• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Komunitas GWL (Gay, Waria, Dan Lelaki Seks Lelaki) Terhadap Pemeriksaan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS Dan HIV/AIDS Di Kota Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perilaku Komunitas GWL (Gay, Waria, Dan Lelaki Seks Lelaki) Terhadap Pemeriksaan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS Dan HIV/AIDS Di Kota Medan Tahun 2012"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PERILAKU KOMUNITAS GWL (GAY, WARIA, DAN LELAKI SEKS LELAKI) TERHADAP PEMERIKSAAN DIRI KE PELAYANAN

KESEHATAN KHUSUS IMS DAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

NIM 081000102 ARDIANA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PERILAKU KOMUNITAS GWL (GAY, WARIA, DAN LELAKI SEKS LELAKI) TERHADAP PEMERIKSAAN DIRI KE PELAYANAN

KESEHATAN KHUSUS IMS DAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

S K R I P S I

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM : 081000102 ARDIANA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul

GAMBARAN PERILAKU KOMUNITAS GWL (GAY, WARIA, DAN LELAKI SEKS LELAKI) TERHADAP PEMERIKSAAN DIRI KE PELAYANAN

KESEHATAN KHUSUS IMS DAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM : 081000102 ARDIANA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 26 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM

NIP. 19671219 199303 1 003 NIP. 19620604 199203 1 001 Drs. Alam Bakti Keloko, MKes

Penguji II Penguji III

Drs. Tukiman, MKM Drs. Eddy Syahrial, MS NIP. 19611024 199003 1 003 NIP. 19590713 198703 1 001

Medan, 27 Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

GAMBARAN PERILAKU KOMUNITAS GWL (GAY, WARIA, DAN LELAKI SEKS LELAKI) TERHADAP PEMERIKSAAN DIRI KE PELAYANAN

KESEHATAN KHUSUS IMS DAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama, homoseksual terbagi atas dua yaitu gay dan lesbian. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis kelamin laki-laki dan istilah lesbian mengacu pada jenis kelamin perempuan. Adapun pada saat ini kaum gay terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu yang sering disebut dengan GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki). Komunitas GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki) dipandang rentan terhadap penularan PMS dan HIV/AIDS. Mengingat perilaku seksual komunitas ini yang cenderung bebas dan berganti ganti pasangan serta rendahnya informasi tentang kesehatan reproduksi. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti mengadakan penelitian dengan studi kualitatif untuk mengetahui gambaran perilaku komunitas GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan tahun 2012. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu program pemerintah bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang bertujuan untuk mencegah penyebaran IMS dan HIV/AIDS dikalangan GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki) di kota Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang berjumlah empat orang.

Hasil penelitian menunjukkan 3 informan mengatakan bahwa dirinya belum pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS dan 1 informan lainnya mengatakan bahwa dirinya sudah pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS. Alasan mereka belum pernah atau belum mau memeriksakan diri kepelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS karena belum siap untuk memikul beban psikis dan sosial apabila hasil dari pemeriksaan tersebut mereka dinyatakan positif mengidap IMS atau HIV/AIDS, terutama terhadap stigma dan diskriminasi dari masyarakat. Hal inilah yang mengakibatkan komunitas ini sering enggan bahkan tidak mau mengakses dan memanfaat informasi serta pelayanan kesehatan yang ada.

Oleh karena itu peneliti menyarankan agar pemerintah dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dapat mengambil langkah-langkah seperti melakukan penyuluhan secara luas dan merata kepada komunitas GWL (Gay, Waria, Lelaki Seks Lelaki) agar dapat mencegah penularan IMS dan HIV/AIDS. Selain itu diharapkan juga seluruh informan untuk dapat lebih memperhatikan perilaku seksual mereka yang berisiko sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa IMS dan HIV/AIDS.

(5)

ABSTRACT

DESCRIPTION OF BEHAVIOUR GWL COMMUNITY (GAY, TRANSGENDER, AND MEN SEX MEN) WENT TO STIs AND HIV/AIDS SPECIAL HEALTH

SERVICES IN MEDAN 2012

Homosexuality is a sexual relationship with a same sex or a sense of interest and love the same kind of sex, homosexuality is divided into two, namely gay and lesbian. The term usually refers to gay sex men and lesbians the term refers to the female gender. As for gay people at this time divided into three parts, which are often referred to as GWL (Gay, Transgender and Men Sex Men). GWL Community (Gay, Transgender, and Men Sex Men) is considered vulnerable to the transmission of STIs and HIV / AIDS. Given the sexual behavior of this community that tends to be free and changed sexual partners as well as the lack of information about reproductive health. This is what lies behind the researchers conducted the study with a qualitative study to know the description of the behavior of GWL community (Gay, Transgender, and Men Sex Men) went to the special health care STIs and HIV / AIDS in the city of Medan in 2012. Health care is one of the joint government and National AIDS Comission (KPA) which aims to prevent the spread of STIs and HIV / AIDS among GWL (Gay, Transgender, and Men Sex Men) in the city of Medan.

The method used in this study is a qualitative approach that uses data collection techniques with in-depth interviews (depth interview) to the informant, amounting to four people.

The results showed three informants said that he had never checked into a special health care STIs and HIV / AIDS and one other informant said that he has been checked by a specialized health care of STIs and HIV / AIDS. The reason they have not or do not want to see a particular health care STI and HIV / AIDS because it is not ready to shoulder the burden of psychological and social results of the examination if they are declared positive for STIs or HIV / AIDS, especially against stigma and discrimination from society. This has resulted in these communities are often reluctant to even do not want accessing and harnessing information and health services available.

Therefore, researchers suggest that the government and the National AIDS Commission (KPA) to take steps such as providing information broadly and equitably to the community GWL (Gay, Transgender, Men Sex Men) in order to prevent the transmission of STIs and HIV / AIDS.

Besides all informants also expected to be more attention to their sexual behavior so as not to pose a risk of negative impact of STIs and HIV / AIDS.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : ARDIANA

Tempat / Tgl Lahir : Pekanbaru, 21 Desember 1989

Agama : Islam

Jumlah Saudara : 5 Orang Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jalan Singgalang No. 146, Pekanbaru, Riau. Nama Orang Tua : - Ayah : H. Abdul Aziz (alm)

-Ibu : Hj. Salmah (almh) Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1995-1996 : TK Pertiwi Pekanbaru

2. Tahun 1996-2002 : SD Negeri 035 Kulim, Pekanbaru 3. Tahun 2002-2005 : MTsN Pekanbaru

4. Tahun 2005-2008 : MAN 2 Model Pekanbaru 5. Tahun 2008-2012 : FKM USU Medan

Riwayat Organisasi

1. Tahun 2011-2012 : Bendahara PIK Mahasiswa Unit SAHIVA USU.

2. Tahun 2010-Sekarang : Fasilitator, Pendidik dan Konselor Sebaya Pusat Informasi dan Konseling

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim...

Alhamdulillah Wasyukurillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “GAMBARAN PERILAKU KOMUNITAS GWL (GAY, WARIA, DAN LELAKI SEKS LELAKI) TERHADAP PEMERIKSAAN DIRI KE PELAYANAN KESEHATAN KHUSUS IMS DAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN

TAHUN 2012”.

