BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang masih memiliki berbagai
persoalan yang dihadapi pemerintah secara kompleks akibat krisis multidimensi
yaitu pertentangan dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Dengan demikian
kita tidak dapat terlepas dari apa yang disebut sebagai kebijakan publik.
Kebijakan publik merupakan proses atau serangkaian keputusan atau aktivitas
pemerintah yang didesain untuk mengatasi masalah publik.1 Kebijakan publik
penting untuk dikaji dari sudut pandang ilmu politik untuk memperoleh
pengetahuan yang luas tentang asal muasalnya, proses-proses perkembangannya
dan konsekuensi bagi masyarakat. Pada gilirannya hal ini akan menambah
pengertian tentang sistem politik dan masyarakat secara umum.2 Kebijakan yang
akan dibahas di dalam penelitian ini adalah kebijakan pemerintah Kota Medan
tentang rencana tata ruang wilayah.
Masalah penataan ruang di Indonesia sedang mengalami percepatan
perkembangan yang membawa dampak pada peningkatan kebutuhan ruang
perkotaan yang menyediakan prasarana dan sarana dalam jumlah yang cukup
1
Eddi Wibowo, T.Saiful Bahri, dan Hessel Nogi S. Tangkilisan. 2004. Kebijakan Publik dan Budaya. Yogyakarta: YPAPI. hal. 29
2
untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang. 3 Hal ini terkait dengan
pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia yang menunjukkan perkembangan
cukup pesat dari 32,8 juta jiwa pada tahun 1980; 55,4 juta jiwa pada tahun 1990;
74 juta jiwa pada tahun 1998, 90 juta jiwa pada tahun 2002, dan diperkirakan akan
mencapai angka 150 juta jiwa pada tahun 2015.4 Pertumbuhan penduduk dan
peningkatan aktivitas ekonomi setiap waktu membutuhkan peningkatan
kebutuhan akan ruang. Dimana hal ini berakibat pada perubahan pemanfaatan
ruang yang cukup besar. Namun ruang mempunyai keterbatasan dalam
pemanfaatannya, sehingga perlu adanya perencanaan dan penyelenggaraan
penataan ruang yang efektif, terintegrasi, dan sinkron untuk setiap sektor.5
Perencanaan atau konsep tata ruang tersebut sebagai arahan dan pedoman
dalam melaksanakan pembangunan sehingga masalah-masalah yang akan timbul
sebagai akibat dari hasil pembangunan akan dapat diminimalisir. 6 Bentuk
kebijakan yang dihasilkan pemerintah dalam menangani masalah penataan ruang
di Indonesia yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang. Penataan ruang penting untuk dikaji karena kebijakan ini
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan. Maka kebijakan penataan ruang diperlukan agar
dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak
3
Prasetijo Rijadi. 2005. Pembangunan Hukum Penataan Ruang Dalam Konteks Kota Berkelanjutan. Surabaya: Airlangga University Press. hal. 35
4
Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana. 2003. Kebijakan, Strategi dan Program Direktorat Jenderal Penataan Ruang-Depkimraswil. Jakarta: Widyaiswara. hal. 15.
5
Bambang Susantono. 2009. Strategi Dalam Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Kata Hasta Pustaka. hal. 81
6
negatif lingkungan akibat pemanfaatan ruang. 7 Undang Undang Republik
Indonesia No. 26 tahun 2007 menyebutkan bahwa untuk memperkukuh ketahanan
nasional berdasarkan wawasan nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi
daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatuar
demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan
daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antar daerah. Berdasarkan ketentuan
ini, maka setiap daerah perlu memiliki peraturan daerah tentang penataan ruang
masing masing, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Daerah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah Kota Medan, khususnya Kecamatan
Medan Johor.
