TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Padang Penggembalaan
Padang penggembalaan merupakan tempat menggembalakan ternak untuk
memenuhi kebutuhan pakan dimana pada lokasi ini telah ditanami rumput unggul
dan atau legum dengan jenis rumput/ legum yang tahan terhadap injakan ternak
Faktor – faktor yang memepengaruhi padang pengembalaan antara lain: 1). Air.
Air berfungsi untuk fotosintesis, penguapan, pelarut zat hara dari atas ke daun; 2).
Intensitas sinar mata hari. Peningkatan pertumbuhan tanaman sejalan dengan
peningkatan intensitas cahaya. Jumlah energi matahari yang diterima seawal
mungkin pada saat munculnya sampai periode pemasakan adalah penting untuk
akumulasi berat kering selama periode tersebut; 3). Kompetisi zat – zat makanan.
Kompetisi terjadi antara “Companion Crop” dengan tanaman utama; 4).
Kekompakan tanah. Pastura yang digembala dengan stocking rate yang tinggi (8
sampai 10 ekor/ha) akan menyebabkan tanah menjadi kompak, padat dan
berakibat mengurangi aerasi akar dan daya tembus air; 5). Pengambilan zat – zat
makanan. Makin sering pastura dipotong makin sedikit daun yang gugur yang
menambah humus dan pada waktu yang sama, makin banyak zat-zat makanan
yang hilang; 6).Berkurangnya Produksi. Pastura yang terlalu tinggi menyebabkan
sulit untuk mengumpulkan biji atau buah yang dipetik yang berjatuhan ke tanah
(Anonimus, 2009)
Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan
utama, yaitu : padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen
penggembalaan dengan Irigasi. Padang penggembalaan dapat terdiri atas
rumput-rumputan, kacang-kacangan atau campuran keduanya (McIlroy, 1976).
Padang penggembalaan yang bersifat terbuka untuk semua penggembalaan
berupaya untuk memelihara dan membawa ternaknya sebanyak mungkin ke
padang penggembalaan, hingga menghasilkan persoalan yaitu jumlah ternak lebih
besar dari daya tampung padang penggembalaan yang berdampak pasokan dimana
produktivitas rumput padang penggembalaan menjadi berkurang dan rusak
(Tjitradjaja, 2008).
Potensi Sumber Daya Lahan Perkebunan Kelapa Sawit
Lahan perkebunan kelapa sawit sangat cocok untuk usaha ternak
ruminansia karena mampu menyediakan pakan dalam jumlah yang cukup.
Pelepah daun kelapa sawit yang secara periodik dipangkas dapat dijadikan pakan
ternak. Selain itu rumput yang tumbuh diantara pokok tanaman juga cukup
melimpah sehingga mampu mendukung usaha ternak sebanyak 2 ekor/ha secara
berkelanjutan. Hasil penelitian di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa bahan
hijauan yang dihasilkan dari lahan perkebunan mencapai 6,25 ton bahan
kering/ha/tahun dan mampu mendukung 1-3 ekor sapi/ha untuk di gembalakan
(Suryana dan Sabrani, 2005).
Setiap agroekosistem memiliki daya dukung terhadap ternak yang
berbeda-beda. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan lahan pertanian
menyediakan pakan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas bagi ternak. Jika
kawasan perkebunan dalam kondisi TBM (Tanaman Belum Menghasilkan)
bergantung pada tanaman sela yang dibudidayakan. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa ketersediaan pakan hijauan berupa vegetasi alam atau produk samping
tanaman sela yang dapat tumbuh di kawasan kelapa sawit sangat terbatas dan
tidak cukup untuk mendukung penyediaan pakan hijauan yang berkelanjutan
(Mathius, 2009).
Ketersediaan pakan yang cukup dan berkualitas menjadi hal yang penting
dalam mendukung program swasembada daging. Rendahnya pertambahan berat
badan ternak disebabkan rendahnya kandungan protein rumput yang tersedia.