Selama penyusunan skripsi ini, telah banyak do’a, dorongan, bantuan, nasehat dan bimbingan yang penulis terima di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya skripsi ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan Ilmu dan Perilaku serta selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, MKM selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang banyak memberikan waktu dan pemikirannya dengan ikhlas kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang banyak memberikan waktu dan pemikirannya dengan ikhlas kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH selaku Dosen Penguji I yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Penguji II yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

(8)

8. Kepala Komisi Penanggulangan AIDS Kota Medan beserta staff, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Teristimewa untuk Ayahanda H. Abdul Aziz (alm) dan Ibunda Hj. Salmah (almh) beserta abang, kakak, dan Adik tersayang Fadhli Aziz, Alfi Syahrin, Nur Azizah, Al Rusdi, keponakanku tercinta Miftahul Khoir, Fadel Muhammad, dan Kamila Azizah yang selalu menjadi penyemangat kepada penulis untuk lebih tegar dalam menghadapi kehidupan ini.

10.Teristimewa untuk Fajriansyah yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini dan selalu menjadi penyemangat kepada penulis dalam suka maupun duka.

11.Teristimewa untuk keluarga besar saya di Warung saHIVa USU Bang Benny Iskandar, Kak Gita Kencana, Bang Ripa, Bang Kecap, Kak Ayu, Bang Luthfi, Bang Dedy, Dzikra, Zeky, Budi, Yogi, Nisa, Pardi, Putri, Oema, Sausan, Dina, Dian dan lainnya yang tak dapat disebutkan, terima kasih telah menjadi inspirasi, gudang ilmu serta mengajarkan saya arti dan nilai kehidupan berserta bagaimana cara ikhlas untuk menjalani hidup. .

12.Teristimewa juga untuk sahabat-sahabatku tercinta Tami Fediani S.Ked, Dini, Nana, Iyus, Ika, Dwi Yuni, Merry, Bang Gembung serta teman-teman PKIP USU terima kasih atas dukungannya selama ini.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Karunianya kepada kita semua, dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin Ya Rabbal’alamin.

Medan, 18 Juli 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Tujuan Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Khusus ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4.1. Sejarah Homoseksual ... 22

2.4.2. Pengertian Homoseksual ... 26

2.4.3. Penyebab Terjadinya Homoseksual ... 27

2.5. Komunitas Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki (LSL) ... 27

2.6. Perbedaan Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki (LSL) ... 28

2.6.1. Ciri-Ciri Gay ... 28

2.6.2. Ciri-Ciri Waria ... 28

2.6.3. Ciri-Ciri Lelaki Seks Lelaki (LSL) ... 28

(10)

BAB 3 METODE PENELITIAN

4.1.1. Letak Geografis ... 41

4.1.2. Gambaran Demografis ... 41

4.2. Gambaran Umum Karakteristik Informan ... 41

4.3. Gambaran Perilaku Komunitas GWL dalam Memeriksakan Diri ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan Tahun 2012 ……….42

4.3.1. Pengetahuan/Kesadaran Diri Informan terhadap Homoseksual ... 43

4.3.2. Gambaran Pengetahuan Informan Mengenai IMS dan HIV/AIDS ... 44

4.3.3. Persepsi Informan Tentang Hubungan Seksual Sesama Jenis Berisiko Tinggi dalam Menularkan IMS dan HIV/AIDS ... 47

4.3.4. Informan yang Pernah Melakukan Hubungan Seksual Berisiko dengan Pasangan Sesama Jenis ... 49

4.3.5. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Informan dalam Memeriksakan Diri ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan ... 50

4.3.6. Gambaran Perilaku Informan dalam Melakukan Konseling ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS………. ... 52

4.3.7. Gambaran Perilaku Informan dalam Mendapatkan Kondom dan Pelicin Gratis di Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS ... 53

4.3.8. Persepsi Informan Mengenai Pentingnya Memeriksakan Diri ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS ... 54

4.3.9. Persepsi Informan terhadap Teman-Teman Sekomunitas yang Belum Pernah Memeriksakan Diri ke Pelayanan Khusus IMS dan HIV/AIDS ... 57

(11)

di Kota Medan Tahun 2012 ... 60 5.3. Pengetahuan/Kesadaran Diri Informan terhadap Homoseksual ... 68 5.4. Gambaran Pengetahuan Informan Mengenai IMS dan HIV/AIDS... 70 5.5. Persepsi Informan Tentang Hubungan Seksual Sesama Jenis Berisiko Tinggi dalam Menularkan IMS dan HIV/AIDS ... 72 5.6. Informan yang Pernah Melakukan Hubungan Seksual Berisiko

dengan Pasangan Sesama Jenis ... 74 5.7. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Informan dalam Memeriksakan

Diri ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan ... 77 5.8. Gambaran Perilaku Informan dalam Mendapatkan Kondom dan Pelicin Gratis di Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS ... 80 5.9. Persepsi Informan Mengenai Pentingnya Memeriksakan

Diri ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS ... 81 5.10. Persepsi Informan terhadap Teman-Teman Sekomunitas

yang Belum Pernah Memeriksakan Diri ke Pelayanan Khusus IMS dan

HIV/AIDS ... 82

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 85 6.2. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan Tahun 2011

(13)

ABSTRAK

GAMBARAN PERILAKU KOMUNITAS GWL (GAY, WARIA, DAN LELAKI SEKS LELAKI) TERHADAP PEMERIKSAAN DIRI KE PELAYANAN

KESEHATAN KHUSUS IMS DAN HIV/AIDS DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama, homoseksual terbagi atas dua yaitu gay dan lesbian. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis kelamin laki-laki dan istilah lesbian mengacu pada jenis kelamin perempuan. Adapun pada saat ini kaum gay terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu yang sering disebut dengan GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki). Komunitas GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki) dipandang rentan terhadap penularan PMS dan HIV/AIDS. Mengingat perilaku seksual komunitas ini yang cenderung bebas dan berganti ganti pasangan serta rendahnya informasi tentang kesehatan reproduksi. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti mengadakan penelitian dengan studi kualitatif untuk mengetahui gambaran perilaku komunitas GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan tahun 2012. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu program pemerintah bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang bertujuan untuk mencegah penyebaran IMS dan HIV/AIDS dikalangan GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki) di kota Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang berjumlah empat orang.

Hasil penelitian menunjukkan 3 informan mengatakan bahwa dirinya belum pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS dan 1 informan lainnya mengatakan bahwa dirinya sudah pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS. Alasan mereka belum pernah atau belum mau memeriksakan diri kepelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS karena belum siap untuk memikul beban psikis dan sosial apabila hasil dari pemeriksaan tersebut mereka dinyatakan positif mengidap IMS atau HIV/AIDS, terutama terhadap stigma dan diskriminasi dari masyarakat. Hal inilah yang mengakibatkan komunitas ini sering enggan bahkan tidak mau mengakses dan memanfaat informasi serta pelayanan kesehatan yang ada.

Oleh karena itu peneliti menyarankan agar pemerintah dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dapat mengambil langkah-langkah seperti melakukan penyuluhan secara luas dan merata kepada komunitas GWL (Gay, Waria, Lelaki Seks Lelaki) agar dapat mencegah penularan IMS dan HIV/AIDS. Selain itu diharapkan juga seluruh informan untuk dapat lebih memperhatikan perilaku seksual mereka yang berisiko sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa IMS dan HIV/AIDS.

