• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku - Gambaran Perilaku Komunitas GWL (Gay, Waria, Dan Lelaki Seks Lelaki) Terhadap Pemeriksaan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS Dan HIV/AIDS Di Kota Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku - Gambaran Perilaku Komunitas GWL (Gay, Waria, Dan Lelaki Seks Lelaki) Terhadap Pemeriksaan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS Dan HIV/AIDS Di Kota Medan Tahun 2012"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perilaku

Perilaku manusia bersifat kompleks, perilaku manusia dapat terjadi karena berbagai sebab dan terarah pada berbagai tujuan. Perilaku manusia tidak terlepas dari

keberadaan dirinya sebagai makhluk biologis, makhluk individu, makhluk sosial, makhluk religius, dan sebagainya.

Menurut Skinner, perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar) dan kemudian organisme tersebut memberikan respons. Teori ini disebut dengan teori “SOR” atau Stimulus Organisme Respons. Respon ini

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation

karena dapat menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

2. Operant respons atau instrumental, yaitu respon yang timbul dan berkembang

kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut

reinforcing stimulation atau reinforce, karena dapat memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(2)

yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu dinamakan dengan covert behaviour atau unobservable behaviour.

2. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat di amati atau di lihat. Oleh sebab itu dinamakan dengan Overt Behaviour. (Notoatmodjo, 2005)

Menurut Bloom seorang ahli psikologi pendidikan dalam Notoatmodjo (2005),

perilaku dibedakan dalam tiga kawasan (domain) yakni Cognitive Domain, Afektif Domain, Psycomotor Domain. Ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap dan

tindakan.

2.1.1. Pengetahuan

Berdasarkan revisi taksonomi Bloom ada empat macam dimensi pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Jenis-jenis pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan

penjenjangan dari yang sifatnya konkret (faktual) hingga yang abstrak (metakognitif). Dalam taksonomi yang lama, pengetahuan metakognitif belum dicantumkan sebagai jenis

pengetahuan yang juga harus dipelajari.

a. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge): pengetahuan yang berupa potongan potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu

(3)

terminology (knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element).

1. Pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology): mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali

terminologi yang khas untuk disiplin ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang terminologi: pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan

tentang istilah ilmiah, dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.

2. Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific

details and element): mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu

dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik. Beberapa contoh pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya pengetahuan

tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang produk suatu negara, dan pengetahuan tentang sumber informasi. Karena fakta sangat banyak jumlahnya, pendidik perlu memilih dan memilah fakta mana yang

sangat penting dan fakta mana yang kurang penting. (Widodo, 2006)

b. Pengetahuan konseptual: pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan

antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan

konseptual, yaitu pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan

(4)

1. Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori: mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang

ilmu tertentu. Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat penting sebab pengetahuan ini juga menjadi dasar dalam mengkelasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa kemampuan

melakukan kelasifikasi dan kategorisasi yang baik siswa akan kesulitan dalam belajar. Beberapa contoh pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori:

pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang masa geologi, dan pengetahuan tentang pengelompokan tumbuhan.

2. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: mencakup abstraksi hasil

observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip atau generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi dari sejumlah fakta, kejadian, dan saling

keterkaitan antara sejumlah fakta. Prinsip dan generalisasi biasanya cenderung sulit untuk dipahami siswa apabila siswa belum sepenuhnya menguasai fenomenafenomena yang merupakan bentuk yang “teramati” dari suatu

prinsip atau generalisasi. Beberapa contoh pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: pengetahuan tentang hukum Mendel, pengetahuan tentang

seleksi alamiah, dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar.

c. Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur: mencakup pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan saling keterkaitan antara keduanya yang

menghasilkan kejelasan terhadap suatu fenomena yang kompleks. Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur merupakan jenis pengetahuan yang sangat

(5)

d. Pengetahuan prosedural: pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural

berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

1. Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu

bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme: mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu

bidang ilmu atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Beberapa contoh pengetahuan yang termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan tentang keterampilan menimbang, pengetahuan

mengukur suhu air yang dididihkan dalam beker gelas, dan pengetahuan tentang memipet.

2. Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu: mencakup pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu.

Pengetahuan tentang teknik dan metode lebih mencerminkan bagaimana ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan masalah yang

dihadapi. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya, pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang metode ilmiah.

3. Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu prosedur tepat untuk digunakan: mencakup pengetahuan tentang kapan suatu teknik, strategi,

(6)

teknik atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik atau metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan

kondisi yang dihadapi saat itu. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan jenis-jenis tulisan, pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk memecahkan

masalah, dan pengetahuan memilih metode statistika yang sesuai untuk mengolah data.

e. Pengetahuan metakognitif: mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya orang menjadi semakin

sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila seseorang bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

(Widodo, 2006)

1. Pengetahuan strategik: mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Pengetahuan jenis ini dapat

digunakan bukan hanya dalam suatu bidang tertentu tetapi juga dalam bidangbidang yang lain. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya:

pengetahuan bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara untuk mengingat, dan pengetahuan tentang strategi perencanaan untuk mencapai tujuan.

2. Pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang konteks dan kondisi yang sesuai: mencakup pengetahuan tentang jenis

(7)

pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu. Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa buku

pengetahuan lebih sulit dipahami dari pada buku populer dan pengetahuan bahwa meringkas bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman.

3. Pengetahuan tentang diri sendiri: mencakup pengetahuan tentang kelemahan

dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. Salah satu syarat agar siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri adalah kemampuannya untuk mengetahui

dimana kelebihan dan kekurangan serta bagaimana mengatasi kekurangan tersebut. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa seseorang yang ahli dalam suatu bidang belum tentu ahli dalam bidang lain,

pengetahuan tentang tujuan yang ingin dicapai dan pengetahuan tentang kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan suatu tugas.

Adapun berdasarkan revisi taksonomi Bloom juga terdapat beberapa tingkatan pengetahuan yang baru sebagai berikut:

a. Menghafal (Remember): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam

memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi

bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali

(recognizing) dan mengingat (recalling).

b. Memahami (Understand): mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan

(8)

pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Karena penyususn skema

adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengklasifikasikan (classifying), meringkas

(summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

c. Menganalisis (Analyzing): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup

dalam menganalisis: membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).

d. Mengevaluasi: membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).

e. Membuat (create): menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini,

yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).

2.1.2. Sikap

Merupakan respon yang masih tertutup pada suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung akan di lihat akan tetapi harus ditafsirkan terlebih

(9)

Sikap terdiri atas beberapa tingkatan : 1. Menerima (receiving)

Mau dan memperhatikan stimulus tahu objek yang diberikan. 2. Merespon (responding)

Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah. 4. Bertanggung jawab (responsible)

Mempunyai tanggung jawab atas segala resiko terhadap sesuatu yang sudah

dipilihnya.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak. Secara

langsung dapat dinyatakan bagaiman pendapat atau pertanyaan respon terhadap suatu objek. Orang bisa berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tingkatannya. Namun secara tidak mutlak

dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau

suatu kondisi yang memungkinkan.

Tindakan dibedakan menjadi beberapa tingkatan:

(10)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model)

Health Belief Model (HBM) telah berkembang pada tahun 1950 oleh ahli

psikologi sosial. Berkembangnya pelayanan kesehatan akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh pemerintah (Glanz, 2002).

Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu:

1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu

(11)

2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.

3. Perilaku itu sendiri.

Health Belief Model merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Menurut HBM, kemungkinan seseorang

melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi secara langsung dari hasil dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief), antara lain sebagai berikut :

1. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness). Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu, jika ancaman yang

dirasakan meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman ditentukan oleh:

− Ketidak-kebalan yang dirasakan (perceived vulnerability)

− Keseriusan yang dirasakan (perceived of severity)

− Petunjuk untuk berperilaku (cues to action) seperti: media masa, kampanye,

nasehat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain, dll.

