• Tidak ada hasil yang ditemukan

hidup dalam ketegangan dalam ketegangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "hidup dalam ketegangan dalam ketegangan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HIDUP DALAM KETEGANGAN

Oleh : Maliki

Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas Klas I Semarang

Perjalanan Menuju Petugas Lapas

Menjadi seorang petugas Lapas sepertinya memang sudah digariskan oleh Tuhan dan rahasia Tuhan ini nampaknya sudah dapat diprediksi sejak saya masih duduk di klas III sekolah Dasar di Desa Mojoranu,kecamatan Dander, kabupaten Bojonegoro. Sejak kecil saya sering bermain di penjara pertanian ( penjara terbuka) bojonegoro. Di penjara terbuka yang biasanya digunakan untuk warga binaan pemasyarakatan yang sedang menjalani asimilasi ini terdapat pohon cermai.sayapun senang mengambil buah cermai, hingga akirnya beberapa petugas lapas menangkap saya. Saya dibawa diruang penjagaan untuk diinterogasi. Mungkin karena saya masih kecil ,petugas lapasyang tadinya terlihat marah justru meredam emosinya dan sambil bercanda menanyakan kepada saya apakah saya memiliki kakak perempuan yang bisa dikenalkan pada mereka. Sejak itu saya semakin akrab dengan petugas-petugas lapas.

(2)

Di titik yang berbeda di dalam lapas, saya melihat upas mbui( petugas lapas pada tempo dulu) yang begitu di segani. Walaupun secara penghasilan bisa dikatakan sangat kecil, namun kesederhanaan tersebut tidak menutup wibawa seorang upas mbui (petugas lapas).petugas lapas yang datang dan pergidengan sepeda ontel tetap dihormati oleh narapidana yang berpenampilan angker. Pemandangan ini menjadi menjadi hal yang sangat menarik bagi saya. Saya ingin menjadi petugas lapas,bisik hati kecil saya.berpenampilan sederhana tetapi disegani oleh “preman-preman”yang secara fisik lebih kuat dari petugas lapas. Pembunuh,perampok,pencuri ada di lapas.saya terobsesi ingin menaklukan mereka, saya ingin menjadi raja atas mereka,sesuai dengan nama saya “MALIKI” yang dalam bahasa Arab berarti “RAJA”.

Dengan menjadi seorang “raja” di lapas maka saya yakin saya bisa mengendalikan narapidana-narapidana tersebut. Mengendalikan mereka artinya saya bisa menolong dan menyadarkan mereka sehingga tidak ada lagi preman atau setidak-tidaknya saya berhasil mengurangi jumlah preman yang selama ini dinilai menimbulkan ketakutan bagi masyarakat. Keinginan yang kuat ini saya wujutkan melalui keikutsertaan saya dalam menjalani tes di Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan Ham). Saya beruntung, dengan tekat, usaha dan doa orang tua saya, saya berhasil diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil,saya ditempatkan di Lapas klas IIb Bojonegoro, kota kelahiran saya.

Siap bertugas

Karier saya sebagai petugas lapas dimulai dari bawah, saya sendiri memang tidak masuk dari jalur akademi yang memang disiapkan untuk menjadi pejabat Lapas,saya menjadi pegawai lapas dengan berbekal ijasah SLTA dengan pangkat pengatur muda. Saya sangat menikmati pekerjaan saya. Sehari – hari saya bergaul dengan warga binaan, saya berkomunikasi dengan mereka layaknya sahabat atau

(3)

saya mengetahui bahwa mereka sekali lagi adalah manusia biasa yang juga punya perasaan dan rasa ingin berubah. Bahkan seringkali saya katakan kepada teman-teman bahwa

warga binaan juga manusia yang sesungguhnya masih banyak orang di luar lapas yang justru lebih jahat daripada warga binaan yang terstigmatisasi sebagai orang jahat.