(14)

ABSTRACT

DESCRIPTION OF BEHAVIOUR GWL COMMUNITY (GAY, TRANSGENDER, AND MEN SEX MEN) WENT TO STIs AND HIV/AIDS SPECIAL HEALTH

SERVICES IN MEDAN 2012

Homosexuality is a sexual relationship with a same sex or a sense of interest and love the same kind of sex, homosexuality is divided into two, namely gay and lesbian. The term usually refers to gay sex men and lesbians the term refers to the female gender. As for gay people at this time divided into three parts, which are often referred to as GWL (Gay, Transgender and Men Sex Men). GWL Community (Gay, Transgender, and Men Sex Men) is considered vulnerable to the transmission of STIs and HIV / AIDS. Given the sexual behavior of this community that tends to be free and changed sexual partners as well as the lack of information about reproductive health. This is what lies behind the researchers conducted the study with a qualitative study to know the description of the behavior of GWL community (Gay, Transgender, and Men Sex Men) went to the special health care STIs and HIV / AIDS in the city of Medan in 2012. Health care is one of the joint government and National AIDS Comission (KPA) which aims to prevent the spread of STIs and HIV / AIDS among GWL (Gay, Transgender, and Men Sex Men) in the city of Medan.

The method used in this study is a qualitative approach that uses data collection techniques with in-depth interviews (depth interview) to the informant, amounting to four people.

The results showed three informants said that he had never checked into a special health care STIs and HIV / AIDS and one other informant said that he has been checked by a specialized health care of STIs and HIV / AIDS. The reason they have not or do not want to see a particular health care STI and HIV / AIDS because it is not ready to shoulder the burden of psychological and social results of the examination if they are declared positive for STIs or HIV / AIDS, especially against stigma and discrimination from society. This has resulted in these communities are often reluctant to even do not want accessing and harnessing information and health services available.

Therefore, researchers suggest that the government and the National AIDS Commission (KPA) to take steps such as providing information broadly and equitably to the community GWL (Gay, Transgender, Men Sex Men) in order to prevent the transmission of STIs and HIV / AIDS.

Besides all informants also expected to be more attention to their sexual behavior so as not to pose a risk of negative impact of STIs and HIV / AIDS.

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas dan homoseksualitas telah dimulai sejak zaman Yunani kuno pada diskusi filosofis Symposium Plato dengan teori queer kontemporer. Yang timbul dari sejarah ini setidaknya di Barat adalah ide hukum alam dan beberapa interpretasi hukum yang melarang homoseksual. Referensi hukum alam masih berperan penting dalam perdebatan tentang homoseksual baik dalam agama, politik dan sebagainya. Perubahan sosial yang paling signifikan melibatkan homoseksualitas adalah munculnya gerakan pembebasan gay di Barat. Sebuah isu sentral yang diangkat dari teori queer adalah apakah homoseksualitas, heteroseksualitas ataupun biseksualitas secara sosial muncul semata-mata didorong oleh kekuatan biologis (Stanford, 2006).

(16)

Homoseksual atau penyuka sesama jenis sudah tidak asing lagi di masyarakat modern ini dan bahkan fenomena ini sekarang sudah tampak nyata dan kasat mata bermunculan di tempat-tempat umum. Sangat berbeda dengan tahun-tahun silam dimana para penyuka sesama jenis hanya berani tampil di tempat-tempat tertentu yang diperuntukkan khusus bagi kalangan mereka. Namun kehadiran kaum homoseksual hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Sebagian menganggap homoseksual sebagai kelainan sedangkan ada yang menganggap sebagai gaya hidup. Ada dua istilah terdapat pada orang yang mempunyai kecenderungan homoseksual yaitu lesbian dan gay dan sangat terkenal di lingkungan masyarakat. Lesbian merupakan istilah yang menggambarkan seorang perempuan yang secara emosi dan fisik tertarik dengan sesama perempuan, sedangkan gay merupakan suatu suatu istilah yang menggambarkan laki-laki yang secara fisik dan emosi tertarik pada orang yang berjenis kelamin sama. Untuk istilah

gay biasanya ditujukan pada kaum laki-laki saja (Hastaning, 2008).

(17)

Atau bisa saja karena interaksi berbagai faktor yaitu faktor lingkungan (sosiokultural), biologis, dan faktor pribadi/personal (psikologis). Jadi banyak faktor penyebab, dan harus ditelaah dulu lebih lanjut, apa yang menyebabkan individu tersebut menjadi homoseksual (Clara, 2008).

Sebenarnya tidak jelas sejak kapan tepatnya penyimpangan gender terjadi, akan tetapi sejak dahulu manusia memang sudah melakukan penyimpangan atau penyeberangan gender serta menjalin hubungan antara sesama jenis. Pada tahun 1869, K.M Kertbeny menciptakan istilah homoseks atau homoseksualitas. Homo sendiri berasal dari kata yunani yang berarti sama dan seks yang berarti jenis kelamin. Istilah ini menunjukkan penyimpangan kebiasaan yang menyukai jenisnya sendiri, misalnya pria menyukai pria atau wanita menyukai wanita. Pada abad ke 20 semakin banyak homoseks yang bermunculan, sehingga munculnya komunitas homoseksual di kota-kota besar. Sekitar tahun 1969 mulai dikenal istilah wadam yang diambil dari kata hawa dan adam. Kata wadam menunjukkan seorang pria yang mempunyai perilaku menyimpang dan bersikap seperti perempuan (Amelia, 2010).

Ditahun yang sama berlangsung huru-hara Stonewall ketika kaum waria dan gay

(18)

terbuka yang pertama di Indonesia, setelah itu diikuti dengan organisasi lainnya seperti Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY) (Indonesian Gay Society (IGS)), dan GAYA NUSANTARA (GN) (Surabaya). Setelah banyaknya kemunculan-kemunculan tersebut, organisasi gay mulai menjamur diberbagai kota besar seperti di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar, Malang dan Ujung padang (Amelia, 2010).

Homoseksual merupakan perilaku sesama jenis yang hadir dari gangguan orientasi seksual seseorang. Perilaku seksual ini biasanya dikategorikan antara gay

(sesama laki-laki) atau lesbian (sesama wanita). Berdasarkan pada pedoman dan penggolongan diagnosa gangguan jiwa (PPDGJ), perilaku homoseksual merupakan gangguan kejiwaan yang muncul berdasarkan faktor genetik. Tetapi dalam perkembangannya homoseksual bukan lagi dianggap sebagai gangguan kejiwaan yang timbul dari pola asuh orang tua dalam keluarga, namun lebih kepada faktor lingkungan yang mendorong seseorang untuk berperilaku homoseksual. Dalam lima tahun belakangan ini faktor lingkungan sosial lebih mempengaruhi perilaku homoseksual mulai dari karir atau pekerjaan, komunitas orang yang bergabung dalam klub-klub tertentu serta dengan diikuti kejadian-kejadian yang membuat traumatik seseorang (Chaerunnisa, 2008).

