• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Pengaruh Konseling Keluarga Berencana terhadap Pengetahuan dan Niat Pasangan Usia Subur tentang Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Davenport and Prusak (2001) mendefinisikan pengetahuan sebagai kombinasi dari kerangka pengalaman, informasi,kontekstual, nilai-nilai dan pandangan ahli yang memberikan kerangka kerja untuk mengevaluasi dan memadukan pengalaman dan informasi. Dengan kata lain, pengetahuan adalah kombinasi dari informasi dan pengalaman.

Achterbergh & Vriens (2002) lebih jauh menuliskan bahwa pengetahuan memiliki 2 fungsi yakni: pertama, berfungsi sebagai latar belakang untuk pengkajian gejala, yang sebaliknya akan memungkinkan pelaksanaan tindakan.Fungsi kedua adalah untuk menilai apakahbentuk tindakan akan memberikan hasil yang diharapkan dan untukmenggunakan penilaian dalam memutuskan cara mengimplementasikan tindakan-tindakan tersebut.

(2)

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang I pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “tahu”ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi.

c. Aplikasi (application)

(3)

prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja ,dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.

e. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya.

f. Evaluasi (evaluation)

(4)

Indikator-indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang dapat diukur berdasarkan pengetahuan tentang kesehatan meliputi gejala-gejala yang timbul akibat menggunakan alat kontrsepsi IUD, manfaat yang dirasakan, dan cara pemeliharaan kesehatan yaitu penggunaan alat kontrasepsi (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Niat

Niat adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat diasumsikan sebagai faktor pemotivasi yang ada di dalam diri individu yang memengaruhi perilaku. Niat ini tercermin dari seberapa besar keinginan untuk mencoba dan seberapa kuat usaha yang dialokasikan untuk mewujudkan perilaku tertentu (Ajzen, 1991). Niat ditentukan sejauh mana individu memiliki sikap positif terhadap perilaku tertentu dan sejauh mana individu mendapat dukungan dari orang lain.

Niat perilaku (behavioral intention) adalah suatu keinginan (niat) seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Seseorang akan melakukan suatu perilaku (behavior) jika mempunyai suatu keinginan atau niat untuk melakukannya (Jogiyanto, 2007).

(5)

tersebut menjadi perilaku itu dengan catatan bahwa sepanjang terdapat peluang (Ajzen, 2005). Niat menggunakan kontrasepsi KB sebagaimana yang diungkap Ajzen (2005) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal,faktor eksternaldan kontrol.Faktor internal merupakan keyakinan individu mengenai perilaku yang menentukan sikap dan faktor eksternal merupakan keyakinan normatif yang menentukan norma subjektif, sedangkan faktor kontrol merupakan keyakinan individu untuk mengontrol berbagai faktor yang menjadi penentu dilakukannya perilaku tersebut.

Ajzen dan martin fishbein 1975 mendefinisikan intens atau niat ini sebagai kemungkinan subjektif (subjektif probability) untuk berperilaku tertentu, mengukur niat berarti mengukur kemungkinan seseorang tentang akan berperilaku tertentu atau tidak. Anwar dkk (2005),niat merupakan akumulasi tiga faktor yakni:

a. Sikap

(6)

atau negatif dari individu terhadap perilaku tertentu yang ingin dilakukannya.Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh keyakinan. Fishbein dan Ajzen (1975) menggungkapkan keyakinan merujuk kepada penilaian subjektif PUS berkaitan dengan berbagai aspek dari dunianya dan pemahaman PUS mengenai diri dan lingkungannya. Keyakinan diperoleh dengan menghubungkan manfaat dan atau kerugian yang akan diperoleh. Keyakinan dapat memperkuat sikap terhadap perilaku apabila penilaian yang dilakukan dapat memberikan keuntungan.

b. Norma Subyektif

Norma subjektif adalah persepsi individu mengenai tekanan sosial atau lingkungan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Persepsi ini sifatnya subjektif sehingga faktor lingkungan disebut juga norma subjektif. Norma subjektif dipengaruhi oleh keyakinan individu yang diperoleh atas pandangan orang lain disekitarnya seperti: orang tua, suami/istri, teman kantor dan orang–orang yang terdekat dengan individu tersebut.

(7)

Dalam model theory of reasoned action dan theory of planned behavior, normasubjektif adalah fungsi dari normative beliefs, yang mewakili persepsi mengenai preferensi signficant others mengenai apakah perilaku tersebut harus dilakukan. Model ini mengkuantifikasi beliefs dengan mengalihkan kemungkinan subjektif seorang significant other (disebut referent) berpikir bahwa seseorang harus melaksanakan perilaku tersebut dengan motivasi seseorang untuk mengikuti (motivation to comply) apa yang ingin dilakukan oleh referent.

