BAB I
PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Calon Arang adalah seorang janda yang sangat ditakuti oleh masyarakat di
sekitarnya. Mariani (2003:1) mengatakan bahwa Calon Arang adalah nama salah
seorang tokoh yang terkenal dalam cerita yang telah lama terkenal di dalam
masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur. Cerita Calon Arang berisi suasana kontroversial antara kehidupan keraton dengan masyarakat kelas bawah, kontroversial
antara individu dengan lingkungan sosial, serta berisi peristiwa mistis dan gaib.
Cerita Calon Arang inilah yang dijadikan bahan oleh Pramoedya Ananta Toer
untuk diangkat menjadi sebuah novel. Sehingga, Cerita Calon Arang menjadi sebuah
novel Cerita Calon Arang.
Novel Cerita Calon Arang yaitu Calon Arang sebagai tokoh utama dalam cerita. Novel Cerita Cerita Calon Arang merupakan gambaran nyata sebuah kedengkian terhadap sesama. Di Kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Airlangga yaitu didesa
Girah ada sebuah Perguruan Ilmu Hitam atau Ilmu Sihir yang dipimpin oleh seorang
janda yang bernama Ibu Calon Arang (nama julukan dari Dayu Datu). Calon Arang
sering disebut Rangda Nateng Girah yaitu Rangda artinya Janda, Nateng artinya Raja
(Penguasa). Girah adalah nama suatu desa. Jadi ‘’Rangda Nateng Girah’’ artinya
Janda Penguasa desa Girah.
Calon Arang adalah Ratu Sihir yang sangat sakti. Calon Arang pada masa itu bisa
membuat wilayah Kerajaan Kediri mengalami Gerubug/Pageblug/Epidemi atau wabah
yang dapat mematikan masyarakat di sekitarnya dalam waktu singkat, yaitu pada
wilayah pesisir termasuk wilayah desa Girah.
Calon Arang memiliki karakter (watak) dalam cerita yang tergambar jelas dalam
setiap perkataannya dan dalam setiap interaksi yang dilakukannya kepada
orang-orang, seperti kepada murid-muridnya, putrinya, masyarakat dan musuh-musuhnya.
masyarakat yang membencinya. Wataknya yang keras tergambar saat ia berinteraksi
melawan Empu Baradah, wataknya yang pemarah tergambar saat dia berinteraksi
kasar yaitu membentak putrinya. Wataknya yang pemberani saat dia berinteraksi
menanyakan kepada murid-muridnya tentang ketakutan mereka melawan Empu
Baradah. Namun, interaksi sosial yang dilakukan Calon Arang tidak bersifat baik.
Sehingga menghadirkan masalah-masalah.
Calon Arang mempunyai seorang putri yang tidak menikah, sehingga menjadi
bahan pembicaraan masyarakat sekitar. Hal itu membuat Calon Arang tersinggung
dan menjadi marah, sehingga terjadilah konflik sosial antara Calon Arang dengan
masyarakat sekitar.
Konflik sosial Calon Arang jika dipandang dari sosiologi konflik maka,
pandangan dasar masyarakat selalu dalam kondisi bertentangan, pertikaian, dan
perubahan. Semua masalah-masalah sosial termasuk konflik adalah bagian dari
terlibatnya kekuatan-kekuatan masyarakat dalam mendapatkan kelayakan hidup atau
memenangkan keegoisan individunya.
Konflik sosial secara sosiologi konflik positivis mempertimbangkan konflik
menjadi tidak terhindarkan begitu juga dengan aspek dalam permanen kehidupan
sosial. Sehingga, berdasarkan sosiologi konflik positivis bahwa konflik sosial dapat
memberi perubahan-perubahan dalam arti positif.
Konflik sosial yang terjadi antara Calon Arang dengan masyarakat disekitarnya
sebenarnya dapat diatasi dan tidak menjadi masalah yang besar sehingga menjatuhkan
banyak korban jiwa. Seharusnya masyarakat disekitarnya tidak membicarakan tentang
keadaan putrinya secara berlebihan. Sehingga hal ini tidak menjadi pemicu dalam
masalah konflik sosial antara Calon Arang dengan masyarkat disekitarnya.
Didalam konflik sosial terdapat realitas sosial. Poloma (2004: 301)
menjelaskan istilah realitas sosial atau konstruksi sosial didefinisikan sebagai proses
sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara
Basrowi dan Sukidin (2002: 194) menyatakan bahwa konstruksi sosial
merupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger
dan Thomas Luckman. Dalam menjelaskan paradigma konstruktivis, realitas sosial
merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia
yang bebas melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu
menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksikan berdasarkan kehendaknya.
Individu bukanlah korban fakta sosial, namun sebagai media produksi sekaligus
reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.
Argyo Demartoto
menerangkan bahwa dalam
sosiologi pengetahuan atau konstruksi sosial Berger dan Luckman, manusia dipandang
sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi,
sebagaimana kenyataan objektif mempengaruhi kembali manusia melalui proses
internalisasi (yang mencerminkan kenyataan subjektif). Dalam konsep berpikir
dialektis (tesis-antitesis-sintesis), Berger memandang masyarakat sebagai produk
manusia dan manusia sebagai produk masyarakat.
Argyo Demartoto
memaparkan bahwa salah satu
inti dari sosiologi pengetahuan atau konstruksi sosial adalah menjelaskan adanya
dialektika antara diri dengan dunia sosiokultural. Proses dialektis itu mencakup tiga
momen simultan, yaitu eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural
sebagai produk yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi), dan
internalisasi (individu mengidentifikasi dengan lembaga-lembaga sosial atau
organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya).
