BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Beton
merupakan ikatan dari material-material pembentuk beton, yaitu terdiri dari campuran agregat (kasar dan halus) semen, air dengan perbandingan tertentu dan dapat pula ditambah dengan bahan campuran tertentu apabila dianggap perlu.
Bahan air dan semen disatukan akan membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai bahan pengikat, sedangkan agregat halus dan agregat kasar sebagai bahan
pengisi. Campuran tersebut bila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan, maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu terjadi akibat hasil hidratasi (yaitu reaksi kimia antara air dan semen) dan akibatnya campuran itu selalu bertambah
keras setara dengan umurnya dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat
halus, pasir) dan pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan air (pasta semen).
Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat
bahan-bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahan-bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan
selama proses pengerasan.
diperhitungkan dengan seksama cara-cara memperoleh adukan beton
(beton segar/fresh concrete) yang baik dan beton (beton keras / hardened concrete) yang dihasilkan juga baik. Beton yang baik ialah beton yang kuat, tahan
lama/awet, kedap air, tahan aus, dan sedikit mengalami perubahan volume (kembang susutnya kecil). (sumber : www.google.com)
Menurut (Tri Mulyono , 2005) Sebagai bahan konstruksi beton
mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan beton antara lain : 1. Harganya relatif murah.
2. Mampu memikul beban yang berat.
3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.
Kekurangan beton antara lain :
1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena
itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes).
2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.
2.1.1 Beton Segar ( Fresh Concrete)
Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan). Hal
2.2 Pengertian Bata Beton Ringan
Perkembangan konstruksi di Indonesia tidak terlepas dari penggunaan beton sebagai material perkuatan struktur. Akan tetapi, teknologi beton selalu
mengalami perkembangan sehingga beton ringan telah digunakan sebagai material struktur baik sebagai bahan pendukung seperti bata beton ringan maupun sebagai
bahan struktural bangunan tersebut.
Saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menciptakan jenis material yang nantinya akan dipakai dalam pekerjaan konstuksi, salah satunya
adalah penelitian material beton ringan.
Bata beton ringan adalah bata yang memiliki berat jenis ( density ) lebih ringan dari bata merah pada umumnya. Bata beton ringan dapat dibuat dengan
menggunakan agregat ringan seperti fly ash, batu apung, ataupun expanded polystyrene serta campuran dengan semen, pasir, kapur, dan foaming agent
sebagai penghasil gelembung udara atau yang dikenal dengan nama aerated concrete atau foamed concrete.
Bata berpori dapat dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan
menggunakan agregat ringan ( fly ash, batu apung, expanded polystyrene/EPS dan lain – lain ), campuran antara semen, silika, pozzolan dan lain – lain yang dikenal dengan nama aerated concrete atau semen dengan cairan kimia penghasil
gelembung udara ( dikenal dengan nama foamed concrete atau cellular concrete ).
Tidak seperti bata biasa, berat bata ringan dapat diatur sesuai kebutuhan. Pada umumnya berat bata ringan berkisar antara 600-1600 kg/m3. Karena itu
pada proyek bangunan tinggi ( high rise building ) akan dapat secara signifikan
mengurangi berat sendiri bangunan, yang selanjutnya berdampak kepada perhitungan pondasi.
Bata berpori (ringan) atau beton ringan AAC ( Autoclaved Aerated Concrete ) ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai
alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Bata ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman pada tahun
1943. Hasilnya bata berpori (ringan) atau beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah
dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Di Indonesia sendiri bata berpori ( beton ringan ) mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel
Indonesia di Kerawang Timur, Jawa Barat.
Dalam kontruksi, bata adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi agregat dan pengikat semen.
Biasanya dipercayai bahwa bata mengering setelah pencampuran dan peletakan. Sebenarnya, bata tidak menjadi padat karena air menguap, tetapi semen
berhidrasi, mengelem komponen lainnya bersama dan akhirnya membentuk material seperti batu.
