Tesis
Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Magister
Pada Jurusan Tafsir Hadits
Oleh
Abdul Ghofur
NIM: TH.00.2.00.1.05.01.0179
Pembimbing
Prof. Dr. H. Salman Harun
SEKOLAH PASCA SARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH
▸ Baca selengkapnya: kh.zubaidi abdul. ghofur
(2)(3)(4)This thesis is written base on the disaster happened all over the world, included Indonesia. Those come out many problems due to the misinterpretation of the concept of the disaster. Many people interpret from their various perspectives.
The frame of this thesis covered some areas. Firstly; about the explanation of disaster especially the verses in the Holy Qur’an that depicted with the word
“mushibah” that overall repeated for ten times within the deviation from the word
“shawaba”. The other word also indicate the similarity in meaning, namely the word “bala” that repeated for six times and the word “fitnah” that repeated for thirty four times. Secondly, the opinion of mufassirs in interpreting the Holy Qur’an verses that related to the concept of disaster. And thirdly, today’s opinion related to disaster happened lately.
The main stream is how the concept of disaster in described in the Holy Qur’an. And then divided into to part of problem namely (1) what is the definition of disaster according to some verses in the different Surah in the Holy Qur’an, and (2) what is the blessing in disguise of the disaster and how the Holy Qur’an give us the solution for the prevention.
The research methodology of this thesis is bibliographical within the books, that closely related to the topic, as the main source. The primary data source is the Holy Qur’an, in the forms of Mushhaf and CD program. The secondary sources are for Holy Qur’an Tafser, namely; Jâmi' al-Bayân min Ta'wîl
Âyi Al-Qur'an by Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khâlid al-Thabarî Abu Ja'far, Tafsîr al-Qurán al-'Azhîm, by Ismaîl bin 'Umar bin Katsîr al-Dimasyqî Abu al-Fida', Fî Zhilal al-Qurán, by Syyid Quthb dan Tafsir Al-Mishbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, by M. Quraish Shihab. The third sourses, many books that directly or indirectly related to the topic.
Then the collected data is analyzed with Tafser Maudhu’I. Tafser Maudhu’I is a kind of interpretation by collecting some Qur’an verses that discuss certain problems from various verses in the Holy Qur’an that totally emphazise on the related aspects to find out the answer in the Holy Qur’an of discussed problem theme.
form of trial, warning and punishment.
Tesis ini ditulis dengan latar belakang maraknya berita tentang musibah yang menimpa hampir seluruh belahan bumi kita ini, termasuk dalam belahan bumi Indonesia. Sehingga muncul masalah-masalah bagi semua elemen masyarakat manusia khususnya umat Islam yaitu pentingnya mereka memahami konsep musibah dengan benar, yakni suatu pemahaman musibah yang memiliki dasar yang kuat dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Adapun ruang lingkup pembahasan masalah tesis ini meliputi; pertama petunjuk-petunjuk dan keterangan-keterangan tentang musibah, yang terdapat dalam ayat-ayat yang di dalamnya ada kata musibah yang secara keseluruhan diulang sebanyak sepuluh kali, ditambah dengan redaksi lain yang mengindikasikan makna yang mirip, yakni kata balā', yang terulang sebanyak enam kali dan kata fitnah yang terulang sebanyak tiga puluh empat kali. kedua pendapat-pendapat para mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep musibah dalam al-Qur'an, dan ketiga pendapat-pendapat yang berkembang berkenaan dengan sangat banyaknya bencana akhir-akhir ini.
Rumusan masalah pokoknya adalah Bagaimana konsep musibah menurut al-Qur’an? Kemudian dikembangkan dalam dua masalah lagi yakni; (1) Apa pengertian musibah dalam berbagai ayat yang terpencar dalam berbagai surah? Dan (2) Bagaimana petunjuk al-Qur’an dalam menghadapi musibah tersebut?
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian kepustakaan di mana sumber datanya berupa buku-buku yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan. Adapun sumber pokoknya (primer) adalah: pertama Al-Qur'an, baik berupa mushhaf maupun CD program, kedua Empat buku Tafsir Al-Qur'an, yakni; Jāmi' al-Bayān 'an ta'wīl āyi al-Qur'ān, karya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khālid al-Thabarī Abū Ja'far, Tafsīr al-Qurán al-'Azhīm, karya Ismaīl bin 'Umar bin Katsīr al-Dimasyqīy Abu al-Fida', Fi Zhilal al-Qurán, karya Syyid Quthub dan Tafsir
Al-Mishbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, karya M. Quraish Shihab. Kemudian ditambah dengan buku-buku pendukung (sekunder) baik yang ada hubungan langsung maupun tidak langsung.
Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunkan metode Tafsir Maudhu’i (Tematik), yakni suatu penafsiran dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Quran yang membahas masalah tertentu dari berbagai ayat yang terdapat dalam surah-surah al-Qur’an dengan memperhatikan semua aspek yang terkait pada penafsiran ayat-ayat tematik tersebut secara menyeluruh sehingga didapatkan jawaban-jawaban al-Qur’an yang menyangkut tema persoalan yang dibahas.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah menganugerahkan kepada umat manusia potensi-potensi dasar agar mereka mampu untuk mensyukurinya, yakni dengan senantiasa mengasah dan mengembangkannya sehingga mampu memahami ayat-ayat Allah demi kemaslahatan umat. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw., keluarga, para sahabat, dan semua umatnya yang senantiasa setia dengan mengamalkan ajarannya sampai hari akhir nanti.
Tesis dengan judul KONSEP MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN; Suatu Kajian Tafsir Tematik ini, adalah dimaksudkan untuk mengungkapkan pemahaman tentang konsep musibah yang benar yang dikehendaki oleh al-Qur'an. Sehingga dengan pemahaman yang benar tersebut umat Islam dapat mensikapinya dengan benar pula.
Dalam proses penulisan tesis ini, penulis merasa berhutang budi kepada semua pihak yang telah mengulurkan bantuan, baik berupa moril maupun materiil, sehingga penyususnan tesis ini dapat selesai dengan baik. Oleh sebab itu penulis bermaksud menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya, secara khusus kepada:
1. Bapak Direktur Program Sekolah Pascasarjana dan Program Studi Tafsir Hadits, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melakukan studi di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. Dr. H. Salman Harun, sebagai pembimbing dan penguji penulis,
yang telah memberikan arahan, bimbingan dan koreksian terhadap penulis dalam menyelesaikan tesis ini sehingga dapat berjalan dengan baik sampai selesai.
3. Bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA, Dr. Syairozi Dimyati dan Dr. H. Udjang Tholib, MA, sebagai penguji yang telah memberikan koreksi dan bimbingan dalam perbaikan sehingga tesis ini dapat diterima sebagai syarat penulisan mendapatkan gelar MA.
telah memberikan izin, dorongan untuk melanjutkan studi dan bantuan-bantuan lain terkait dengan terselesaikannya tesis ini.
5. Para dosen, khususnya yang ada di lingkungan Program Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan informasi-informasi ilmiah yang sangat bermanfaat bagi penulis. 6. Bapak pimpinan perpustakaan, baik perpustakaan Pusat, Progaram Sekolah
Pascasarjana maupun perpustakaan FITK di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah melayani penulis untuk mendapatkan data-data ilmiah yang dibutuhkan dalam penulisan tesis ini.
7. Kepada semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan baik berupa moril maupun materiil dalam penyelesaian tesis ini.
8. Dan tentu saja, tidak mungkin penulis lupakan peran aktif istri tercinta, Neneng Salbiyah, S.Ag., yang telah mendampingi penulis selama melaksanakan studi dan penulisan tesis ini. Juga kedua anak penulis yang selalu menghibur tatkala sedang penat yaitu ananda Andayati Nabila (8 th) dan Salsabila Barakatu Lana (2th).
Akhiranya, sebagai kajian ilmiah, penulis sangat menyadari keterbatasandan kemampuan penulis, oleh sebab itu penulis sangat berharap adanya kritik yang konstruktif supaya kajian ini tidak kehilangan nilai-nilai kebenarannya. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis tidak ada yang dapat penulis berikan kecuali do'a semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik. Amin.