Bekerja di lapas membuat saya mengerti mengapa orang-orang mengatakan bahwa masuk ke lapas sama dengan masuk ke dunia yang keras. Perkelahian sepertinya yang diberitakan di media kerap kali terjadi di lapas. Sedikit tersinggung mereka bisa saling membunuh. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang wajar ketika manusia yang secara kodrat terlahir bebas, namun kenyataannya harus terkukung dengan segala keterbatasan di balik tembok-tembok penjara. Situasi ini akan menimbulkan stres dan gangguan emosional lainnya.

(4)

Perjalanan menjadi petugas lapas tentu sangat menyenangkan. Pekerjaan yang penuh tantangan, dan dimana ada tantangan yang besar maka disanalah saya akan berada. Bagi saya, kemampuan untuk menjawab permasalahan yang besar akan membuat kita semakin bijaksana. Saya sangat mencintai pekerjaan saya. Bisa dikatakan saya sudah mendedikasikan hidup saya sepenuhnya untuk pekerjaan saya ini. Kata teman-teman saya termasuk pekerja keras. Sejak SD klas IV saya sudah terbiasa bekerja, saya mulai berdagang kecil-kecilan. Orang tua saya adalah seorang petani di desa, jadi saya harus membantu mereka bekerja. Saya menghabiskan waktu remaja saya untuk menjadi pengembala di saat teman-teman sebaya sudah mulai pacaran.

Kehidupan petugas lapas yang sangat sederhana seperti yang saya ceritakan di awal sudah mulai berubah. Hal tersebut tidak lepas dari perhatian pemerintah terhadap petugas lapas. Petugas lapas bukan hanya mendapatkan gaji saja, melainkan juga remunerasi, tunjangan, uang makan dan uang jaga malam. Satu hal yang menarik menurut saya, sejak peningkatan pendapatan tersebut, semakin jarang ditemukan petugas lapas yang meminta ceperan kepada pengunjung. Kondisi ini tentu sangat baik dalam meningkatkan citra institusi Lembaga Pemasyarakatan.

Menduduki Posisi Jabatan Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas

(5)

Sampai saat ini saya sudah tiga kali menduduki jabatan sebagai Kepala kesatuan Pengamanan Lapas. Pertama di Lapas IIa Kerobokan,Denpasar, Bali, kemudian Lapas Klas I Cirebon dan saat ini saya bertugas di Lapas klas I Semarang. Masing-masing memberikan pengalaman baru yang penuh tantangan. Suka dan duka saya lalui di tiga lapas tersebut.

Lapas Kerobokan adalah lapas pertama saya sebagai Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas.Lapas Krobokan mempunyai lima (5) funngsi lapas, yakni Lapas Narkotika karena banyak penghuninya karena kasus narkoba, Lapas Wanita , Lapas Umum karena banyak napi kasus kriminal, Lapas tersebut terdapat di kawasan pemukiman yang cukup padat di Provinsi Bali. Bisa dikatakan Lapas ini memberikan kenangan yang sangat berarti dalam hidup saya. Bekerja di Bali sama dengan berlibur, setiap jengkal memiliki kawasan wisata. Pemandangan indah dan pesona pulau Bali nampaknya tidak berbanding lurus dengan kondisi Lapas Kerobokan. Di Bali banyak kelompok preman besar. Ketika tersangka,terdakwa divonis maka tentu saja pembinaan terakhir dilakukan di Lapas. Bayangkan bagaimana mengendalikan preman-preman di Lapas, di luar Lapas preman-preman tersebut memang merupakan musuh bebuyutan. Hal tersebut merupakan tantangan besar dari saya, dan memang semakin tinggi tantangannya maka saya akan semakin tertantang untuk menyelesaikannya. Preman preman di Bali ( Laskar Bali, Baladika, Kelompok Dewa Syaraf, Kelompok Minggik, Kadek ompong, dll) pada dasarnya memiliki garis komando yang kuat, maka untuk mencegah mereka berkelahi di dalam lapas, saya harus berkomunikasi dengan pemimpinnya di luar lapas. Jika pemimpinnya sudah menginstruksikan mereka untuk tidak membuat kekacauan di lapas maka mereka akan mengikutinya. Saya sebagai Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas juga memiliki kebijakan untuk berkomunikasi secara intens dengan kepolisian dan angkatan darat.