Bata (beton) normal diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu bata normal dan bata ringan. Bata normal tergolong bata yang memiliki densitas
sesuai dengan penggunaan dan pencampuran bahan bakunya. Jenis dari bata
ringan (beton ringan) ada dua, yaitu bata ringan berpori ( aerated concrete ) dan bata ringan tidak berpori ( non aerated concrete ). Bata ringan berpori (beton
ringan berpori) adalah bata yang dibuat agar strukturnya terdapat banyak pori. Bata semacam ini diproduksi dengan menggunakan agregat ringan, misalnya : batu apung (pumice), diatomite, scoria, volcanic cinders, dan dicampur dengan
bahan baku dari campuran semen, pasir, gypsum, CaCO3 dan katalis aluminium. Dengan adanya katalis Al selama terjadi reaksi hidrasi semen akan menimbulkan
panas sehingga timbul gelembung-gelembung gas H2O, CO2 dari reaksi tersebut. Akhirnya gelembung tersebut akan menimbulkan jejak pori dalam bata yang sudah mengeras. Semakin banyak gas yang dihasilkan akan semakin banyak pori
yang terbentuk dan bata akan semakin ringan.
Berbeda dengan bata non aerated, pada bata ini ditambahkan agregat ringan dalam pembuatannya seperti, serat sintesis dan alami, slag baja, perlite, dan
lain-lain. Pembuatan bata ringan berpori jauh lebih mahal karena menggunakan bahan-bahan kimia tambahan dan mekanisme pengontrolan yang cukup sulit.(sumber
: www.wikipedia.com)
Sampai saat ini, tidak ada pengaturan mix design yang baku untuk proses pembuatan bata beton ringan. Hal ini disebabkan densitas dari bata beton yang dihasilkan sangat bergantung kepada foaming agent untuk menghasilkan pori-pori
pada bata beton ringan tersebut. Pada eksperimen ini, penulis membuat eksperimen dengan mengacu kepada hasil eksperimen Kausal Kishore. Menurut
Berikut adalah hasil penelitiannya :
Perbandingan Semen : Pasir yang digunakan berkisar 1 : 1.9 hingga 1 : 2.2 dengan
FAS bervariasi dari 0.40, 0.45, 0.50, dan 0.55. Pada eksperimen ini, perbandingan semen : pasir yang digunakan adalah 1 : 2 dengan FAS sebesar 0.55 dan densitas
bata beton ringan yang dihasilkan berkisar antara 800 – 900 kg/m3 serta mempunyai kekuatan tekan minimal sebesar 2.5 Mpa. Selain itu pada eksperimen ini, akan diteliti hubungan antara penggunaan kapur pada bata beton ringan
dengan kuat tekan bata beton ringan yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan kapur dapat membentuk senyawa gas hidrogen sehingga akan menurukan densitas bata
beton ringan.
2.3 Komposisi Bata Ringan
2.3.1 Semen Portland
dari material calcareous seperti limestone atau kapur dan material
argillaceous seperti besi oksida,serta silica dan alumina yang berupa lempung. Proses pencampuran dilakukan di dalam tempat pembakaran
dengan temperatur berkisar 1300- 1450oC membentuk klinker. Setelah didingikan ditambah dengan sejumlah material gipsum (CaSO4.2H2O) dan bahan inert pada penggilingan terakhirnya. Pemberian gipsum 3-5% ini
bertujuan untuk mengedalikan waktu ikat semen agar tidak terlalu lama. Akibat pemasan oksida-oksida utama yang terdapat pada semen
portland akan membentuk senyawa gabungan yang memberi sifat-sifat tertentu pada semen portland. Pada tabel 2.1 ditunjukkan komposisi kimia komponen yang ada di dalam semen portland.
Tabel 2.1 Komposisi Utama Semen Portland (Paul Nugraha, Antoni, 2007)
Nama Kimia Rumus Kimia Singkatan %
berat
Tricalcium silikate 3CaO.SiO2 C3S 50 Dicalcium silikate 2CaO.SiO2 C2S 25
Tricalcium Aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 12 Tetracalcium Alumminoferrite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 8
Gysum CaSO4.H2O CSH2 3
Senyawa yang dibutuhkan pada semen adalah C3S dan C2S karena bersifat perekat dan menyumbangkan kekuatan semen jika bersenyawa dengan air.
lebih cepat dan berpengaruh besar pada kekuatan awal semen. Sebaliknya
semen yang mengandung C2S yang tinggi serta perawatan yang baik, akan menghasilkan kekuatan akhir semen yang lebih besar.