Jakarta, Juni 2008 Penulis,
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul KONSEP MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN; Suatu
Kajian Tafsir Tematik ini, yang ditulis oleh Abdul Ghofur dengan NIM:
TH. 00.2.00.1.05.01.0179 telah diperbaiki sesuai dengan permintaan
penguji tesis yang berlangsung pada tanggal 24 Maret 2008
Jakarta, Juni 2008
Pembimbing, Merangkap Penguji
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul KONSEP MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN; Suatu
Kajian Tafsir Tematik ini, yang ditulis oleh Abdul Ghofur dengan NIM:
TH. 00.2.00.1.05.01.0179 telah diperbaiki sesuai dengan permintaan
penguji tesis yang berlangsung pada tanggal 24 Maret 2008
Jakarta, Juni 2008
Anggota Team Penguji
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul KONSEP MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN; Suatu
Kajian Tafsir Tematik ini, yang ditulis oleh Abdul Ghofur dengan NIM:
TH. 00.2.00.1.05.01.0179 telah diperbaiki sesuai dengan permintaan
penguji tesis yang berlangsung pada tanggal 24 Maret 2008
Jakarta, Juni 2008
Anggota Team Penguji
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul KONSEP MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN; Suatu
Kajian Tafsir Tematik ini, yang ditulis oleh Abdul Ghofur dengan NIM:
TH. 00.2.00.1.05.01.0179 telah diperbaiki sesuai dengan permintaan
penguji tesis yang berlangsung pada tanggal 24 Maret 2008
Jakarta, Juni 2008
Ketua Sidang, Merangkap Penguji
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab petunjuk1, pedoman hidup bagi semua
umat manusia, ia mempunyai keistimewaan dibanding dengan
kitab-kitab yang lain. Jalaluddin Rahmat menulis dalam bukunya yang
berjudul Konsep Perbuatan Manusia Menurut al-Qur’an dengan
mengutip pendapat Al-Zarqâni bahwa ada tiga keistimewan petunjuk
(hidayah) yang dimiliki al-Qur'an, yaitu: Pertama ia berlaku
sepanjang zaman. Kedua ia bersifat sempurna karena mengandung
rupa terbaik dan terlengkap diantara petunjuk yang dikenal dan
pernah dicatat dalam sejarah manusia. Ketiga ia memuat semua apa
yang dibutuhkan makhluk yang mengatur kehidupan secara
menyeluruh dan sempurna2.
Hidup manusia di dunia ini hanyalah permainan belaka,
sandiwara3 yang langsung disutradarai oleh Allah swt., Dzat yang
Maha Kuasa dan Maha Perkasa atas makhluk-Nya. Sedang petunjuk
permainannya adalah al-Qur'an. Sebab itu kesuksesan manusia dalam
memainkan perannya di dunia ini bergantung pada bagaimana ia
dapat memahami dan menerapkan makna dan tuntunan petunjuk
al-Qur'an secara maksimal. Sebaliknya kegagalan dalam bentuk apapun
yang dialami manusia di dunia ini adalah disebabkan oleh
1
Lihat al-Qur'an surah al-Baqarah (2):185, Âli Imran (3): 4, 138, al-'Arâf (7): 103, al-Taubah (9): 33, Yusuf (12): 111, al-Nahl (16); 64, 89, al-Naml (27):1-2, 77, Luqmân (31): 2-3, al-Zumâr (39): 23, al-Mukmin (40): 54, Fush Shilat (41): 44, al-Jâtsiyah (45): 11, 20
2
Jalaluddin Rahmat, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Qur’an Suatu Kajian Tafsir Tematik, Jakarta: Bulan Bintang, cet. Ke-1, 1992, h. 8.
kejahilannya terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,
sehingga ia tidak dapat memainkan perannya dengan baik seperti
yang dikehendaki oleh pemilik skenario dan sutradaranya.
Singkatnya ia mendapat murka - Allah swt. Si Pemilik dunia seisinya
ini – sebaliknya tidak mendapatkan rahmat dan ridha-Nya yang dapat
membawa manusia sukses dunia akhirat.4
Selanjutnya al-Qur'an menegaskan bahwa Allah swt. akan
menguji manusia dengan musibah. Yakni - seperti yang telah mengucapkan, "Inna lillahi wainna ilaihi raji'un" lalu Beliau ditanya, "Apakah itu suatau musibah Ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ya, setiap sesuatu yang menyakitkan seorang mukmin itu adalah musibah".).
Sementara Al-Syaukâniy7 dan Musthafa al-Marâghi8
menjelaskan bahwa musibah adalah semua peristiwa yang
menambah keyakinan bahwa kebahagiaan hidup manusia itu sangat tergantung dengan rahmat dan ridha Allah swt. Dapat dilihat dalam surah ah-Baqarah(2): 56, al-Nisa(4): 83, 113, al-'Arâf(7): 72, Yunus(10): 21, 58, Hud(11): 9, 58, 66, 94, al-Nur(24): 10, 14, 20, dan 21
5
Lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al-Qurthubiy Abu Abdillah (w. 671 H). beliau adalah seorang mufassir pada abad ke 7 Hingga yang menulis tafsir Al-Jami li Ahkam al-Qur'an.
6
menyedihkan, seperti meninggalnya seseorang yang dikasihi,
kehilangan harta benda atau penyakit yang menimpa baik penyakit
yang ringan maupun penyakit yang berat yang sulit diobati.9
Disisi lain, dilihat dari tujuannya musibah adalah bagian dari
materi ujian yang dalam al-Qur'an sering diungkapkan dengan kata
balâ' (ﺀﻼﺑ ). Balâ' (ujian) dapat berupa kebaikan dan juga keburukan. mereka kembali (kepada kebenaran).
Balâ' (ujian) berupa kebaikan adalah nikmat sedang yang
berupa keburukan disebut musibah. Dua-duanya diberikan kepada
manusia supaya mereka kembali ke jalan yang benar. Dan ujian itu
akan terus-menerus diberikan oleh Allah supaya Dia mengetahui
7
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Âli bin Muhammad al-Syaukaniy. Dilahirkan tahun 1172H/1759M dan wafat pada tahun 1250H/1834M. beliau adalah seorang mufassir dengan karyanya Fath al-Qadir al-Jami' baina Fanniyyi al-Riwayah wa al-Dirayah min Ilmi al-Tafsir.
8
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Mushthafa al-Marâghi, dilahirkan pada tahun 1300H/1883, wafat pada tahun 1371H/1952M. madzhab yang dianutnya dalah Syafi'I Asy'ariy. Beliau adalah salah seorang mufassir dengan karyanya Tafsir al-Qur'an al-Azdim yang kemudian dikenal dengan tafsir Al-Marâghi.
9
siapa diantara mereka yang bersungguh-sungguh dan bersabar dalam
menghadapinya sehingga jelas baik dan buruknya amal mereka.10.
Ujian dalam bentuk hal yang tidak menyenangkan berupa
musibah juga sering dihubungkan dengan terminologi fitnah. Iman
al-Baghawi11 misalnya ketika menafsirkan ungkapan ﻦ ﻣ ءﻼ ﺑ ﻢ ﻜﻟذ ﻲﻓو "
ﻢﯿ ﻈﻋ ﻢ ﻜﺑر
" dalam surah al-Baqarah ayat 49, beliau memaknai kata
balâ' sebagai fitnah dan nikmat. Dimaknai fitnah jika isyarahnya
menunjuk pada kekejaman dan kesewenang-wenangan Firáun yang
membunuh setiap bayi laki-laki Bani Israil dan membiarkan hidup
bagi setiap bayi perempuannya. Sedang dimaknai nikmat jika
isyarahnya menunjuk pada penyelamatan oleh Allah swt. kepada
Nabi Musa as. dan pengikutnya dari kesewenang-wenangan Fir'aun12.
Dan bahkan jika fitnah dimaknai sesuatu yang menimpa orang-orang
yang beriman, maka hampir semua ayat-ayat yang di dalamnya
terkandung kata fitnah bermakna musiabah karena semua kata fitnah
menunjuk pada makna sesuatu yang tidak menyenangkan13.
10
Liahat surah surah Hud (11):7, al-Kahfi (18): 7, Muhammad (47): 31 al-Mulk (57):2
11
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud bin MuhammadAl-Farra’ Al-Baghawiy. Beliau dilahirkan pada tahun 438 H / 1046M di Khurasan dan wafat pada tahun 510 H / 1122 M Marwaruz kemudian dimakamkan disamping makam gurunya Al-Qadhi Husain pada pemakaman al-Thaliqani. Beliau adalah seorang mufassir dengan karyanya Ma’alim al-Tanzil.