(19)

Epidemi HIV di Indonesia adalah epidemi terkonsentrasi. Survey Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) pada tahun 2007 melaporkan prevalensi HIV secara rata-rata di 3 kota yang disurvey, pada waria 24.4% dan pada LSL (Lelaki seks dengan lelaki = gay dan lelaki seks lelaki lainnya) 5.2%. Khusus di Jakarta, prevalensi HIV pada LSL telah meningkat 4 kali lipat dalam kurun waktu 4 tahun, dari 2% di tahun 2003 menjadi 8% di tahun 2007. Sedangkan Prevalensi IMS (Infeksi Menuar Seksual) pada populasi kunci GWL tinggi, terutama IMS di anus dan rektum. STBP 2007 melaporkan bahwa prevalensi IMS di anus dan rektum pada waria di Jakarta 42%, di Surabaya 44% dan di Bandung 55% (anal), untuk Rektum di Jakarta 33%, Surabaya 34%, dan Bandung 29%. Luasnya jejaring hubungan seksual waria dan rendahnya tingkat pemakaian konsistensi kondom meningkatkan risiko penularan HIV pada waria, serta resiko penyebaran HIV di kalangan GWL dan juga pria dan wanita heteroseksual.

Selain perilaku seksual berisiko, stigma dan diskriminasi merupakan faktor yang meningkatkan kerentanan GWL terhadap penularan HIV. Stigma dan diskriminasi dari keluarga, kerabat, dan masyarakat menyebabkan banyak GWL mengalami krisis identitas dan cenderung menstigma dirinya sendiri. Selanjutnya hal tersebut mengakibatkan rasa percaya diri dan harga diri yang kurang (low self esteem), serta timbulnya perilaku-perilaku yang merusak dan merugikan diri sendiri seperti: penyalahgunaan zat adiktif (terutama alkohol), menjual seks, depresi, isolasi diri, dan kecenderungan bunuh diri.

(20)

komunitas GWL (Gay, Waria dan LSL) di Kota Medan sebanyak 2.363 orang. Yang terdiri atas Waria sebanyak 664 orang, Gay sebanyak 1.572 orang serta LSL sebanyak 127 orang.

Epidemi HIV di Indonesia adalah epidemi terkonsentrasi. Salah satu populasi kunci dengan prevalensi HIV di atas 5% adalah populasi GWL yang terdiri dari populasi waria (prevalensi 24.4%, 2007) serta gay dan lelaki seks lelaki (prevalensi 5,7%, 2007).

Berdasarkan laporan-laporan penelitian, laporan-laporan program, hasil Mid-Term Review Strategi Nasional 2007-2010, serta hasil analisa situasi; KPA Nasional telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014. Salah satu dari 7 strategi dalam SRAN tersebut adalah:

Mengembangkan program yang komprehensif untuk menanggulangi HIV dan AIDS pada GWL / MSM”. Salah satu tujuan dari strategi ini adalah Meningkatkan ketersediaan layanan pemeriksaan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS, yang dihubungkan dengan program positive prevention yang kuat, yang berkualitas tinggi, bersahabat, dan mudah dijangkau / diakses bagi komunitas GWL.

Adapun program positive prevention yang kuat adalah meningkatkan cakupan layanan konseling dan testing HIV pada GWL, meningkatkan kualitas layanan konseling dan testing HIV yang mampu melayani GWL, memastikan bahwa setiap GWL yang terdiagnosis positf HIV mendapat akses ke layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS, mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA GWL , serta meningkatkan kualitas layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS.

(21)

dan AIDS. Stigma dan diskriminasi, secara tidak langsung menimbulkan ketidak seimbangan dalam pengembangan informasi dan layanan bagi GWL. Program yang ada pun banyak menghadapi tantangan. Di lain pihak, internalisasi stigma oleh GWL dan banyaknya tantangan untuk mengakses program yang ada, mengakibatkan populasi ini sering enggan bahkan tidak mau mengakses dan memanfaat informasi serta pelayanan kesehatan yang ada.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran perilaku komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana pengetahuan komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) tentang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

(22)

3. Untuk mengetahui bagaimana tindakan komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada lembaga-lembaga terkait seperti pemerintah yang membutuhkan informasi tentang gambaran perilaku komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di kota Medan tahun 2012.

2. Sebagai proses belajar bagi penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perilaku

Perilaku manusia bersifat kompleks, perilaku manusia dapat terjadi karena berbagai sebab dan terarah pada berbagai tujuan. Perilaku manusia tidak terlepas dari keberadaan dirinya sebagai makhluk biologis, makhluk individu, makhluk sosial, makhluk religius, dan sebagainya.

Menurut Skinner, perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) dan kemudian organisme tersebut memberikan respons. Teori ini disebut dengan teori “SOR” atau Stimulus Organisme Respons. Respon ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation

karena dapat menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

2. Operant respons atau instrumental, yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut

reinforcing stimulation atau reinforce, karena dapat memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

(24)

yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu dinamakan dengan covert behaviour atau unobservable behaviour.

2. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat di amati atau di lihat. Oleh sebab itu dinamakan dengan Overt Behaviour. (Notoatmodjo, 2005)

Menurut Bloom seorang ahli psikologi pendidikan dalam Notoatmodjo (2005), perilaku dibedakan dalam tiga kawasan (domain) yakni Cognitive Domain, Afektif Domain, Psycomotor Domain. Ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap dan tindakan.

2.1.1. Pengetahuan

Berdasarkan revisi taksonomi Bloom ada empat macam dimensi pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Jenis-jenis pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan penjenjangan dari yang sifatnya konkret (faktual) hingga yang abstrak (metakognitif). Dalam taksonomi yang lama, pengetahuan metakognitif belum dicantumkan sebagai jenis pengetahuan yang juga harus dipelajari.

(25)

terminology (knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element).

1. Pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology): mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk disiplin ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang terminologi: pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang istilah ilmiah, dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.

2. Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element): mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik. Beberapa contoh pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya pengetahuan tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang produk suatu negara, dan pengetahuan tentang sumber informasi. Karena fakta sangat banyak jumlahnya, pendidik perlu memilih dan memilah fakta mana yang sangat penting dan fakta mana yang kurang penting. (Widodo, 2006)

(26)

1. Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori: mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat penting sebab pengetahuan ini juga menjadi dasar dalam mengkelasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa kemampuan melakukan kelasifikasi dan kategorisasi yang baik siswa akan kesulitan dalam belajar. Beberapa contoh pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori: pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang masa geologi, dan pengetahuan tentang pengelompokan tumbuhan.

2. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: mencakup abstraksi hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip atau generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi dari sejumlah fakta, kejadian, dan saling keterkaitan antara sejumlah fakta. Prinsip dan generalisasi biasanya cenderung sulit untuk dipahami siswa apabila siswa belum sepenuhnya menguasai fenomenafenomena yang merupakan bentuk yang “teramati” dari suatu prinsip atau generalisasi. Beberapa contoh pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: pengetahuan tentang hukum Mendel, pengetahuan tentang seleksi alamiah, dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar.

(27)

d. Pengetahuan prosedural: pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

1. Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme: mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Beberapa contoh pengetahuan yang termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan tentang keterampilan menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang dididihkan dalam beker gelas, dan pengetahuan tentang memipet.

2. Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu: mencakup pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan tentang teknik dan metode lebih mencerminkan bagaimana ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya, pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang metode ilmiah.