Senyawa C3A dan C4AF yang terbentuk tidak mempunyai sifat semen dan dapat mengurangi daya ikat semendan dalam jumlah besar dapat memperlambat proses pengerasan semen. Senyawa C3A bila bereaksi dengan
air akan menghasilkan panas hidrasi yang tinggi. Di samping itu, jika C3A bereaksi dengan garam-garam sulfat akan membentuk senyawa mono atau
trisulfoaluminat , di mana dalam keadaan basah volumenya akan mengembang, sehingga semen yang mengeras menjadi rusak , sedangkan C4AF hanya berpengaruh pada warna semen, semakin tinggi kadarnya
semakin tua warna semen yang dihasilkan.
Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystals sehingga membentuk
gel semen yang akan membentuk kekuatan tinggi apabila mengeras. Kekuatan awal semen portland semakin tinggi apabila semakin besar persentase C3S.
Jika perawatan kelembaban terus berlangsung , kekuatan akhirnya akan semakin besar apabila persentase C2S semakin besar. C3A mempunyai kontribusi terhadap kekuatan beberapa hari setelah pengecoran beton karena
bahan ini yang lebih dulu mengalami hidrasi.
Ada banyak semen jenis portland dan masing-masing mempunyai sifat
a. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland Tipe I merupakan semen yang umum digunakan untuk
berbagai pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada di bawah air.
b. Tipe II (Modified Cement)
Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen
ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase.
c. Tipe III (Rapid-Hardening Portland Cement)
Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Penggunaan Tipe III ini jika cetakan akan segera dibuka untuk penggunaan berikutnya atau kekuatan yang diperlukan untuk konstruksi
lebih lanjut. Semen Tipe III ini hendaknya tidak digunakan untuk konstruksi beton missal atau dalam skala besar karena tingginya panas
yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut. d. Tipe IV (Low-Heat Portland Cement)
Semen Portland Tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang
dihasilkan dari reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama dibandingkan semen tipe lainnya tetapi tidak
e. Tipe V (Sulphate-Resisting Cement)
Semen Portland Tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan
langsung dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat yang cukup tinggi.
Spesifikasi Portland semen umumnya menempatkan batas pada
komposisi kimia dan sifat fisiknya. Pengertian yang signifikan dari sifat fisik semen sangat membantu dalam hal mengaplikasikan hasil dari uji
semen. Berikut adalah sifat dari semen Portland :
a. Kehalusan (Fineness)
Kehalusan semen mempengaruhi panas yang dihasilkan dan besarnya
hidrasi. Nilai kehalusan yang tinggi akan meningkatkan hidrasi semen dan meningkatkan pertumbuhan kuat tekan.
b. Kekuatan (Soundness)
Kekuatan ini berdasarkan pada kemampuan pasta untuk mengeras serta mempertahankan volumenya setelah pengikatan.
c. Konsistensi (Consistency)
Konsistensi didasarkan pada gerakan relatif pada semen pasta segar atau mortar atau kemampuannya untuk mengalir.
d. Waktu Pengikatan (Setting Time)
Waktu pengikatan diindikasikan dengan pasta yang sedang
Salah Pengikatan adalah bukti dari hilangnya plastisitas tanpa
berkembangnya panas setelah pencampuran.
f. Kuat Tekan (Compressive Strength)
Kuat tekan didukung oleh tipe semen, komposisi bahan dan kehalusan semen.
g. Panas Hidrasi (Heat of Hydration)
Panas Hidrasi adalah panas yang ditimbulkan ketika semen dan air
bereaksi. Panas yang dihasilkan bergantung pada komposisi kimia dari semen tersebut.
h. Kehilangan Pembakaran (Loss on Ignition)
Kehilangan Pembakaran diindikasikan sebelum hidrasi dan karbonasi, yang diakibatkan penyimpanan yang tidak sesuai.
Telah kita ketahui bahwa senyawa mentah yang digunakan untuk memproduksi semen Portland adalah kapur, silika, alumina dan oksida besi.
Kandungan ini berinteraksi satu dengan lainnya membentuk suatu material kompleks.
Perhitungan komposisi pada semen Portland berdasarkan hasil
yang diperoleh R. H. Bogue dan lainnya, dan sering disebut ‘Komposisi Bogue’.