2. Pertimbangan keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Pertimbangan antara

keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak. Ancaman, keseriusan, ketidak-kebalan dan pertimbangan keuntungan serta dan kerugian, dipengaruhi oleh:

− Variabel demografis, yaitu usia, jenis kelamin, latar belakang budaya.

− Variabel sosiopsikologis, yaitu kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial.

(12)

2.3. Teori Lawrence Green

Menurut Green ada beberapa faktor yang menjadi determinan terhadap perubahan perilaku (behaviour) seseorang, yaitu:

1. Predisposing Factors : faktor-faktor predisposisi yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Enabling Factors : faktor-faktor yang memungkinkan terwujudnya perubahan

perilaku,seperti adanya fasililitas, lingkungan, dan sebagainya. 3. Reinforcing Factors : faktor-faktor pendorong terjadinya perilaku.

Rumus Teori Green:

2.4. Homoseksual

2.4.1.Sejarah Homoseksual

Seksualitas mengandung makna yang sangat luas karena menyangkut aspek

kehidupan yang menyeluruh, terkait dengan jenis kelamin biologis maupun sosial (gender), orientasi seksual, identitas gender dan perilaku seksual. Seksualitas adalah

sebuah proses sosial yang menciptakan dan mengarahkan hasrat atau birahi manusia (the

B = f (PF, EF, RF)

B = Behaviour F = function

(13)

socially constructed expression of erotic desire), dan dalam realitas sosial, seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik,

agama dan spiritual. Seksualitas sejatinya merupakan hal yang positif, selalu berhubungan dengan jati diri seseorang dan juga kejujuran seseorang terhadap dirinya. Sayangnya, masyarakat umumnya masih melihat seksualitas sebagai hal yang negatif,

sehingga tidak pantas atau tabu dibicarakan. Studi tentang seksualitas memperkenalkan tiga terminologi penting menyangkut seksualitas manusia, yaitu : identitas gender,

orientasi seksual dan perilaku seksual.

Homoseksual ada disemua budaya dan lapisan masyarakat serta disepanjang sejarah. Homoseksual merupakan istilah yang diciptakan pada tahun 1869 oleh bidang

ilmu psikiatri di Eropa, untuk mengacu pada suatu fenomena yang berkonotasi klinis. Pengertian homoseks tersebut pada awalnya dapat dikategorikan sebagai perilaku

menyimpang. Pengertian homoseks kemudian terbagi dalam dua istilah yaitu Gay dan Lesbi. Hawkin pada tahun 1997 menuliskan bahwa istilah Gay atau Lesbi dimaksudkan sebagai kombinasi antara identitas diri sendiri dan identitas sosial yang mencerminkan

kenyataan bahwa orang memiliki perasaan menjadi dari kelompok sosial yang memiliki label yang sama. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis kelamin laki-laki dan istilah

lesbian mengacu pada jenis kelamin perempuan (Hartanto, 2006).

Komunitas gay dipandang rentan terhadap penularan PMS dan HIV/AIDS. Mengingat perilaku seksual komunitas gay yang cenderung bebas dan berganti ganti

pasangan serta rendahnya informasi tentang kesehatan reproduksi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umur 18-29 tahun sebanyak 45% telah menjadi mitra

(14)

menjadi sangat serius, karena dapat menyerang dalam cakupan luas ke seluruh penjuru dunia. PMS juga dapat dengan mudah menyebar dari satu orang kepada orang lain. PMS

yang dapat menularkan pada komunitas homoseksual adalah Gonorhoe, Sipilis, dan Herpes kelamin. Tetapi yang paling besar diantaranya adalah HIV/AIDS, karena mengakibatkan kematian pada penderitanya, karena AIDS tidak bisa diobati dengan

antibiotik (Zohra dan Raharjo, 1999).