Presentasi dari tuntutan atau tekanan lingkungan yang dihayati individu menunjukan keyakinan individu atas adanya persetujuan atau tidak dari figur-figur sosial jika ia melakukan suatu perbuatan. Figure sosial yang penting bisa saja termasuk didalamnyaorang tua, teman dekat, suami, atau istri rekan kantor, semuanya tergantung pada jenis tingkah lakunya. Norma subjektif dibentuk dari 2 aspek yakni keyakinan normative dan keinginan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan harapan lingkungan

c. Persepsi Kontrol Perilaku

(8)

sebuahperilaku. Persepsi kontrol memengaruhi niat terhadap perilaku sehingga persepsi kontrol mempunyai dua fungsi, yaitu: (1) sebagai motivator yang secara tidak langsung memengaruhi perilaku melalui niat; (2) mencerminkan kontrol perilaku nyata dan berhubungan langsung dengan perilaku tanpa melalui niat. Kontrol perilaku nyata dapat berupa ketersediaan sarana yang dibutuhkan untuk mewujudkan perilaku misalnya ketersediaan metode KB, Sumber Daya Manusia (SDM) petugas kesehatan,fasilitas kesehatandapat digunakan untuk mempermudah PUS dalam menggunakan kontrasepsi KB.

Penggunakan kontrasepsi IUD untuk mencegah kehamilan dapat diperbaiki dengan mengintervensi faktor keyakinan PUS, keyakinan normatif dan kekuatan keyakinan kontrol.Intervensi yang dilakukan dapat berupa penyebaran informasi melalui surat kabar, penyebaran pamflet, iklan di televisi, diskusi interpersonal dan lain-lain yang mendorong ibu untuk memiliki keyakinan prilaku, normatif dan kontrol yang mengarah kepada penggunaan kontrasepsi IUD (Fishbein dan Ajzen, 2006).

2.3 Metode Kontrasepsi

(9)

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen, penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memenuhi fertilitas (Prawirohardjo, 2005). Pembagian metode kontrasepsi menjadi dua, yaitu dengan cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif).

a. Kontrasepsi sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan Kondom, Diafragma atau Cup, Cream, jelly atau Tablet berbusa (vaginal tablet).

b. Cara kontrasepsi modern/metode efektif

Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan Pil, IUD, Suntikan dan Implant. Sedangkan cara kontrasepsi permanen dapat dilakukan dengan metode mantap yaitu dengan Operasi Tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan Vasektomi (sterilisasi pada pria).

Hal penting dalam pelayanan keluarga berencana yang perlu diperhatikan adalah prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada PUS yang isterinya mempunyai keadaan 4T, yaitu:

(10)

Wanita dibawah umur 17 tahun lebih sering mengalami kematian karena persalinan dan tubuh belum cukup matang untuk melahirkan. Bayi-bayi mereka lebih sering meninggal sebelum mencapai umur 1 tahun.

b. Terlalu Tua

Wanita usia subur yang sudah tua akan mengalami bahaya, terutama bila mereka mempunyai masalah kesehatan lain atau sudah terlalu banyak melahirkan.

c. Terlalu Dekat

Tubuh wanita memerlukan waktu untuk memulihkan tenaga dan kekuatan diantara kehamilan.

d. Terlalu Banyak

Seorang wanita dengan anak lebih dari 4 akan lebih sering mengalami kematian karena perdarahan setelah persalinan dan penyebab lain (BKKBN, 2008).

2.4Metode Kontrasepsi IUD (Intra Uterina Device)

IUD adalah suatu alat plastik atau logam kecil yang dimasukan kedalam uterus melalui karnalis servikalis dengan cara kerja utamanya adalah mencegah pembuahan dengan pemakaian alat khusus oleh dokter, bidan, para medis lain yang sudah dilatih (Penditdkk,2006).

2.4.1 Jenis-jenis Kontrasepsi IUD

Adapun jenis-jenis kontrasepsi IUD yang diungkapkan Saifuddin (2004) yaitu:

(11)

a. Bentuk terbuka (oven device), misalnya : LippesLoop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.

b. Bentuk tertutup (closed device). misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.

2. Menurut tambahan atau metal:

a. Medicated IUD, misalnya: Cu T 200, Cu T 220, Cu T 300, Cu T 380 A, Cu-7, Nova T, ML-Cu 375.

b. Un Medicated IUD, misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon. IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.

Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera dibelakang IUD menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 200 mm2.