Argyo Demartoto
menyampaikan bahwa didalam
realitas sosial terdapat masyarakat. Masyarakat adalah sebagai kenyataan objektif
sekaligus menjadi kenyataan subjektif. Sebagai kenyataan objektif, masyarakat
sepertinya berada di luar diri manusia dan berhadap-hadapan dengannya. Sedangkan,
sebagai kenyataan subjektif, individu berada di dalam masyarakat itu sebagai bagian
Argyo Demartoto
relitas sosial itu bersifat ganda dan bukan tunggal, yaitu kenyataan subjektif dan
objektif. Kenyataan atau realitas objektif adalah kenyataan yang berada di luar diri
manusia, sedangkan kenyataan subjektif adalah kenyataan yang berada di dalam diri
manusia.
Waters (1994: 35)
dalam hubungan antara individu dengan institusinya adalah sebuah dialektika
(intersubjektif) yang diekspresikan dengan tiga momen: masyarakat adalah produk
manusia, masyarakat adalah suatu kenyataan sasaran, dan manusia adalah produk
sosial.
Realitas sosial yang terdapat dalam novel Cerita Calon Arang merupakan karya sastra yang menunjukkan bahwa kehidupan sosial selalu dipenuhi dengan
masalah-masalah sosial. Namun, disamping adanya masalah-masalah yang dihadirkan, karya sastra tetap
memberi nilai seni, hiburan, pesan dan kesan kepada penikmatnya.
Saxby (dalam Nurgiyantoro, 2010:4) mengatakan bahwa sastra adalah citra dan
metafora kehidupan. Sastra pada hakikatnya adalah citra kehidupan, gambaran
kehidupan. Citra kehidupan (image of life) dapat dipahami sebagai penggambaran secara konkret tentang model-model kehidupan sebagaimana yang dijumpai dalam
kehidupan faktual sehingga mudah diimajinasikan sewaktu dibaca. Sastra tidak lain
adalah gambaran kehidupan yang bersifat universal, tetapi dalam bentuk yang relatif
singkat karena memang dipadatkan. Dalam sastra tergambar peristiwa kehidupan
lewat karakter tokoh dalam menjalani kehidupan yang dikisahkan dalam alur cerita.
Karya sastra atau sastra adalah gambaran nyata kehidupan manusia dalam
lingkungan sosialnya. Karya sastra merupakan saksi dari setiap kejadian dalam hidup
manusia. Namun, tidak semua karya sastra sesuai dengan realita kehidupan sosial
yang terjadi. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan setiap pengarang dalam
menciptakan karya sastra sangat berbeda-beda dan memiliki ciri khas tersendiri dalam
Junita (2013:1) menuliskan bahwa adanya masalah kehidupan dalam karya sastra
tersebut menunjukkan adanya pengaruh timbal-balik antara sastra dengan masyarakat.
Sebastian (2013:1) mengatakan bahwa karya sastra diciptakan sebagai tiruan
masyarakat karena menceritakan kembali realita yang terjadi dalam masyarakat. Apa
yang tertuang dalam karya sastra merupakan cerminan semangat zaman pada saat
karya tersebut diciptakan. Pengarang memanifestasikan apa yang terjadi di masyarakat
lewat media bahasa.
Mandasari (2010:8) menyatakan bahwa karya sastra adalah wujud dari
perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungannya karena pada dasarnya
karya sastra itu merupakan unsur kebudayaan manusia itu sendiri yang mampu
menggambarkan kenyataan.
Lukens (dalam Nurgiyantoro, 2010: 3) mengatakan bahwa sastra menawarkan dua
hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca
pertama-tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan
cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa
pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya suspense, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya, “mempermainkan” emosi pembaca sehingga ikut larut ke dalam arus cerita, dan kesemuanya itu dikemas dalam
bahasa yang juga tidak kalah menarik.
Ratna (2003: 134) mengatakan bahwa karya sastra pada dasarnya bukanlah
aktivitas personal, tetapi lebih banyak mengungkapkan masalah-masalah impersonal,
mengatasi batas-batas sosiologis dan periode-periode historis.
Dalam Novel Cerita Calon Arang jelas sekali terjadi masalah-masalah sosial yang tidak hanya personal, tetapi juga masalah-masalah impersonal yang dialami tokoh
utama. Selain itu, batas-batas tingkatan sosial terlihat jelas dalam novel.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka pokok permasalahan yang akan dikaji
adalah:
1. Bagaimanakah interaksi sosial tokoh utama dalam novel Cerita Calon Arang
karya Pramoedya Ananta Toer?
2. Bagaimanakah konflik sosial tokoh utama dalam novel Cerita Calon Arang
karya Pramoedya Ananta Toer?
3. Bagaimanakah cara tokoh utama dalam mengatasi dan mengakhiri konflik
sosial yang terjadi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan gambaran tentang:
1. Interaksi sosial tokoh utama dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer.
2. Konflik sosial tokoh utama dalam novel Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer.
3. Cara tokoh utama dalam mengatasi dan mengakhiri konflik sosial yang terjadi.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1Manfaat Teoretis
1. Penelitian ini dapat memberi manfaat kepada pengamat sastra dalam bidang
pengkajian interaksi sosial tokoh utama, konflik sosial tokoh utama, dan cara
tokoh utama dalam mengatasi dan mengakhiri konflik sosial yang terjadi.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat memperluas cakrawala apresiasi pembaca umum
terhadap studi sosiologi sastra.
2. Hasil penelitian ini dapat menambah perkembangan penelitian karya sastra
dengan pengkajian secara sosiologi sastra.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti sosiologisastra