Pada tahun 1973 homoseksualitas dihilangkan sebagai suatu kategori diagnostik

oleh American Psychiatric Association dan dikeluarkan dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Hal ini disebabkan karena pandangan bahwa homoseksualitas adalah suatu gaya hidup alternatif, bukannya suatu gangguan patologis

dan homoseksualitas terjadi dengan keteraturan sebagai suatu variasi seksualitas manusia (Davison GC. dkk, 2005). Penelitian dilakukan oleh Alfred C. Kinsey pada tahun 1948

menemukan bahwa 10 % laki-laki adalah homoseksual, sedangkan wanita sebesar 5 %. Kinsey juga menemukan bahwa 37 % dari semua orang yang melaporkan suatu pengalaman homoseksual pada suatu saat dalam kehidupannya, termasuk aktivitas

seksual remaja (Kaplan dkk, 1997). Penelitian menunjukkan bahwa hubungan anak laki-laki dan laki-laki-laki-laki lain di negara Peru dengan angka 10 - 60%, di Brazil 5 - 13%, di

Amerika 10 - 14%, di Botzwana 15%, dan di Thailand 6-16%. Beberapa laki-laki menyadari bahwa dirinya Homoseksual atau Gay. Mereka melakukan hubungan seksual jangka panjang dengan wanita dan kadang-kadang melakukan hubungan seks dengan pria

dan sering tanpa diketahui pasangan wanitanya. Dalam kasus ini, hubungan seks mungkin dilakukan antara pria, karena memang hanya pria saja yang tersedia sebagai

(15)

Perilaku homoseksual sudah dikenal manusia sejak zaman Nabi Luth as, yaitu kaum Sodom dan Gomorah. Hingga kini keberadaannya tetap ada, bahkan Amerika

Serikat dan beberapa Negara Eropa (seperti: Belanda dan Denmark) justru telah mensahkan perkawinan sejenis. Homoseksual terdiri dari: pertama, gay yaitu laki-laki yang menyukai laki-laki. Kedua, lesbian, yaitu wanita yang menyukai wanita. Ketiga,

waria, yaitu laki-laki yang merasa dirinya wanita dan tertarik hanya kepada laki-laki. Adapun pola hubungan seksnya antara lain: fellatio, cunillingus dan anal.

Upaya ilmuwan menguak tabir homoseksual pernah dilakukan. Pada tahun 1991, ilmuwan dari California melaporkan hasil CT scaning (penyinaran) terhadap otak pria

gay dan pria normal. Yang ternyata berbeda. Kemudian tahun 1993, ilmuwan dari National Institut of Health (N,I,H) di Marylnd Amerika menemukan adanya unsur DNA pada kromosom X yang menentukan orientasi seksual seseorang.

Sementara itu, temuan menggemparkan terjadi dalam riset yang dikemukakan Ward dari N.I.H. dalam eksperimennya, mereka menggunakan sejumlah lalat yang telah ditransplantasi gen tunggal. Kemudian kumpulan lalat tersebut dimasukan ke dalam

botol. Hasilnya menunjukkan, lalat betina cenderung berada pada bagian atas dan bawah botol. Sedangkan lalat jantan hanya berada pada bagian tengah dan membentuk ikatan

rantai (bergerombol). Yang menakjubkan, lalat jantan ternyata berperilaku gay, sedangkan lalat betina tetap normal.

Laporan yang ditulis dalam U.S National Academy Of Science tahun 1995 ini

lantas menjadi rujukan sejumlah ilmuwan bahwa perilaku homoseksual memiliki asal usul genetik atau sifat alami (natural), sama seperti warna kulit, rambut, mata dan

(16)

itu berperilaku gay, sedangkan lalat betina tetap normal. Dalam eksperimen berikutnya malah menunjukan bahwa lalat jantan mampu membuahi lalat betina.

2.4.2.Pengertian Homoseksual

Kata homoseksual berasal dari dua kata, yang pertama adalah berasal dari kata

homo” yang berarti sama, yang kedua “seksual” berarti mengacu pada hubungan kelamin, hubungan seksual. Sehingga homoseksual adalah aktivitas seksual dimana dilakukan oleh pasangan yang sejenis (sama) kelaminnya.