Dipandang dari segi tata ruang dan bentuk pola perkembangan perkotaan di
Indonesia, Kota Medan merupakan kota yang berkembang cepat bersama dengan
Semarang dan Ujung Pandang (Makassar).8 Ini menunjukkan bahwa Kota Medan
merupakan kota yang paling unggul diantara kota-kota lainnya yang ada di Pulau
Sumatera sehingga menarik untuk dibahas. Ditetapkannya Medan sebagai pusat
kegiatan nasional tentu memiliki konsekuensi bahwa Medan mengemban fungsi
tidak hanya melayani wilayah administratifnya tetapi juga melayani kegiatan
skala nasional dan wilayah yang lebih luas. Kondisi ini membawa implikasi yang
cukup besar bagi perkembangan kota sehingga tidak menutup kemungkinan
memunculkan berbagai permasalahan kota metropolitan pada umumnya seperti
7
Bambang Susantono. Op.cit., hal. 51
8
kepadatan penduduk yang terus meningkat dari 1.895.317 jiwa pada tahun 1996;
1.926.520 jiwa pada tahun 2001; 2.067.288 jiwa pada tahun 2006; dan 2.117.224
jiwa pada tahun 2011.9
Selanjutnya adalah masalah banjir, transportasi dan kemacetan, kebersihan
dan persampahan, penataan pedagang kaki lima, ruang terbuka hijau yang tidak
memadai, pemukiman kumuh dan lain-lain. 10 Untuk mengantisipisasinya,
dibutuhkan produk rencana tata ruang wilayah yang berkualitas untuk
menciptakan Kota Medan yang semakin aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan sekaligus mempunyai daya saing dan daya tarik tersendiri sebagai
daerah tujuan investasi. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah Kota
Medan menetapkan sebuah kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah Kota
Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan
tahun 2011-2031.
Pasal 1 ayat (8) peraturan daerah tersebut menyatakan bahwa tata ruang
adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Rencana struktur ruang wilayah kota
adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kota dalam wilayah
pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kota yang dikembangkan untuk
mengintegrasikan wilayah kota selain untuk melayani kegiatan skala kota,
meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan,
sistem jaringan telekomunikasi, sistem sumberdaya air dan sistem jaringan
9
Hotlim P Sirait, Ujian Sinulingga, dan Rahmat Sitepu. 2013. Aplikasi Metode Pemulusan Eksponensial Ganda Brown Dalam Meramalkan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Medan. Medan: Saintia Matematika Vol. 1 no.1 hal. 3
10
lainnya. Rencana pola ruang wilayah kota adalah rencana distribusi peruntukan
ruang wilayah kota yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
budidaya sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW kota yang dapat
memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kota hingga 20 (dua puluh)
tahun mendatang.11
Perda No.13 Tahun 2011 yang telah disahkan terdiri dari 96 pasal. Secara
garis besar mengatur rencana struktur dan pola ruang. Prinsip
pembangunan menjadi salah satu isu utama dalam perda ini. Salah satu bentuk
konkritnya adalah pengalokasian proporsi sebesar 30% dari wilayah kota sebagai
kawasan lindung atau kawasan terbuka hijau. Untuk mewujudkannya, Pemko
Medan turut menandatangani piagam komitmen kota hijau yang merupakan
program Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia sebagai pilot project
pengembangan kota hijau.12 Hal ini dilakukan mengingat ruang terbuka hijau di
Kota Medan hanya berkisar 7,5-10%. Penandatanganan piagam komitmen kota
hijau yang diikuti oleh 60 kabupaten/kota dilaksanakan di Jakarta dalam acara
peringatan hari tata ruang tahun 2011.
Selain itu perda ini juga mengatur tentang bentuk peran masyarakat dalam
penataan ruang. Guna meningkatkan peranan masyarakat tersebut, Pemko Medan
akan membangun sistem informasi dan dokumentasi yang dapat diakses
dengan mudah oleh masyarakat. Di samping itu akan mengembangkan media
agar masyarakat dapat menyampaikan masukan mengenai implementasi rencana
11
Peraturan Daerah Kota Medan No.13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan
12
tata ruang secara langsung.13 Kebijakan pemerintah Kota Medan dalam bentuk
peraturan daerah ini tentu melalui keseluruhan tahap dalam pembuatan kebijakan
seperti agenda kebijakan, perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, hingga
evaluasi kebijakan. Namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tahap
implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan dipandang secara luas mempunyai makna
pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan
teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk
meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.14 Dalam berbagai sistem
politik, kebijakan diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan-badan
tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang
membawa dampak pada warganegaranya. 15 Adapun yang menjadi sasaran
implementasi dari kebijakan ini meliputi seluruh wilayah administasi Kota Medan
yang terdiri dari 21 Kecamatan. Salah satunya adalah Kecamatan Medan Johor
yang akan menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini.