(6)

mau mempelajari bahasa asing. Karena keberadaan warga binaan ini pula, saya bisa berkesempatan untuk bertemu dan mengikuti jamuan makan malam dari Konsulat negara sahabat. Menangani warga binaan asing juga menimbulkan kesulitasn tersendiri, misalnya ketika menangani warga binaan kasus narkotika asal Australia Schapelle Leigh Corby yang seringkali mengalami depresi di Lapas. Pihak konsulat selalu melakukan intervensi dan meminta penanganan medis di ruang VIP Rumah Sakit, sementara pihaknya tidak mau membayar. Lapas sendiri tidak memiliki dana untuk menempatkan warga binaan yang sakit di ruang VIP. Memindahkan Corby ke Lapas lain juga menjadi hal yang tidak mungkin mengingat adanya perjanjian antara Kedutaan Australia dengan Dirjen Pemasyarakatan bahwa warga binaan Autralia di Lapas Kerobokan tidak boleh dipindahkan ke Lapas lain.

Di Bali saya juga sempat menerima warga binaan terorisme. Warga binaan kasus terorisme ini memiliki karakteristik tersendiri. Mereka tinggal dalam blok khusus dengan kegiatan yang sangat terbatas. Mereka juga cukup membatasi diri. Selain membatasi diri, mereka juga menjadi salah satu golongan warga binaan yang tidak disukai baik oleh petugas lapas maupun oleh warga binaan lain. Sebagian besar dari mereka tidak pernah merasa bersalah atas perbuatan yang sudah dilakukannya, karena apa yang sesungguhnya dilakukan adalah sudah sesuai dengan Syariat Islam. Golongan ini sungguh sulit dibina.

(7)

paksa oleh warga binaan waria ini. Petugas lapas yang terkesan gagah berani pun akhirnya agak takut dengan aksi romantis dari warga binaan waria.

Cirebon menjadi kota kedua bagi saya sebagai Kepala Pengamanan Lapas. Awalnya pemindahan tugas ini membuat saya cukup sedih, karena saya harus meninggalkan keluarga di Bali. Keluarga saya memilih menetap di Bali. Kata anakanak (saya memiliki dua orang anak laki-laki, SD dan SMP) mereka sudah lelah pindah sekolah mengikuti saya sejak mereka kecil. Saya juga harus meninggalkan kuliah S2 saya di Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum dan Sistem Peradilan Pidana, Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Udayana yang hanya tinggal penyelesaian tesis. Bimbingan pun akhirnya hanya bisa dilakukan ketika saya pulang ke Bali saya. Tentu saja waktunya menjadi sangat terbatas karena saya juga harus menyesuaikan jadwal dengan pembimbing.

Sebaran warga binaan di Lapas Cirebon berbeda dengan pola sebaran warga binaan di Lapas Kerobokan. Di Kota Wali ini, terdapat banyak warga binaan dengan pidana yang tinggi. Secara psikologis, warga binaan dengan pidana tinggi lebih sulit untuk dibina daripada warga binaan dengan pidana yang lebih rendah. Mereka merasa seluruh hidupnya akan berakhir di lapas sebagai penjahat sehingga mereka tidak perlu lagi merubah diri ke arah yang lebih baik. Lapas Cirebon juga menjadi lapas operan dari lapas lain yang memiliki warga binaan yang bermasalah. Warga binaan yang tidak bisa dibina di lapas lain akan dipindahkan ke Lapas Cirebon. Khusus untuk menangani warga binaan ini saya menggunakan pendekatan secara persuasif. Berbicara dari hati ke hati. Sehingga kekerasan hanya menjadi upaya terakhir untuk membina mereka.

