BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perubahan sistem kehidupan kenegaraan dan bermasyarakat di Indonesia
pada masa reformasi, pemerintah dituntut untuk dapat memperbaiki
penyelenggaraan negara menjadi pemerintahan yang baik (Good Governance)
sehingga kewajiban dalam melayani masyarakat dapat berjalan dengan baik. Yang
menjadi salah satu dari aspek reformasi adalah kebijakan otonomi daerah, dimana
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan Perundang-undangan Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah.
Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya yang merupakan pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Pemerintah pusat mengatur tentang politik luar negeri,
pertahanan, keamanan moneter dan fiskal nasional. Tantangan besar yang
dihadapi oleh pemerintah terutama pemerintah daerah adalah menampilkan
sumber daya aparatur pemerintah yang profesional dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan sosial
ekonomi. Dengan adanya tantangan tersebut, masyarakat menginginkan agar
aparatur pemerintah (pemerintah daerah) dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
dapat bekerja secara optimal yang akhirnya dapat memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat.
Yang menjadi kendala bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan di daerah karena rendahnya kemampuan profesionalisme dan
kesadaran atau kesiapan kerja sumber daya aparatur pemerintah di daerah,
sehingga pembangunan di daerah tidak terlaksana dengan baik sesuai dengan visi
misi daerah, mutu dan kualitas pelayanan yang diberikan menjadi tidak optimal.
dalam perencanaan pembangunan dan adanya rasa apatis masyarakat terhadap
pemerintahan yang mengakibatkan masyarakat merasa tersisihkan dari proses
pemerintahan. Untuk melaksanakan kegiatan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh
pemerintah dalam pembangunan nasional diharapkan aparatur pemerintah yang
profesional agar mampu meningkatkan mutu penyelenggaraan, pengetahuan,
keterampilan, dan kualitas pelayanan yang didorong oleh tanggung jawab yang
banyak atas tugas pemerintah serta pengabdiannya kepada masyarakat sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing oleh aparatur pemerintah.
Pentingnya profesionalisme aparatur pemerintah dilihat dari pokok-pokok
kepegawaian yang menyatakan bahwa: “Pegawai negeri berkedudukan sebagai
unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan
tugas negara, pemerintah, dan pembangunan.”1
Aparatur pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan bagi masyarakat
sekaligus sebagai penanggung jawab fungsi pelayanan umum di Indonesia yang
mengarahkan tujuannya kepada pelayanan publik, memikirkan dan
mengupayakan terciptanya sasaran pelayanan kepada seluruh masyarakat dalam
berbagai tingkatan yang mengharuskan pihak pemerintah senantiasa mengadakan
pembenahan mengenai mutu dan kualitas dari pelayanan publik yang dihasilkan.
Pelayanan publik yang bermutu dan berkualitas mampu memberikan
kepuasan terhadap pelanggan (masyarakat) dan mampu memenuhi harapan
masyarakat karena masyarakat yang menerima hasil pekerjaan, dapat menentukan
kualitas pelayanan, dapat menyampaikan apa, dan bagaimana kebutuhan
masyarakat. Pelayanan publik bukan hanya menciptakan sebuah pelayanan yang
efisien, namun juga bagaimana pelayanan publik dapat dilakukan dengan
profesional tanpa membeda-bedakan status dari masyarakat yang dilayani atau
dengan kata lain bagaimana menciptakan pelayanan yang adil dan demokratis.
1
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian,
Pelayanan publik hanya dapat diberikan dan dirasakan oleh masyarakat dari
aparatur pemerintah yang berprofesional melayani masyarakat.
Profesional dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan keterampilan
seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan
masing-masing yang berpandangan untuk selalu berfikir, adanya sikap perjuangan, kerja
keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, kesetiaan yang tinggi, dan penuh
pengabdian untuk keberhasilan pekerjaannya. Oleh sebab itu, setiap aparatur
pemerintah dituntut untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara
profesional yaitu memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat.
Pada hakekatnya pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik
dan professional. Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi
aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara dengan
maksud untuk mensejahterakan masyarakat.
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah), dengan ciri sebagai berikut: Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran; Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak
berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang
meminta pelayanan; Kejelasan dan kepastian (transparan), mengenai: 1) prosedur/tata cara pelayanan; 2) persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis
maupun persyaratan administratif; 3) unit kerja dan atau pejabat yang berwenang
dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan; 4) rincian biaya/tarif
pelayanan dan tata cara pembayarannya; dan 5) jadwal waktu penyelesaian
pelayanan; Keterbukaan, artinya prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyeleaian, rincian
waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh
sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan
dengan produk pelayanan yang berkaitan; 2) dicegah adanya pengulangan
pemenuhan persyaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang
bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja/instansi pemerintah lain yang terkait; Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan; Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang dilayani; Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang
senantiasa mengalami tumbuh kembang.
Adanya tanggapan bahwa di era otonomi daerah, mutu dan kualitas
pelayanan publik justru semakin buruk dari sebelumnya dikarenakan
profesionalisme pelayanan pemerintah di daerah sedang mengalami kemunduran.