Kecamatan Medan Johor merupakan daerah pemukiman di Kota Medan yang
terletak di sebelah selatan, dan merupakan daerah resapan air bagi Kota Medan,
dengan penduduknya berjumlah 123.851 jiwa pada tahun 2011. Di Kecamatan
Medan Johor banyak terdapat perumahan-perumahan, daerah ini sangat potensial
13
Loc.cit.
14
Budi winarno, Op.cit., hal. 144.
15
bagi para investor yang bergerak di bidang real estate.16 Posisi Kecamatan Medan
Johor sebagai daerah resapan air sangat penting bagi Kota Medan karena daerah
resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresap air
hujan, dengan demikian daerah tersebut merupakan tempat pengisian air bumi
yang berguna sebagai sumber air. Kawasan resapan air mempunyai peranan yang
sangat penting bagi kelestarian lingkungan.17 Meskipun Kecamatan Medan Johor
adalah daerah resapan air bagi Kota Medan, namun efektifitasnya terancam akibat
banyaknya pembangunan perumahan di daerah ini. Banyaknya lahan proyek yang
masuk kawasan resapan air Kota Medan tersebut menjadi persoalan baru, yakni
banjir karena hilangnya ruang terbuka hijau. Masalah lainnya yang muncul di
Kecamatan Medan johor terkait dengan struktur ruang wilayah kota yaitu sarana
dan prasarana.
Sarana dan prasarana infrastrukur di daerah tersebut, seperti jalan raya,
drainase dan penghijauan kian memburuk. Selain itu kondisi sebagian besar badan
jalan di wilayah ini dari tahun ke tahun semakin buruk. Bahkan, sebagian besar
jalan raya, seperti Jalan Karya Jaya dan Karya Wisata hampir setiap hari terjadi
kemacetan lalu lintas, karena ruas jalan sudah tidak seimbang dengan volume
kendaraan yang melintas. Selain jalan raya, warga di Medan Johor selalu
16
http://www.pemkomedan.go.id/mdnjhr.php. Diakses pada tanggal 5 November 2014. Pukul 14.15 WIB.
17
mengeluhkan buruknya sebagian saluran drainase, sehingga pada saat turun hujan
rentan mengakibatkan banjir.18
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka kebijakan pemerintah Kota
Medan tentang rencana tata ruang wilayah merupakan langkah yang baik dan
diharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada khususnya di
Kecamatan Medan Johor. Meskipun daerah ini merupakan daerah yang potensial
di bidang real estate, namun segala bentuk pembangunan tersebut harus
mengutamakan fungsi utamanya sebagai daerah resapan air. Maka dari itu,
penting untuk diteliti mengenai implementasi kebijakan ini di Kecamatan Medan
Johor karena di dalam peraturan daerah no 13 tahun 2011 tercantum secara rinci
mengenai berbagai program sasaran di semua kecamatan untuk menyelesaikan
masalah tata ruang yang ada.
Tahap implementasi merupakan tahap yang menarik untuk dikaji karena
peraturan daerah ini sudah berjalan selama tiga tahun dan belum pernah ada
penelitian sebelumnya mengenai masalah ini, sehingga dengan adanya penelitian
ini diharapkan akan mampu memberikan masukan kepada pemerintah dan
akademisi. Maka penting untuk diteliti mengenai sejauh mana para aktor politik
yang berkuasa terlibat dalam upaya mengimplementasikan pencapaian program
untuk mewujudkan tata ruang kota yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan
investasi.