C3S = 4.07 (CaO) – 7.60 (SiO2) – 6.72 (Al2O3) – 1.43 (Fe2O3) – 2.85 (SO3)
C3A = 2.65 (Al2O3) – 1.69 (Fe2O3)
C4AF = 3.04 (Fe2O3)
2.3.2 Pasir
Adapun pasir yang digunakan dalam pembuatan bata ringan adalah pasir yang lolos ayakan (standard ASTM E 11-70) yang diameternya lebih kecil dari 5
mm. Kegunaan pasir adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah mengering. Akan tetapi apabila jumlahnya terlalu banyak maka akan menyebabkan terjadinya perapuhan setelah kering. Hal ini disebabkan karena
pasir tidak bersifat merekat tetapi hanya bersifat sebagai pengisi. Pasir yang baik adalah pasir yang berasal dari sungai dan tidak mengandung tanah lempung
karena dapat mengakibatkan retak-retak, dan juga harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM, sebagai berikut :
a. Susunan Butiran ( Gradasi )
Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0 pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang rendah)
yang mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal. Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi
ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat
Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2
Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9
Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6
Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C 33 – 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus
Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan
9.5 mm (3/8 in) 100
4.76 mm (No. 4) 95 – 100
2.36 mm ( No.8) 80 – 100
1.19 mm (No.16) 50 – 85
0.595 mm ( No.30 ) 25 – 60
0.300 mm (No.50) 10 – 30
0.150 mm (No.100) 2 – 10
b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ( ayakan No.200 ), tidak boleh melebihi 5 % ( terhadap berat kering ). Apabila
d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak
menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.
e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan
mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif
terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya
dapat mencegah pemuaian.
f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :
Jika dipakai Natrium – Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
Jika dipakai Magnesium – Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15 %.
2.3.3 Kapur / Limestone
Batu kapur merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan
oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian
terbentuk di laut dalam dengankondisi bebatuan yang mengandung lempengan
kalsium plates (coccoliths) yang dibentuk oleh mikroorganisme coccolithophores. Biasanya lazim juga ditemukan batu api dan chert yang terdapat dalam kapur atau
istilah umumnya yaitu bahan yang mengandung kalsium anorganik,di mana karbonat, oksida dan hidroksida mendominasi. Tepatnya, kapur adalah kalsium
oksida atau hidroksida kalsium.
Batu kapur mempunyai sifat yang istimewa, bila dipanasi akan berubah menjadi kapur yaitu kalsium oksida (CaO) dengan menjadi proses dekarbonasi
(pelepasan CO2) dan hasilnya disebut kampur atau quick lime yang dapat dihidrasi secara mudah menjadi kapur hydrant atau kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Pada proses ini air secara kimiawi bereaksi dan diikat oleh CaOmenjadi Ca(OH)2
dengan perbandingan jumlah molekul sama.Kapur tohor (CaO) adalah hasil dari pemanasan batuan kapur, yang dalam perdagangan dapatdijumpai
bermacam-macam hasil pembakaran kapur ini, antara lain :
Kapur tohor / quick lime : yaitu hasil langsung dari pembakaran batuan kapur yang berbentuk oksida-oksida dari kalsium atau magnesium.
1. Kapur pada / hydrated lime : adalah bentuk hidroksida dari kalsium atau magnesium yang dibuat dari kapur keras yang diberi air sehingga bereaksi
dan mengeluarkan panas. Digunakan terutama untuk bahan pengikat dalam adukan bangunan.
2. Kapur hydraulik : disini CaO dan MgO tergabung secara kimia dengan
Adapun pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :
1. Bahan bangunan bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang dipergunakan untuk plester,adukan pasangan bata, pembuatan semen tras
ataupun semen merah.