Masyarakat selalu menilai perilaku dan tindakan-tindakan pejabat publik dalam
melaksanakan tugasnya apakah sejalan dengan prinsip-prinsip etika dan moral
atau tidak. Adanya keluhan masyarakat yang berkaitan dengan perilaku dan
kegiatan pejabat publik bahwa pelayanan pemerintah dianggap masih lamban,
kurang responsif terhadap keluhan dan kebutuhan masyarakat, kurang terbuka,
kurang efisien, prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit,
terbatasnya fasilitas, sarana dan prasarana sehingga tidak menjamin kepastian
(hukum, waktu, dan biaya), serta banyak praktek pemungutan liar dan
tindakan-tindakan penyimpangan. Inilah yang kemudian memunculkan gelombang protes
yang mengakibatkan krisis kepercayaan pejabat publik di mata masyarakat.
Etika merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan pelayanan
publik apakah bermutu dan berkualitas sekaligus keberhasilan organisasi
pelayanan publik itu sendiri. Dimana etika diartikan sebagai nilai-nilai moral dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Jadi, etika pelayanan publik adalah suatu cara
mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku
manusia yang dianggap baik.2
Perilaku seorang profesional dapat dinilai dari keahlian dan pengetahuan
yang luas dan bekerja dengan hati. Dengan memiliki keahlian dan pengetahuan
yang luas maka seseorang akan memiliki kepercayaan yang tinggi, mampu
bekerja efisien dan efektif, serta mampu untuk bekerja cerdas, cepat, cermat, dan
tuntas. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas bisa disandingkan dengan
bisa bekerja. Sedangkan bekerja dengan hati bisa disandingkan dengan mau
bekerja.
Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas dapat dicapai dengan
menjadikan budaya belajar sebagai nilai yang hidup dalam kehidupan sehari-hari
para pegawai. Dengan demikian, belajar akan menjadi kebutuhan dari para
pegawai tersebut. Sehingga, mereka selalu haus akan ilmu dan pengetahuan baru
yang akan menjadikan mereka menjadi lebih mampu dalam melakukan
pekerjaannya. Belajar tidak lagi dianggap sebagai tugas dan kewajiban yang berat
tetapi sudah menjadi kebutuhan yang muncul dari dalam. Mereka akan melakukan
kegiatan pembelajaran dengan senang hati. Hal ini terjadi karena adanya dorongan
yang kuat dari dalam (inside out) diri mereka sendiri untuk belajar. Organisasi
juga harus menyediakan fasilitas dan sumberdaya yang memungkinkan para
pegawainya untuk mengembangkan diri dan mempelajari pengetahuan dan
keahlian baru. Oleh sebab itu, program pendidikan dan pelatihan professional
yang berkelanjutan harus secara formal disediakan oleh suatu organisasi untuk
mengembangkan kapasitas para pegawainya. Pendidikan dan pelatihan yang
disediakan harus benar-benar berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan para
pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari.
Keahlian dan pengetahuan yang luas yang dimiliki seorang pegawai tidak
akan ada gunanya apabila tidak digunakan dan diaplikasikan dalam bekerja.
Untuk dapat bekerja secara maksimal untuk menghasilkan yang terbaik maka
2
seorang pegawai harus bekerja dengan sepenuh hati. Apabila seseorang dalam
bekerja tidak hanya menggunakan otak dan fikirannya saja tetapi juga bekerja
dengan sepenuh hati maka pada waktu bekerja akan timbul dorongan semangat
yang kuat yang berasal dari dalam untuk dapat bekerja sebaik mungkin. Dorongan
semangat yang berasal dari dalam diri sendiri tersebut akan menimbulkan energi
dan kemauan yang kuat untuk bekerja dengan lebih produktif dan lebih baik untuk
mencapai hasil yang maksimal.
Bekerja tidak lagi dianggap sebagai kewajiban yang memberatkan namun
bekerja dianggap sebagai hal yang menyenangkan sehingga pekerjaan dilakukan
dengan hati yang senang tanpa keterpaksaan. Dengan demikian kita akan
mempunyai kemauan yang kuat untuk bekerja lebih baik, efisien, dan produktif.
Dengan bekerja sepenuh hati, keahlian dan pengetahuan yang dimiliki akan dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya karena fikiran semakin tajam dan jernih. Selain
itu, bekerja dengan sepenuh hati juga akan menyebabkan fisik tidak cepat merasa
lelah sehingga kita akan mampu untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas,
akurat, dan tepat waktu.
Aparatur pemerintah sebagai pelayan pada hakikatnya harus memiliki
etika dan moral dalam pelayanan publik, sehingga tugasnya tetap berada dalam
batas-batas kebaikan dan kebenaran. Dengan begitu, masyarakat yang dilayani
mengakui keberadaan pemerintah dan meningkatkan kepercayaan terhadap
pemerintah. Moral kepemimpinan pejabat publik untuk berbuat baik dalam
pelayanan publik dan mematuhi norma hukum yang berlaku akan mewujudkan
jati diri pemerintah dan pelayanan publik yang bermutu dan berkualitas. Tentu,
akan semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat dan pemetintah tidak
mengalami krisis kewibawaan dan krisis kepercayaan.