Menurut Hartanto (2004), IUD mengandung hormonal : 1. Progestasert-T = Alza T

a. Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam. b. Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 mcg

progesteron per hari.

c. Tabung insersinya berbentuk lengkung. d. Daya kerja :18 bulan.

(12)

a. Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan 20 mcg per hari. b. Sedang diteliti di Finlandia.

c. Angka kegagalan kehamilan sangat rendah yaitu<0,5 per 100 wanita per tahun.

d. Penghentian pemakaian oleh karena persoalan-persoalan perdarahan ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya, karena 25% mengalami amenore atau perdarahan haid yang sangat sedikit.

2.4.2. Mekanisme Kerja Alat Kontrasepsi IUD

Mekanisme kerja IUD yang dililiti kawat tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus juga menghambat khasiat anhidrase karbon dan fosfatase alkali. IUD yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir sehingga menghalangi pasasi sperma (Prawirohardjo, 2005).

Lebih lanjut Saifuddin (2004) menjelaskan bahwa mekanisme kerja IUD adalah:

a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi. b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.

c. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu walaupun IUD membuat sperma sulit ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.

(13)

2.4.3. Jangka Waktu Pemakaian Kontrasepsi IUD

Badan Pengawasan obat Federal Amerika (USFDA) baru-baru ini telah menyetujui pemakaian IUD Copper T-380A secara efektif sebagai kontrasepsi selama maksimum 8 tahun (Saifuddin, 2004). Tiap kemasan IUD Copper T-380A mempunyai jangka waktu penyimpanan selama 7 tahun. Hal ini berarti bahwa setiap kemasan yang masih utuh (tidak robek) dijamin akan tetap steril sampai tanggal kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label kemasan. Setelah lewat tanggal kadaluwarsa, IUD dalam kemasan yang belum terpakai harus dibuang/dimusnahkan (Speroff, 2005).

2.4.4 .Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Kontrasepsi IUD 1. Keuntungan Penggunaan IUD

Menurut Saifuddin (2004), keuntungan IUD Non hormonal (Cu T-380A) adalah:

a. Sebagai kontrasepsi efektivitasnya tinggi.

b. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (satu kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

c. IUD dapat efektif segera setelah pemasangan. d. Metode jangka panjang.

e. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. f. Tidak mempengaruhi hubungan sexual.

(14)

i. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

j. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus. k. Dapat digunakan sampai menopause.

l. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.

Hartanto (2004) menambahkan keuntungan IUD hormonal adalah: a. Mengurangi volume darah haid dan mengurangi disminorrhoe.

b. Untuk mencegah adhesi dinding-dinding uterus oleh synechiae (Asherman’s Syndrome).

2. Kerugian Penggunaan IUD

Menurut Saifuddin (2004), kerugian IUD (Cu T-380A) Non hormonal: a. Efek samping yang umum terjadi :

1) Perubahan siklus haid. 2) Haid lebih lama dan banyak.

3) Perdarahan (spotting) antar menstruasi. 4) Di saat haid lebih sakit.

b. Komplikasi lain:

1) Merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan. 2) Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar). c. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.

d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.

(15)

f. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD untuk mencegah kehamilan normal.

2.4.5 Persyaratan Pemakaian Kontrasepsi IUD

Ibu yang mengunakan alat kontrasepsi IUD harus mematahui persyaratan agar terhindari dari gangguan efek samping dan kesehatan lainnya yang dapat meningkatkan kesakitan atau kematian. Menurut Saifuddin (2004) peryaratan pemakaian alat kontrasepsi IUD, yaitu:

1. Usia reproduktif

2. Telah mendapat persetujuan dari suami.

3. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang dari 5 cm.

4. Telah cukup jumlah anaknya dan belum memutuskan untuk sterilisasi. 5. Tidak ingin hamil paling tidak untuk 2 tahun.

6. Dianjurkan sebagai pengganti pil KB bagi akseptor KB yang berumur di atas 30 tahun.

7. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 8. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi. 9. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.

10.Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi. 11.Resiko rendah dari IMS.

(16)

Pada umumnya ibu dapat menggunakan IUD Cu T-380A dengan aman dan efektif dengan segala kemungkinan keadaan misalnya: perokok, pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi, sedang memakai antibiotik atau antikejang, gemuk ataupun yang kurus dan sedang menyusui, begitu juga dengan keadaan ibu seperti berikut ini penderita tumor jinak payudara, epilepsi malaria, tekanan darah tinggi, penyakit tiroid, setelah kehamilan ektopik dan penderita DM (Speroff, 2005).