18
1.2Perumusan Masalah
Kecamatan Medan Johor memiliki berbagai masalah penataan ruang seperti banjir, buruknya drainase, berkurangnya ruang terbuka hijau, dan kemacetan.
Permasalahan tersebut seharusnya tidak terjadi karena Medan Johor merupakan
daerah resapan air yang seharusnya mencegah banjir, bukan malah menimbulkan
banjir. Namun karena disamping itu Medan Johor merupakan daerah yang
potensial di bidang real estate, maka pembangunan di daerah ini juga tidak dapat
dihindari yang menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau dan tidak
diimbangi dengan drainase yang baik sehingga menimbulkan masalah banjir.
Selain itu semakin gencarnya pembangunan di kawasan ini menyebabkan semakin
padatnya penduduk sehingga infrastruktur jalan tidak mampu menampung volume
kendaraan sehingga sering terjadi kemacetan.
Hadirnya kebijakan pemerintah Kota Medan melalui peraturan daerah Kota
Medan no.13 tahun 2011 merupakan terobosan baru yang diharapkan mampu
menanggulangi permasalahan tersebut karena peraturan daerah ini mengatur
tentang struktur dan pola ruang yang dibutuhkan. Pemerintah Kota Medan
memiliki peran penting dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut melalui
individu ataupun kelompok yang berkuasa di dalamnya. Hal yang dibutuhkan
Kecamatan Medan Johor adalah keseimbangan antara pemanfaatan ruang dan
fungsi ruang yang sebenarnya agar dampak negatif dari pemanfaatan ruang tidak
lagi terjadi. Maka penting untuk diketahui sejauh mana implementasi peraturan
mempengaruhi aktor politik dalam proses implementasi tersebut sebagai bentuk
politik kebijakan karena peraturan daerah ini sudah berjalan selama tiga tahun.
Sehingga yang menjadi pertanyaan penelitiannya adalah: bagaimana politik
kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah dalam
implementasinya di Kecamatan Medan Johor?
1.3 Pembatasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebatas pada politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah dalam
implementasinya di Kecamatan Medan Johor
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan profil Kecamatan Medan Johor dan peraturan daerah
Kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah
2. Untuk mencari tahu politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang
rencana tata ruang wilayah dalam implementasinya di Kecamatan Medan
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat
memberikan kontribusi pemikiran mengenai politik kebijakan tentang
rencana tata ruang wilayah
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pengetahuan bukan hanya bagi peneliti tapi juga akademisi lainnya
mengenai kajian politik kebijakan dalam implementasinya terkait penataan
ruang wilayah Kota Medan khususnya Kecamatan Medan Johor. Serta
dapat menjadi referensi bagi departemen ilmu politik FISIP USU
3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat
dalam memahami implementasi kebijakan rencana tata ruang wilayah
yang diterapkan di Kecamatan Medan Johor.
1.6Kerangka Teori
1.6.1 Teori Kebijakan Publik
Menurut James Anderson kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor
dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini kita
dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.19 Keterlibatan aktor-aktor
dalam perumusan kebijakan kemudian menjadi ciri khusus dari kebijakan publik.
Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kebijakan itu diformulasikan oleh apa yang
dikatakan David Easton sebagai “penguasa” dalam suatu sistem politik, yaitu para
sesepuh tertinggi suku, anggota-anggota eksekutif, legislatif, yudikatif,
administrator, penasihat, raja, dan semacamnya. Menurut Easton, mereka ini
merupakan orang-orang yang terlibat dalam masalah sehari-hari dalam suatu
sistem politik, diakui oleh sebagian terbesar anggota sistem politik, mempunyai
tanggung jawab untuk masalah-masalah ini, dan mengambil tindakan-tindakan
yang diterima secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian terbesar
anggota sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang
diharapkan.20 Menurut James Anderson, implikasi dari kebijakan publik yaitu:
Selalu mempunyai tujuan tertentu/tindakan yang berorientasi pada tujuan
Berisi tindakan atau pola-pola tindakan pemerintah atau pejabat
Merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah bahkan
merupakan apa yang pemerintah maksud atau melakukan sesuatu atau
menyatakan melakukan sesuatu
Bersifat positif, yang berarti merupakan beberapa bentuk tindakan
pemerintah mengenai masalah tertentu, dan bersifat negatif sebagai
keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
19
Budi Winarno. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS. hal. 21
20
Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan atau selalu
dilandaskan pada peraturan/ undang-undang yang bersifat memaksa
(otoritatif). Sifat otoritatif dari kebijakan tersebut: Easton (1953)
menyatakan dalam kebijakan publik, hanya pemerintahlah yang secara sah
dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya, atau sering disebut
pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat.
