratis, luwes, jelas serta bersifat umum sesuai dengan aspirasi dan kehendak masyarakat secara keseluruhan. Dengan perubahan yang jelas tersebut roda kenegaraan dan pemerintahan dapat dijalankan sesuai dengan tujuannya, tanpa ada perbedaan pendapat dan penafsiran antara legislatif dan eksekutif sebagaimana yang telah terjadi sebelumnya.

Syarat Pembentukan Komisi Konstitusi

Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa keberadaan Komisi Konstitusi untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 adalah sangat penting, agar roda kenegaraan dan pemerintah dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya muatan politis dari golongan atau kelompok tertentu, tetapi prinsipnya adalah demi kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Oleh karena itu harus dipahami benar bahwa Komisi Konstitusi semata-mata adalah untuk mengatasi problem-problem konstitusi di masa transisi, dari era demokrasi semu atau zaman orde baru untuk menuju era demokrasi yang sebenarnya. Harus disadari benar bahwa bahwa kegagalan dalam memanfaatkan momentum perubahan ini akan mengakibatkan kegagalan menindaklanjuti langkah-langkah reformasi.

Jika langkah reformasi terhenti maka krisis multidimensional akan berlanjut dan membawa bangsa ke jurang kehancuran. Sehingga konstitusi merupakan alat yang dapat memandu perubahan tersebut agar tidak menjadi anarkis, sangat dibutuhkan. Oleh karena itu konstitusi (UUD 1945) yang dirasa tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman sudah saatnya dilakukan perubahan (amandemen), agar sesuai dengan alam reformasi yang dikehendaki.

(8)

a. Mengubah, menambah, mengurangi, atau memperbarui redaksi dan substansi konstitusi (sebagian atau seluruhnya), supaya sesuai dengan kondisi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kondisi pertahanan dan keamanan bangsa pada zamannya.

b. Menjadikan UUD sebagai norma dasar perjuangan demokratisasi bangsa yang terus bergulir untuk mengembalikan paham konstitusionalisme, sehingga jaminan dan perlindungan HAM dapat ditegakkan, anatomi kekuasaan tunduk pada hukum atau tampilnya supremasi hukum, dan terciptanya peradilan yang bebas. c. Untuk menghindari terjadinya pembaruan hukum atau

reformasi hukum yang tambal sulam, sehingga proses dan mekanisme perubahan atau penciptaan peraturan perundang-undangan yang baru sejalan dengan hukum dasarnya yaitu konstitusi. (Tim Kajian Amandemen FH Unibraw, 2000: 5).

Supaya tujuan tersebut dapat dilaksanakan maka perubahan terhadap UUD 1945 perlu diberikan wewenang khusus kepada suatu badan yang mempunyai kredibilitas untuk hal itu, yaitu Komisi Konstitusi. Penulis secara terbuka sangat setuju dengan pembentukan Komisi Konstitusi, karena perubahan yang diharapkan adalah harus steril dari berbagai muatan politis dan kepentingan tertentu, dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh badan yang sifatnya independen dan bebas dari pengaruh politik, kepentingan dan kekuasaan.

Untuk itu syarat minimal yang harus dipenuhi untuk pembentukan Komisi Konstitusi adalah:

a. Komisi Konstitusi harus merupakan organ mandiri yang beranggotakan orang-orang ahli dan berdedikasi kepada persatuan bangsa dan negara.

b. Komisi Konstitusi dibentuk dalam waktu yang ditentukan dan dapat diperpanjang dengan alasan yang kuat.

(9)

d. Komisi Konstitusi berada di bawah pengawasan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Dari syarat minimal yang disebutkan di atas, dapat dilihat bahwa kehadiran Komisi Konstitusi yang mandiri dan independen dalam perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945 sangat diharapkan karena konstitusi yang dibentuk itu adalah pedoman yang menjadi acuan dalam melaksanakan roda kenegaraan dan pemerintahan, dan sekaligus untuk memberikan perlindungan terhadap rakyat dari sebuah kekuasaan yang sedang dijalankan.

Selanjutnya untuk dapat menjalankan tugasnya dengan efektif, Komisi Konstitusi harus memiliki tugas dan wewenang yang memadai, yaitu:

a. Melakukan penyelidikan dalam rangka penyusunan naskah Rancangan Konstitusi Republik Indonesia;

b. Melakukan upaya-upaya untuk memperoleh masukan dari publik dan lembaga tinggi serta lembaga tertinggi negara; c. Menyusun masukan dari masyarakat menjadi naskah

rancangan Konstitusi Republik Indonesia secara konprehensif untuk disahkan;

d. Melakukan sosialisasi naskah rancangan Konstitusi Republik Indonesia kepada publik.

Dari tugas dan wewenang Komisi Konstitusi tersebut terlihat, bahwa dimasukkannya tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan dalam rangka penyusunan konstitusi dan untuk merumuskan naskah konstitusi merupakan tujuan utama dari pembentukan Komisi Konstitusi. Sedangkan tugas dan wewenang untuk melakukan upaya untuk menerima masukan dan sosialisasi naskah pada publik dimaksudkan untuk melibatkan secara aktif peran serta masyarakat dalam penyusunan konstitusi.

KESIMPULAN

(10)

campur tangan politik dan kekuasaan, sebagaimana perubahan yang telah dilakukan oleh MPR yang sangat sarat dengan muatan politisnya. Dengan adanya Komisi Konstitusi maka diharapkan dapat memberikan kontribusi perubahan (amandemen) UUD 1945 yang sesuai dengan aspirasi masyarakat sehingga mempunyai daya laku yang kuat sehingga tidak terjadi tambal sulam secara terus-menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Teori Perundang-undangan. Jeremi Bentham, Upendra Baxi Bombay, 1979.

Kriminologi, Prof. DR. I.S. Susanto, SH.

Negara, Ridwan HR, PT. Griya Grafindo Persada, Jakarta, 2006. System Pemerintahan Negara Republik Indonesia, Pasca

Perubahan UUD 1945. Ellydar Chaidir, SH., MH, 2008. Teori Hukum dan Peradilan, Prof. Dr. Achmad Ali, SH., MH,

Referensi

Dokumen terkait

1) Mengevaluasi sistem penilaian karyawan. 2) Penegakan disiplin dan pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. 3) Merancang program-program penghargaan bagi

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.. Appendicitis

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa growth opportunities tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi karena besar maupun kecilnya peluang

Hal ini di sebabkan karena asupan energi remaja putri Madrasah Aliyah Al Mukmin lebih banyak memiliki asupan energi yang normal dan tidak berlebih, makanan yang dikonsumsi

Shafira Tour & Travel Cabang Jember memiliki beberapa macam cara untuk mempromosikan produknya yaitu dengan mengirimkan brosur (paket-paket wisata khususnya

NO PROGRAM AKUN URAIAN PAGU

Sedangkan dalam penelitian ini akan dibuat aplikasi Bantu Pengolahan Nilai Indeks Kinerja Dosen di fakultas Teknologi industri UAD, yang dapat menampilkan data

Untuk mendukung ini, maka diadakan studi dengan membuat material benda uji yang dibedakan menjadi 4 type dan masing-masing type terdiri dari 3 benda uji, yaitu type 1 PCM