12
Al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil Juz I, (Bairut: Dar al-Ma'rifah, 1987) cet. Ke 2
hlm 69.
13
Mengkaitkan kata balâ' dan fitnah dengan terminologi musibah
menjadi penting artinya dalam memahami konsep musibah secara
utuh dari sumber aslinya yakni al-Qur'an. Sehingga seminimal
mungkin dapat dihindari kesalahan dalam memahami konsep
musibah tersebut.
Melihat pentingnya pengetahuan yang benar tentang konsep
musibah itu, penulis berketetapan untuk mengkajinya melalui kajian
tafsir maudhu’iy ini menjadi sebuah tesis. Dengan harapan dapat
memahami petunjuk al-Qur’an yang sebenarnya mengenai hal
tersebut, sekaligus sebagai persyaratan memperoleh gelar magister
pada Jurusan Tafsir Hadis di Program Sekolah Pasca Sarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapaun judul tesisnya adalah KONSEP
MUSIBAH DALAM AL-QUR’AN; Suatu Kajian Tafsir Tematik
B. Pembatasan Masalah
Pembahasan tulisam ini akan dibatasi pada tinjauan secara
cermat terhadap konsep musibah dalam al-Qur’an yang meliputi;
pertama bagaimana petunjuk dan keterangan tentang musibah,
khususnya ayat-ayat yang diungkapkan dengan kata musibah (ﺔﺒﻴﺼـﻣ)
yang secara keseluruhan diulang sebanyak sepuluh kali14 dan
kata-kata yang merupakan deviasi dari bentukan akar kata-kata shawaba/ﺏﻮـﺻ,
ditambah dengan redaksi lain yang mengindikasikan makna yang
mirip, yakni kata balâ' ( ءﻼ ﺑ) , yang terulang sebanyak enam kali15
akan mendapatkan fitnah dalam arti siksa. Lihat surah al-An'am (6): 23, al-Shaffat(37): 63 dan al-Dzariyat(51): 14.
14
Lihat Surah al-Baqarah (2):156, Âli Imran (3):165, al-Nisa (4):62, 72, al-Maidah (5):106, Taubah (9):50, Qashash (28):47, Syura (42):30, Hadîd (57):22, dan al-Taghabun (64):11
15
dan kata fitnah ( ﺔ ﻨﺘﻓ ) yang terulang sebanyak tiga puluh empat kali16.
kedua pendapat-pendapat para mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat
yang berkaitan dengan konsep musibah dalam al-Qur'an, dan ketiga
pendapat-pendapat yang berkembang berkenaan dengan sangat
banyaknya bencana akhir-akhir ini.
C. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan uraian terdahulu, pembicaraan akan
difokuskan pada penelitian ayat-ayat Qur’an yang membicarakan
musibah. Untuk itu masalah pokoknya adalah Bagaimana konsep
musibah menurut al-Qur’an? Dari masalah pokok itu kemudian dapat
dikembangkan dalam dua masalah penting yakni; (1) Apa pengertian
musibah dalam berbagai ayat yang terpencar dalam berbagai surah?
Dan (2) Bagaimana petunjuk al-Qur’an dalam menghadapi dan
menanggulangi musibah?
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini berusaha memahami firman Allah swt. Yang
diturunkan dalam kondisi dan kultur abad ke 6 M. Karenanya untuk
memperoleh informasi dan data yang lengkap menyangkut
pembahasan musibah, maka penulis mengutip berbagai pustaka, baik
itu pustaka primer, yakni ayat-ayat al-Qur'an dan atau hadis-hadis
Nabi Muhammad saw. Yang menginformasikan berbagai istilah
musibah maupun pustaka sekunder yang berupa kitab-kitab tafsir
16
Lihat surah al-Baqarah(2):102, 191, 193, 217, Âli Imran(3):7, Nisa'(4):91, Maidah(5):41, 71, An'am(6):23, 'Arâf7:155, Anfal(8):25, 28, 39, 73,
al-Taubah(9):47, 48, 49, Yuus(10):85, al-Isra'(17):60, Thaha(20):40, 40, al-Anbiya(21):111, al-Hajj(22):11, 53, al-Nur(24):63, al-Furqan(25):20, al-Ankabût(29):10, al-Ahzab(33):14, Shaffat(37):63, Zumâr(39):49, Dzariyat(51):14, Qamar(54):27,
juga berbagai buku yang ada hubungannya dengan pembahasan
musibah.
Sepanjang pengetahuan kami, penelitian tentang musibah
dalam al-Qur’an belum ditemukan. Sementara dalam pengetahuan
penulis kajian musibah bannyak dilakukan oleh para ahli ilmu akhlak
atau para sufi. Mereka membicarakan musibah dalam kaitannya
dengan konsep keimanan yang berimplikasi pada sikap sabar, syukur,
ikhlas dan ridha. Penulis belum menemukan yang khusus
membicarakan masalah musibah kecuali Buku Karya Imam Ibn
Muhammad al-Manbanji dengan judul "Tasliyah Ahl al-Masha'ib"
dengan edisi terjemahan berjudul "Bahagia dalam Bencana" oleh
Saifuddin Zuhri. Buku ini secara umum menjelaskan tentang hakikat
musibah dan bagaimana seorang yang beriman mampu menerima
musibah dengan sabar, ikhlash dan ridha artinya ia harus tetap tabah
dan tegar menghadapinya untuk selalu tetap menjalankan syari’at
dengan benar dan merelakannya dengan hati yang tulus bahwa itu
merupakan kehendak Zat yang dicintainya. Dengan kata lain ia harus
mampu menerima musibah dengan senang hati dan menjalaninnya
seperti yang dikehendaki oleh Zat yang Maha Memberi.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kepustakaan karena sumber datanya
adalah terdiri dari buku-buku yang ada hubungannya dengan pokok
pembahasan. Dimana sumber pokoknya (primer) adalah:
1. Al-Qur'an, baik berupa mushhaf maupun CD program
2. Empat buku Tafsir Al-Qur'an; pertama, Jāmi' al-Bayān 'an ta'wīl
āyi al-Qur'ān, karya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khālid
al-Thabarī Abū Ja'far. Kedua, Tafsīr al-Qurán al-'Azhīm, karya
Zhilal al-Qurán, karya Syyid Quthub dan
keempat,
TafsirAl-Mishbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, karya M.
Qurais Shihab.
3. Hadis-hadis Nabi saw., baik berupa kitab maupun CD program
Dan buku-buku pendukung (sekunder) baik yang ada hubungan
langsung maupun tidak langsung. Sumber-sumber pendukung ini
antara lain adalah:
1. Buku-buku Tafsir yag dianggap memadai dan mewakili.
2. Buku-buku yang berisikan pengetahuan tentang al-Qur’an, atau
yang dikenal dengan ‘Ulum al-Qur’an.
3. Kamus-kamus yang memuat daftar kata-kata al-Qur’an, yang
mana isinya merupakan petunjuk praktis untuk menemukan
ayat-ayat. Dan dipakai pula kamus-kamus lain yang relevan dengan
pembahasan.
4. Buku-buku Etika Islam dan Tasawuf, yang akan dibatasi pada
buku-buku yang dianggap memadai.
5. Sumber-sember lain yang relevan dengan pembahasan.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode Tafsir Maudhu’i (Tematik)
Ada dua bentuk metode penafsiran tematik, yaitu: 17
1). Penafsiran satu surah dalam al-Qur’an dengan menjelaskan
tujuan-tujuannya secara umum dan khusus atau tema sentral surah
tersebut, kemudian menghubungkannya dengan ayat-ayat yang
beraneka ragam itu satu dengan lain sesuai dengan tema sentral
tersebut.
17
2). Penafsiran dengan cara menghimpun ayat-ayat al-Quran
yang membahas masalah tertentu dari berbagai surah al-Qur’an
sambil memperhatikan asbab nuzul-nya, munasabah masing-masih
ayat, kemudian menjelaskan masing-masing ayat-ayat tersebut yang
mempunyai kaitan atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
penafsiran dalam satu kesatuan pembahasan sampai ditemukan
jawaban-jawaban al-Qur’an yang menyangkut tema persoalan yang
dibahas.
Tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam penelitian konsep
musibah menurut al-Qur’an dalam penulisan tesis ini adalah sebagai
berikut:
1. Setelah terkumpul ayat-ayat18 yang akan dijadikan obyek
bahasan, maka dipisahkanlah ayat-ayat yang turun di Makkah
(Makkiyah) dengan ayat-ayat yang turun di Madinah
(Madaniyah). Pengelompokan ini biasanya dilakukan oleh para
fuqaha. Namun disini diperlukan kalau ternyata hal itu dapat
membantu untuk memperoleh pengertian ayat.
2. Diperlukan pengetahuan sebab, latar belakang diturunkannya
ayat, yang dimaksudkan untuk mempermudah memahami
pengertian-pengertian ayat.
3. Diteliti juga munasabah bagian-bagian ayat dengan ayat atau
dengan ayat-ayat lain dan berbagai bentuk hubungan lain.
Tampaknya hal ini dapat disejajarkan dengan memperhatikan
kontek pembicaraan yang mengitari ayat.
4. Jika diperlukan maka akan diperkaya dengan berbagai hadis
Nabi s.a.w. yang ada hubungannya dengan pembahasan.
18
Karena hadis dapat menjelaskan dan membantu mendapatkan
pengertian al-Qur’an dengan menggunakan kata-kata yang
dipakai di zaman Nabi s.a.w.
5. Memperhatikan penafsiran-penafsiran para mufassir
khususnya dalam kitab-kitab tafsir yang menjadi rujukan
utama dengan tidak mengesampingkan refrensi lain yang
dapat membantu dalam memahami konsep musibah yang
benar.
6. Langkah berikutnya adalah pemeriksaan maudu’i.
Ditempuhlah usaha mengelompokkan ayat-ayat yang sejenis,
memadukan antara yang ‘amm dan yang khash, antara yang
muthlaq dan yang muqayyad, menselaraskan antara yang
kelihatannya terdapat ta’arudh.. Selanjutnya menyusun
sitematika penyajian, dan menyajikannya dengan sitematik
sehingga memudahkan bagi penulis maupun pembaca untuk
dapat memahami konsepsi musibah secara utuh dari berbagai
sudut pandang yang ada.
F. Tujuan Penulisan
Studi ini secara umum bertujuan untuk mengetahui konsep
musibah dalam al-Qur’an, sehingga dapat diketahui baik macam,
bentuk, sebab, kemudian cara menghadapi dan menanggulanginya
sampai akhirnya dapat diketahui hikmah yang ada di balik musibah
yang kesemuanya menurut petujuk al-Qur'an.
Adapun secara khusus penulisan tesis ini bertujuan;
1. Bagi penulis, studi ini disamping untuk memenuhi syarat
penyelesaian studi S2 di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah juga dalam rangka menjawab teka-teki masalah
menyaksikan bencana yang terus menerus diberitkan baik di
media cetak maupun media elektronik.
2. Bagi khazanah ilmu, supaya menjadi salah satu refensi yang dapat
dijadikan acuan selanjutnya bagi saudara-saudara kita yang ingin
mendalami dan mengembangkan konsep musibah yang lebih luas
lagi dalam al-Qur'an. Karena al-Qur’an sendiri tampaknya
membuka lebar supaya terus dikaji dan diperiksa secara terus
menerus. Al-Qur’an mestinya terus menjadi obyek pembahasan
yang berkesinambungan
3. Bagi pembaca, mudah-mudahan dapat menjadi terbuka
pemahamannya tentang musibah sehingga ketika melihat atau
bahkan tertimpa musibah dalam bentuk apapun dapat segera
mensikapi dengan benar sesuai dengan petunjuk al-Qur'an dan
juga dapat mempelajari fenomena musibah dengan benar sehingga
dapat berikhtiar menanggulangi kemungkinan-kemungkinan
musibah yang akan terjadi kalupun dalam batas memprediksi dan
melakukan hal-hal pencegahan dalam batas kemampuannya.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tesis ini, sistematikanya akan dibagi menjadi
lima bab. Masing-masing bab akan dibagi-bagi lagi menjadi sub
bab-sub bab. Dan secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bab satu, berisi pendahuluan yang memuat: Latar Belakang
Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Kajian
Kepustakaan, Metodologi Penelitian, Tujuan Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Pada bab dua, berisi tentang Gambaran Umum tentang
Musibah yang menjelaskan secara rinci tentang: Makna Musibah,
Pada bab tiga, berisi tentang Identifikasi Ayat-ayat Musibah
menjelaskan secara rinci tentang: Term Langsung Musibah,
Term-term Lain yang Bermakna Musibah dan Hubungan antara Musibah,
Balâ' dan Fitnah..
Pada bab empat, berisi tentang Analisis Musibah dalam
Al-Qur'an yang menjelaskan secara rinci tentang: Sikap menghadapi
Musibah, Menanggulangi Musibah dan Hikmah Musibah..
Akhirnya, pada bab lima, yakni bab penutup, penulis
mengemukakan kesimpulan secara menyeluruh mengenai konsep
musibah. Hal ini – terutama – dimaksudkan sebagai penegasan
jawabab atas permasalahan yang telah dikemukakan. Setelah itu,
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG MUSIBAH
A. Pengertian Musibah
Musibah dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai bencana,
atau malapetaka yaitu sesuatu yang menimpa manusia yang
menimbulkan rasa sedih, seperti kematian, tertabrak, banjir, gempa,
kebakaran dan lain-lainnya.19
Dalam bahasa Arab kata mushîbah/ﺔﺒﯿﺼ ﻣ terambil dari akar
kata yang terdiri dari huruf shâd, wau, dan ba' (shawaba/َبَﻮ َﺻ ).
Menurut Râghib Al-Asfahani asal makna kata tersebut adalah "ﺔﻴﻤﺭﻟﺍ"
(lemparan).20 Adapun derivasi bentuk beserta maknanya, antara lain
sebagai berikut:
1. Shaub, inshâb, shayyib dan shuyûb dari perubahan kata shâba –
yashûbu/ بﻮﺼ ﯾ - بﺎ ﺻ , maka berarti turun hujan, seperti
dijelaskan sebagai berikut:
و
ﺮﻄﻣ
ﺎﻤھﻼﻛ
بﺎﺼﻧا
و
ﺎﺑﻮﺻ
ﺮﻄﻤﻟا
بﺎﺻ
ﺮﻄﻤﻟا
لوﺰﻧ
بﻮﺼﻟا
ءﺎﻤﺴﻟا
ﻦﻣ
ﺐﯿﺼﻛ
وأ
ﻰﻟﺎﻌﺗ
ﮫﻟﻮﻗو
بﻮﯿﺻ
و
ﺐﯿﺻ
21
(kata al-shaub berarti turun hujan, keduanya berarti turun hujan, begitu juga shayyib dan shuyûb. Sebagaimana firman Allah swt. " atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit"22
2. Shawâb /باﻮ ﺻ dari kata ashâb – yushîbu, maka berarti benar
atau kebenaran, seperti dijelaskan sebagai berikut:
19
Prof. Dr. J.S. Badudu dan Prof. Sutan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001) cet. Ke 4 hlm. 923. juga lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta BP, 1988) cet. Pertama hlm. 602.
20
Al-Râghib Al-Asfahâni, Mu'jam Mufradât fī Alfâzd Al-Qurán, (Bairut:Dar al-Fikr, tt), hlm. 297
21
Ibn Manzhûr, Lisân al-Arabi, Fashl ﺏ bab ﺹ, Juz I, hlm, 534
22
ﺈ ﻄﺨﻟا
ﺪ ﺿ
باﻮﺼ ﻟا
و
دارأ يﺬ ﻟا yakni Allah swt. menghendaki yang Dia kehendaki. Pada
dasarnya yang dikehendaki oleh Allah swt. adalah kebenaran. Kebenaran itu adalah lawan dari kesalahan.
3. Mushîbah/ﺔﺒﯿﺼ ﻣ dari kata ashâb – yushîbu, maka berarti bencana
besar atau sesuatu yang tidak disukai kedatangannya oleh
manusia, seperti dijelaskan sebagai berikut: berbagai bencana supaya Allah swt. memberikan pahala padanya. Musibah adalah perihal yang turunnya atau kehadirannya pada manusia tidak disukai.)