(8)

Kota ini juga banyak kyai yang secara sukarela membantu saya untuk membina warga binaan melalui bimbingan kerohanian. Hal ini tentu memudahkan kerja kami di Lapas Cirebon.

Februari 2013 lalu, saya dipindahkan ke Lapas Semarang. Di tempat ini saya kembali menjabat sebagai Kepala Pengamanan Lapas. Sebelumnya saya pernah bertugas di Lapas Semarang sebagai staf. Saya seperti kembali ke rumah lama. Di tempat ini, saya menemukan satu hal sangat baik yang nantinya akan saya terapkan jika saya kembali dipindahtugaskan. Warga binaan dapat melakukan seluruh aktivitas pembinaan dengan baik. Segala kegiatan seperti olah raga, baris berbaris, upacara bendera, kegiatan kesenian, kegiatan rohani dan pembinaan kepribadian dapat diikuti dengan baik oleh warga binaan. Petugas Lapas Semarang juga sangat solid. Dengan jumlah penjaga 13 orang, kami mampu mengamankan 1200 warga binaan. Hal ini menjadi kebanggaan bagi kami. Kami sudah seperti keluarga. Melakukan kegiatan secara bersama-sama tanpa merasa bahwa sebenarnya kami sedang bekerja. Kantor seperti rumah tinggal yang nyaman.

Dua Sisi Kehidupan Petugas Lapas

(9)

keluarga saya. Saat mereka kembali ke masyarakat, saya masih tetap berkomunikasi bahkan sesekali makan bersama dengan mantan warga binaan.

Saya menganggap pekerjaan saya adalah pekerjaan yang mulia karena saya diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menolong orang lain. Saya diberikan kesempatan untuk menyadarkan orang khilaf, kesempatan untuk menabung kebaikan itu belum tentu dimiliki oleh semua orang. Maka dari itu saya menganggap saya adalah orang yang sangat beruntung. Di balik kecintaan saya terhadap pekerjaan ini, tentu ada hal-hal yang terkadang kurang menyenangkan. Seorang petugas lapas tidak memiliki tanggal merah. Semua kalender berwarna hitam, apalagi bagi saya sebagai Kepala Pengamanan Lapas. Saya bekerja dari pukul 07.00-20.00 dan 22.00-24.00 setiap hari dan on call selama 24 jam. Tentu saja ponsel saya tidak pernah of. Saya sendiri selalu berkomitmen untuk tidak pergi lebih jauh dari radius 5 km dari lapas, sehingga jika terjadi sesuatu di luar kendali, saya bisa kembali ke lapas dengan segera. Hal ini saya anggap sebagai bentuk tanggung jawab saya sebagai Kepala Pengamanan Lapas. Dalam kondisi tersebut tentu tidak ada istilah rekreasi ke luar kota (kecuali untuk pulang ke Bali menjenguk keluarga).

(10)

Saya harus mengakui bahwa pekerjaan ini menyita hampir seluruh waktu saya. Jika dipersentasekan, hanya 10% dari waktu saya yang saya gunakan untuk kepentingan pribadi. Intensitas hubungan dengan keluarga mau tidak mau agak berkurang. Pernah suatu ketika istri mengirimkan sms yang bunyinya “seberapa sibukkah sampai ulang tahun istri sendiri dilupakan?” Saya baru teringat jika saat itu istri berulang tahun dan saya melupakannya. Kado pun sampai terlambat. Istri juga pernah berkata yang mengejutkan. Istri menawarkan hubungan persaudaraan saja dengan saya, jangan lagi hubungan suami istri. Ini semua menjadi resiko dari pekerjaan saya.