Sedangkan keadaan ibu yang tidak diperkenankan menggunakan IUD atau progestasert antara lain: diketahui atau dicurigai adanya kehamilan, infeksi panggul (pelvis) yang terus menerus, lecet (erosi) atau peradangan di leher rahim, dicurigai adanya kanker rahim, perdarahan yang tidak normal yang belum diketahui penyebabnya, perdarahan haid yang hebat, alergi terhadap logam, kelainan rahim (misalnya rahim kecil, endometriosis, polipendometrium) dan kelainan jaringan perut yang menyulitkan pemasangan dan pernah mempunyai riwayat kehamilan di luar kandungan (Prawirohardjo, 2005).

2.4.6. Waktu Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD

Waktu penggunaan alat kontrasepsi IUD yang dianjurkan:

1. Pemasangan dilakukan pada waktu haid yaitu pada akhir haid atau pada hari sebelum berakhirnya haid karena serviks lembut dan sedikit terbuka.

(17)

3. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi (Saifuddin, 2004).

2.4.7Teknik Pemasangan IUD

Metode 10 langkah yang merupakan suatu pendekatan sistematik untuk pemasangan yang aman dan nyaman dari Copper T 380 A IUD adalah berdasarkan teknik tanpa sentuh yang menekankan pentingnya:

1. Muatan IUD dalam kemasan steril.

2. Mengoleskan larutan antiseptik, seperti povidone iodine, sebanyak dua atau tiga kali ke serviks uteri dan vagina.

3. Hindari terjadinya kontaminasi terhadap sonde uterus yang telah di DTT atau yang telah disteril dan selanjutnya isi IUD tanpa menyentuh dinding vagina atau bibir speculum.

4. Sonde uterus dan inserter IUD keduanya dilewatkan hanya sekali melalui kanalis servikalis (BKKBN, 2005).

Dengan cara aseptik dan teknik tanpa sentuh akan meminimalkan resiko terjadinya infeksi pascapemasangan.

Instruksi kepada klien:

1. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan IUD.

2. Selama bulan pertama mempergunakan IUD, periksalah benang IUD secara rutin terutama setelah haid.

(18)

a. Kram/kejang di perut bagian bawah.

b. Perdarahan (spotting) di antara haid atau setelah senggama.

c. Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual.

4. Kembali ke klinik apabila :

a. Tidak dapat meraba benang IUD. b. Merasakan bagian yang keras dari IUD. c. IUD terlepas.

d. Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan. e. Adanya infeksi (Speroff, 2005).

Untuk mengeluarkan atau mencabut IUD, ibu harus kembali ke klinik/ puskesmas. Pengeluaran atau mencabutan IUD dapat dilakukan apabila ibu menginginkannya, ibu ingin hamil, terdapat efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya, pada akhir masa efektif dari IUD, misalnya TCu 380A harus dikeluarkan sesudah 8 tahun terpasang. Kesuburan atau fertilitas normal segera kembali sesudah IUD dicabut. Jika ibu tidak ingin hamil, maka IUD yang baru dapat segera dipasang (Saifuddin, 2004).

2.5.Pasangan Usia Subur (PUS)

(19)

subur yang berstatus janda atau cerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan memanfaatkan reproduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi yang akan datang.

PUS dalam menjalani kehidupan berkeluarga sangat mudah dalam memperoleh keturunan karena keadaan kedua pasangan tersebut normal. Hal inilah yang menjadi masalah bagi PUS yaitu perlunya pengaturan fertilitas (kesuburan), perawatan kehamilan dan persalinan aman. Dalam penyelesaian masalah tersebut diperlukan tindakan dari tenaga kesehatan dalam penyampaian penggunaan metode kontrasepsi rasional untuk menekan angka kelahiran dan mengatur kesuburan dari pasangan tersebut. Maka dari itu, petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan yang benar dan dimengerti oleh masyarakat luas (Indeks artikel compas.com, 2009).

2.6.Konseling KB

2.6.1. Pengertian Konseling

(20)

Konseling merupakan upaya untuk klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Konseling ditandai dengan pendekatan:

1. Fokusnya pada perilaku yang tampak dan spesifik.

2. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment (perlakuan). 3. Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus. 4. Penilaian objektif mengenai hasil konseling (Willis, 2009).

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dimana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar untuk membantu memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseling merupakan proses belajar,bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang (Prayitno 2004).

(21)

Pada awalnya pelaksanaan konseling hanya dilakukuan secara perorangan/individu dimana seorang konselor berhadapan dengan seorang klien di setiap sesi konseling untuk bersama-sama mengatasi masalah klien. Perkembangan dan kemajuan konseling yang terus menerus akhirnya melahirkan konsep terbaru yang inovatif dan mendorong ahli konseling untuk menciptakan metode lain yang lebih efektif. Salah satunya adalah mengembangkan konseling kelompok.