Berarti bukan tindakan golongan yang sengaja merebut posisi pemerintah
dalam urusan negara. Dari beberapa pengertian tersebut pada gilirannya di
tingkatan praktik banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
sepenuhnya tidak terimplementasikan. Justru kebijakan hanya sebatas
simbol dan formalitas dari suatu tatanan pemerintahan. Dalam tataran
idealnya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya memberi
makna yang berarti atau setidaknya akan berdampak positif bagi
masyarakat. Dengan rasionalisasi bahwa kebijakan publik adalah yang
berasal dari masyarakat dan mampu menjawab persoalan masyarakat. 21
Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih
baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, antara lain:
1. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy decisions) adalah tuntutan-tuntutan
yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada
pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tuntutan
tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil
21
tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu.
Biasanya tuntutan-tuntutan ini diajukan oleh berbagai kelompok dalam
masyarakat dan mungkin berkisar antara desakan secara umum bahwa
pemerintah harus “berbuat sesuatu” sampai usulan agar pemerintah
mengambil tindakan tertentu mengenai suatu persoalan.
2. Keputusan-keputusan kebijakan (policy demands) didefenisikan sebagai
keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang
mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan
kebijakan publik. Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan
undang-undang, memberikan perintah-perintah eksekutif atau
pernyataan-pernyataan resmi, mengumumkan peraturan-peraturan administratif atau
membuat interpretasi yuridis terhadap undang-undang.
3. Pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements) adalah
pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Yang
termasuk dalam kategori ini adalah undang-undang legislatif,
perintah-perintah dan dekrit presiden, peraturan-peraturan administratif dan
pengadilan, maupun pernyataan-pernyataan atau pidato-pidato pejabat
pemerintah yang menunjukkan maksud dan tujuan pemerintah dan apa
yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
4. Hasil-hasil kebijakan (policy outputs) lebih merujuk pada manifestasi
dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan
kebijakan.
5. Dampak-dampak kebijakan (policy outcomes) lebih merujuk pada
akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan
yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan dari pemerintah.22
Teori kebijakan publik digunakan dalam penelitian ini karena relevan dengan
permasalahan yang diteliti yaitu mengenai politik kebijakan pemerintah Kota
Medan tentang rencana tata ruang wilayah. Teori ini dapat digunakan untuk
menganalisis arah tindakan pemerintah Kota Medan sebagai aktor politik yang
berkuasa dalam mengatasi masalah tata ruang di Kota Medan, dengan melihat
tujuan, isi, tindakan, dan sifat dari kebijakan itu sendiri. Selanjutnya arah
kebijakan yang akan dilakukan juga dapat dianalisis berdasarkan sifatnya mulai
dari tuntutan sampai pada dampaknya bagi masyarakat. Sehingga pada akhirnya
dapat diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan apakah kebijakan yang dibuat
pemerintah Kota Medan mampu atau tidak dijadikan sebagai penentu arah politik
kebijakan para aktor politik dalam mengimplementasikan peraturan daerah
tersebut untuk mengatasi masalah tata ruang di Kota Medan.
1.6.2 Implementasi Kebijakan Publik
George C. Edwards menyatakan implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan
konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu
22
kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan
sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan
sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu,
suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, mungkin juga akan
mengalami kegagalan, jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan
baik oleh para pelaksana kebijakan. Dalam mengkaji implementasi kebijakan,
Edwards mulai dengan mengajukan dua pertanyaan yakni: prakondisi-prakondisi
apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? Dan
hambatan hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal?