(28)

teknik atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik atau metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan jenis-jenis tulisan, pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk memecahkan masalah, dan pengetahuan memilih metode statistika yang sesuai untuk mengolah data.

e. Pengetahuan metakognitif: mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya orang menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila seseorang bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar. (Widodo, 2006)

1. Pengetahuan strategik: mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Pengetahuan jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu bidang tertentu tetapi juga dalam bidangbidang yang lain. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara untuk mengingat, dan pengetahuan tentang strategi perencanaan untuk mencapai tujuan.

(29)

pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu. Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa buku pengetahuan lebih sulit dipahami dari pada buku populer dan pengetahuan bahwa meringkas bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman.

3. Pengetahuan tentang diri sendiri: mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. Salah satu syarat agar siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri adalah kemampuannya untuk mengetahui dimana kelebihan dan kekurangan serta bagaimana mengatasi kekurangan tersebut. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa seseorang yang ahli dalam suatu bidang belum tentu ahli dalam bidang lain, pengetahuan tentang tujuan yang ingin dicapai dan pengetahuan tentang kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan suatu tugas.

Adapun berdasarkan revisi taksonomi Bloom juga terdapat beberapa tingkatan pengetahuan yang baru sebagai berikut:

a. Menghafal (Remember): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

(30)

pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

c. Menganalisis (Analyzing): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).

d. Mengevaluasi: membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).

e. Membuat (create): menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).

2.1.2. Sikap

(31)

Sikap terdiri atas beberapa tingkatan : 1. Menerima (receiving)

Mau dan memperhatikan stimulus tahu objek yang diberikan. 2. Merespon (responding)

Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah. 4. Bertanggung jawab (responsible)

Mempunyai tanggung jawab atas segala resiko terhadap sesuatu yang sudah dipilihnya.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak. Secara langsung dapat dinyatakan bagaiman pendapat atau pertanyaan respon terhadap suatu objek. Orang bisa berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tingkatannya. Namun secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.

(32)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model)

Health Belief Model (HBM) telah berkembang pada tahun 1950 oleh ahli psikologi sosial. Berkembangnya pelayanan kesehatan akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh pemerintah (Glanz, 2002).

Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu:

(33)

2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.

3. Perilaku itu sendiri.

Health Belief Model merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Menurut HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi secara langsung dari hasil dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief), antara lain sebagai berikut :

1. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness). Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu, jika ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat.

Penilaian tentang ancaman ditentukan oleh:

− Ketidak-kebalan yang dirasakan (perceived vulnerability)

− Keseriusan yang dirasakan (perceived of severity)

− Petunjuk untuk berperilaku (cues to action) seperti: media masa, kampanye,

nasehat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain, dll.

2. Pertimbangan keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Pertimbangan antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak. Ancaman, keseriusan, ketidak-kebalan dan pertimbangan keuntungan serta dan kerugian, dipengaruhi oleh:

− Variabel demografis, yaitu usia, jenis kelamin, latar belakang budaya. − Variabel sosiopsikologis, yaitu kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial.

(34)

2.3. Teori Lawrence Green

Menurut Green ada beberapa faktor yang menjadi determinan terhadap perubahan perilaku (behaviour) seseorang, yaitu:

1. Predisposing Factors : faktor-faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Enabling Factors : faktor-faktor yang memungkinkan terwujudnya perubahan perilaku,seperti adanya fasililitas, lingkungan, dan sebagainya.

3. Reinforcing Factors : faktor-faktor pendorong terjadinya perilaku.

Rumus Teori Green:

2.4. Homoseksual

2.4.1.Sejarah Homoseksual

Seksualitas mengandung makna yang sangat luas karena menyangkut aspek kehidupan yang menyeluruh, terkait dengan jenis kelamin biologis maupun sosial (gender), orientasi seksual, identitas gender dan perilaku seksual. Seksualitas adalah sebuah proses sosial yang menciptakan dan mengarahkan hasrat atau birahi manusia (the

B = f (PF, EF, RF)

B = Behaviour F = function

(35)

socially constructed expression of erotic desire), dan dalam realitas sosial, seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, agama dan spiritual. Seksualitas sejatinya merupakan hal yang positif, selalu berhubungan dengan jati diri seseorang dan juga kejujuran seseorang terhadap dirinya. Sayangnya, masyarakat umumnya masih melihat seksualitas sebagai hal yang negatif, sehingga tidak pantas atau tabu dibicarakan. Studi tentang seksualitas memperkenalkan tiga terminologi penting menyangkut seksualitas manusia, yaitu : identitas gender, orientasi seksual dan perilaku seksual.

Homoseksual ada disemua budaya dan lapisan masyarakat serta disepanjang sejarah. Homoseksual merupakan istilah yang diciptakan pada tahun 1869 oleh bidang ilmu psikiatri di Eropa, untuk mengacu pada suatu fenomena yang berkonotasi klinis. Pengertian homoseks tersebut pada awalnya dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang. Pengertian homoseks kemudian terbagi dalam dua istilah yaitu Gay dan Lesbi. Hawkin pada tahun 1997 menuliskan bahwa istilah Gay atau Lesbi dimaksudkan sebagai kombinasi antara identitas diri sendiri dan identitas sosial yang mencerminkan kenyataan bahwa orang memiliki perasaan menjadi dari kelompok sosial yang memiliki label yang sama. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis kelamin laki-laki dan istilah lesbian mengacu pada jenis kelamin perempuan (Hartanto, 2006).

(36)

menjadi sangat serius, karena dapat menyerang dalam cakupan luas ke seluruh penjuru dunia. PMS juga dapat dengan mudah menyebar dari satu orang kepada orang lain. PMS yang dapat menularkan pada komunitas homoseksual adalah Gonorhoe, Sipilis, dan Herpes kelamin. Tetapi yang paling besar diantaranya adalah HIV/AIDS, karena mengakibatkan kematian pada penderitanya, karena AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Raharjo, 1999).

(37)

Perilaku homoseksual sudah dikenal manusia sejak zaman Nabi Luth as, yaitu kaum Sodom dan Gomorah. Hingga kini keberadaannya tetap ada, bahkan Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa (seperti: Belanda dan Denmark) justru telah mensahkan perkawinan sejenis. Homoseksual terdiri dari: pertama, gay yaitu laki-laki yang menyukai laki-laki. Kedua, lesbian, yaitu wanita yang menyukai wanita. Ketiga, waria, yaitu laki-laki yang merasa dirinya wanita dan tertarik hanya kepada laki-laki. Adapun pola hubungan seksnya antara lain: fellatio, cunillingus dan anal.

Upaya ilmuwan menguak tabir homoseksual pernah dilakukan. Pada tahun 1991, ilmuwan dari California melaporkan hasil CT scaning (penyinaran) terhadap otak pria

gay dan pria normal. Yang ternyata berbeda. Kemudian tahun 1993, ilmuwan dari National Institut of Health (N,I,H) di Marylnd Amerika menemukan adanya unsur DNA pada kromosom X yang menentukan orientasi seksual seseorang.