Sesuai dengan pengunaan kata kelompok tersebut maka konseling kelompok terdapat beberapa orang klien yang ditangani oleh konselor dalam waktu yang bersamaan. Masing-masing anggota kelompok ini diharapkan dapat saling memberikan umpan balik berupa stimulasi dan pilihan baru atas tingkah laku yang ditawarkan oleh anggota dalam menangani masalahnya. Selain itu, melalui kelompok, konselor dapat menciptakan kebersamaan yang hangat sehingga masing-masing anggota kelompok termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya (Lubis 2011).

Konseling kelompok adalah: suatu proses antar-pribadi yang dinamis dan terfokus pada pikiran dan tingkah laku yang disadari serta dibina dalam satu kelompok yang dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri menuju prilaku yang lebih baik dari sebelumnya.

2.6.2 Tujuan Konseling KB

Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal: a. Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi. b. Memilih metode KB yang diyakini.

(22)

d. Memulai dan melanjutkan KB.

e. Mempelajari tujuan, ketidak jelasan informasi tentang metode KB yang tersedia. 4.6.3 Keuntungan Konseling KB

Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah: 1. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya. 2. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.

3. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif. 4. Membangun rasa saling percaya.

5. Mengormati hak klien dan petugas.

6. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB. 7. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah. 4.6.4 Tempat Pelayanan Konseling

Dua jenis tempat pelayanan konseling, yaitu: 1. Konseling KB di lapangan (non klinik)

Petugas pelaksana KB lapangan yaitu PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, Sub PPKBD dan kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang standar. Tugas utama dipusatkan pada pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara perseorangan.Adapun informasi yang diberikan mencakup:

(23)

c. Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap (cara kerja, manfaat, Kemungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan, kontra indikasi, tempat kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan serta biaya).

2. Konseling KB di klinik dilaksanakan oleh

Petugas medis dan para medis terlatih di klinik diupayakan agar diberikan secara perseorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai pemantapan hasil konseling di lapangan, mencakup hal-hal berikut:

a. Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien.

b. Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatannya.

c. Membantu klien memilih kontrasepsi lain seandainya yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya.

d. Merujuk klien seandainya kontrasepsi yang dipilih tidak tersedia di klinik atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain.

e. Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya.

4.6.5 Pentingnya Informed Choice

Klien yang informed choice akan lebih baik dalam menggunakan KB, karena:

(24)

b. Memberdayakan para klien untuk melakukan informedchoice adalah kunci yang baik menuju pelayanan KB yang berkualitas.

c. Bagi calon peserta KB baru, informed choice merupakan proses memahami kontrasepsi yang akan dipakainya.

d. Bagi peserta KB apabila mengalami gangguan efek samping, komplikasi dan kegagalan tidak terkejut karena sudah mengerti tentang kontrasepsi yang akan dipilihnya.

e. Bagi peserta KB tidak akan terpengaruh oleh rumor yang timbul di kalangan masyarakat.

f. Bagi peserta KB apa bila mengalami gangguan efek samping, komplikasi akan cepat berobat ke tempat pelayanan.

g. Bagi peserta KB yang infomed choice berarti akan terjaga kelansungan pemakaian kontrasepsinya (BKKBN, 2006).

Untuk mencapai konseling yang baik tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah KB, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien. Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan terbaik seperti yang diinginkan klien, bukan sekedar konsultasi yang menghabiskan waktu dan biaya.

(25)

kompetensi, nilai dan sikap, 3) memiliki karakteristik diri yaitu respek terhadap orang lain, kematangan pribadi, kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil dan 4) kemampuan kesabaran untuk mendengarkan orang lain dan kemampuan berkomunikasi.

Kualitas konselor merupakan kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor, baik yang diperoleh dari pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan latihan-latihan. Menurut Willis (2009) kriteria kualitas konselor antara lain; memiliki rasa empati, kehangatan, penghargaan positif (respek), pengendalian kecemasan, dan pola komunikasi.