Untuk menjaga hubungan komunikasi dengan keluarga, setiap hari saya menghubungi via telepon (terkadang jika sangat sibuk saya pernah lupa). Saya mengunjungi keluarga 1sampai 2kali dalam sebulan , itupun kalau Kalapasnya lagi mut. Perjalanan Cirebon-Denpasar, Denpasar - Cirebon menghabiskan biaya kurang lebih dua juta rupiah, sehingga jika saya pulang 1kali maka saya harus mengeluarkan biaya sebesar 2 juta rupiah setiap bulan, ditambah biaya pulsa setiap bulan yang tentunya cukup tinggi. Hal ini tentu saja menguras anggaran rumah tangga. Betapa mahalnya harga sebuah komunikasi jika keluarga terpisah-pisah.

Visi dan Misi ke Depan

(11)

perlakuan non diskriminatif bagi mantan warga binaan.

Dalam Undang-undang ditentukan bahwa salah satu syarat untuk menjadi seorang wakil rakyat, pejabat negara atau pegawai negeri adalah seseorang belum pernah dihukum. Hal inilah yang menurut saya bertolak belakang dengan konsep pembinaan dalam lapas. Pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya terindikasi belum mempercayai kualitas pembinaan yang dilakukan di lapas. Mantan warga binaan seharusnya diterima oleh masyarakat, bahkan dicari karena mereka menjadi lebih baik dan semakin cerdas setelah selesai dididik di lapas. Mantan warga binaan masih sulit untuk mendapatkan tempat yang layak di masyarakat. Rata-rata mantan warga binaan hidupnya semakin susah ketika sudah keluar dari lapas. Mereka kesulitan untuk mencari pekerjaan. Mantan warga binaan masih dianggap penjahat. Tentang hal ini, saya tidak sependapat. Menurut saya, hati manusia setiap detik bisa berubah. Orang yang berada di luar lapas belum tentu lebih baik daripada warga binaan lapas. Setidaknya ini adalah hal positif yang saya pelajari sejak bekerja sebagai petugas lapas.

Suka dan duka sebagai petugas lapas mewarnai perjalanan hidup saya. Suatu saat saya berharap menjadi seorang kepala lapas. Ya, kepala lapas yang berintegritas. Saya memang bukan jebolan akademi pemasyarakatan, sehingga pola kemimpinan saya akan banyak mengadopsi kebijakan kepala lapas yang saya anggap bagus selama bertugas dan para pemimpin - pemimpin besar

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Coping sangat penting untuk dilakukan pada penderita diabetes mellitus karena apabila stres tidak diturunkan dan dibiarkan tanpa adanya coping maka akan menghambat proses

Dari hasil uji polinominal orthogonal (Ilustrasi 1) dapat dilihat bahwa semakin besar dosis vitamin E yang diberikan motilitas sper- matozoa semakin tinggi, dengan persamaan

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan manfaat dan pengetahuan bagi para pembelajar bahasa Jerman mengenai ungkapan idiomatik dalam bahasa Jerman dan

Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mengeksplor tanggapan mengenai praktik kartu kredit syariah dalam hal ini aplikasi iB Hasanah Card dari berbagai sudut

Efek pemberian ekstrak teh hijau pada wanita dewasa pegawai Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang mengalami overweight dan obesitas dapat menurunkan total lemak tubuh (TLT)

Dengan adanya pembelian barang yang tinggi sehingga harus adanya pengendalian internal yang baik di dalam Hotel Shangri-La Surabaya khususnya dalam siklus

Objek pembanding dalam pepindhan tentang aktivitas anggota badan berkaitan erat dengan budaya yang ada di masyarakat Jawa.. Objek-objek tersebut meliputi hewan,

7). Rekening Efek Pembiayaan Transaksi Marjin adalah rekening Efek nasabah yang khusus dipergunakan untuk aktivitas Transaksi Marjin. Rekening Efek Pembiayaan Transaksi