2. Bahan penstabilan jalan raya. Pemakaian kapur dalam bidang pemantapan fondasi jalan raya termasuk rawa yang dilaluinya. Kapur ini berfungsi
untuk mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan pemuaian fondasi jalan raya
Pada Kapur / Limestone mengandung senyawa portlandite (Ca(OH)2) , calcium silicate hydate (Ca1,5SiO3,5.xH2O). Kapur yang digunakan pada campuran beton ringan terlebih dahulu harus dihaluskan, kemudian diayak dengan
saringan No. 200. Secara reaksi kimia, apabila kapur bereaksi dengan foaming agent maka akan dihasilkan gelembung-gelembung H2 sehingga dapat
mengurangi berat bata beton yang dihasilkan. (sumber : www.wikipedia.com)
2 CaO + 3 H2O2 2 Ca(OH)2 + H2 + 2O2
2.3.4 Air
Air merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan untuk campuran beton untuk mendukung reaksi kimia dengan semen. Air yang mengandung senyawa garam, minyak, bahan-bahan kimia lainnya dapat mengubah sifat semen. Dalam
pembuatan bata beton ringan, air berfungsi untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis, air yang terlalu banyak akan menyebabakan banyaknya
akan menyebabkan tidak selesainya proses hidrasi sehingga mengakibatkan
penurunan kekuatan bata beton tersebut.
2.3.5 Foaming Agent
Foaming Agent adalah senyawa kimia yang digunakan untuk mengembangkan adonan mortar pada proses pembuatan bata beton ringan. Pada saaat dicampur dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir dan
air akan beraksi sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi.
Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih besar dari volume semula. Di akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfir dan langsung digantikan oleh udara. Rongga-rongga
tersebutlah yang membuat bata beton menjadi ringan. Akan tetapi, apabila foaming agent yang digunakan terlalu banyak, hal ini dapat menyebabkan
turunnya kekuatan bata beton ringan tersebut karena terlalu banyak rongga udara di dalamnya. Menurut ASTM 796-87 a,Table 1, Foaming Agents for Use in Producing Celllular Concrete Using Preformed Foam, banyaknya
foaming agent yang digunakan dalam suatu percobaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉= 156.62 (62.4− 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑉𝑉) 𝑥𝑥
71.0 (1000− 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑉𝑉)
Vfa adalah volume foaming agent yang diperlukan (m3).
Biasanya Vair : Vfa berkisar 40 : 1.
Proses pembuatan ALC (Aerated Lightweight Concrete) berbeda dengan AAC
(Autoclaved Aerated Concrete). Untuk beton ringan tipe ALC, beton tidak dimasukkan ke dalam mesin autoclaved melainkan dapat dicuring layaknya beton biasa sedangkan pada proses pembuata beton ringan tipe AAC, beton ringan
tersebut dimasukkan ke dalam mesin autoclaved untuk dicuring dengan mengontrol temperatur sebesar 374oF dan tekanan sebesar 1,82 Mpa untuk
menuntaskan semua rekasi kimia yang terjadi dalam adonan beton ringan tersebut.
2.3.6 Admixture
Bahan pencampur adalah material yang berbentuk cairan maupun serbuk
yang ditambahkan ke beton yang dapat memberikan efek-efek tertentu yang tidak akan muncul pada pencampuran beton biasa, seperti kemungkinan pelaksanaan (Workability), kekuatan (Strength), titik beku (Freezing Point), dan perawatan
(Curing). Jenis-jenis bahan pencampur (admixture) antara lain :
a. Type A, Water Reducer admixture yang digunakan untuk mengurangi
kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump yang ditentukan.
c. Type C, Accelerator admixture yang digunakan untuk mempercepat proses
hidrasi atau proses pengurangan air dalam beton untuk meningkatkan kekuatan beton.
d. Type D, Water Reducer dan Retarder Admixture yang digunakan untuk mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump yang ditentukan dan
memperlambat reaksi hidrasi pada beton.
e. Type E, High Range Water Reducer admixture yang digunakan untuk
mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump 12 persen atau lebih besar.
f. Type F, High Range Water Reducer dan Retarder admixture yang
digunakan untuk mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump 12 persen atau lebih besar dan memperlambat reaksi hidrasi pada beton.
Pada eksperimen kali ini, bahan pencampur yang digunakan adalah Tipe C yaitu accelerator admixture dengan merek dagang SikaSet Accelerator
Admixture.
2.3.6.1 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah-masalah tidak terduga yang tidak mengguntungkan, karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk
mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut, maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton
memperhatikan dan mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan
bahan “paten” yang diperdagangkan.
a. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM
(American Society for Testing and Materials) dan ACI (American Concrete International).
Parameter yang ditinjau adalah :
Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton.
Pengaruh samping (side effect) yang diakibatkan oleh bahan tambahan. Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton, sehingga kadang-kadang merugikan.