2.6.6 Fungsi Konseling

a. Konseling dengan fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya masalah kesehatan.

b. Konseling dengan fungsi penyesuaian dalam hal ini merupakan upaya untuk membantu klien mengalami perubahan biologis, psikologis, sosial, kultural, dan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.

c. Konseling dengan fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan perilaku klien atau pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan terjadi masalah kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan konseling. d. Konseling dengan fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan

(26)

2.6.7Jenis Konseling KB

Komponen penting dalam pelayanan KB dibagi 3 tahapan yaitu: 1. Konseling Awal

a. Bertujuan menentukan metode apa yang diambil.

b. Bila dilakukan dengan objektif langkah ini akan membentu klien untuk memilih jenis KB yang cocok untuknya.

c. Perlu diperhatikan dalam langkah ini: 1. Menanyakan langkah yg disukai klien

2. Apa yang diketahui tentang cara kerjanya, kelebihan dan kekurangannya. 2. Konseling Khusus

a. Memberi kesempatan k/ untuk bertanya tentang cara KB dan membicarakan pengalamannya

b. Mendapatkan informasi lebih rinci tentang KB yg diinginkannya

c. Mendapatkan bantuan untuk memilih metoda KB yang cocok dan mendapatkan penerangan lebih jauh tentang penggunaannya.

3. Konseling tindak Lanjut

a. Konseling lebih bervariasi dari konseling awal

(27)

2.6.8 Langkah Langkah dalam Konseling KB

Menurut Uripni (2003) tahapan konseling tentang kontrasepsi meliputi: a. Pendahuluan

Langkah pendahuluan atau langkah pembuka merupakan kegiatan untuk menciptakan kontak, melengkapi data klien untuk merumuskan penyebab masalah, dan menentukan jalan keluar

b. Bagian Inti/Pokok

Bagian inti/pokok dalam konseling mencakup kegiatan mencari jalan keluar, memilih salah satu jalan keluar yang tepat bagi klien, dan melaksanakan jalan keluar tersebut.

c. Bagian Akhir

Bagian akhir kegiatan konseling merupakan kegiatan penyimpulan dari seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jalan keluar. Langkah tersebut merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan juga penetapan untuk pertemuan berikutnya.

Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan satu tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara berulang-ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut:

(28)

terjamin privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperoleh.

T : Tanyakan pada klien informasi entang dirinya. Bantu klien untuk berbicara mengenai pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan Kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Coba tempatkan diri kita di dalam hati klien.

U : Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beri tahu apa pilihan kontrasepsi. Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang di ingini.

TU : Ban TUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan.

J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. U : Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan

klien akan kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan konterasepsi jika dibutuhkan (Saifuddin, 2004).

Aspek-aspek konseling KB dalam memberikan pesan kepada calon akseptor KB, antara lain:

1. Materi Konseling

Materi konseling KB berisikan pesan penjelasan spesifik tentang alat-alat kontrasepsi yang diinginkan calon atau akseptor KB. Materi konseling biasanya bersifat mudah dipahami, ringkas, padat atau memiliki muatan pesan.

2. Media Konseling

(29)

yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat seseorang sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar (Purnamawati dan Eldarni, 2001). Media konseling dapat berupa gambar-gambar yang disampaikan oleh konselor untuk mempermudah pemahaman calon/akseptor KB (BKKBN, 2001).

Menurut Purnamawati dan Eldarni (2001), ada beberapa prinsip media yang perlu diperhatikan dalam memberikan pesan antara lain:

a. Harus adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media pembelajaran. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran, untuk informasi yang bersifat umum, ataukah sekedar hiburan saja mengisi waktu kosong. Lebih Dapat pula tujuan tersebut akan menyangkut perbedaan warna, gerak atau suara. Misalnya proses kimia (farmasi), atau pembelajaran pembedahan (kesehatan). b. Karakteristik media pembelajaran. Setiap media mempunyai karakteristik

tertentu, baik dilihat dari keunggulannya, cara pembuatan maupun cara penggunaannya. Memahami karakteristik media merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki konselor dalam kaitannya pemilihan media pembelajaran. Disamping itu memberikan kemungkinan pada konselor untuk menggunakan berbagai media secara bervariasi.

(30)

3. Pola Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi antara satu individu dengan individu yang lain, untuk itu dari masing-masing individu diharapkan memiliki kamampuan serta keterampilan yang dibutuhkan dalam proses komunikasi (Rakhmat, 2000).

Terdapat dua pola komunikasi dalam proses konseling yaitu komunikasi bentuk ritual dan bentuk responsif atau interaktif. Pola komunikasi bentuk ritual ditunjukan dengan perilaku rutin yang ditunjukan oleh konselor atau klien. Sedangkan pola komunikasi responsif ditunjukan dengan negosiasi antara konselor dengan klien, dengan maksud menyelesaikan beberapa permasalahan (Nurihsan, 2005).