Sementara itu, temuan menggemparkan terjadi dalam riset yang dikemukakan Ward dari N.I.H. dalam eksperimennya, mereka menggunakan sejumlah lalat yang telah ditransplantasi gen tunggal. Kemudian kumpulan lalat tersebut dimasukan ke dalam botol. Hasilnya menunjukkan, lalat betina cenderung berada pada bagian atas dan bawah botol. Sedangkan lalat jantan hanya berada pada bagian tengah dan membentuk ikatan rantai (bergerombol). Yang menakjubkan, lalat jantan ternyata berperilaku gay, sedangkan lalat betina tetap normal.

(38)

itu berperilaku gay, sedangkan lalat betina tetap normal. Dalam eksperimen berikutnya malah menunjukan bahwa lalat jantan mampu membuahi lalat betina.

2.4.2.Pengertian Homoseksual

Kata homoseksual berasal dari dua kata, yang pertama adalah berasal dari kata “homo” yang berarti sama, yang kedua “seksual” berarti mengacu pada hubungan kelamin, hubungan seksual. Sehingga homoseksual adalah aktivitas seksual dimana dilakukan oleh pasangan yang sejenis (sama) kelaminnya.

Sedangkan pengertian lain dari homoseksual adalah rasa tertarik secara perasaan (rasa kasih sayang, hubungan emosial) dan atau secara erotik, baik secara lebih menonjol (predominan) atau semata-mata (eksklusif), terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama dengan atau tanpa hubungan fisik (jasmaniah). Istilah gay menunjukkan pada homophile laki-laki. Gay berarti orang yang meriah. Istilah ini muncul ketika lahir gerakan emansipasi kaum homoseks (laki-laki maupun perempuan) yang dipicu oleh peristiwa Stonewall dari New York pad tahun 60-an. (Oetomo, 2001).

2.4.3.Penyebab Terjadinya Homoseksual

Menurut Kartono (1989), Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama. Banyak teori-teori yang menjelaskan sebab-sebab homoseksualitas diantaranya adalah :

a. Faktor herediter berupa tidak seimbangnya hormon-hormon seks

b. Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang normal

(39)

d. Pengalaman traumatis dengan ibunya sehingga timbul kebencian atau antisipasi terhadap ibunya dan semua wanita.

2.5.Komunitas Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki (GWL)

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, homoseksual terbagi atas dua yaitu gay dan lesbian. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis kelamin laki-laki dan istilah lesbian mengacu pada jenis kelamin perempuan (Hartanto, 2006). Adapun pada saat ini kaum gay terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu yang sering disebut dengan GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki).

Kota Medan yang merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia sendiri sudah dikatakan kota metropolitan dimana dengan jumlah penduduk nya yang sangat banyak tidak jauh dari gaya hidup menyimpang dan perilaku seksual yang menyimpang atau beresiko. Berdasarkan data yang didapat dari KPA Kota Medan pada Tahun 2011 jumlah komunitas GWL (Gay, Waria dan LSL) di Kota Medan sebanyak 2.363 orang. Yang terdiri atas Waria sebanyak 664 orang, Gay sebanyak 1.572 orang serta LSL sebanyak 127 orang.

2.6.Perbedaan Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki (LSL). 2.6.1. Ciri-Ciri Gay

Gay adalah istilah laki-laki yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama laki-laki atau disebut juga laki-laki yang mencintai laki-laki secara fisik, seksual, emosional ataupun secara spiritual. Secara psikologis, gay adalah seorang laki-laki yang penuh kasih. Mereka juga rata-rata mempedulikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-apa saja yang terjadi pada pasangannya.

(40)

a. Umumnya mereka merupakan golongan yang tertutup, hanya sedikit dari mereka yang mengakui identitasnya sebagai gay. Mereka cenderung terbuka hanya dalam kalangan tertentu saja, misalnya sesama homoseks, keluarga, atau teman dekat.

b. Umumnya mereka sudah memiliki pasangan tetap masing-masing.

c. Pasangan gay umumnya memiliki peran masing- masing dalam melakukan hubungan seksual, yaitu ada yang berperan sebagai lelaki (partner penetratif) dan ada yang berperan sebagai perempuan (partner reseptif).

d. Biasanya kaum gay memiliki gaya metroseksual. 2.6.2.Ciri-Ciri Waria

Kaum waria di kota-kota besar pada umumnya sudah tidak tertutup lagi. Adapun ciri-ciri umum dari seorang waria adalah:

a. Memiliki peran sebagai seorang perempuan (partner reseptif) dalam melakukan hubungan seksual.

b. Berdandan layaknya seorang perempuan.

c. Memiliki sifat feminin layaknya seorang perempuan.

d. Melakukan hubungan seks dengan laki-laki demi mendapatkan uang (pekerja seks). Selain itu seorang waria umumnya sudah memiliki pelanggan tetap. 2.6.3.Ciri-Ciri Lelaki Seks Lelaki (LSL)

Adapun ciri-ciri dari seorang LSL adalah sebagai berikut:

a. Laki-laki yang secara eksklusif berhubungan seks dengan laki-laki lain.

(41)

c. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki maupun perempuan tanpa ada perbedaan kesenangan.

d. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain dikarenakan mereka tidak mempunyai akses untuk seks dengan perempuan, misalnya di penjara, ketentaraan, dan lain-lain.

2.7. Perilaku Seksual

Perilaku seksual terdiri atas dua yakni hubungan seksual (intercourse) dan selain hubungan seksual (non intercourse). Perilaku seksual selain hubungan seksual (non intercourse) diantaranya seperti berpegangan tangan, berpelukan, berciuman dan masturbasi. Sedangkan yang termasuk hubungan seksual (intercourse) yakni :

1. Orogenital

Merupakan hubungan seksual dengan melakukan rangsangan melalui mulut pada organ seks pasangannya. Orogenital disebut juga oral seks yang berarti hubungan seksual secara oral (mulut) dengan alat kelamin. Jika yang melakukan oral seks adalah laki-laki, sebutannya cunnilingus. Sedangkan jika yang melakukan oral seks adalah perempuan maka sebutannya fellatio.

2. Anogenital

Merupakan hubungan seksual yang dilakukan dengan memasukkan penis ke dalam anus atau anal, sehingga anogenital disebut juga dengan anal seks. Aktivitas seksual seperti ini sangat berbahaya karena anus mengandung banyak bakteri sumber penyakit.

(42)

Merupakan hubungan seksual yang dilakukan antara kelamin dengan kelamin yaitu hubungan seksual yang memasukkan penis ke dalam vagina atau hubungan seksual secara vaginal. Hubungan seksual ini tidak akan menimbulkan rasa ketakutan terhadap penyakit menular seksual, resiko hamil diluar nikah, ataupun berdosa bila dilakukan dengan benar menurut etika, moral dan agama yaitu jika dilakukan melalui sebuah ikatan pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilandasi dengan rasa cinta.

2.8. Perilaku Seksual Berisiko

Perilaku seks aman adalah perilaku seks tanpa mengakibatkan terjadinya pertukaran cairan vagina dengan sperma. Hubungan seks tanpa menggunakan kondom merupakan perilaku seks tidak aman dari penularan penyakit menular seksual.

Penelitian menunjukkan (Dalam Triningsih, 2006) bahwa perilaku seksual pada

gay dapat dibedakan menjadi 2 kategori yaitu: 1. Perilaku oral genital, memeluk, dan mencium. 2. Seks anal.