Pegawai Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan sebagai pelaksana
pelayanan publik yang langsung bersinggungan dengan masyarakat diharapkan
mampu menerapkan profesionalisme kerja di dalam melayani masyarakat dalam
pengurusan Surat Izin Mengemudi. Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan
mempunyai tugas dan kewenangan di bidang pelayanan publik antara lain
Surat Izin Mengemudi merupakan salah satu syarat kelengkapan wajib yang harus
dimiliki seseorang untuk mengemudikan kendaraan sesuai dengan kendaraan yang
digunakannya.
Berdasarkan data yang diperoleh penulis dilapangan dari penelitian
sementara, maka syarat-syarat seseorang yang telah berhak memiliki SIM dimulai
dari usia 17 tahun untuk golongan A, B, dan C yang dapat membaca tulis, sehat
jasmani dengan keterangan dokter, sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis,
lulus ujian teori dan praktek, serta memiliki pengetahuan lalu lintas jalan dan
teknik dasar kendaraan. Dalam meningkatkan pelayanan publik di Kantor Satuan
Lalu Lintas Polres Kota Medan, maka profesionalisme kerja pegawai menjadi
dasar yang harus dimiliki oleh sumber daya aparatur atau pegawai pemerintah,
demi terciptanya pelayanan publik yang berkualitas.
Dalam kenyataan, aparatur atau pegawai Kantor Satuan Lalu Lintas Polres
Kota Medan belum secara profesional melayani masyarakat terbukti masih
banyaknya keluhan masyarakat yang menunjukkan kurang puasnya atas
pelayanan yang diberikan disebabkan oleh lambannya pegawai serta mekanisme
pelayanan yang berbelit-belit, sehingga terkadang masyarakat sering
menggunakan jasa calo, tidak transparan, serta kurangnya sosialisasi dan
informasi kepada masyarakat mengenai prosedur dan biaya dalam pengurusan
Surat Izin Mengemudi.
Dalam hal ini diakui secara perlahan-lahan akan mengurangi kepercayaan
masyarakat atas kinerja dan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang
maksimal. Untuk menghilangkan tanggapan masyarakat yang demikian, maka
pegawai Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan harus memberikan
pelayanan publik yang bermutu dan berkualitas dan dapat memuaskan
masyarakat.
Dengan demikian pelayanan publik merupakan tanggung jawab
pemerintah atas kegiatan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat yang
mengandung adanya unsur-unsur perhatian dan kesediaan serta kesiapan dari
pelaksana pelayanan tersebut. Untuk itu pemerintah tentunya meningkatkan
sehingga pelayanan dapat diterima dan memberikan kepuasan terhadap
masyarakat. Oleh karena itu, profesionalisme kerja pegawai berpengaruh terhadap
pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PROFESIONALISME
KERJA PEGAWAI TERHADAP PELAYANAN PENGURUSAN SURAT
IZIN MENGEMUDI DI KANTOR SATUAN LALU LINTAS POLRES
KOTA MEDAN ”.
1.2 Perumusan Masalah
Profesionalisme kerja pegawai terhadap pelayanan publik merupakan hal
yang penting yang harus diperhatikan terutama dalam aparatur pemerintah karena
berkewajiban dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan
tugas negara, pemerintah, dan pembangunan.
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: “Seberapa Besarkah Pengaruh Profesionalisme Kerja
Pegawai Terhadap Pelayanan Pengurusan Surat Izin Mengemudi di Kantor
Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan tentunya memiliki sasaran yang hendak
dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian yang jelas yang telah diketahui
sebelumnya. Berdasarkan penjelasan dari uraian di atas, adapun yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besarkah pengaruh
profesionalisme kerja pegawai terhadap pelayanan Pengurusan Surat Izin
Mengemudi agar tercapainya kualitas pelayanan Pengurusan Surat Izin
Mengemudi yang diharapkan oleh masyarakat khususnya di Kantor Satuan Lalu
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Secara subjektif. Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah tentang profesionalisme
kerja pegawai dan pelayanan publik.
2. Secara praktis. Penelitian ini diharapkan sebagai masukan atau sumbangan
pemikiran bagi Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional.
3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi
pelengkap referensi maupun bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin
mengadakan penelitian mengenai profesionalisme kerja pegawai terhadap
pelayanan publik di masa yang akan datang.
1.5 Kerangka Teori
Dengan adanya kerangka teori, maka memudahkan penulis dalam rangka
menyusun penelitian ini dimana kerangka teori digunakan untuk memberikan
landasan dasar berpikir yang berguna untuk membantu penelitian dalam
memecahkan masalah. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan
batasan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan
dilakukan. Dengan demikian penulisan dapat menggunakan teori-teori yang
relevan dengan tujuan penelitian.