Menurut Effendy (2007), variabel-variabel yang berpengaruh pada kualitas hubungan (komunikasi) antara dua adalah:

a. Penyingkapan diri (self disclosure) adalah membeberkan informasi tentang diri sendiri. Penyingkapan diri merupakan suatu usaha untuk membiarkan keotetikan memasuki hubungan sosial seseorang dan berkaitan dengan kesehatan mental dan dengan pengembangan konsep diri.

b. Kepercayaan dan keberbalasan. c. Keakraban.

d. Kebersamaan.

(31)

f. Afiliasi yang berkaitan dengan sikap bersahabat, suka berkumpul/bersama dengan orang lain serta ramah. Ciri-ciri perilaku berafiliasi tinggi adalah memberi nasehat, mengkoordinasikan, mengarahkan, memulai dan memimpin.

4. Sikap petugas

Untuk mencapai tujuan konseling, perilaku atau sikap konselor merupakan

faktor yang menentukan apakah pesan yang disampaikan berhasil atau tidak. Okun

(1987) menyatakan bahwa rentang perilaku konselor yang efektif seperti pada Tabel

2.1. berikut.

Tabel 2.1 Perilaku Konselor yang Efektif

Perilaku Verval Perilaku Non Verval

-Menggunakan kata-kata yang dapat

dipahami klien

-Memberikan refleksi dan penjelasan terhadap pernyataan klien

-Penafsiran yang baik/sesuai

-Membuat kesimpulan-kesimpuan

-Merespon pesan utama klien

-Memberi dorongan minimal

-Memanggil klien dengan nama

penggilan atau ”anda”

-Memberi informasi sesuai keadaan

-Menjawab pertanyaan tentang diri

konselor

-Tidak menilai klien

-Menggunakan humor secara tepat

-Membuat pemahanan yang tepat

tentang pernyataan klien

-Penafsiran yang sesuai dengan

situasi

-Nada suara disesuaikan dengan klien

-Memelihara kontak mata yang baik

-Sesekali menganggukkan kepala

-Wajah yang bersemangat

-Ucapan tidak terlalu cepat/lambat

-Sentuhan disesuaikan dengan usia

klien

-Air muka ramah dan senyum

Sumber: Okun, 1987

Sikap petugas kesehatan dalam melakukan konseling yang baik terutama bagi

(32)

1. Memperlakukan klien dengan baik

Petugas bersikap sabar, memperlihatkan sikap menghargai setiap klien, dan menciptakan suatu rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicara secara terbuka dalam segala hal termasuk masalah-masalah pribadi sekalipun. Petugas meyakinkan klien bahwa ia tidak akan mendiskusikan rahasia klien dengan orang lain.

2. Interaksi antara petugas dan klien

Petugas harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien karena setiap klien mempunyai kebutuhan dan tujuan reproduksi yang berbeda. Bantuan terbaik seorang petugas adalah dengan cara memahami bahwa klien adalah manusia yang membutuhkan perhatian dan bantuan.

3. Memberikan informasi yang baik kepada klien

Konselor mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti petugas belajar mendengarkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap klien.

4. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan

(33)

5. Tersedianya metode yang diinginkan klien

Petugas membantu klien membuat keputusan mengenai pilihannya dan harus tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan penggunaan kontrasepsi.

6. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat

Petugas memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya dengan memperlihatkan bagaimana cara-cara penggunaannya. Petugas juga memperlihatkan dan menjelaskan dengan flip charts, poster, pamflet, atau halaman bergambar (Azwar 2003).

2.6.9 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Konseling a. Faktor individual

Orientasi kultural (keterikatan budaya) merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari: 1. Faktor fisik

Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam menangkap informasi yang disampaikan konselor.

2. Sudut pandang

(34)

3. Kondisi sosial

Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan memberikan pengaruh dalam memahami materi.

4. Bahasa

Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.

b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan interaksi

Tujuan dan harapan terhadap komunikasi, sikap terhadap interaksi, pembawaan diri seseorang terhadap orang lain (seperti kehangatan, perhatian, dukungan) serta sejarah hubungan antara konselor dan klien akan mempengaruhi kesuksesan proses konseling.

c. Faktor situasional

Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi percakapan kesehatan antara bidan dan klien akan berbeda dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas.

d. Kompetensi dalam melakukan percakapan

Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah :

(35)

2.6.10 Upaya Petugas Kesehatan dalam Mengatasi Masalah Pemilihan Kontrasepsi

Menurut Sukardi (2008) efektivitas konseling petugas kesehatan akan menimbulkan kepercayaan ibu terhadap kontrasepsi yang akan dipergunakan. Dalam memberikan konseling, petugas kesehatan harus memperhatikan hal-hal antara lain: perlakuan terhadap akseptor KB secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan, pemahaman akseptor KB secara empatik, penghargaan terhadap martabat akseptor KB sebagai individu, penerimaan akseptor KB secara apa adanya dan kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh akseptor KB.