(43)

Dianawati (2003) menyatakan bahwa masalah-masalah PMS yang sering timbul adalah:

1. Gonorhoe

Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang selaput lender, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini dinamakan Gonococcus.

2. Sifilis

Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (Misalnya: baju, handuk, dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah adanya kuman Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainnya seperti selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut.

3. AIDS

Sebuah singkatan Acquired Immuno Deficiency Syndrom artinya suatu gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada dasarnya setiap orang mempunyai sistem kekebalan tubuh yang dapat melindunginya dari berbagai serangan seperti virus, kuman, dan penyakit lainnya.

4. HIV

(44)

Komunitas GWL merupakan kelompok yang sangat rentan tertular IMS dan HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan mereka melakukan hubungan seksual yang tidak aman, baik yang dilakukan secara anal maupun oral. Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS bahwa perilaku anal seks pada komunitas LSL sebagian besar dilakukan tanpa menggunakan kondom, dan hanya 11%-32% saja yang melakukan hubungan seks dengan menggunakan kondom. Pada kelompok waria, yang menjadi pekerja seks rata-rata penggunaan kondom juga masih sangat rendah yaitu 12,8%-48%.

Menurut CDC (2009), faktor-faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS dikalangan GWL adalah sebagai berikut:

1. Prevalensi HIV yang tinggi.

Perilaku seksual yang berisiko diantara kalangan gay dan biseksual menyebabkan tingginya prevalensi HIV yang berarti mereka menghadapi risiko lebih besar terkena infeksi.

2. Kurangnya pengetahuan tentang status HIV.

Peneltian menunjukkan bahwa orang yang sudah mengetahui dirinya terinfeksi mengambil langkah-langkah untuk melindungi pasangan mereka. Namun, banyak GWL yang tidak menyadari status mereka dan mungkin tanpa sadar akan menularkan virus kepada orang lain.

3. Kekurangpedulian terhadap risiko.

(45)

menganggap remeh risiko pribadi, dan keyakinan keliru bahwa karena kemajuan pengobatan, HIV bukan lagi merupakan ancaman kesehatan yang serius.

4. Sosial diskriminasi dan isu-isu budaya.

Untuk beberapa GWL, faktor sosial dan ekonomi, termasuk homophobia, stigma dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan dapat meningkatkan perilaku berisiko atau menjadi penghalang untuk menerima layanan pencegahan HIV. 2.11. Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS

Dalam rangka meningkatkan cakupan program HIV dan AIDS yang relatif masih sangat terbatas bagi komunitas Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki lainnya (GWL), Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama dengan Jaringan GWL-INA beserta beberapa pelayanan kesehatan terkait mengembangkan Program LSL-KPAN yang dilaksanakan di 10 kota sebagai tahap awal pelaksanaannya termasuk didalamnya adalah kota Medan.

KPA Nasional telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014. Salah satu dari 7 strategi dalam SRAN tersebut adalah: Mengembangkan program yang komprehensif untuk menanggulangi HIV dan AIDS pada GWL / MSM”. Salah satu tujuan dari strategi ini adalah Meningkatkan ketersediaan layanan pemeriksaan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS, yang dihubungkan dengan program positive prevention yang kuat, yang berkualitas tinggi, bersahabat, dan mudah dijangkau / diakses bagi komunitas GWL.

(46)

terdiagnosis positf HIV mendapat akses ke layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS, mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA GWL , serta meningkatkan kualitas layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS.

Berikut merupakan data pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan:

Tabel 2.1. Data pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan 2011

NO PROVINSI KOTA KECAMATAN LAYANAN KESEHATAN

1. Sumatera

Klinik IMS & VCT Bestari Medan

9. Medan Baru Puskesmas Padang Bulan

10. Medan Kota Puskesmas Teladan

(47)

diatas, maka dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh komunitas GWL secara gratis.

Adapun beberapa fasilitas kesehatan gratis yang disediakan oleh beberapa pelayanan kesehatan diatas adalah sebagai berikut:

a. Pemberian informasi, pencegahan dan pengobatan tentang IMS dan HIV/AIDS. b. Pelayanan VCT (Voluntary Counselling and Testing) gratis, merupakan

pelayanan konseling dan pemeriksaan sukarela yang bersifat rahasia dengan tujuan untuk mengetahui apakah sesorang menderita IMS dan HIV/AIDS.

(48)

2.12. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di kota Medan, dengan alasan :

1. Kota Medan yang merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia sendiri sudah dikatakan kota metropolitan dimana dengan jumlah penduduknya yang sangat banyak dan tidak jauh dari gaya hidup yang sejalan dengan perilaku seksual yang menyimpang atau beresiko

2. Berdasarkan data yang didapat dari KPA Kota Medan pada Tahun 2011 jumlah komunitas GWL (Gay, Waria dan LSL) di Kota Medan sebanyak 2.363 orang. Yang terdiri atas Waria sebanyak 664 orang, Gay sebanyak 1.572 orang serta LSL sebanyak 127 orang.

3. Peneliti tertarik melakukan penelitian ini karena informan yang didapat adalah komunitas GWL yang ada di kota Medan.

3.2.2. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2012 – Mei 2012. 3.3. Pemilihan Informan

Informan adalah anggota komunitas GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki) yang bertempat tinggal di kota Medan. Pemilihan informan dilakukan dengan cara

(50)

GWL (Gay, Waria, dan Lelaki) yang sudah dikenal oleh peneliti, kemudian dari informan ini peneliti meminta rekomendasi untuk diperkenalkan dengan anggota komunitas GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki ) yang lainnya.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun, seluruh informan diwawancarai pada tempat dan waktu yang terpisah. Peneliti menggunakan alat bantu tulis dan tape recorder. Seluruh wawancara dilakukan ditempat berkumpul dan beraktivitas komunitas GWL yang sudah disesuaikan waktunya.

3.5. Defenisi Istilah 1. Karakteristik informan :

a. Umur adalah lama hidup informan yang dihitung melalui ulang tahun terakhir informan dalam tahun pada saat penelitian dilakukan

b. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh informan 2. Perilaku komunitas GWL (Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki) adalah usaha untuk

mempertahankan atau memperbaiki kesehatan yang berkaitan dengan perilaku seksual berisiko HIV/AIDS.

a. Pengetahuan adalah segala pengetahuan yang dimiliki informan mengenai HIV/AIDS dan pelayanan kesehatan yang tersedia untuk mencegah penularannya.

(51)

c. Tindakan adalah segala bentuk nyata tindakan informan sehubungan dengan pengetahuan dan sikap untuk memeriksakan diri kepelayanan kesehatan khusus HIV/AIDS.

3. Pelayanan kesehatan khusus HIV/AIDS yang menyediakan pelayanan kesehatan gratis berupa:

a. Pemberian informasi, pencegahan dan pengobatan tentang IMS dan HIV/AIDS.

b. Pelayanan VCT (Voluntary Counselling and Testing) gratis, merupakan pelayanan konseling dan pemeriksaan sukarela yang bersifat rahasia dengan tujuan untuk mengetahui apakah sesorang menderita IMS dan HIV/AIDS. c. Aksesibilitas kondom dan pelicin gratis.