1.5.1 Profesionalisme Kerja Pegawai
1.5.1.1Definisi Profesionalisme Kerja Pegawai
Profesionalisme kerja pegawai dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan
tingkatan masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan (fitness) antara
kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic competence) dengan
kebutuhan tugas (task requirement). Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan
pegawai-pegawai yang professional. Artinya, keahlian dan kemampuan aparat
merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi.3
Seorang yang professional adalah seorang pegawai yang memiliki
keterampilan, kemampuan atau keahlian untuk melaksanakan pekerjaan dengan
baik, sehingga memperoleh pengakuan atau penghargaan. Sebagai akibat semakin
mantapnya seorang pegawai dalam menjalani profesi tertentu, maka seorang
pegawai akan semakin ahli dalam bidang termaksud. Seorang pegawai yang
professional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab yang
dipercayakan kepadanya.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme
kerja pegawai adalah kemampuan dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan
proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang dipercayakan kepada
seorang pegawai sesuai dengan bidang, maupun tingkatan masing-masing
sehingga menciptakan hasil yang baik dan maksimal.
Ada empat sifat yang dapat mewakili sikap profesionalisme kerja pegawai
adalah sebagai berikut: pertama, keterampilan tinggi yang didasarkan pada
pengetahuan teoritis dan sistematis; kedua, pemberian jasa dan pelayanan yang
altruitis, artinya lebih berorientasi kepada kepentingan umum dibandingkan
dengan kepentingan pribadi; ketiga, adanya pengawasan yang ketat atas perilaku
pekerja melalui kode-kode etik yang dihayati dalam proses sosialisasi pekerjaan,
dan keempat, suatu sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan
kehormatan) yang merupakan lambang prestasi kerja.
3
Berdasarkan penjelasan di atas, adapun yang menjadi indikator-indikator
dari sikap profesionalisme kerja pegawai adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi aparatur.
Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi)
yaitu memiliki pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) dalam
mengerjakan pekerjaan yang ditanggung jawabinya yang diperoleh dari
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan tuntutan pekerjaannya sebagai
pegawai negeri; keterampilan tertentu (spesialisasi kerja) yang dibutuhkan
dalam bidang pekerjaan yang ditanggung jawabinya yang ada di dalam diri
pegawai yaitu tersedianya modal kecakapan, ketangkasan atau modal lainnya
yang memungkinkan anggota itu dapat berbuat banyak bagi organisasinya;
serta ditunjang dengan tingkat pengalaman (experience) dalam melaksanakan
tugas yang diberikan yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui
perjalanan waktu dimana pengalaman kerja berkaitan dengan pengetahuan dan
keterampilan orang yang mempunyai kematangan pengalaman pekerjaan yang
tinggi dalam bidang tertentu untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa
arahan dari orang lain, secara kejiwaan pengalaman kerja yang matang dalam
suatu bidang tugas akan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab dan percaya
diri.4
2. Loyalitas.
Loyalitas atau kesetiaan berhubungan dengan disiplin dalam memulai dan
menyelesaikan pekerjaan yang dikerjakan, menaati segala peraturan organisasi
yang melandasi pekerjaan yang berlaku/diberikan, melaksanakan pekerjaan
yang diberikan oleh atasan dan berkaitan erat dengan pemberi pelayanan yang
tidak membeda-bedakan atas dasar golongan tertentu.5 Loyalitas atau
4
Atmosoeprapto dalam Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik
(Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hal. 74. 5
Hasibuan dalam Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik
kesetiaan diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan
kerja. Loyalitas atau kesetiaan terkait dengan kebersediaan pegawai untuk
membantu sesama rekan kerja.
3. Budaya organisasi.
Budaya organisasi yaitu kerangka kerja yang ada yang sudah efektif dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat yang menjadi pedoman tingkah laku
sehari-hari dan membuat keputusan untuk karyawan dan mengarahkan
tindakan mereka untuk mencapai tujuan organisasi atau pimpinan memberikan
pengarahan langsung tentang penyelesaian pekerjaan berdasarkan peraturan
dan ketentuan yang telah ditetapkan agar tercapai tujuan organisasi. Budaya
organisasi yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat
difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan arena dapat
diformulasikan secara formal kedalam berbagai peraturan dan ketentuan
perusahaan.6 Budaya harus sejalan dengan tindakan organisasi pada bagian
lain, seperti merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan
mengendalikan bahkan sebenarnya bila budaya tidak sejalan dengan
tugas-tugas ini, maka organisasi akan menghadapi masa sulit.