ﺮھﺪ ﻟا ﻦ ﻣ (Engkau telah ditimpa oleh bencana). Demikian juga kata
ﺔﺑﺎﺼ ﻤﻟا/al-mashâbah, dan ﺔﺑﻮﺼ ﻤﻟا/al-mashûbah. Sedangkan ta mempunyai makna lemparan kemudian mengalami pengkhususan makna bahaya atau bencana op. cit. hlm 296
24
menegaskan sebuah bencana besar ﺔ ﻐﻟﺎﺒﻤﻟا وأ ﺔ ﯿھاﺪﻠﻟ/Dahiyah al-sesungguhnya hamzah terdapat dalam kata tersebut adalah ganti dari wawu karena wawu itu penyakit (tidak enak diucapkannya) dan wawunya dirubah jadi ya' karena kasrahnya qâf )
Dalam Ensiklopedi Al-Qur'an dijelaskan bahwa kata
ﺔﺒﯿﺼ ﻤﻟا/mushîbah digunakan untuk pengertian bahaya, celaka,
bencana atau bala.27 Sementara menurut sebagian mufassir, musibah
diartikan sebagai ujian yang berat28 atau segala sesuatu yang dapat
melukai atau menyakitkan orang yang beriman٢٩.
Dengan demikian maka musibah dapat didefinisikan sebagai
suatu yang menimpa manusia, yang bermacam-macam ragamnya baik
Team Redaksi, Ensiklopedi Al-Qur'an ;Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997, cet. 1, hlm.
28
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2000). Cet. 1 hlm. 343. Bedakan dengan penjelasan musibah oleh Wahbah al-Zuhailiy dalam Al-Tafsir Al-Munir Juz I hlm. 34. (ﻞ ھاوالﺎﻣواﺲﻔﻧﻲﻓنﺎﺴﻧﻹايذﺆﯾﺎﻣﻞﻛ :ﺔﺒﯿﺼﻤﻟا/segala sesuatu yang menyakitkan hati manusia dalam hal jiwa, harta atau keluarga)
29
berupa bencana alam atau hal yang menimpa diri yang sifatnya tidak
menyenangkan, yang fungsinya bisa berbentuk ujian, peringatan atau
hukuman atas kesalahan perbuatan manusia yang bersangkutan.
B. Macam-macam Musibah
Berbicara mengenai macam-macam musibah, dilihat dari
sebabnya dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, musibah akibat
bencana alam seperti bencana gunung api, gempa bumi, tsunami,
banjir, longsor, angin ribut, wabah penyakit, badai, kekeringan dan
lain-lain. Kedua, musibah yang terjadi akibat kesalahan dan
kecerobohan perbutan manusia separti, konflik sosial, terorisme,
polusi, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi dan lain-lain.
Bermacam-macam musibah di dunia ini, baik bencana alam
murni maupun akibat kesalahan manusia, ditimpakan supaya manusia
mendapat petunjuk. Sebagaimana firman Allah dalam surah
al-Taghabun [64]: 11 sebagai berikut:
ُﮫَﺒْﻠَﻗ
ِﺪْﮭَﯾ
ِﮫﱠﻠﻟﺎِﺑ
ْﻦِﻣْﺆُﯾ
ْﻦَﻣَو
ِﮫﱠﻠﻟا
ِنْذِﺈِﺑ
ﺎﱠﻟِإ
ٍ
ﺔَﺒﯿِﺼُﻣ
ْﻦِﻣ
َبﺎَﺻَأ
ﺎَﻣ
ﱢﻞ ُﻜِﺑ
ُﮫ ﱠﻠﻟاَو
ٌ
ﻢﯿِﻠَﻋ
ٍ
ءْﻲَ
ﺷ
)
ﻦﺑﺎﻐﺘﻟا
:
١١
(
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Musibah dalam apapun yang menimpa manusia di dunia ini pada
hakekatnya adalah urusan Allah yang menjadi ketentuan-ketentuan
dan kehendak-Nya semua terjadi atas izin-Nya.30 Menurut Ibn Abbas
ra. makna " ﮫ ﺒﻠﻗ ﺪ ﮭﯾ ﷲﺎ ﺑ ﻦﻣﺆ ﯾ ﻦ ﻣو" adalah seorang yang beriman
kepada Allah swt. maka hatinya menjadi yakin lalu mengetahi bahwa
30
musibah yang menimpanya bukan sebab kesalahannya dan sebaliknya
kesalahan yang dia lakukan itu juga bukan menjadi sebab musibah
yang menimpanya.31 Musibah apapun yang menimpa dirinya adalah
atas pengetahuan dan kehendak Allah swt. yang sudah ditetapkan
oleh-Nya.
Ditegaskan juga bahwa musibah itu sudah ditulis dan
direncanakan kejadiannya oleh Allah swt. seperti yang terdapat
dalam surah al-Hadîd [57]: 22 sebagai berikut:
ِﻞ ْﺒَﻗ
ْﻦ ِﻣ
ٍ
بﺎ َﺘِﻛ
ﻲ ِﻓ
ﺎ ﱠﻟِإ
ْﻢُﻜِﺴُﻔْﻧَأ
ﻲِﻓ
ﺎَﻟَو
ِضْرَﺄْﻟا
ﻲِﻓ
ٍ
ﺔَﺒﯿِﺼُﻣ
ْﻦِﻣ
َبﺎَﺻَأ
ﺎَﻣ
ٌ
ﺮﯿِﺴَﯾ
ِﮫﱠﻠﻟا
ﻰَﻠَﻋ
َﻚِﻟَذ
ﱠنِإ
ﺎَھَأَﺮْﺒَﻧ
ْنَأ
)
ﺪﯾﺪﺤﻟا
:
٢٢
(
(Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah).
Menurut Asy-Syaukâni ayat tersebut di atas menegaskan bahwa
musibah yang menimpa hamba-hamba Allah, adalah sudah tercatat
lebih dahulu dan sudah tetap dalam Umm al-Kitab (Lauh
al-Mahfûzd). Kemudian beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa musibah
ada dua kategori; pertama musibah yang terjadi di bumi seperti
kemarau panjang, banjir, gempa dan agin ribut dan lain-lain, kedua
musibah yang ada dalam diri manusia itu sendiri seperti penyakit,
pelaksanaan hukum pidana, kehidupan yang lemah dan lain-lain32.
Adapun musibah yang terjadinya disebabkan atas andil
perbuatan dosa manusia. Bagi orang-orang yang beriman musibah
tersebut mengingatkan dan untuk menghapuskan dosa-dosanya.
31
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an .... Juz IV, hlm. 376
32
Seperti dijelaskan dalam firman Allah swt. dalam surah al-Syûrâ
[42]:30 sebagai berikut;
ْﻦَﻋ
ﻮُﻔْﻌَﯾَو
ْﻢُﻜﯾِﺪْﯾَأ
ْ
ﺖَﺒَﺴَﻛ
ﺎَﻤِﺒَﻓ
ٍ
ﺔَﺒﯿِﺼُﻣ
ْﻦِﻣ
ْﻢُﻜَﺑﺎَﺻَأ
ﺎَﻣَو
ٍ
ﺮﯿِ
ﺜَﻛ
)
ىرﻮﺸﻟا
:
٣٠
(
(Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
Surah al-Syûrâ [42]: 30 tersebut di atas ketika diturunkan,
Rasulullah saw. bersabda, "Demi Dzat yang Menggenggam Jiwa
Muhammad, tidak ada yang dapat mengkoyak kayu, menggelincirnya
kaki dan mencucurkan keringat kecuali sebab dosa yang mereka
perbuat dan Allah swt. memaafkan sebagaian besar dosa-sosa itu"33
'Ali bin Abu Thalib berkata, "Perhatikan akan aku kabarkan
kepadamu ayat yang paling utama dalam kitab Allah swt. bahwa
Rasulullah saw. telah mengatakan kepada kami tentang ayat tersebut
yaitu34: ﺮﯿﺜﻛ ﻦﻋ اﻮﻔﻌﯾوﻢﻜﯾﺪﯾأ ﺖﺒﺴﻛ ﺎﻤﺒﻓ ﺔﺒﯿﺼﻣ ﻦﻣ ﻢﻜﺑﺎﺻأ ﺎﻣو.