Sedangkan pengertian lain dari homoseksual adalah rasa tertarik secara perasaan (rasa kasih sayang, hubungan emosial) dan atau secara erotik, baik secara lebih menonjol

(predominan) atau semata-mata (eksklusif), terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama dengan atau tanpa hubungan fisik (jasmaniah). Istilah gay menunjukkan pada homophile laki-laki. Gay berarti orang yang meriah. Istilah ini muncul ketika lahir

gerakan emansipasi kaum homoseks (laki-laki maupun perempuan) yang dipicu oleh peristiwa Stonewall dari New York pad tahun 60-an. (Oetomo, 2001).

2.4.3.Penyebab Terjadinya Homoseksual

Menurut Kartono (1989), Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama. Banyak

teori-teori yang menjelaskan sebab-sebab homoseksualitas diantaranya adalah : a. Faktor herediter berupa tidak seimbangnya hormon-hormon seks

b. Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan

kematangan seksual yang normal

(17)

d. Pengalaman traumatis dengan ibunya sehingga timbul kebencian atau antisipasi terhadap ibunya dan semua wanita.

2.5.Komunitas Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki (GWL)

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, homoseksual terbagi atas dua yaitu gay dan lesbian. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis kelamin laki-laki dan istilah lesbian

mengacu pada jenis kelamin perempuan (Hartanto, 2006). Adapun pada saat ini kaum gay terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu yang sering disebut dengan GWL (Gay, Waria

dan Lelaki Seks Lelaki).

Kota Medan yang merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia sendiri sudah dikatakan kota metropolitan dimana dengan jumlah penduduk nya yang sangat banyak

tidak jauh dari gaya hidup menyimpang dan perilaku seksual yang menyimpang atau beresiko. Berdasarkan data yang didapat dari KPA Kota Medan pada Tahun 2011 jumlah

komunitas GWL (Gay, Waria dan LSL) di Kota Medan sebanyak 2.363 orang. Yang terdiri atas Waria sebanyak 664 orang, Gay sebanyak 1.572 orang serta LSL sebanyak 127 orang.

2.6.Perbedaan Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki (LSL). 2.6.1. Ciri-Ciri Gay

Gay adalah istilah laki-laki yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama laki-laki atau disebut juga laki-laki yang mencintai laki-laki secara fisik, seksual, emosional ataupun secara spiritual. Secara psikologis, gay adalah seorang laki-laki yang

penuh kasih. Mereka juga rata-rata mempedulikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-apa saja yang terjadi pada pasangannya.

(18)

a. Umumnya mereka merupakan golongan yang tertutup, hanya sedikit dari mereka yang mengakui identitasnya sebagai gay. Mereka cenderung terbuka

hanya dalam kalangan tertentu saja, misalnya sesama homoseks, keluarga, atau teman dekat.

b. Umumnya mereka sudah memiliki pasangan tetap masing-masing.

c. Pasangan gay umumnya memiliki peran masing- masing dalam melakukan hubungan seksual, yaitu ada yang berperan sebagai lelaki (partner penetratif)

dan ada yang berperan sebagai perempuan (partner reseptif). d. Biasanya kaum gay memiliki gaya metroseksual.

2.6.2.Ciri-Ciri Waria

Kaum waria di kota-kota besar pada umumnya sudah tidak tertutup lagi. Adapun ciri-ciri umum dari seorang waria adalah:

a. Memiliki peran sebagai seorang perempuan (partner reseptif) dalam melakukan hubungan seksual.

b. Berdandan layaknya seorang perempuan.

c. Memiliki sifat feminin layaknya seorang perempuan.

d. Melakukan hubungan seks dengan laki-laki demi mendapatkan uang (pekerja

seks). Selain itu seorang waria umumnya sudah memiliki pelanggan tetap. 2.6.3.Ciri-Ciri Lelaki Seks Lelaki (LSL)

Adapun ciri-ciri dari seorang LSL adalah sebagai berikut:

a. Laki-laki yang secara eksklusif berhubungan seks dengan laki-laki lain.

b. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tapi sebagian besarnya

(19)

c. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki maupun perempuan tanpa ada perbedaan kesenangan.

d. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain dikarenakan mereka tidak mempunyai akses untuk seks dengan perempuan, misalnya di penjara, ketentaraan, dan lain-lain.

