Pengaruh Lingkungan Demografi pada Industri
Pembangkitan Listrik
Dampak Terhadap Permintaan Tenaga Listrik dan Ketersediaan Tenaga Kerja
GALIH HONGGO BASKORO
Dateline: 20 Maret 2014 Submit: 25 Maret 2014
1.
Pembukaan
Pengaruh Lingkungan Demografi
Adanya hubungan imbal balik antara lingkungan demografi dengan bisnis, karena
permasalahan demografi berpengaruh terhadap bisnis dan bisnis juga dapat mempengaruhi
lingkungan demografi. Dalam paper ini akan dibatasi dua dampak atas lingkungan demografi
yaitu, permintaan tenaga listrik dan ketersediaan tenaga kerja. Permintaan tenaga listrik
dapat dikorelasikan dengan isu pertumbuhan penduduk, utamanya akan dibahas hanya pada
wilayah kerja PLN UPJB yaitu Pulau Jawa dan Bali. Selain itu pertumbuhan penduduk juga
berhubungan dengan ketersediaan tenaga kerja lokal yang mungkin dibutuhkan oleh PLN
UPJB pada area unit-unit pembangkitnya. Dan untuk menguatkan data akan ketersediaan
tenaga kerja, maka ditampilkan juga komposisi penduduk berdasarkan usia dan tingkat
angkatan kerja maupun tingkat pengangguran.
Peluang dan ancaman yang muncul pada kedua isu tersebut akan diidentifikasi dan dikelola
dengan menciptakan strategi yang tepat untuk memaksimalkan peluang sekaligus
meminimalkan ancaman.
Profil PLN UPJB
PT PLN (Persero) Unit Pembangkitan Jawa Bali, selanjutnya disebut PLN UPJB, yang
berdiri sejak Juli 2011 merupakan salah satu unit bisnis PT PLN (Persero) yang dibangun
dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi pengendalian operasi dan pemeliharaan
serta untuk peningkatan kinerja dan percapaian target produksi pembangkit di Jawa-Bali
khususnya Program Percepatan Pembangunan Pembangkit 10.000 MW. PLN UPJB
melingkupi Sektor Pembangkitan Cilegon, Sektor Pengendalian Pembangkitan I (yang
mengelola aset PLTU Suralaya Unit 8, PLTU Labuan, dan PLTU Lontar), Sektor
Pengendalian Pembangkitan II (yang mengelola aset PLTU Palabuan Ratu, PLTU
Indramayu, dan PLTU Adipala), Sektor Pengendalian Pembangkitan III (yang mengelola aset
PLTU Rembang, PLTU Tanjung Awar-awar, PLTU Pacitan dan PLTU Paiton Unit 9), dan
Sektor Pengendalian Pembangkitan IV (yang mengelola aset PLTGU Muara Karang Blok 2,
PLTGU Tanjung Priok Blok 3, dan PLTGU Muara Tawar Blok 5). Lampiran 1 menunjukkan
wilayah kerja PLN UPJB dalam Sistem Jawa Madura Bali (JAMALI) [1].
Dalam rangka peningkatan kinerja dan percapaian target produksi pembangkit di Jawa-Bali
Manager1, PLN UPJB mengelola sistem asetnya dengan tujuan optimalisasi risiko, biaya dan
kinerja dengan pola pengusahaan sebagaimana pada lampiran 1 [1].
2.
Pembahasan
Permintaan Tenaga Listrik
Salah satu indikator yang digunakan dalam memproyeksikan permintaan akan tenaga listrik
yaitu aspek pertumbuhan penduduk. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dalam suatu
wilayah dan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat, maka penggunaan akan tenaga
listrik akan semakin bertambah pula. Seperti ditunjukan dalam gambar 3 pada Lampiran 2,
jumlah penduduk dalam area Jawa-Bali semakin bertambah dari sejumlah 78 juta orang pada
tahun 1971 menjadi hampir dua kali lipatnya atau sebesar 140 juta orang pada tahun 2010.