4. Performansi (performance) dapat diartikan menjadi pelaksanaan kerja, target
dalam penyelesaian pekerjaan yang diberikan dalam pelayanan kepada
masyarakat, keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan dan prestasi
kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/penampilan kerja. Performansi
mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena merupakan indikator
dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktifitas
yang tinggi dalam organisasi.7
6
Djokosantoso Moeljono, Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi (Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo, 2003), hal. 9. 7
Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik (Yogyakarta: Pembaruan,
5. Akuntabilitas (Accountability)
Aparatur pemerintah harus siap menerima tanggung jawab atas apapun yang ia
kerjakan. Akuntabilitas pegawai dapat dilihat dari kinerja pegawai yaitu
integritas (selalu memegang kode etik) yang ditetapkan dalam menjalakan
tugas dan pekerjaan, ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan, kelengkapan
saran dan prasana, kejelasan peraturan dan kedisiplinan; pemungutan biaya
pelayanan publik harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
(pemungutan biaya lain di luar dari ketentuan yang telah ditetapkan); dan
produk pelayanan publik. 8
1.5.1.2Ciri-ciri Sikap Profesionalisme Kerja Pegawai
Seorang pegawai perlu memiliki ciri-ciri untuk mendukung sikap
profesionalisme 9 yaitu antara lain:
1. Punya keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam
menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
yang bersangkutan dengan bidang tadi.
2. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu
masalah dan peka didalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam
mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
3. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi
perkembangan lingkungan kerja yang akan dihadapannya.
4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta
terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam
memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.
8
Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa pada Masa
Transisi (Yogyakarta: Pembaharuan, 2005), hal. 3. 9
Imaduddin Hamzah,
http://bpsdm.kemenkumham.go.id/index.php/info-diklat/fidusia/info-diklat/589-profesionalisme-kompetensi-dan-assessment-center,
Namun secara level organisasi, profesionalisme kerja pegawai dapat
dilihat dengan karakteristik diantaranya10 adalah sebagai berikut:
1. Equality
Perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan atas
tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan
yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang afilisasi/kerjasama
politik, status sosial dan sebagainya.
2. Equity
Kesetaraan adalah adanya peluang dan kesempatan yang sama bagi setiap
orang untuk meningkatkan dan menjaga kesejahteraan mereka. Perlakuan
yang sama kepada masyarakat tidak cukup, selain itu juga perlakuan yang adil.
Untuk masyarakat yang pluralistik kadang-kadang diperlukan perlakuan yang
adli dan perlakuan yang sama.
3. Loyality
Kesetiaan diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan
kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan tidak ada
kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan
mengabaikan yang lainnya.
4. Accountability
Akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas
birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai
dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan apakah
pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat
yang sesungguhnya.11
10
Martin Jr dalam Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik
(Yogyakarta: Pembaruan, 2005), hal. 75. 11
Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik : Sketsa pada Masa
1.5.1.3Cara Pengembangan Profesionalisme Kerja Pegawai
Dalam rangka mengembangan profesionalisme kerja, tentu saja diperlukan
proses pendidikan, pelatihan dan pembelajaran bagi para pegawai. Berdasarkan
kategori pegawai, pelatihan dapat berupa program orientasi pegawai baru,
pelatihan umum secara ekstensif, pelatihan pekerjaan yang spesifik, praktik
standar secara bertahap, pelatihan peralatan dan prosedur operasi.
Adapun cara pengembangan profesionalisme kerja dapat dilaksanakan
dengan kegiatan-kegiatan berikut ini :
1. Menyelenggarakan kegiatan penataran dan pelatihan terhadap para pekerja
yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.
2. Memberikan kesempatan kepada para pekerja untuk melanjutkan pendidikan
ke tingkat lebih tinggi.
3. Mengirim atau menyekolahkan para pekerja pilihan keluar negeri.
4. Menyelenggarakan kegiatan seminar, loka karya atau workshop yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas tenaga kerja
5. Menyediakan fasilitas dan bantuan dana kepada para pekerja yang berprestasi
untuk meningkatkan keahlian di bidangnya.12
1.5.2 Pelayanan Publik
1.5.2.1 Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap
masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas-fasilitas umum, baik jasa maupun
non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik dalam hal ini adalah suatu
pemerintahan. Dalam pemerintahan, pihak yang memberikan pelayanan adalah
aparatur pemerintahan beserta segenap kelengkapan kelembagaannya.13
12 Tika,
http://etikatugas.blogspot.com/2012/05/profesi-profesional-dan-profesionalisme.html, diakses pada tanggal 28 November 2010 pukul 16:30 WIB. 13
Ahmad Ainur Rohman et al., Reformasi Pelayanan Publik (Malang: Averroes,
Pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.14 Selanjutnya,
pengertian pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 15 Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang dan jasa, dan atau
pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.16
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
publik yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik berupa barang
atau jasa yang dilakukan sesuai dengan standar dan peraturan yang telah
ditetapkan.
Adapun lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu
pelayanan17, yaitu:
1. Bukti langsung (Tangibles), yang meliputi fasilitas fisik (gedung perkantoran,
ruang tunggu untuk customer, komputer, dan lain-lain), perlengkapan dan
sarana komunikasi (telepon); pemakaian seragam pegawai pada jam kerja.
14
Lijan Poltak Sinambela et al., Reformasi Pelayanan Publik (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), hal. 5.