Edwards berusaha menjawab dua pertanyaan penting ini dengan membicarakan
empat faktor atau variable krusial dalam implementasi kebijakan publik.
Oleh karena empat faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk
membantu dan menghambat implementasi kebijakan, maka pendekatan yang ideal
adalah dengan cara merefleksikan kompleksitas ini dengan membahas semua
faktor tersebut sekaligus untuk memahami suatu implementasi kebijakan perlu
menyederhanakan, dan untuk menyederhanakan perlu merinci
penjelasan-penjelasan tentang implementasi dalam komponen-komponen utama. Patut
diperhatikan disini bahwa implementasi dari setiap kebijakan merupakan suatu
proses yang dinamis yang mencakup banyak interaksi dari banyak variabel. Oleh
dijelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain, dan bagaimana
variabel-variabel ini memengaruhi proses implementasi kebijakan.23
Berdasarkan pandangan yang diutarakan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut prilaku
badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut
jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi san sosial yang langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang
pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun
yang positif.24
Dalam mengkaji implementasi kebijakan, empat faktor atau variabel krusial
dalam implementasi kebijakan publik yang dimaksud oleh George C. Edwards
diantaranya:
1. Komunikasi
Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya
adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang
seharusnya mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan
mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat dan kebijakan ini mesti akurat,
jelas dan konsisten. Jika para pembuat keputusan ini berkehendak untuk melihat
yang diimplementasikan tidak jelas dan bagaimana rinciannya maka kemungkinan
akan timbul kesalahpahaman diantara pembuat kebijakan dan implementornya.
23
Ibid., hal. 177-178.
24
Komunikasi yang tidak cukup juga memberikan implementor dengan kewenangan
ketika mereka mencoba untuk membalik kebijakan umum menjadi
tindakan-tindakan khusus. Kewenangan ini tidak akan perlu dilakukan untuk memajukan
tujuan para pembuat keputusan aslinya. Dengan demikian, perintah-perintah
implementasi yang tidak ditransmisikan, yang terdistorsi dalam transmisi, atau
yang tidak pasti atau tidak konsisten mendatangkan rintangan-rintangan serius
bagi implementasi kebijakan. Sebaliknya, ukuran-ukuran yang terlalu akurat
mungkin merintangi implementasi dengan perubahan kreativitas dan daya
adaptasinya.
2. Sumberdaya
Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang
diperlukan, informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk
mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat dalam
implementasi. Kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan
semuanya sebagaimana dimaksudkan dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan,
peralatan, tanah, dan persediaan) di dalamnya atau dengannya harus memberikan
pelayanan. Sumberdaya yang tidak cukup akan berarti bahwa undang-undang tidak
akan diberlakukan, pelayanan tidak akan diberikan dan peraturan-peraturan yang
layak tidak akan dikembangkan.
3. Disposisi
Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam
pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publik. Jika implementasi
apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini,
melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Para
implementor kebanyakan bisa melakukan seleksi yang layak di dalam
implementasi kebijakan. Salah satu dari berbagai alasan untuk ini adalah
indenpendensinya dari atasan (superior) nominal yang merumuskan kebijakan.
Alasan lain adalah kompleksitas dari kebijakan mereka sendiri. Cara dimana para
implementor ini melakukan seleksinya, bagaimanapun juga, bergantung sebagian
besar pada disposisinya terhadap kebijakan. Sikap-sikapnya pada gilirannya, akan
dipengaruhi oleh berbagai pandangannya terhadap kebijakan masing-masing dan
dengan cara apa mereka melihat kebijakan yang mempengaruhi kepentingan
organisasional dan pribadinya.