Kemudian beliau melanjutkan sabdanya dan akan aku tafsirkan
untukmu hai Ali: ٍﺮ ﯿِﺜَﻛ ْﻦ َﻋ ﻮ ُﻔْﻌَﯾَو ْﻢُﻜﯾِﺪ ْﯾَأ ْﺖَﺒَﺴ َﻛ ﺎ َﻤِﺒَﻓ ٍﺔَﺒﯿِﺼ ُﻣ ْﻦ ِﻣ ْﻢُﻜَﺑﺎ َﺻَأ ﺎ َﻣَو
/Dan apa musibah yang menimpa kamu berupa penyakit, hukuman,
atau ujian di dunia ini maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri yakni perbuatan dosa dan aniaya yang telah kamu
lakukan, dan Allah swt. memaafkan sebagian besar dari
kesalahan-kesalahanmu di dunia setelah kamu ditimpa musibah itu.35
Ikrimah ra. Berkata, "Bencana apapun yang menimpa seorang
hamba itu disebabkan oleh perbuatan dosanya. Dan Allah swt.
hendak menganpuninya melalui musibah itu, atau Dia hendak
33
Al-Baghâwi, Ma’âlim al-Tanzil Juz IV, (Bairut: Dar al-Ma'rifah, 1987) cet. Ke
2, hlm. 128
34
Al-Baghâwi, Ma’âlim .... hlm. 128
35
mengangkat derajatnya dengan musibah itu, dan dengan musibah
itulah seorang hamba dapat memperoleh ampunan dari
dosa-dosanya"36
Selanjutnya musibah apabila dilihat dari kadarnya, yakni
ukuran berat ringannya macam-macam musibah dapat dibagi ke
dalam tiga bagian, yakni berat, sedang dan ringan. Berikut adalah
macam-macam musibah yang disusun berdasarkan ukuran tersebut:
1. Musibah Agama
Musibah ini menduduki tempat yang paling berat dan
paling besar bagi umat manusia di dunia dan di akhirat.37
Artinya seseorang yang tidak dapat bersabar dalam
mempertahankan agama Allah swt. yakni agama Islam yang
dirisalahkan melalui Nabi Muhammad saw. sehingga ia sampai
mendustakannya, maka ia akan mengalami kerugian yang
sangat besar yang tidak dapat dibandingkan dengan yang
lainnya. Karena amalnya akan sia-sia. Sebagaimana firman
Allah swt. dalam surah al-'Araf [7]: 147 berikut
َنْوَﺰ ْ
ﺠُﯾ
ْﻞ َھ
ْﻢُﮭُﻟﺎ َﻤْﻋَأ
ْ
ﺖ َﻄِﺒَﺣ
ِ
ةَﺮِﺧﺂ ْﻟا
ِءﺎ َﻘِﻟَو
ﺎ َﻨِﺗﺎَﯾﺂِﺑ
اﻮُﺑﱠﺬَﻛ
َﻦﯾِﺬﱠﻟاَو
َنﻮُﻠَﻤْﻌَﯾ
اﻮُﻧﺎَﻛ
ﺎَﻣ
ﺎﱠﻟِإ
)
فاﺮﻋﻷا
:
١٤٧
(
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.
Berkenaan dengan musibah agama ini, Ibn Majah
meriwayatkan dari hadis Ummu Salamah, istri Nabi saw.
bahwa ia mengatakan, "Di Zaman Nabi saw., bila seorang
36
Al-Baghâwi, Ma’âlim .... hlm. 128
37
berdiri menunaikan shalat, pandangannya tidak berpaling dari
tempat berpijak kedua kaki mereka. Ketika Rasulullah saw.
wafat tibalah zaman Abu Bakar ra., bila seseorang menunaikan
shalat, pandangan matanya tidak berpaling dari arah kiblat.
Lalau Abu Bakar pun wafat dan tibalah zaman Umar ra., bila
orang-orang berdiri menunaikan shalat pandangan mata
mereka tidak berpaling dari tempat kiblat. Kemudian ketika
tiba zaman Utsman ra., terjadilah fitnah sehingga orang-orang
menoleh ke kiri dan ke kanan dalam menunaikan shalat."38
Oleh sebab jauh sebelumnya Rasulullah saw. mengingatkan
bahwa yang disebut orang yang terampas adalah orang yang
dirampas agamanya dan orang yang dicekal adalah orang yang
dicekal pahalanya.39
Fitnah dalam arti pemurtadan, yakni usaha yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu baik dengan jalan
kekerasan maupun yang lainnya untuk mengeluarkan manusia
dari aqidah tauhid memang sudah terjadi sejak zaman dahulu,
bahkan telah terjadi sejak umat-umat terdahulu. Nabi Musa as.
dan kaumnya Bani Isra'il dipaksa, dianiaya dan disiksa supaya
mau mengakui Firáun sebagai, sehingga akhirnya Allah swt.
menyelamatkan-nya. Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam
surah al-Baqarah [2]: 49 sebagai berikut;
َنﻮُﺤﱢﺑَﺬ ُﯾ
ِباَﺬ َﻌْﻟا
َءﻮ ُﺳ
ْﻢُﻜَﻧﻮُﻣﻮُﺴ َﯾ
َنْﻮ َﻋْﺮِﻓ
ِلاَء
ْﻦ ِﻣ
ْﻢُﻛﺎ َﻨْﯿﱠ
ﺠَﻧ
ْذِإَو
ْﻢ ُﻜﱢﺑَر
ْﻦ ِﻣ
ٌ
ءﺎ َﻠَﺑ
ْﻢ ُﻜِﻟَذ
ﻲ ِﻓَو
ْﻢُﻛَءﺎَﺴ ِﻧ
َنﻮُﯿْﺤَﺘْﺴ َﯾَو
ْﻢُﻛَءﺎ َﻨْﺑَأ
ٌ
ﻢﯿِﻈَﻋ
)
ةﺮﻘﺒﻟا
:
٤٩
(
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir`aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu
38
Imam Ibn Muhammad al-Manbanji, Tasliyah Ahl … hlm. 35 39Imam Ibn Muhammad al-Manbanji, Tasliyah Ahl
siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu.
Nabi Ibrahim as., difitnah dan dibakar api hidup-hidup
oleh penguasa raja Namrud, karena beliau memperjuangkan
agama tauhid. Akhirnya Allah swt. menyelamatkan beliau dari
sifat api yang membakar menjadi dingin. Allah swt. berfirman
dalam surah al-Anbiya' [21]: 69 sebagai berikut
َﻢﯿِھاَﺮْﺑِإ
ﻰَﻠَﻋ
ﺎًﻣﺎَﻠَﺳَو
اًدْﺮَﺑ
ﻲِﻧﻮُﻛ
ُرﺎَﻧﺎَﯾ
ﺎَﻨْﻠُﻗ
)
ءﺎﯿﺒﻧﻷا
:
٦٩
(
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim".
Musibah agama ini, juga menimpa generasi Sahabat
Nabi Muhammad saw. Dalam musibah ini al-Qur'an banyak
mengungkapnya dengan istilah fitnah. Antara lain disebutkan
dalam surah al-Nisâ''[4]: 91
ﺎ َﻣ
ﱠﻞ ُﻛ
ْﻢُﮭَﻣْﻮ َﻗ
اﻮُﻨَﻣْﺄ َﯾَو
ْﻢُﻛﻮُﻨَﻣْﺄ َﯾ
ْنَأ
َنوُﺪ ﯾِﺮُﯾ
َﻦﯾِﺮ َﺧاَء
َنوُﺪِ
ﺠَﺘ َﺳ
ﺎَﮭﯿِﻓ
اﻮُﺴِﻛْرُأ
ِﺔَﻨْﺘِﻔْﻟا
ﻰَﻟِإ
اوﱡ
دُر
)
ءﺎﺴﻨﻟا
:
٩١
(
Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman daripada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun ke dalamnya.
Fitnah dalam surah Al-Nisā'[4]:91 tersebut di atas adalah
fitnah dalam arti pemurtadan yang menimpa orang-orang yang
tidak mempunyai akidah yang kokoh. Mereka setiap diajak
kembali kepada fitnah yakni menyembah kepada selain Allah
(syirik), dengan mudah akan kembali dan menjadi musyrik
golongan yang kaum muslimin dan juga aman dalam golongan
yang lain40 Sebab utama mudahnya mereka terfitnah yakni
kembali pada keyakinan semula berupa kekafiran dan
kemusyrikan adalah karena mereka lebih mementingkan
pribadi ketimbang kepentingan agamanya
.