Sifat-sifat fisik bahan tambahan.
Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif, yaitu ada tidaknya komposisi bahan yang merusak seperti klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan.
Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan.
Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan.
Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar.
Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan.
Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton misalnya FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan. b. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan
Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran
beton. Karena kompleksnya sifat bahan tambahan beton terhadap beton, maka interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi
pengaruh bahan tambahan pada semen sulit diprediksi. Sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.
2.4 Jenis-Jenis Beton Ringan
Di dalam ilmu teknologi beton dikenal adanya istilah istilah beton ringan (light weight concrete). Pembuatan beton ringan dengan pemakaian agregat ringan dimulai sejak munculnya agregat ringan yang terbuat dari proses pembakaran
shale dan clays pada tahun 1917 oleh S.J. Hayde. Pemakaian beton ringan pertama kali diperkenalkan Amerika Serikat pada perang dunia I oleh perusahaan
Emergency Fleet Building dengan memakai agregat expanded shale dan dipakai pada konstruksi kapal serta perahu. Beton ringan bertulang tersebut mempunyai kekuatan 34,47 Mpa dan berat isi 1760 kg/m3.
Sejak tahun 1950-an beton ringan telah dipakai pada struktur bertingkat , lantai kendaraan pada jembatan dan beton precast dan lain-lain. Ada beberapa cara untuk memproduksi beton ringan tetapi ini semua bergantung pada adanya
rongga udara dalam agregat , pembuatan rongga udara dalam beton , di antaranya cara pembuatannya, yaitu dapat dilakukan dengan beberapa cara pembuatan yaitu
Beton ini memakai agregat ringan yang mempunyai berat jenis yang
rendah (berkisar 1400 – 2000 kg/m3) akibat agregat kasar yang bersifat porous. Agregat yang dipakai berasal dari alam, proses pembakaran, hasil
produksi industri serta bahan-bahan organik.
Campuran beton yang memakai agregat ringan butiran halus maupun kasar menghasilkan beton yang dikenal dengan nama “All Light-weight
Concrete” . Untuk mmperoleh hasil yang lebih baik, agregat halus dapat diganti dengan pasir alam yang dikenal dengan nama “ Sanded
Lightweight Concrete” . Selain itu pemakaian pasir alam dengan gradasi yang baik dapat memperbaiki workability beton. Akan tetapi untuk menjaga kepadatan beton ringan tetap rendah, pemakaian pasir alam
dibatasi 15 % sampai 30 %.
Beton ringan dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan tingkat kepadatan dan kekuatan beton yang dihasilkan dan berdasarkan
jenis agregat ringan yang dipakai , beton ringan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
a. Beton Insulasi (Insulating Concrete)
Beton ringan dengan berat jenis berkisar antara 300 – 800 kg/m3 serta berkekuatan tekan sebesar 0,69 – 6,89 Mpa yang biasanya dipakai sebagai
beton penahan panas (insulasi panas). Jenis beton ini banyak digunakan untuk keperluan insulasi karena mempunyai konduktivitas panas yang
b. Beton Ringan dengan Kekuatan Sedang (Moderate Strength Concrete)
Beton dengan berat jenis berkisar antara 800 – 1440 kg/m3 serta mempunyai kuat tekan sebesar 6,89 – 17,24 Mpa. Jenis beton ini banyak
digunakan untuk struktur ringan atau sebagai pengisi (fill concrete). c. Beton Struktural (Structural Concrete)
Beton dengan berat jenis berkisar antara 1440 – 1850 kg/m3 , dan dapat
dipakai sebagai beton struktural jika mempunyai kuat tekan > 17,24 Mpa pada saat berumur 28 hari.
2. Beton Ringan Tanpa Pasir (No Fines Concrete)
Beton jenis ini tidak menggunakan agregat halus (pasir) pada pencampuran pastanya sehinga mempunyai sebagian besar pori-pori.
Dengan berat jenis berkisar 880 – 1200 kg/m3. Kekuatan beton ini berkisar 7 – 14 Mpa yang dipengaruhi oleh berat isi beton dan kadar semen. Pemakaian beton ini sangat baik untuk kemampuan insulasi dari struktur ,
meskipun keberadaan rongga udara cenderung banyak dan seragam sehingga dapat mengurangi kuat tekan beton tersebut.
3. Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara dalam adukan beton atau mortar ( beton aerasi )
Beton ini memiliki berat jenis berkisar 200 – 1440 kg/m3 dan biasanya
digunakan untuk keperluan insulasi serta beton tahan api.
Ada dua cara utama dalam pembentukan beton jenis ini, yaitu :
Dalam proses ini alumunium atau bubuk yang ditambahkan pada bubur
semen selama pencampurannya, kuantitas logam yang dihaluskan sekitar 0,1 % sampai 0,2 % dari berat semen. Dalam beberapa menit gas hidrogen
mulai terjadi secara perlahan dan bubur semen akan naik. Proses pengembangan bubur ini terjadi selama sekitar satu jam. Bubur kemudian mengeras membentuk suatu bahan yang terdiri dari sejumlah besar
gelembung yang tertutup lubangnya dan dikelilingi oleh adukan semen yang mengeras. Berat jenis dari beton yang dihasilkan tergantung pada
kuantitas bubuk metal yang digunakan, suhu dan waktu pabrikasinya. Berat jenis dari beton jenis ini adalah 550 – 950 kg / m3.
2. Mempergunakan bahan yang menimbulkan busa seperti ”resin soap”atau
damar sabun.
Bahan untuk membuat busa ini dicampur dengan semen,pasir, dan air, serta proses pemasukan udaranya dicapai dengan cara memutarnya dalam
alat campur yang berkecepatan tinggi, atau diputar sehingga keluar busanya dengan mempergunakan udara yang bertekanan
mempergunakan alat penghasil buih. Kemudian buih ini dicampurkan kedalam bubur semen dengan mesin pencampur beton( pan mixer ). Cara ini menghasilkan beton ringan dengan berat jenisyang lebih rata jika
pembentukan buihnya dikontrol dengan hati – hati. Berat jenis dari beton ringan jenis ini dapat dibuat serendah mungkin misalnya 320 kg / m3,
4. Beton Ringan dengan ”Clinker” dan ”Breeze”
Agregat yang dikenal dengan nama ” clinker ” dan ” Breeze” telah
digunakan selama bertahun – tahun dalam memproduksi blok dan plat untuk partisi dalam dan tembok interior lainnya. Clinker adalah bahan yang dibakar sempurna dan massanya mengeras dan berinti serta terisi
sedikit bahan yang mudah terbakar, sedang breeze adalah bahan residu yang kurang keras dan kurang baik pembakarannya, dan oleh karenanya
berisi bahan yang mudah terbakar. Sumber utama dari agregat clinker adalah stasiun pembangkit listrik.
Menurut (Tri Mulyono , 2005), berdasarkan letak di mana beton tersebut
digunakan, beton dapat dibagi berdasarkan spesifikasi sebagai berikut : 1. Kelas A 1
Batasan kandungan bahan yang mudah terbakar tidak lebih dari 10 %.
Tujuan umum : beton tak bertulang. Agregat clinker dan breeze sangat tidak cocok untuk beton bertulang karena sifat porositas dan penyerapannya, sehingga
keadaannya selalu lebih basah daripadakeadaan sekitarnya. Kandungan belerangnya juga merupakan faktor yang mempercepat terjadinya korosi pada tulangan yang tertanam di beton.
2. Kelas A 2
Batasan kandungan bahan yang mudah terbakar tidak lebih dari 20 %.
3. Kelas B
Batasan kandungan bahan yang mudah terbakar tidak lebih dari 25 %. Tujuan umum : blok pracetak
2.5 Proses Pembuatan Bata Beton Ringan
Adapun proses pembuatan bata beton ringan adalah sebagai berikut :
1. Campurlah semen portland dengan pasir sesuai dengan yang telah
direncanakan terlebih dahulu.
2. Tuanglah air sesuai dengan perencanaan ke dalam campuran semen dan
pasir tersebut.
3. Aduklah hingga membentuk adonan yang merata dengan menggunakan mixer.
4. Hidupkan kompresor dan semprotkan foaming agent ke dalam adonan yang telah merata tersebut.
5. Aduklah dengan mixer hingga merata dan tidak ada foaming agent yang
tersisa.