15
Ketetapan Menteri Perdayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003, Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik.
16
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, Tentang Pelayanan Publik.
17
Zeitham et al dalam B. Boediono, Pelayanan Prima Perpajakan. (Jakarta:
2. Daya tanggap (Responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam
pelayanan manusia, mampu yaitu keinginan para staf untuk membantu
masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu
seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang
terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung (seperti dapat
diakses, tidak lama menunggu, respon terhadap permintaan). Daya tanggap
(Responsiveness) dapat dilihat dari respon terhadap masyarakat dengan baik
dalam menghadapi tuntutan pelayanan yang maksimal, kesigapan para
pegawai membantu dan melayani masyarakat, dan kemudahan mengakses
informasi.
3. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
memuaskan kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan
kecakapan aparat birokrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan
dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai waktu yang dijanjikannya
(penyelesaian pelayanan dengan cepat dan selesai pada waktu yang
dijanjikan).
4. Jaminan (Assurance), yaitu mencakup penyelesaian pekerjaan yang baik
berdasarkan prosedur, kemampuan memikul resiko pekerjaan yang dilakukan,
kepastian yang diberikan oleh aparat birokrasi untuk membuat masyarakat
pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas
dari kesalahan (terpercaya, reputasi yang baik dalam hal pelayanan, dan
pegawai yang kompeten).
5. Empati (Emphaty), yaitu meliputi mendengar keluhan masyarakat, sikap
pegawai dalam memberikan pelayanan, kemudahan dalam melakukan
hubungan komunikasi yang baik kepada masyarakat dan memahami
kebutuhan para pelanggan. Hal ini seperti bagaimana aparat birokrasi
menciptakan komunikasi eksternal untuk meningkatkan kualitas pelayanannya
1.5.2.2 Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima
pelayanan. Standar pelayanan publik merupakan tolok ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman penyelenggara pelayanan dan acuan penilaian kualitas
pelayanan dalam rangka memenuhi komitmen penyelenggara pelayanan kepada
masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
Pelayanan publik memiliki standar pelayanan publik
sekurang-kurangnya18 meliputi:
1. Dasar Hukum Pelayanan
Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang dikeluarkan oleh instansi
pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum
yang disahkan oleh Peraturan Perundangan untuk menandakan bahwa
pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut
hukum dan perundangan.
2. Sistem, Mekanisme dan Prosedur Pelayanan
Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan
harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah
diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta memiliki prosedur atau tata
laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna layanan publik.
3. Jangka Waktu Penyelesaian
Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah dalam
pelaksanaanya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang efisien.
Pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standar
waktu yang singkat.
4. Biaya/Tarif Pelayanan
Pelayanan publik pada hakekatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat. Oleh karena itu, biaya atau tarif yang diberikan harus
memiliki standar harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara
18
keseluruhan. Dengan kata lain harga untuk pelayanan publik adalah harga
yang murah.
5. Produk Pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai
pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa publik good,
publik service dan administration service.
6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas
Keefektifan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat dari
ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pemberian pelayanan serta
terdapat fasilitas yang memadai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat.
7. Kompetensi Pelaksana
Petugas pemberi pelayanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas, serta
kemampuan yang menyangkut sikap dan perilaku dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Setiap organisasi pemerintah harus memiliki sarana yang menampung aspirasi
masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada masyarakat.
9. Jumlah Pelaksana
Organisasi pemerintahan memiliki pelaksanaan pelayanan yang memadai agar
1.5.2.3 Asas dan Prinsip Pelayanan Publik
Dalam memberikan pelayanan publik yang memuaskan bagi pengguna
jasa, penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi asas-asas pelayanan
publik19 yaitu sebagai berikut:
1. Transparansi
Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak
yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas
Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional
Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif
Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan
dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan Hak
Pelayanan yang tidak diskriminasi dalam arti tidak membedakan suku, ras,
agama, golongan, gender, status sosial dan status ekonomi.
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pelayanan yang diberikan secara adil antara pemberi dan penerima pelayanan
publik yang harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
19
H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, prinsip-prinsip
pelayanan publik20 adalah sebagai berikut:
a. Kesederhanaan,
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.
b. Kejelasan,
a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.
b) Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik.
c. Kepastian Waktu,
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
d. Akurasi,
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
e. Keamanan,
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum.
f. Tanggung Jawab,
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan penyelesaian keluhan/persoalan
dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana,
Tersedia sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya
yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan
informatika (telematika).
20
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003,
h. Kemudahan Akses,
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau
oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan
informatika (telematika).
i. Kedisiplinan,
Kesopanan dan keramahan, pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan
dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j. Kenyamanan,
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan
fasilitas pendukung pelayanan, seperti parker, toilet, tempat ibadah dan
lain-lain.
1.5.2.4 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik
Pemerintah bertugas untuk menyediakan dan menyelenggarakan
pelayanan publik kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah terdiri dari berbagai macam bentuk. pelayanan publik dibagi
berdasarkan tiga kelompok21, yaitu:
1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu bentuk palayanan yang
menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh
masyarakat atau publik.