2.7Landasan Teori

Informasi kesehatan merupakan suatu bagian dari pelayanan kesehatan sangat berpengaruh bagi calon akseptor maupun akseptor pengguna mengetahui apakah kontrasepsi yang dipilih telah sesuai dengan kondisi kesehatan dan sesuai dengan tujuan akseptor dalam memakai alat kontrasepsi tersebut. Informasi kesehatan sangat menentukan pemilihan alat kontrasepsi yang dipilih, maka informasi yang lengkap mengenai IUD sangat diperlukan guna memutuskan metode kontrasepsi yang dipakai (Notoadmodjo, 2007).

(36)

salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program KB (BKKBN, 2001).

Untuk meningkatkan kesehatan resproduksi PUS khususnya tentang alat kontrasepsi IUD dengan efektivitas yang tinggi, pemerintah menyelenggarakan program konseling KB di setiap sarana kesehatan khususnya puskesmas supaya PUS lebih memahami dan mengerti serta cakupan akseptor KB tercapai. Kebersihan konseling tersebut sangat ditentukan oleh kualitas konselor. Keefektifan konseling dapat disertai materi, metode dan media yang digunakan agar PUS lebih mudah memahami dan mengerti tentang pesan yang disampaikan. Keefektifan konseling disertai dengan menggunakan atau menentukan materi, metode ataupun media yang sesuai, mudah disampaikan sehingga mudah dipahami oleh PUS (Notoadmodjo, 2007).

Konteks penelitian pendidikan kesehatan PUS yang memengaruhi terhadap pengetahuan dan niat PUStentang KB IUD,mengacu kepada konsep teori dissonance theory oleh Festinger dalam Seokidjo (2007) dan tiory of planned behavior

olehFishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

(37)

stimulus di terima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan dilanjutkan kepada proses perubahan sikap.

3. Setelah itu organisasi mengolah stimulus sehingga Kemudian menimbulkan niat 4. Kemudian terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang diterima.

(38)

Gambar 2.1. Skema Teori Stimulus-Organisme-Respons

Sumber: Dissoance Theory: Notoadmodjo, 2007 Kombinasi tiory of planned behavior: Fishbein dan Ajzen (2005)

NIAT Stimulus

Organisme : 1.Perhatian 2.Pengertian 3.Penerimaan

Reaksi (perubahan)

praktik) Reaksi tertutup (perubahan sikap)

(39)

2.8Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah maka digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut:

Pre-test Post-test

Gambar 2.2Kerangka Konsep Penelitian Perlakuan

Konseling KB oleh Tenaga Kesehatan

Pengetahuan dan Niat PUS tentang Kontrasepsi IUD

- Kelompok Kontrol - Kelompok Perlakuan

Pengetahuan dan Niat PUS tentang Kontrasepsi IUD

Gambar

Tabel 2.1 Perilaku Konselor yang Efektif
Gambar 2.1. Skema Teori Stimulus-Organisme-Respons
Gambar 2.2Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

A. Ijazah untuk MI, MTs, dan MA hanya diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Ijazah dan hasil ujian/daftar nilai ujian dicetak bolak-balik, Ijazah di halaman depan

Tulis Identitas Peserta (Nama, Sekolah, Kab/Kota, Propinsi) pada setiap halaman lembar jawaban Pilihan Ganda dan Isian/Essay. Tulis mata pelajaran yang diujikan dan Tingkat

Pada tahapan organizations ini, terlihat bahwa responden mendapatkan pengorganisasian setelah menyeleksi media-media atau fasilitas penunjang yang telah tersedia. Hal

Adam Mukharil Bachtiar Informatics Engineering UNIKOM Jalan Dipati

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis secara parsial dan simultan : 1) tangible terhadap kepuasan nasabah, 2) reliability terhadap kepuasan nasabah, 3)

ad* b)» Xalau kita baoa bunyi dari paoal 1601 b Btff maka da* patlah kita oimpulkon batata, oobelum waktu yang di- perjanjikan dalaa suatu porjanjian pemborongan itu habio,

Efek menguntungkan lainnya dari teknik Mulligan yang diteliti oleh Tsirakis (2014) dengan judul ” The effects of a modified spinal mobilisation with leg movement

From table 1, it can be observed if the P2KM Program in Bandar Lampung City becomes a program that already has good implementation capacity, while the Home Care