Tingkat populasi tertinggi ada di Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk 43 juta
penduduk atau 31% dari populasi penduduk di Jawa-Bali, dan terendah yaitu D.I. Yogyakarta
dengan jumlah penduduk sebesar 3 juta penduduk atau hanya sebesar 2% dari total penduduk
di pulau Jawa-Bali. Rata-rata pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa Bali pada periode tahun
2000 hingga 2010 yaitu sebesar 1,49% sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 2 pada tabel
1, namun tidak dapat dikorelasikan secara langsung bahwa peningkatan permintaan tenaga
listrik juga berkisar di angka tersebut. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya
kebutuhan atau pemakaian peralatan rumah tangga dan bertambahnya industri di wilayah
tersebut (Jawa-Bali). Permintaan akan tenaga listrik akan terus bertambah seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk, di mana BPS memproyeksikan bahwa jumlah penduduk di Wilayah
Jawa-Bali akan meningkat 1,2 kali dari 140 juta orang pada tahun 2010 menjadi 172 juta
orang pada tahun 2035 (sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 2 Gambar 4).
Selain jumlah penduduk Jawa-Bali yang masih terus tumbuh, tingkat konsumsi penduduk
Jawa Bali pun terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata pengeluaran
non-makanan pada penduduk Jawa-Bali yang mengalami peningkatan sebesar 12% dari
sebesar Rp 408.167,-/ bulan pada tahun 2011 hingga sebesar Rp 457.946,-/ bulan pada tahun
2013 (Lampiran 2 Gambar 5). Provinsi dengan tingkat konsumsi terbesar yaitu D.K.I Jakarta
dengan rata-rata pengeluaran sebesar Rp 925.160,- per bulan dan provinsi dengan tingkat
1PLN UPJB sebagai Manajer Aset atas Unit Pembangkit 10.000 MW, dengan Operator Aset yaitu PT Indonesia
pengeluaran terkecil yaitu Jawa Tengah yaitu sebesar Rp 277.792,- per bulan. Peningkatan
konsumsi penduduk Jawa-Bali, sejalan dengan terjadinya pertumbuhan kelas menengah
secara nasional di Indonesia. Sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 2 Gambar 6, bahwa
porsi penduduk kelas menengah dan atas di Indonesia telah meningkat lima kali lipat dalam
25 tahun terakhir. Hal ini akan memicu peningkatan permintaan barang konsumsi, khususnya
non kebutuhan dasar. Selain itu tuntutan terhadap kualitas pelayanan publik juga meningkat,
termasuk di dalamnya tuntutan atas penyediaan energi listrik. Namun demikian, dalam
rentang waktu antara tahun 2009 dan 2013, rata-rata gini coefficient di Jawa-Bali naik dari 34,71% menjadi 40,51%, mencerminkan terjadinya peningkatan ketimpangan pendapatan
(Lampiran 2 Tabel 2). Provinsi dengan gini coefficient tertinggi pada tahun 2013 yaitu DI.
Yogyakarta yaitu sebesar 43,90%, disusul oleh DKI. Jakarta sebesar 43,30%, dan Jawa Barat
sebesar 41,10%.
Meningkatnya konsumsi dalam masyarakat Indonesia tercermin dari gambar 7 pada lampiran
2 yang menunjukkan grafik penjualan energi listrik pada periode tahun 2000 hingga tahun
2011. Penjualan tenaga listrik pada kelompok Rumah tangga bahkan lebih besar
dibandingkan kelompok Industri dan Bisnis sejak tahun 2007, sebagai tiga kelompok
pelanggan dengan konsumsi terbesar2. Di mana kelompok Rumah Tangga hanya
menggunakan tenaga listrik untuk aktivitas yang bersifat konsumtif seperti TV, pendingin
ruangan, kulkas, dan sebagainya. Berbeda dengan kelompok bisnis yang di dalamnya
termasuk unit-unit usaha kecil (UKM) atau kelompok industri, yang menggunakan tenaga
listrik untuk sektor bisnis atau dengan kata lain usaha yang memutar roda perekonomian
Indonesia.
Ketersediaan Tenaga Kerja
Dalam mendukung kegiatan operasional unit-unit pembangkit PLN UPJB yang terletak
menyebar di Pulau Jawa, maka ketersediaan tenaga kerja lokal juga perlu mendapatkan
perhatian manajemen PLN UPJB. Apabila ditinjau dari segi usia, komposisi penduduk
Indonesia terdiri atas: (i) 27,3% penduduk berusia 0-14 tahun; (ii) 66,5% penduduk berusia
15-64 tahun; (iii) 6,1% penduduk berusia di atas 65 tahun. Dan apabila secara khusus dilihat
di wilayah Jawa-Bali, rata-rata rasio ketergantungan/ dependency ratio menurun dari sebesar
2 PT PLN (Persero) membagi segmen pelanggannya ke dalam 5 kelompok, yaitu: Rumah Tangga (R), Bisnis (B),
46,4% pada tahun 2010 menjadi 45,9% pada tahun 2035. Dengan wilayah dengan proyeksi
dependency ratio paling rendah di tahun 2035 yaitu DKI Jakarta sebesar 39,5% diikuti oleh
Banten sebesar 41% (Lampiran 3 Tabel 3). Dengan demikian proporsi penduduk dengan usia
produktif semakin meningkat, yang dapat menjadikannya sebagai sumber potensi bagi
ketersediaan akan tenaga kerja.
Sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 3 Gambar 8 hingga 10 dan tabel 5, bahwa:
• Tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 11,24% pada tahun 2005 menjadi 6,56% pada Agustus 2011. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan kesempatan
formal di Indonesia.
• TPT pada periode 2005 hingga 2011 menurun hampir di semua tingkat pendidikan. Untuk lulusan Diploma dan Universitas mengalami penurunan dari sebesar 12,34%
dan 11,64% pada tahun 2005 menjadi 7,16% dan 8,02% pada tahun 2011. Untuk
lulusan SMTA Kejuruan dan SMTA Umum juga mengalami penurunan, walaupun
pada tahun 2011 masih berada di level yang tinggi yaitu 10,43% dan 10,66%.
• Pada wilayah Jawa-Bali, TPT tertinggi yaitu Banten yaitu sebesar 9,9% pada Agustus 2013 diikuti oleh Jawa Barat dan DKI Jakarta sebesar 9,22% dan 9,02%.
3.
Analisa
Peluang
Peluang Peningkatan Penjualan
Dua faktor yang berkorelasi secara positif terhadap peningkatan permintaan tenaga
listrik yaitu: (i) Meningkatnya populasi penduduk/ laju pertumbuhan penduduk di
wilayah Jawa-Bali, dan (ii) Meningkatnya kelas menengah yang mempengaruhi
peningkatan konsumsi masyarakat. Walaupun laju pertumbuhan penduduk di
Jawa-Bali masih rendah dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia, namun
57% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa, dan Jawa dipadati dengan industri
yang menuntut pasokan energi listrik yang besar. Peluang peningkatan penjualan
tenaga listrik oleh PLN UPJB juga dikuatkan dengan lambannya proyek-proyek
infrastruktur baru (pembangkit listrik beserta jaringannya), sehingga bargaining power PLN UPJB kepada Pembeli (Dispatcher) akan meningkat.
Tersedianya Pekerja (Baik Skill maupun Non-Skill) di wilayah kerja PLN UPJB
Ketersediaan tenaga kerja bagi PLN UPJB di wilayah Jawa-Bali ditunjang oleh
jumlah penduduk Jawa-Bali dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,49%. Selain itu
tingkat masih besarnya tingkat pengangguran untuk lulusan SMU/ SMK dapat
berpeluang untuk menyuplai kebutuhan tenaga kerja non-skill yang mendukung
kegiatan operasional pembangkit listrik.
Ancaman
Potensi konflik masyarakat yang dapat mengganggu kegiatan operasional
pembangkit listrik
Akibat adanya ketimpangan pendapatan, risiko konflik muncul di area-area
operasional PLN UPJB. Pada kenyataannya telah terjadi beberapa konflik antara PLN
UPJB dengan penduduk yang tinggal di sekitar lokasi pembangkit. Dan di masa yang
akan datang tidak menutup kemungkinan hal yang sama akan terjadi kembali.
4.
Kesimpulan
Atas peluang dan ancaman yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, maka PLN UPJB
perlu mengambil beberapa inisiatif strategis berikut guna memaksimalkan benefit yang dapat
diambil dari peluang yang ada dan meminimalisir dampak ancaman yang mungkin diterima.
Mengoptimalkan Kinerja dan Biaya Operasi dan Pemeliharaan (O&M)
pengelolaan Aset Pembangkit
Yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas dan efisiensi unit
pembangkit melalui penerapan Clean Coal Technology. Dengan meningkatkan efisiensi unit pembangkit maka Biaya Bahan Bakar (sebagai komponen biaya
terbesar) akan berkurang.
