• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat dan Pola Konsumsi Beras Masyarakat Kota Medan Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Perumahan Taman Setia Budi Indah (TASBI) Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang; Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru; Kelurahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat dan Pola Konsumsi Beras Masyarakat Kota Medan Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Perumahan Taman Setia Budi Indah (TASBI) Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang; Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru; Kelurahan "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan

merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu

bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam

jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman

dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang

waktu.

Pola pangan pokok menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan.

Di daerah dengan pola pangan pokok beras biasanya belum puas atau mengatakan

belum makan apabila belum makan nasi, meskipun perut sudah kenyang oleh

makanan lain non beras (Khumaidi, 1994).

Setiap daerah mempunyai gambaran pola konsumsi dengan menu yang

spesifik dan sudah membudaya serta tercermin didalam tatanan menu

sehari-hari. Akan tetapi menu yang tersedia biasanya kurang memenuhi norma

kecukupan gizi, sehingga pelu ditingkatkan kualitasnya dengan tidak merubah

karakteristiknya, agar tetap dapat diterima oleh masyarakat setempat

(Kardhinata, H dan Zulhery Noer, 2009).

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi dalam Kardhinata, H dan

Zulhery Noer (2009), bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat

dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada

(2)

pangan yang tersedia. Secara Nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai

berikut.

1. Padi-padian : beras, jagung, sorgum dan terigu.

2. Umbi-umbian : ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu.

3. Pangan hewani : ikan, daging, susu dan telur.

4. Minyak dan lemak : minyak kelapa, minyak sawit.

5. Buah/biji berminyak : kelapa daging.

6. Kacang-kacangan : kedelai, kacang tanah, kacang hijau.

7. Gula : gula pasir, gula merah.

8. Sayur dan buah : semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa

dikonsumsi.

9. Lain-lain : teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman

jadi.

Beras merupakan bahan pangan pokok sumber karbohidrat yang masih

menjadi prioritas utama di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga beras

merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai strategis, baik dari segi

ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik. Komoditas padi telah menjadi

perhatian pemerintah agar beras tetap tersedia sepanjang tahun dengan harga yang

cukup terjangkau (Dermoredjo, 2008).

Menurut Amang B. dan Husein dalam Hutagalung (2007), beras bagi

kehidupan bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Dari jenis bahan

pangan yang dikonsumsi, beras memiliki urutan yang pertama. Hampir seluruh

(3)

merupakan nutrisi penting dalam struktur pangan, karena itu peranan beras

memiliki peranan strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 mencatat konsumsi beras orang

Indonesia mencapai 113,48 kg per kapita per tahun. Walaupun turun dari tahun

sebelumnya, yakni 139,15 kg per kapita, konsumsi beras orang Indonesia masih

yang tertinggi di dunia. Rata-rata orang Asia mengonsumsi beras 65-70 kg per

kapita dan konsumsi beras global tahun 2007 sebanyak 64 kg per kapita

(Anonimous, 2012).

Konsumsi beras tidak hanya melibatkan kuantitas, namun di lain pihak

konsumsi beras juga meliputi perilaku konsumsi yaitu bagaimana sifat dan

kebiasaan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi beras tersebur. Sifat dan

kebiasaan konsumsi dapat diamati melalui sifat yang terbentuk dari kebiasaan

(Lastry, 2006).

Landasan Teori

Tingkat dan Pola Konsumsi

Faktor-Faktor utama yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah

Pendapatan, dimana korelasi keduanya bersifat positif, yaitu semakin tinggi

tingkat pendapatan (Y) maka konsumsinya (C) juga makin tinggi. Menurut teori

konsumsi Keynes, jumlah konsumsi saat ini (current disposable income)

berhubungan langsung dengan pendapatannya. Hubungan antara kedua variabel

tersebut dapat dijelaskan melalui fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi

menggambarkan tingkat konsumsi pada berbagai tingkat pendapatan

(4)

James Dusenberry dalam Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan

Relatif mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan

terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan

berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk

konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa

mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi

mereka juga akan betambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan

saving akan bertambah besar dengan pesatnya (Gilarso, 2011).

Menurut Sayogyo dalam Badan Ketahanan Pangan Kota Medan (2010)

menggunakan tingkat konsumsi beras perkapita sebagai indikator kemiskinan. Dia

membedakan tingkat konsumsi beras di daerah perdesaan dan perkotaan. Untuk

daerah perdesaan, apabila seseorang hanya mengkonsumsi beras kurang dari

240 kg pertahun, maka yang bersangkutan digolongkan sangat miskin, sedangkan

untuk daerah perkotaan ditentukan sebesar 360 kg beras perorang pertahun.

Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang

dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi

masyarakat ini dapat menunjukkan keberagaman pangan masyarakat yang

selanjutnya dapat diamati dari parameter Pola Pangan Harapan (PPH). Pola

Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada

sumbangan energi dari kelompok pangan utama dari suatu pola ketersediaan dan

atau pola konsumsi. Pola konsumsi pangan msayarakat belum beragam karena

masih didominasi olek kelompok padi-padian (56,3 %) teruatama beras (86,3 %)

(5)

Menurut Pratiwi dalam Sari (2007), pola konsumsi masyarakat ditentukan

oleh beberapa faktor, seperti kondisi geografi, agama, tingkat sosial ekonomi,

pengetahuan akan pangan dan gizi, serta ketersediaan pangan. Menurut Kamus

Istilah Ketahanan Pangan, pola konsumsi didefinisikan sebagai susunan makanan

yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan ratarata per orang per hari yang

umum dimakan/dikonsumsi penduduk dalam waktu tertentu. Secara khusus, pola

konsumsi menunjukkkan bagaimana makanan dikonsumsi, termasuk jumlah,

jenis, keragaman dan frekuensi konsumsinya.

Penelitian terdahulu mengenai perilaku konsumsi beras oleh Slamet (2003)

menunjukkan bahwa kelas sosial sangat berpengaruh terhadap perbedaan sikap

serta tindakan yang diambil oleh konsumen yang dibagi atas kelas bawah dan

kelas atas. Perbedaan kelas pada konsumen menimbulkan perbedaan dalam

perilaku konsumsi beras yang dapat dilihat dari pola konsumsi termasuk pola

pembelian. Pada penelitian ini dikaji pola konsums beras yang terbentuk pada

rumah tangga dengan mengelompokkan responden / konsumen menurut status

dan kelas sosial yang ada di masyarakat (Lastry, 2006).

Menurut Husodo dalam Asis (2007) mengemukakan pada masa ini sedang

terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pola konsumsi pangan masyarakat

kita. Perubahan-perubahan penting tersebut antara lain:

 Meningkatnya konsumsi pangan yang berasal dari gandum seiring dengan

meningkatnya pendapatan masyarakat, terutama kelompok berpendapatan

tinggi, juga oleh modernisasi dan globalisasi. Konsumsi roti dan mie

meningkat tinggi, sementara gandum tidak bisa kita produksi,

(6)

 Menurun secara pesat tingkat konsumsi umbi-umbian (ubi kayu dan ubi

rambat) untuk konsumsi manusia langsung. Namun untuk bahan baku

industri, permintaan umbi-umbian cenderung meningkat.

 Konsumsi pangan olahan dan siap konsumsi meningkat dengan cepat dan

pangan jenis ini bahan bakunya sebagian berasal dari impor, khususnya

untuk masyarakat kota yang berpendapatan tinggi.

 Meningkatnya konsumsi jagung dan kedelai untuk pakan ternak.

Permintaan masyarakat akan bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa

faktor utama yakni tingkat harga bahan pangan, pendapatan rata-rata masyarakat

dan cita rasa masyarakat (pola konsumsi masyarakat) terhadap bahan pangan

(Sukirno, 2003).

Menurut Aswar dalam Asis (2007) mengemukakan pola pangan lokal

seperti jagung dan ubi kayu telah ditinggalkan masyarakat, berubah ke pola beras

dan pola mie. Kualitas pangan juga masih rendah, kurang beragam dan masih

didominasi pangan sumber karbohidrat. Ketergantungan akan beras yang masih

tinggi di kalangan masyarakat dan meningkatnya tingkat konsumsi mie secara

signifikan menjadikan upaya diversifikasi konsumsi pangan belum menunjukkan

keberhasilan, bahkan salah arah. Pola pangan masyarakat sebenarnya telah

beragam, walaupun tingkatannya masih belum seperti yang diharapkan, terutama

dalam standar kualitas dan kuantitasnya. Dengan demikian tingkat

keanekaragaman pangan akan berbeda menurut kelompok masyarakat. Pola

makan yang beragam diduga lebih disebabkan karena peningkatan pendapatan dan

(7)

disebabkan tidak ditunjukkan untuk mendorong keanekaragaman pangan

masyarakat tetapi untuk mempromosikan produk yang dihasilkan.

Dibawah ini ada sejumlah contoh pola konsumsi yang seimbang yang

mencakup protein, zat tepung, zat pelindung dan air yaitu :

1. Satu protein nabati dan satu protein hewani :

 Nasi (beras) – ikan – sayur

2. Dua protein nabati dan air

 Nasi (beras) – kacang tanah – tempe – pisang makan

 Nasi (beras) – kacang merah – tahu – pisanng makan

3. Tiga protein nabati dan satu protein hewani

 Nasi (beras) – kacang tanah – tempe – ikan asin – pisang makan

 Nasi (beras) – kacang merah – tahu – telur – nenas

Faktor-Faktor Sosial Ekonomi

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu

tertentu (Baliwati dkk, 2004).

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat dan pola konsumsi

beras adalah sebagai berikut.

1. Tingkat Pendapatan

Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan

cenderung membaik juga (Suhardjo, 2008).

Keluarga yang tergolong mampu dalam setiap masyarakat mempunyai

(8)

tahun, sedangkan pada keluarga kurang mampu pada masa-masa tertentu

sering mengalami kurang pangan. Hal ini menyangkut dalam peluang

mencari nafkah (Sajogyo dkk, 1994).

Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan

kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan yang rendah

sumber energi utama diperoleh dari padi-padian, umbi-umbian dan sayur.

(Suhardjo, 2008).

Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhya terhadap tingkat

konsumsi. Biasanya makin baik (tinggi) tingkat pendapatan, tingkat

konsumsi semakin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat,

kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi

menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola hidup makan konsumtif,

setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik. Contoh yang amat

sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya

beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah/menengah

(Khoirina, 2011).

2. Jumlah Anggota Keluarga

Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah

memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan

jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar

mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga

tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga

(9)

Besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya

(Anonimous, 2012).

3. Tingkat pendidikan

Menurut Djauhari dan Friyanto dalam Cahyaningsih (2008), dalam

memilih menu makanan yang mempunyai kandungan energi dan protein

yang memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat,

diperlukan tingkat pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat

pengetahuan kepala keluarga dan istri yang berperan sangat tinggi dalam

menentukan keputusan konsumsi rumah tangga.

4. Umur

Umur mempunyai pengaruh dalam mengambil suatu keputusan. Dengan

meningkatnya usia akan mempengaruhi kematangan dalam berpikr dan

bertindak, sehingga dapat mengambil keputusan secara rasional.

5. Harga Beras

Menurut Sari (2007), harga beras adalah harga tertinggi setiap kilogram

yang dibayar ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga pada pembelian

rata-rata dan dinyatakan dalam rupiah.

6. Frekuensi Konsumsi Makanan Pengganti Beras

Banyaknya responden mengkonsumsi makanan lain selain beras misalnya

makanan cepat saji (Fast Food) maupun mie instan. Hal ini

mengakibatkan konsumsi beras responden menjadi turun terutama untuk

(10)

Kerangka Pemikiran

Masyarakat Kota Medan yang menjadi sasaran penelitian adalah

masyarakat yang bertempat tinggal atau berada di Kecamatan Medan Selayang,

Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Tembung. Dari daerah penelitian

dapat diketahui tingkat konsumsi beras dan pola konsumsi beras masyarakat Kota

Medan.

Tingkat konsumsi beras adalah jumlah bahan makanan (beras) rata-rata

perorang pertahun yang dikonsumsi atau dimakan masyarakat di daerah penelitian

dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi beras masyarakat berebeda-beda

untuk setiap daerah. Daerah miskin akan cenderung mengkonsumsi beras dalam

jumlah yang sedikit dibandingkan dengan masyarakat yang berada di Kawasan

Atas (Elite).

Pola konsumsi setiap masyarakat berbeda-beda setiap harinya baik mereka

yang bertempat tinggal di Kawasan Atas (Elite), Menengah, maupun mereka yang

tinggal di kawasan Bawah. Tidak semua masyarakat dari berbagai lapisan tersebut

mengkonsumsi beras secara teratur yaitu 3 kali sehari. Pola konsumsi beras adalah

pola makan beras (nasi) masyarakat setiap harinya. Setiap manusia pasti

mengkonsumsi beras.

Tingkat konsumsi dan pola konsumsi beras masyarakat Kota Medan

dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi antara lain tingkat pendapatan, jumlah

anggota keluarga, tingkat pendidikan, umur, harga beras dan frekuensi konsumsi

makanan pengganti beras

(11)

dilakukan penelitian ilmiah. Adapun skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

 

(12)

Hipotesis Penelitian

1. Tingkat konsumsi beras masyarakat Kota Medan di daerah penelitian

berbeda-beda dilihat dari banyaknya beras yang dikonsumsi di setiap

kawasan.

2. Pola konsumsi beras masyarakat Kota Medan di daerah penelitian

berbeda-beda setiap harinya.

3. Terdapat beberapa faktor sosial ekonomi yaitu tingkat pendapatan,

jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, umur, harga beras yang

mempengaruhi pola konsumsi beras masyarakat Kota Medan yang

Gambar

gambar di bawah ini.

Referensi

Dokumen terkait

 Analisis sistem adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk merancang sistem baru atau diperbarui..  Langkah – langkah dalam tahap analisis yaitu

[r]

Seiring perkembangan teknologi informasi (TI) yang semakin pesat, kebutuhan akan suatu konsep belajar mengajar berbasis TI menjadi tidak terelakan lagi, dan untuk memenuhi

[r]

Salah satu antisipasi dalam menghandle kelemahan masing-masing standar terhadap jaringan nirkabel ini adalah dengan mengupas setiap standarisasi yang dikembangkan oleh IEEE

Jadi label prosesor 16-bit, 32-bit, atau 64-bit pada prosessor Dual-Core Intel Xeon 64-bit mencerminkan atau menunjukan aliran data yang bisa berjalan pada prosesor tersebut

Modul interaktif yang dirancang untuk membantu proses belajar mengajar khususnya di Universitas Gunadarma ini, disusun berdasarkan silabus mata kuliah pengantar basis data dan

Label B3 berbentuk persegi panjang dengan ukuran disesuaikan dengan kemasan yang digunakan, ukuran perbandingannya adalah panjang : lebar = 3:1, dengan warna dasar putih