2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk/jenis barang yang digunakan publik.
3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan publik.
21
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003,
Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kelompok pelayanan
administratif pada Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan, yang meliputi
pelayanan penerbitan Surat Izin Mengemudi.
1.5.2.5 Faktor-Faktor yang Mendukung Peningkatan Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang diberikan oleh pegawai pemerintah dapat dilakukan
dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan publik tersebut yaitu pada saat
terjadinya suatu interaksi antara pegawai pemerintah sebagai pemberi pelayanan
publik dengan masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan publik yang
diberikan.
Dalam pelayanan publik terdapat beberapa faktor pendukung peningkatan
pelayanan publik,22 yaitu:
1. Faktor Hukum
Hukum akan mudah ditegakkan, jika aturan atau Undang-Undangnya sebagai
sumber hukum mendukung untuk terciptanya penegakan hukum. Artinya,
peraturan perundang-undangannya sesuai dengan kebutuhan untuk terciptanya
penyelenggaraan pelayanan publik.
2. Faktor Aparatur Pemerintah
Aparatur pemerintah merupakan salah satu faktor dalam terciptanya
peningkatan pelayanan publik. Oleh karena itu, aparat pemerintah merupakan
unsur yang bekerja di dalam praktik untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Aparat pemerintah mempunyai kedudukan atau peranan dalam
terciptanya suatu pelayanan publik yang maksimal.
3. Faktor Sarana
Penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan berlangsung lancar dan tertib
(baik) jika tanpa adanya suatu sarana atau fasilitas yang mendukungnya.
Sarana itu mencakup tenaga manusia yang berpendidikan, organisasi yang
22
H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat. Hukum Administrasi Negara
baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup. Jika hal-hal yang
demikian itu tidak terpenuhi, maka mustahil tujuan dari pelayanan publik akan
tercapai dengan baik atau sesuai dengan harapan.
4. Faktor Masyarakat
Penyelenggaraan pelayanan diperuntukkan untuk masyarakat, dan oleh
karenanya masyarakatlah yang memerlukan berbagai pelayanan dari
pemerintah sebagai penguasa pemerintahan. Dengan kata lain masyarakat
memiliki eksistensi dalam pelayanan, karena dalam konteks kemasyarakatan
pelayanan publik berasal dari masyarakat dimana tujuan utamanya adalah
untuk terciptanya kesejahteraan masyarakat seutuhnya.
5. Faktor Kebudayaan
Penyelenggaraan pelayanan publik tidak bisa disamaratakan karena memiliki
perbedaan karakteristik pada masing-masing masyarakat di setiap daerahnya.
Faktor kebudayaan dalam terciptanya penyelenggaraan pelayanan yang baik
pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku,
nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang baik, layak
dan buruk.
1.5.2.6 Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Pelayanan Publik
Profesionalisme kerja pegawai dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan proses dan prosedur
pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang dipercayakan menurut bidang dan tingkatan
masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik dan maksimal.
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan sesuai dengan standar dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Supaya pelayanan yang diberikan
dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta memuaskan masyarakat maka perlu
adanya peningkatan kerja pegawai pemerintah sebagai penyelenggaraan
Dalam mewujudkan visi dan misi suatu organisasi publik, maka
profesionalisme kerja pegawai diperlukan karena dengan kondisi layanan yang
prima, maka secara otomatis tujuan organisasi akan mudah tercapai.
Profesionalisme menunjuk pada kemampuan pegawai atau aparatur negara yang
bekerja secara maksimal sesuai dengan kemampuannya dan mampu mengatasi
bidang pekerjaaannya secara efektif dan efisien. Dalam hal ini keprofesionalan
pegawai diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang pada akhirnya
akan membawa masyarakat untuk tidak jenuh dan bosan dalam berurusan dengan
pegawai pemerintah dan image pemerintah di masyarakat tidak buruk. Dengan
terciptanya profesionalisme kerja pegawai diharapkan terciptanya pula hasil
pelayanan yang berkualitas dimana kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas
utama penyelenggaraan pelayanan publik.
Profesionalisme kerja diukur melalui keahlian yang dimiliki seorang
pegawai yang sesuai dengan kebutuhan tugas yang dibebankan oleh organisasi
kepada pegawai.23 Hal ini aparatur negara yang bertugas harus menguasai secara
tepat mekanisme kerja dan metode kerja yang ada, sehingga tujuan organisasi
dapat tercapai melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa
atau masyarakat yang ada ketika melakukan pengurusan terhadap masalah yang
dialami. Maka dengan adanya profesionalisme, kinerja pegawai atau individu
secara langsung akan berpengaruh terhadap pemberian pelayanan kepada para
pengguna jasa atau masyarakat.