2.7. Perilaku Seksual

Perilaku seksual terdiri atas dua yakni hubungan seksual (intercourse) dan selain

hubungan seksual (non intercourse). Perilaku seksual selain hubungan seksual (non intercourse) diantaranya seperti berpegangan tangan, berpelukan, berciuman dan masturbasi. Sedangkan yang termasuk hubungan seksual (intercourse) yakni :

1. Orogenital

Merupakan hubungan seksual dengan melakukan rangsangan melalui mulut pada

organ seks pasangannya. Orogenital disebut juga oral seks yang berarti hubungan seksual secara oral (mulut) dengan alat kelamin. Jika yang melakukan oral seks adalah laki-laki, sebutannya cunnilingus. Sedangkan jika yang melakukan oral seks

adalah perempuan maka sebutannya fellatio.

2. Anogenital

Merupakan hubungan seksual yang dilakukan dengan memasukkan penis ke dalam anus atau anal, sehingga anogenital disebut juga dengan anal seks. Aktivitas seksual seperti ini sangat berbahaya karena anus mengandung banyak bakteri sumber

(20)

Merupakan hubungan seksual yang dilakukan antara kelamin dengan kelamin yaitu hubungan seksual yang memasukkan penis ke dalam vagina atau hubungan seksual

secara vaginal. Hubungan seksual ini tidak akan menimbulkan rasa ketakutan terhadap penyakit menular seksual, resiko hamil diluar nikah, ataupun berdosa bila dilakukan dengan benar menurut etika, moral dan agama yaitu jika dilakukan melalui sebuah

ikatan pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilandasi dengan rasa cinta.

2.8. Perilaku Seksual Berisiko

Perilaku seks aman adalah perilaku seks tanpa mengakibatkan terjadinya

pertukaran cairan vagina dengan sperma. Hubungan seks tanpa menggunakan kondom merupakan perilaku seks tidak aman dari penularan penyakit menular seksual.

Penelitian menunjukkan (Dalam Triningsih, 2006) bahwa perilaku seksual pada

gay dapat dibedakan menjadi 2 kategori yaitu: 1. Perilaku oral genital, memeluk, dan mencium.

2. Seks anal.

2.9. Penyakit Menular Seksual (PMS) yang Beresiko terhadap Komunitas GWL PMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. PMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling terbesar

(21)

Dianawati (2003) menyatakan bahwa masalah-masalah PMS yang sering timbul adalah:

1. Gonorhoe

Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang selaput

lender, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini dinamakan Gonococcus.

2. Sifilis

Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular (Misalnya: baju, handuk, dan

jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adalah adanya kuman Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainnya seperti selaput lendir, anus,

bibir, lidah dan mulut. 3. AIDS

Sebuah singkatan Acquired Immuno Deficiency Syndrom artinya suatu gejala

menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada dasarnya setiap orang mempunyai sistem kekebalan tubuh yang dapat melindunginya dari berbagai serangan seperti virus,

kuman, dan penyakit lainnya. 4. HIV

Singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus yang

menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh sehingga jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lemah.

(22)

Komunitas GWL merupakan kelompok yang sangat rentan tertular IMS dan HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan mereka melakukan hubungan seksual yang tidak aman,

baik yang dilakukan secara anal maupun oral. Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS bahwa perilaku anal seks pada komunitas LSL sebagian besar dilakukan tanpa menggunakan kondom, dan hanya 11%-32% saja yang melakukan

hubungan seks dengan menggunakan kondom. Pada kelompok waria, yang menjadi pekerja seks rata-rata penggunaan kondom juga masih sangat rendah yaitu 12,8%-48%.

Menurut CDC (2009), faktor-faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS dikalangan GWL adalah sebagai berikut:

1. Prevalensi HIV yang tinggi.

Perilaku seksual yang berisiko diantara kalangan gay dan biseksual menyebabkan tingginya prevalensi HIV yang berarti mereka menghadapi risiko

lebih besar terkena infeksi.