Para implementor tidak selalu siap untuk mengimplementasikan kebijakan
sebagaimana mereka para pembuat kebijakan. Konsekuensinya, para pembuat
keputusan sering dihadapkan dengan tugas untuk mencoba untuk memanipulasi
atau mengerjakan semua disposisi implementor atau untuk mengurangi
opsi-opsinya.
4. Struktur Birokrasi
Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah
kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan ini ada
dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya,
implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur
untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang
mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan
sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan, mengarah
kepada kebijakan bekerja dalam lintas tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi
penting yang terabaikan.
Sebagaimana unit-unit organisasional menyelenggarakan kebijakan mereka
mengembangkan prosedur pengoperasian standard (standart operating procedure
(SOP)) untuk menangani situasi rutin alam pola hubungan yang beraturan.
Malangnya, SOP yang dirancang untuk kebijakan-kebijakan masa depan sering
tidak tepat bagi kebijakan-kebijakan baru dan mungkin menyebabkan perintangan
terhadap perubahan, penundaan, pemborosan, atau tindakan-tindakan yang
diinginkan. SOP kadang merintangi bukan membantu implementasi kebijakan.25
Teori implementasi kebijakan publik digunakan sebagai teori kedua di
dalam penelitian ini karena relevan dengan permasalahan yang diteliti yaitu proses
implementasi kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang
wilayah yang diterapkan di Kecamatan Medan johor. Teori ini digunakan untuk
menganalisis tindakan yang dilakukan pemerintah sebagai aktor politik yang
melaksanakan kebijakan dalam pencapaian program ditinjau dari variabel
komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Sehingga pada
akhirnya dapat diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan penyebab dari
keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan
25
tentang rencana tata ruang wilayah di Kecamatan Medan Johor sebagai bentuk
politik kebijakan yang terjadi di dalam ruang lingkup aktor politik yang terlibat.
1.7Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitataif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau
sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses
penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik
dari para partisan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang
khusus ke tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data.26
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif. Jenis penilitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan ihwal masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriptif
dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan
objek atau subjek amatan secara rinci.27
26
John W. Creswell. 2012. Research Design. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. hal. 4
27
Bagong Suyanto dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:
1.7.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di:
1. Kantor DPRD Kota Medan
2. Kantor Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Kota Medan
3. Kantor Camat Medan Johor
4. Kantor LSM Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama
di lokasi penelitian atau objek penelitian.28 Dalam penelitian ini yang
digunakan adalah pengumpulan data dengan teknik wawancara.
Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi yang
berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul data
sebagai pencari informasi yang dijawab secara lisan pula oleh informan.
Dengan kata lain, wawancara secara sederhana adalah alat pengumpul data
berupa tanya jawab antara pihak pencari informasi dengan sumber
informasi yang berlangsung secara lisan.29 Adapun yang menjadi informan
dalam wawancara ini yaitu:
1. Anggota DPRD Kota Medan
2. Kepala Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Kota Medan
3. Camat Medan Johor
28
Burhan Bungin. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 132.
29
4. Ketua LSM WALHI
5. Tokoh masyarakat
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber kedua atau
data yang sudah ada. Data tersebut dapat diperoleh melalui buku, jurnal,
internet, ataupun literatur lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
1.7.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan menekankan analisisnya
pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif serta analisis pada
fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah.30 Dalam
penelitian ini data dan informasi yang terkumpul baik data primer maupun data
sekunder selanjutnya disusun dan diuraikan dengan cara menjelaskan fenomena
yang ditemukan dalam proses pengumpulan data.
1.8Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
30
Bab II: Profil Kecamatan Medan Johor dan Peraturan Daerah Kota Medan No.13
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Bab ini akan menjelaskan mengenai profil Kecamatan Medan Johor dan
peraturan daerah kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang
wilayah
Bab III: Politik Kebijakan Pemerintah Kota Medan Dalam Implementasinya di
Kecamatan Medan Johor
Bab ini berisi penyajian data dan analisis data yang diperoleh dari lapangan
mengenai politik kebijakan pemerintah Kota Medan dalam implementasinya di
Kecamatan Medan Johor.
Bab IV: Penutup
Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data, dan