3.6. Metode Pengolahan dan Analisa Data

(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak Geografis

Penelitian dilakukan di Kota Medan sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu pusat pemerintahan, pendidikan, kebudayaan dan perdagangan. Kota Medan secara geografis terletak di antara 2 27'-2 47' Lintang Utara dan 98 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah 265,10 Km² secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan.

4.1.2. Gambaran Demografis

Jumlah penduduk Kota Medan tahun 2010 berdasarkan data kantor statistik Kota Medan adalah : 2.121.053 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 8.001/Km². Daerah terpadat penduduknya adalah Kecamatan Medan Perjuangan yaitu 25.844 jiwa/Km² dengan luas wilayah 4,09 Km². Sedangkan Kecamatan Medan Labuhan merupakan daerah yang renggang penduduknya yaitu 2.916 jiwa/Km² dengan luas wilayah 36,67 Km².

4.2. Gambaran Umum Karakteristik Informan

(53)

Tabel 4.1 Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik

Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa informan berjumlah 4 orang. Informan keseluruhannya berusia produktif dan seluruh informan berjenis kelamin laki-laki. Dari 4 informan terdapat 2 orang informan yang berpendidikan S1, 1orang informan berpendidikan DIII dan 1 orang informan berpendidikan SLTP. Dilihat dari segi status perkawinan, seluruh informan berstatus belum kawin.

4.3.Gambaran Perilaku Komunitas GWL (Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki) dalam Memeriksakan Diri ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan Tahun 2012.

4.3.1 Pengetahuan/Kesadaran Diri Informan terhadap Homoseksual.

Adapaun hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 4 orAang informan yaitu sejak kapan mereka mengetahui/menyadari dirinya seorang Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki, didapatlah hasil bahwa seluruh informan mengetahui dirinya seorang homoseksual semenjak duduk di bangku SMP.

(54)

“…Hehehehehe aku udah sukak cowok sejak SMP sihhh…” (SA, 32 tahun)

“…Ehmmmm udah lupah nek sejak kapan sadarnya, tapi kalo gak salah udah sejak SMP gitu deh…” (AD, 26 tahun)

“Jujur deh yah dek, abang udah mulai ngerasa sukak sama cowok itu yah sejak SMP…” (AP, 25 tahun)

Homoseksual atau penyuka sesama jenis sudah tidak asing lagi di masyarakat modern ini dan bahkan fenomena ini sekarang sudah tampak nyata dan kasat mata bermunculan di tempat-tempat umum. Sangat berbeda dengan tahun-tahun silam dimana para penyuka sesama jenis hanya berani tampil di tempat-tempat tertentu yang diperuntukkan khusus bagi kalangan mereka.

(55)

4.3.2. Gambaran Pengetahuan Informan Mengenai IMS dan HIV/AIDS

Dari hasil wawancara tentang gambaran pengetahuan informan mengenai IMS dan HIV/AIDS, dapat dilihat bahwa seluruh informan sudah pernah mendengar dan mengetahui mengenai IMS dan HIV/AIDS. Seluruh informan juga menjelaskan tentang IMS dan HIV/AIDS sesuai dengan pengetahuan informan masing-masing. Keseluruhan informan ini memiliki gambaran pengetahuan yang tidak jauh berbeda, rata-rata seluruh informan sudah tau apa itu IMS dan HIV/AIDS serta apa saja penyebabnya dan beberapa pencegahannya.

“Ohhh…tau deh dikit-dikit cinnn, kalo AIDS itu kann penyakit menular gitu kann…kalo kita main sama pacar kita musti pakek kondom gitu, biar gak ketularan… Soalnya kan blom ada obatnya cinnn…kalo IMS taunya cuman sifilis sama raja singa doang…” (ES, 29 tahun)

”HIV/AIDS itu kan penyakit karena lemah sistem kekebalan tubuh kita, penyakit menular dan mematikan karena belum ada obatnya kannn…kalo IMS kan banyak kayak raja singa, herpes sama sifilis kann… Kan itu nular karena ngeseks yang gak aman nekkk. Makanya harus setia sama satu pasangan ajaa. Trus kalo mau ngesek yah pakek kondom donggg…”

(56)

“…kan banyak itu macam-macam IMS, raja singa, sifilis, herpes sama ada katanya namanya kutu kelamin kannnn. Trus kalo HIV/AIDS yah juga penyakit menular karena suka main sembarangan, gak pakek kondom sihhh, trus sukak main sana sini sama sembarangan orang. Bahaya banget lhoo kan itu belum ada obatnya…”

(AD, 26 tahun)

“…Kalo HIV itu kan virus yang menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS yah penyakit yang ditimbulkan virus HIV, itu kan penyakit yang menyerang sistem imun. Penyebabnya yah karena berhubungan suka gonta-ganti pasangan, “jajan” sembarangan gituuu, trus gak pake kondom lagi. Kalo IMS yah penyakit menular seksual kayak GO, sifilis trus banyak lagi macamnya…” (AP, 25 tahun)

IMS atau Seksually Transmitted Infection adalah suatu gangguan atau penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. PMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling terbesar diantaranya adalah AIDS, karena dapat mengakibatkan kematian pada penderitanya. AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Raharjo, 1999).

Dianawati (2003) menyatakan bahwa masalah-masalah IMS yang sering timbul adalah:

1. Gonorhoe

(57)

lender, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini dinamakan Gonococcus.

2. Sifilis

Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (Misalnya: baju, handuk, dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah adanya kuman Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainnya seperti selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut.

3. AIDS

Sebuah singkatan Acquired Immuno Deficiency Syndrom artinya suatu gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada dasarnya setiap orang mempunyai sistem kekebalan tubuh yang dapat melindunginya dari berbagai serangan seperti virus, kuman, dan penyakit lainnya.

4. HIV

Singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus yang menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh sehingga jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lemah. 4.3.3. Persepsi Informan tentang Hubungan Seksual Sesama Jenis Berisiko Tinggi

dalam Menularkan IMS dan HIV/AIDS.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik

Referensi

Dokumen terkait

Determinan Perilaku Pencegahan IMS dan HIV/AIDS pada Wanita Pekerja Seks (WPS) di Lokalisasi Gempol porong Kabupaten Banyuwangi; Khusnul Khotimah; 072110101071;

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sosialisasi dan konseling tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap waria di

Saudara diundang untuk berpartisipasi dalam studi pengaruh sosialisasi dan konseling tentang infeksi menular seksual (IMS) HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap waria di

Seks Lelaki (LSL) tentang HIV/AIDS dan VCT dalam peningkatan demand pada pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Klinik IMS dan VCT Puskesmas Teladan

Persepsi Lelaki Seks Lelaki (LSL) Tentang HIV/AIDS dan VCT dalam Peningkatan Demand pada Pelayanan Voluntary Counseling And Testing (VCT) di Klinik IMS

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan mengenai HIV- AIDS cukup baik, semua informan merasa pekerjaan mereka berisiko tinggi, jika terinfeksi HIV akan merasa

Komunitas anda pernah memberikan pujian kepada anda apabila anda memiliki perilaku kesehatan yang baik dalam upaya pencegahan HIV-AIDS.. Komunitas anda pernah memberikan hadiah

Artinya bahwa remaja yang mempunyai sikap lebih permisif terhadap perilaku seks berisiko HIV/AIDS dan IMS mempunyai kecenderungan berperilaku seksual lebih berisiko