Fitnah dalam arti memurtadkan umat dari aqidah tauhid
seperti di atas adalah musibah terberat dan terbesar bagi umat
Islam. Sebab itu siapa yang memfitnah dan terfitnah dalam hal
tersebut dikatakan oleh al-Qur'an dosanya lebih besar dari
pada dosa membunuh. Demikian karena dosa fitnah,
menjadikan orang keluar dari aqidah dan ajaran tauhid dapat
menghapus dan menghilangkan kenikmatan dunia dan akhirat
sekaligus. Dosa membunuh lebih ringan karena membunuh
hanya melenyapkan kenikmatan dunia. Apabila ia meninggal
masih membwa iman dan Islam masih mempunyai harapan
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)
di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.
Musibah agama seperti dijelaskan di atas akan terus
terjadi di kalangan kaum muslimin selama iblis masih ada.
Karena musuh orang-orang yang beriman dan kaum muslimin,
yakni iblis dan sekutu-sekutunya tidak akan berhenti mengajak
mereka sampai mereka tercatat menjadi orang-orang yang
mendustakan agama dan ayat-ayat Allah swt. Karena
musuh-musuh orang-orang yang mentauhidkan Allah swt. telah
bersumpah akan menyesatkan dan melalaikannya dari agama
tauhid. Seperti ditulis dalam al-Qurán surah al-Áraf [7]: 16
dan 17 sebagai berikut:
َﻢﯿِﻘَﺘْﺴُﻤْﻟا
َﻚَ
ﻃاَﺮِﺻ
ْﻢُﮭَﻟ
ﱠنَﺪُﻌْﻗَﺄَﻟ
ﻲِﻨَﺘْﯾَﻮْ
ﻏَأ
ﺎَﻤِﺒَﻓ
َلﺎَﻗ
.
ْﻦ ِﻣ
ْﻢُﮭﱠﻨَﯿِﺗﺂ َﻟ
ﱠﻢ ُ
ﺛ
ُﺪ ِ
ﺠَﺗ
ﺎ َﻟَو
ْﻢِﮭِﻠِﺋﺎَﻤ َ
ﺷ
ْﻦ َﻋَو
ْﻢِﮭِﻧﺎ َﻤْﯾَأ
ْﻦ َﻋَو
ْﻢ ِﮭِﻔْﻠَﺧ
ْﻦ ِﻣَو
ْﻢِﮭﯾِﺪ ْﯾَأ
ِﻦْﯿ َﺑ
َﻦﯾِﺮِﻛﺎَ
ﺷ
ْﻢُھَﺮَ
ﺜْﻛَأ
)
فاﺮﻋﻷا
:
١٦
-١٧
(
Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at).
2. Musibah yang Menimpa Diri
Berdasarkan kadarnya, yakni berat-ringannya dan
besar-kecilnya musibah yang ke dua adalah musibah yang terkait
dengan jiwa, seperti kematian, dan sakit. Kematian termasuk
musibah sebagaimana firman Allah swt. dalam surah
ِتْﻮ َﻤْﻟا
ُﺔَﺒﯿِﺼ ُﻣ
ْﻢُﻜْﺘَﺑﺎ َﺻَﺄَﻓ
ِضْرَﺄ ْﻟا
ﻲ ِﻓ
ْﻢُﺘْﺑَﺮ َﺿ
ْﻢُﺘ ْﻧَأ
ْنِإ
disekelilingnya terutama kerabat dekat mereka mencintainya.
Sebab itu kematian kematian seseorang adalah menjadi ujian
bagi diri sitertimpa musibah sendiri dan ujian bagi
orang-orang dekatnya yang ditinggalkan. Kematian adalah hal yang
pasti yang akan dirasakan oleh setiap jiwa, siapa yang dapat
melaluinya dengan sabar dan mampu mengakhirinya dengan
khusnul khatimah, maka berbahagialah dia. Allah swt.
berfirman dalam surah Âli Imran [3]: 185 sebagai berikut:
ْﻦ َﻤَﻓ
ِﺔ َﻣﺎَﯿِﻘْﻟا
َمْﻮ َﯾ
ْﻢُﻛَرﻮ ُﺟُأ
َنْﻮ ﱠﻓَﻮُﺗ
ﺎ َﻤﱠﻧِإَو
ِتْﻮ َﻤْﻟا
ُﺔ َﻘِﺋاَذ
ٍﺲ ْﻔَﻧ
ﱡ
ﻞ ُﻛ
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.Juga firman Allah swt. dalam surah al-Anbiya'[21]:
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Kematian juga menjadi musibah bagi kerabat dekat dan
teman-teman tercinta orang yang meninggalkannya. Dapatkan
ia bersabar dan merelakannya kembali kepada Pemilik
hakikinya yakni Allah swt. ataukah sebaliknya ia meratapi dan
melakukan tindakan-tindakan yang dilarang. Barang siapa
yang dapat bersabar dengan mengucapkan lafal istirja' "Innâ
lillâhi wa innâ ilaihi râji`ûn " (Sesungguhnya kami milik Allah
swt. hamba yang dimiliki dan sesungguhnya kami pasti akan
kembali di akhirat), lalu ridha dan berdo'a kepada-Nya untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih baik darinya, maka ia
termasuk orang-orang yang beruntung. Sebagaimana firman
Allah swt. dalam surah al-Baqarah [2]: 156 berikut;
ﱠﻧِإَو
ِﮫ ﱠﻠِﻟ
ﺎ ﱠﻧِإ
اﻮُﻟﺎ َﻗ
ٌ
ﺔَﺒﯿِﺼ ُﻣ
ْﻢُﮭْﺘَﺑﺎ َﺻَأ
اَذِإ
َﻦﯾِﺬ ﱠﻟا
ِﮫ ْﯿَﻟِإ
ﺎ
َنﻮُﻌِﺟاَر
)
ةﺮﻘﺒﻟا
:
١٥٦
(
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji`ûn "
Bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah swt. dan
hari akhir mati bukanlah suatu yang ditakuti. Karena kematian
sudah diyakininya sebagai sebuah kepastian dimanapun dan
kapanpun apabila sudah datang waktunya tidak dapat diundur
barang sedetik atau ditambah sekalipun ada di dalam benteng
yang kokoh.42 Yang ditakutkan bagi umat Islam bukanlah
kematiannya, tetapi sebab yang menjadikan dia mati. Ia
bahkan rela mengorbankan jiwa dan hartnya apabila
diperlukan dalam jihad fi sabilillah. Demikian karena syahid
adalah dambaan bagi setiap muslim yang taat. Kematian
42
dengan jalan ini diyakini benar akan digantikan dengan
kenikmatan yang abadi yaitu surga Allah swt. Sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur'an surah al-Taubah [9]: 111 berikut:
َﺔ ﱠﻨَ
ﺠْﻟا
ُﻢ ُﮭَﻟ
ﱠنَﺄ ِﺑ
ْﻢُﮭَﻟاَﻮ ْﻣَأَو
ْﻢُﮭَﺴ ُﻔْﻧَأ
َﻦﯿِﻨِﻣْﺆ ُﻤْﻟا
َﻦ ِﻣ
ىَﺮَﺘ ْ
ﺷا
َﮫ ﱠﻠﻟا
ﱠنِإ
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
Sebaliknya musibah kematian yang ditakutkan oleh umat
Islam adalah kematian yang tidak membawa Iman dan Islam.
Mati dengan membawa dosa sebelum bertaubat dan kembali
kepada kebenaran Iman dan Islam. Mereka akan mendapatkan
penderitaan dan adzab yang abadi di akhirat. Sebagaimana
firman Allah swt. sebagai berikut;
Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.
Berikutnya musibah yang terkait dengan jiwa seseorang
jasmani. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt.
Juga disebutkan dalam surah al-Syuára [27]: 80
ِﻦﯿِﻔْ
ﺸَﯾ
َﻮُﮭَﻓ
ُ
ﺖْﺿِﺮَﻣ
اَذِإَو
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,
ulang kali menyebutkannya.43 Dimana apabila dicermati
dengan seksama penyakit ini, apabila tidak dapat disembuhkan
dengan jalan membuang sejauh-jauhnya, maka jadilah ia
termasuk dalam golongan orang-orang yang lemah imannya
atau golongan orang-orang munafik.