Melakukan upaya preventif terhadap potensi konflik dengan masyarakat
PLN UPJB perlu melakukan Community Development (ComDev) melalui anggaran CSR yang ada. Pelaksanaan ComDev yang tepat dapat dilakukan dengan meng-hire konsultan untuk dapat melakukan mapping kebutuhan penduduk. PLN UPJB juga
perlu membangun hubungan baik dengan tokoh masyarakat sekitar yang dapat
Daftar Pustaka
1. PT PLN (Persero) UPJB. 2014. Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2014-2018.
2. http://www.bps.go.id/
Lampiran
Lampiran 1. Profil PLN UPJB
Gambar 1. Wilayah Kerja PLN UPJB
Bertanggung jawab atas 10 PLTU FTP-1 dan 4 PLTGU
Source: RJPP PLN UPJB [1]
Gambar 2. Pola Pengelolaan Aset PLTU FTP1 JAMALI
PLN UPJB sebagai Aset Manager
Lampiran 2. Permintaan Tenaga Listrik
Gambar 3. Jumlah Penduduk Menurut Provinsi (JAMALI)
Periode Tahun 1971 – 2010 (orang)
Source: BPS [2]
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi
Tahun 1971 – 2010 (persen)
Provinsi
Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun
1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010
Banten - - 3.21 2.78
1971 1980 1990 1995 2000 2010
Gambar 4. Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Provinsi (JAMALI)
Hingga Tahun 2035 (ribu orang)
Source: BPS [2]
Gambar 5. Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Provinsi
Pengeluaran Non-Makanan (Rupiah)
2010 2015 2020 2025 2030 2035
Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten DKI Jakarta Bali DI Yogyakarta
Gambar 6. Pertumbuhan Kelas Menengah
Proporsi Kelas Menengah & Konsumsi Penduduk Indonesia
Ket : Merah: < $2/day; Kuning: $2-4/day; Hijau: > $4/day
Source: Bank Indonesia [4]
Gambar 7. Penjualan listrik pada segmen Bisnis, Industri, & Rumah Tangga
Periode Tahun 2000 hingga 2011 (TerraWatt-hour)
Source: Pusdatin ESDM [3] 11 11 12 13
15 17 18
21 23
25 27 28 34 36 37 36
40 42 44
46 48 46 51
55
31 33 34
36 39
41 44
47 50 55
60 65
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tabel 2. Gini Ratio Menurut Provinsi
Periode Tahun 2009 hingga 2013
Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013
DI Yogyakarta 0.38 0.41 0.40 0.43 0.439
DKI Jakarta 0.36 0.36 0.44 0.42 0.433
Jawa Barat 0.36 0.36 0.41 0.41 0.411
Bali 0.31 0.37 0.41 0.43 0.403
Banten 0.37 0.42 0.40 0.39 0.399
Jawa Tengah 0.32 0.34 0.38 0.38 0.387
Jawa Timur 0.33 0.34 0.37 0.36 0.364
Source: BPS [2]
Lampiran 3. Ketersediaan Tenaga Kerja
Tabel 3. Dependency Ratio Menurut Provinsi
Periode Tahun 2010 dan Proyeksi hingga 2035 (persen)
Provinsi Tahun
2010 2015 2020 2025 2030 2035
Jawa Tengah 49.9 48.1 47.7 48.4 49.9 51.7
DI Yogyakarta 45.8 44.9 45.6 46.8 47.7 48.4
Jawa Timur 46.2 44.3 43.9 44.3 46.2 48.4
Jawa Barat 49.9 47.7 46.4 46.4 46.2 46.6
Bali 47.3 45.6 43.3 42.2 43.3 45.8
Banten 48.6 46.4 45.3 43.9 41.8 41.0
DKI Jakarta 37.4 39.9 42.0 42.2 40.1 39.5
Tabel 4. Presentase Penduduk berdasar Jenis Kelamin
Periode Tahun 2009 hingga 2012 (persen)
Provinsi
Gambar 8. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Provinsi
Periode Tahun 2009 hingga 2013 (persen)
Source: BPS [2]
Gambar 9. Tingkat Pengangguran Terbuka
Periode Tahun 2005 hingga 2011
Source: BPS [4]
Tabel 5. TPT Menurut Provinsi
Periode Tahun 2009 hingga 2013
Provinsi TPT
Gambar 10. TPT Menurut Pendidikan
Periode Tahun 2005 hingga 2011
Source: BPS [2] 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
P
e
rs
e
nt
a
se
SD P
n a s
SD SMTP SMTA Umum