6. Tuanglah adonan yang tersebut ke dalam cetakan bata beton ringan.
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Bata Beton Ringan Dibandingkan Batu Bata
Merah
Kelebihan Bata Beton Ringan dibandingkan dengan batu bata merah adalah :
1. Ringan sehingga dapat mengurangi beban struktur. 2. Dapat menahan kuat tekan sebesar 2,5 Mpa.
3. Tidak dibutuhkan plesteran yang tebal.
5. Proses pembuatannya tidak menggunakan tanah liat sehingga mengurangi
dampak kerusakan lingkungan.
Kekurangan Bata Beton Ringan dibandingkan batu bata merah adalah :
1. Perekat yang digunakan biasanya merupakan semen instan sehingga kurang ekonomis.
2. Biaya investasi awal untuk pengadaan mesin pembuatan bata beton ringan
yang relatif mahal.
3. Dibutuhkan gergaji khusus untuk memotong bata beton ringan agar dapat
dihasilkan potongan kecil
2.7 Karakteristik Bata Beton Ringan
Ditinjau dari material penyusunnya, bata beton ringan dapat dikategorikan
sebagai mortar (campuran semen, pasir dan air) .Pada bata beton ringan, buih-buih hidrogen yang dihasilkan akan mereduksi berat jenis bata tersebut secara signifikan. Selain itu, proporsi beton ringan dan metode curing yang digunakan
dapat mempengaruhi mikrostruktur sekaligus sifat fisik dan mekanis dari bata beton tersebut.
2.7.1 Absorpsi
Absorpsi adalah terserapnya atau terikatnya suatu substansi (adsorbat) pada permukaan yang dapat menyerap (adsorben). Absorpsi dapat terjadi antara
zat padat dan zat cair, zat padat dengan gas, zat cair dengan zat cair, dan zat cair dengan gas. Absorpsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat yang
adsorben cenderung menarik zat-zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya.
Berdasarkan interkasi molekular antara permukaan adsorben dan adsorbat. Adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Absorpsi Fisika bila terjadi gaya intermolekul lebih besar daripada gaya gaya tarik menarik antar molekul, gaya tarik yang relatif lemah antara adsorbat dan adsorben , gaya ini disebut gaya Van Der Walas
,sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu permukaan ke permukaan lainnya dari adsorben.
2. Absorbsi kimia terjadi karena adanya reaksi-reaksi antar molekul-molekul adsorban dengan adsorben di mana terbentuk ikatan kovalen dengan ion. Gaya ikat absorben bervairasi tergantung pada zat
perekasi. Absorpsi jenis ini bersifat irresible dan hanya dapat membentuk lapisan tunggal.
2.7.2 Kuat Tekan
Hal-hal yang dapat mempengaruhi kuat tekan terhadap bata beton ringan adalah karakteristik bahan yang digunakan, umur, proses curing, faktor air semen dan
pembentukan pori-pori pada bata beton ringan tersebut. Nilai kekuatan tekan yang dihasilkan biasanya akan meningkat seiring dengan peningkatan densitas pada bata beton ringan tersebut. Semakin rendah perbandingan air semen, semakin
tinggi kekuatan desaknya. Suatu jumlah tertentu air diperlukan untuk memberikan aksi kimiawi dalam pengerasan beton, kelebihan air
2.8 Estimasi Biaya Pembuatan Bata Beton Ringan
Berikut adalah rincian estimasi biaya pembuatan 1 m3 bata beton ringan dengan perbandingan semen : pasir sebesar 1 : 2 dengan berat jenis berkisar 800 – 900
kg/m3.
1. Investasi untuk Kompresor dan 200 set cetakan Rp. 70.000.000,- 2. Semen Tipe 1 Kemasan 50 kg/ zak sebanyak 6 zak Rp. 360.000,-
3. Pasir sebanyak 600 kg Rp. 72.000,- 4. Foaming Agent sebanyak 2 liter Rp. 100.000,-
5. Air sebanyak 180 liter Rp. 27.000,- 6. Bahan Bakar Minyak (BBM) Rp. 10.000,- (+)
Total Biaya untuk 1 m3 bata beton ringan
di luar biaya mesin kompresor Rp. 569.000,- 1 m3 adonan bata beton ringan dapat menghasilkan 83 keping bata beton ringan dengan ukuran 60 cm x 20 cm x 10 cm dengan harga jual sebesar Rp. 8000,- per