Dr. Zuhair Muhammad al-Zamili, dengan mengutip
pendapat Ibn Qayyim dalam bukunya Zad al-Ma'ad,
menegaskan bahwa diantara musibah beberapa penyakit ada
43
penyakit yang menghalangi tubuh untuk beraktivitas secara
sempurna dan ada pula yang menghalangi untuk memperoleh
kehidupan akhirat.44 Maksudnya adalah bahwa penyakit lahir
akan menghalangi tubuh untuk beraktivitas sehingga jiwa
terasa sedih atau menderita karenanya. Sedang penyakit hati
dapat menghalangi seseorang untuk beramal saleh sehingga
terhalang untuk mendapatkan keberhasilan hidup di akhirat
kelak.
Diantara penyakit hati yang dapat menghalangi seseorang
untuk mendapatkan kehidupan akhirat adalah penyakit
keragu-raguan dan penyakit syahwat. Untuk lebih jelasnya dapat
dibaca dalam keterangan singkat sebagai berikut:
a. Penyakit Keragu-raguan
Hati yang selalu ragu-ragu dalam memilih kebenaran
adalah hati yang sakit. Ini merupakan musibah dapat
mengakibatkan mereka yang tertimpa penyakit ini terfitnah
dalam beragama sehingga mereka memilih kebenaran yang
semu. Mereka menjadi orang-orang zhalim dalam beragama.
Allah swt. berfirman dalam surah al-Nur [24]: 50
ُﻗ
ﻲ ِﻓَأ
ْﻢِﮭْﯿ َﻠَﻋ
ُﮫ ﱠﻠﻟا
َ
ﻒ ﯿِﺤَﯾ
ْنَأ
َنﻮُﻓﺎ َﺨَﯾ
ْمَأ
اﻮُﺑﺎ َﺗْرا
ِمَأ
ٌ
ضَﺮ َﻣ
ْﻢِﮭِﺑﻮ ُﻠ
َنﻮُﻤِﻟﺎﱠﻈﻟا
َﻢُھ
َﻚِﺌَﻟوُأ
ْﻞَﺑ
ُﮫُﻟﻮُﺳَرَو
)ﺔﺒﻭﺘﻟﺍ
:
١٢٥
(
Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim..
Juga firman Allah swt. dalam surah al-Hajj [22]: 53
44
penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat,.
Mereka juga termasuk dalam golongan orang-orang
munafik, sebagaimana firman Allah swt. dalam surah al-Ahzab
[33]: 12
Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: "Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya".
b. Penyakit Syahwat dan Hawa Nafsu
Syahwat dan Hawa Nafsu adalah unsur jiwa yang ada
dalam setiap diri manusia. Ia menjadi pendorong seseorang
dalam melakukan aktivitasnya atau sebaliknya mendorong
untuk tidak melakukan amal saleh.
Diantara syahwat dan hawa nafsu yang dapat mendorong
seseorang berbuat kejahatan adalah nafsu seksual, mempunyai
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Sebaliknya syahwat dan hawa nafsu yang menghalangi
seseorang untuk melakukan kebaikan, antara lain adalah kikir,
putus-asa, dan bermalas-malasan. Jiwa yang diliputi oleh
syahwat dan hawa kikir akan menghalangi seseorang untuk
berderma, untuk mensyukuri nikmat Allah swt. yang telah
dikaruniakan kepadanya. Bahkan tidak sekedar untuk dirinya,
tetapi biasanya juga menyuruh orang lain untuk berbuat kikir membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Selanjutnya jiwa yang diliputi syahwat dan hawa nafsu
keputusasaan juga mendorong ia mau berusaha secara terus
menerus dalam mengusahakan amal saleh. Ia cenderung untuk
menyerah dalam mencari rahmat Allah swt. Sebagaimana
firman-Nya dalam surah al-Ankabut [29]: 23
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik pemahaman bahwa
jiwa yang diliputi syahwat dan hawa nafsu adalah jiwa yang
tidak sehat dan menjadi musibah yakni ujian bagi siapa saja
untuk dapat mengendalikannya ke jalan yang baik dan benar.
Kenapa ? Karena ia selalu menyuruh pada yang mungkar,
apabila tidak mendapat rahmat Allah swt., sebagaimana
firman-Nya dalam surah Yusuf [12]: 53
ﱠنِإ
ﻲ ﱢﺑَر
َﻢ ِﺣَر
ﺎ َﻣ
ﺎ ﱠﻟِإ
ِءﻮﱡ
ﺴ ﻟﺎِﺑ
ٌةَرﺎ ﱠﻣَﺄَﻟ
َ
ﺲْﻔﱠﻨ ﻟا
ﱠنِإ
ﻲِﺴ ْﻔَﻧ
ُ
ئﱢﺮ َﺑُأ
ﺎَﻣَو
ٌ
ﻢﯿِﺣَر
ٌ
رﻮُﻔَ
ﻏ
ﻲﱢﺑَر
)ﻑﺴﻭﻴ
:
٥٣
(
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sebab itu sipa yang dapat menerima syahwat dan hawa
nafsu dan dapat mengendalikannya ke jalan yang benar, maka
jiwa atau nafsunya termasuk yang dirahmati Allah swt.
sebaliknya syahwat dan hawa nafsu yang tidak dapat
dikendalikan akan menghancurkan dan merendahkan jiwa yang
memilikinya, karena ia mendapat murka Allah swt.
3. Musibah Harta Benda
Musibah yang menimpa harta benda, dengan berkurang
atau bahkan musnah sama sekali adalah musibah bagi yang
memilikinya. Orang yang dikaruniai harta yang banyak oleh
Allah swt. kemudian diwajibkan untuk mengeluarkan
hartanya akan berkurang. Padahal hakikinya itulah harta dia
yang sebenarnya yang nanti dapat menjadi bekal di akhirat.
Apabila mengeluarkan zakatnya tersebut karena takut akan
berkurang hartanya, justru akan dicabut dia akan mendapatkan
musibah yang dahsyat dan mungkin hartanya akan habis
karena diambil kembali oleh Dzat Pemilik yang sebenarnya,
Allah swt.
Bagi umat Islam harta bukanlah tujuan, sebab itu
berkurang atau habis sekalipun tidak boleh menjadikannya
lemah dalam menjalani tugas hidupnya di dunia ini, yakni
untuk beribadah kepada Allah swt. 45 Harta benda justru
menjadi bagian ujian hidupnya,46 apakah ia mampu
membelanjakannya di jalan Allah swt. ataukah ia gunakan
untuk mengabdi kepada nafsunya yang rendah. Jika yang
terakhir yang dilakukan, yakni menggunakan hartanya untuk
kepentingan hawa nafsunya, niscaya karunia harta yang
melimpah tersebut akan diambil lagi oleh Allah swt.
Disebutkan dalam al-Qur'an surah al-Nahl [16]:112
اًﺪ َ
ﻏَر
ﺎ َﮭُﻗْزِر
ﺎ َﮭﯿِﺗْﺄَﯾ
ًﺔ ﱠﻨِﺌَﻤْﻄُﻣ
ًﺔَﻨِﻣاَء
ْ
ﺖَﻧﺎَﻛ
ًﺔَﯾْﺮَﻗ
ﺎًﻠَ
ﺜَﻣ
ُﮫﱠﻠﻟا
َبَﺮَﺿَو
ْتَﺮ َﻔَﻜَﻓ
ٍ
نﺎ َﻜَﻣ
ﱢﻞ ُﻛ
ْﻦ ِﻣ
ِ
عﻮ ُ
ﺠْﻟا
َ
سﺎ َﺒِﻟ
ُﮫ ﱠﻠﻟا
ﺎ َﮭَﻗاَذَﺄَﻓ
ِﮫ ﱠﻠﻟا
ِﻢُﻌْﻧَﺄ ِﺑ
َنﻮُﻌَﻨْﺼَﯾ
اﻮُﻧﺎَﻛ
ﺎَﻤِﺑ
ِفْﻮَﺨْﻟاَو
)لﺤﻨﻟﺍ
:
١١٢
(
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
45
Lihat surah al-Dzâriyat [51]: 56
46