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang menghubungkan dua
variabel atau lebih terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
23
Korten dan Alfonso dalam Hessel Nogi S. Tangklison, Manajemen Publik
relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.24
Adapun hipotesis yang dirumuskan peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai terhadap
pelayanan publik di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja pegawai
terhadap pelayanan publik di Kantor Satuan Lalu Lintas Polres Kota Medan.
1.7 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian ilmu sosial.25 Konsep atau pengertian merupakan unsur penting dalam
suatu penelitian karena ini akan menyamakan pandangan antara penulis (peneliti)
dengan pembaca dalam pokok bahasan yang diuraikan. Dengan itu diharapkan
tentang salah penafsiran dari pembaca dapat dihindarkan yang pada akhirnya
mempermudah penulis (peneliti) dalam menelaah istilah penelitian tersebut yaitu:
1 Profesionalisme kerja pegawai adalah kemampuan dan keterampilan pegawai
dalam melaksanakan proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang
dipercayakan kepada seorang pegawai sesuai dengan bidang, maupun
tingkatan masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik dan
maksimal.
2 Pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
publik yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik berupa
barang atau jasa yang dilakukan sesuai dengan standar dan peraturan yang
telah ditetapkan.
24
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 70.
25
3 Surat Izin Mengemudi adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan
oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi,
sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil
menggunakan kendaraan bermotor sesuai dengan jenis kendaraan bermotor
yang digunakan.
1.8 Definisi Operasional
Defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana
caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang amat
membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.26 Definisi
operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk
indikator-indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian.
Penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu:
1. Variabel bebas atau independent variabel (X) yaitu : profesionalisme kerja
pegawai yang diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai
berikut:
1) Kompetensi aparatur yang dimiliki pegawai yang dilihat dari:
1) Pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) dalam mengerjakan
pekerjaan yang ditanggung jawabinya;
2) Keterampilan tertentu (spesialisasi kerja) yang dibutuhkan dalam
bidang pekerjaan yang ditanggung jawabinya;
3) Tingkat pengalaman (experience) dalam melaksanakan tugas yang
diberikan.
2) Loyalitas yang dimiliki pegawai yang dilihat dari:
1) Disiplin dalam memulai dan menyelesaikan pekerjaan yang
dikerjakan;
2) Menaati segala peraturan organisasi yang melandasi pekerjaan;
3) Melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh atasan;
4) Kebersediaan pegawai untuk membantu sesama rekan kerja.
26
3) Budaya organisasi yang dilihat dari
1) Kerangka kerja yang ada yang sudah efektif dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat yang yang menjadi pedoman tingkah
laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk karyawan;
2) Pimpinan memberikan pengarahan langsung tentang penyelesaian
pekerjaan berdasarkan peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan
agar tercapai tujuan organisasi.
4) Performansi (performance) dapat diartikan
1) Adanya target dalam penyelesaian pekerjaan yang diberikan dalam
pelayanan kepada masyarakat;
2) Keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan dan prestasi
kerja.
5) Akuntabilitas (accountability) pegawai dilihat dari:
1) Integritas (selalu memegang kode etik) yang ditetapkan dalam
menjalankan tugas dan pekrjaan
2) Ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan;
3) Pemungutan biaya pelayanan publik harus sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan; dan
4) Produk pelayanan publik.
2. Variabel terikat atau dependent variabel (Y) yaitu : pelayanan publik diukur
dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut:
1) Bukti langsung (Tangibles), yang meliputi
a. Fasilitas fisik (gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer,
komputer, dan lain-lain), perlengkapan dan sarana komunikasi
(telepon);
b. Pemakian seragam pegawai pada jam kerja,
2) Daya tanggap (Responsiveness), dapat dilihat dari:
a. Respon terhadap masyarakat dengan baik dalam menghadapi tuntutan
pelayanan yang maksimal;
c. Kemudahan mengakses informasi.
3) Keandalan (Reability), dapat dilihat dari:
a. kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada
masyarakat;
b. penyelesaian pelayanan dengan cepat dan selesai pada waktu yang
dijanjikan.
4) Jaminan (Assurance), dapat dilihat dari:
a. Penyelesaiaan pekerjaan yang baik berdasarkan prosedur;
b. Kemampuan memikul resiko pekerjaan yang dilakukan.
5) Empati (Emphaty), dapat dilihat dari:
a. Mendengar keluhan masyarakat;
b. Sikap pegawai dalam meberikan pelayanan;
c. Kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik kepada
masyarakat.
1.9 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi
konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, unit analisis
dan informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisa data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum atau karakteristik
lokasi penelitian yang relevan dengan penelitian berupa sejarah
fungsi Satlantas Polres Kota Medan; Prosedur dan Tata Cara
Penerbitan Surat Izin Mengemudi.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan tentang penyajian data yang dilakukan dengan
menguraikan hasil data dari penelitian yang diperoleh dari
lapangan atau berupa dokumen yang akan dianalisis.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisi tentang uraian atau pembahasan data-data yang
diperoleh setelah melakukan penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang
telah dilakukan yang dianggap penting bagi semua pihak yang