2. Kurangnya pengetahuan tentang status HIV.

Peneltian menunjukkan bahwa orang yang sudah mengetahui dirinya

terinfeksi mengambil langkah-langkah untuk melindungi pasangan mereka. Namun, banyak GWL yang tidak menyadari status mereka dan mungkin tanpa

sadar akan menularkan virus kepada orang lain. 3. Kekurangpedulian terhadap risiko.

Sikap kurang peduli terhadap risiko HIV, kemungkinan memainkan peran

(23)

menganggap remeh risiko pribadi, dan keyakinan keliru bahwa karena kemajuan pengobatan, HIV bukan lagi merupakan ancaman kesehatan yang serius.

4. Sosial diskriminasi dan isu-isu budaya.

Untuk beberapa GWL, faktor sosial dan ekonomi, termasuk homophobia, stigma dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan dapat meningkatkan perilaku

berisiko atau menjadi penghalang untuk menerima layanan pencegahan HIV. 2.11. Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIV/AIDS

Dalam rangka meningkatkan cakupan program HIV dan AIDS yang relatif masih sangat terbatas bagi komunitas Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki lainnya (GWL), Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama dengan Jaringan GWL-INA

beserta beberapa pelayanan kesehatan terkait mengembangkan Program LSL-KPAN yang dilaksanakan di 10 kota sebagai tahap awal pelaksanaannya termasuk didalamnya

adalah kota Medan.

KPA Nasional telah menyusun Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014. Salah satu dari 7 strategi dalam SRAN

tersebut adalah: Mengembangkan program yang komprehensif untuk menanggulangi HIV dan AIDS pada GWL / MSM”. Salah satu tujuan dari strategi ini adalah

Meningkatkan ketersediaan layanan pemeriksaan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS, yang dihubungkan dengan program positive prevention yang kuat, yang berkualitas tinggi, bersahabat, dan mudah dijangkau / diakses bagi komunitas GWL.

Adapun program positive prevention yang kuat adalah meningkatkan cakupan layanan konseling dan testing HIV pada GWL, meningkatkan kualitas layanan konseling

(24)

terdiagnosis positf HIV mendapat akses ke layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS, mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA GWL , serta meningkatkan

kualitas layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS.

Berikut merupakan data pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan:

Tabel 2.1. Data pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV/AIDS di Kota Medan 2011

NO PROVINSI KOTA KECAMATAN LAYANAN KESEHATAN

1. Sumatera Utara

Medan

Medan Perjuangan

Klinik VCT RS. PIRNGADI MEDAN

2.

Medan Tuntungan

VCT Pusyansus RSUP Adam Malik

3.

Medan Baru

Klinik VCT RS. Bhayangkara Medan

4.

Medan Barat

Rumkit Kesdam Putri Hijau VCT Kartika

Klinik IMS & VCT Bestari Medan

9. Medan Baru Puskesmas Padang Bulan

10. Medan Kota Puskesmas Teladan

(25)

diatas, maka dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh komunitas GWL secara gratis.

Adapun beberapa fasilitas kesehatan gratis yang disediakan oleh beberapa pelayanan kesehatan diatas adalah sebagai berikut:

a. Pemberian informasi, pencegahan dan pengobatan tentang IMS dan HIV/AIDS.

b. Pelayanan VCT (Voluntary Counselling and Testing) gratis, merupakan pelayanan konseling dan pemeriksaan sukarela yang bersifat rahasia dengan tujuan untuk mengetahui apakah sesorang menderita IMS dan HIV/AIDS.

(26)

2.12. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka kerangka pikir penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian

- Merasakan

pendidikan, sosial ekonomi dan pengetahuan.

- Anjuran dari orang lain

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka teori penelitian

Referensi

Dokumen terkait

1. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik individu LSL yang memiliki pengaruh terhadap perilaku pencegahan HIV-AIDS adalah tingkat pendidikan (p=0,002), status

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 38 orang responden (76%) menilai bahwa komunitas LSL yang mereka ikuti tidak memberikan dukungan emosional terhadap perilaku