Semakin terbatasnya lahan penggembalaan dan penanaman hijauan untuk
peternakan juga menjadi salah satu kendala yang harus diatasi. Lahan diperlukan
untuk penyediaan hijauan bahan berprotein tinggi sebagai pengganti biji-bijian.
Pola peternakan dengan pakan yang bertumpu pada biji-bijian sebagai sumber
protein terbukti tidak berkelanjutan karena harga bijian yang meningkat mahal
sebagai akibat kenaikan permintaan sebagai bahan baku biofuel. Dibandingkan
dengan rumput unggul, rumput lapangan memberikan kontribusi yang paling kecil
dalam mencukupi kebutuhan hijauan pakan ternak ruminansia. Tanaman kelapa
sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan kira-kira 20-22 tandan/tahun
dan semakin tua produktivitasnya menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Pada
tahun pertama tanaman kelapa sawit berbuah atau pada tanaman yang sehat berat
tandannya berkisar antara 3-6 kg. Tanaman semakin tua, berat tandan pun
bertambah yaitu antara 25-35 kg/tandan. Mulai dari penyerbukan sampai buah
Deskripsi Tanaman Rumput dan Legum
Centrosema pubescens
Deskripsi legum Centrosema pubescens merayap memanjat berbunga
kupu-kupu besar berwarna ungu muda kemerah-merahan. Polongannya berwarna
coklat panjangnya 15 cm dan mengandung 20 biji bewarna hitam berbintik-bintik,
tiap kg berat biji mengandung 40.000 butir. Modus reproduksinya adalah
menyerbuk sendiri. Kekerasan kulit biji karena variasi genetik telah banyak
diketahui (Humpreys, 1979). Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah
tropik dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Persyaratan tanah bagi legum ini
tidak spesifik namun inokulasi rhizobium sering menguntungkan. Berbunganya
tanaman dipengaruhi sangat baik dengan adanya panjang siang hari yang singkat
dan photoperiode yang kritik sedikit kurang dari 12 jam (Reksohadiprodjo, 1985).
Centrosema pubescens dibudidayakan di daerah tropis-lembab dengan
ketinggian hingga 600-900 m. Tumbuhan ini memerlukan curah hujan tahunan
sebesar 1500 mm atau lebih, namun juga toleran terhadap curah hujan yang lebih
rendah. Sentro dapat tumbuh pada ladang-ladang rumput di Afrika hanya
memiliki curah hujan sebesar 800 mm. Jenis ini tetap dapat tumbuh ketika tempat
tumbuhnya tergenang air dan akan bertahan di musim kering yang berlangsung
sekitar 3 – 4 bulan, namun tidak untuk masa kekeringan yang lebih panjang.
Sentro tidak dapat tumbuh pada daerah bersuhu rendah. Pertumbuhannya akan
menurun ketika suhu turun di bawah 20°C dan pertumbuhannya akan menjadi
buruk bila suhu turun di bawah 15°C. Sentro merupakan salah satu tanaman
polong-polongan yang toleran terhadap naungan dan dapat tetap tumbuh di bawah
dari tanah pasir berhumus hingga tanah liat. Pertumbuhan optimum dapat tercapai
bila ditanam pada tanah dengan keasaman relatif, kecukupan aluminium dapat
larut yang kurang dari 0.2 meq per 100 g tanah. Kisaran pH yang dapat ditoleransi
adalah 4.5—8.0, namun kisaran pH optimum yang dapat mendukung
pertumbuhan nodul adalah 5.5-6.0. Meskipun sentro cukup toleran pada kadar Mn
di tanah yang tinggi, namun ada keterkaitan antara keracunan Mn dengan tingkat
pH rendah pada tanah-tanah asam, maka hal ini dapat diperbaiki dengan
memperhatikan batasan kadar Mn dan pH tanah. Sentro dapat tumbuh dengan
baik bersama-sama spesies tumbuhan lain di padang-padang rumput atau sebagai
penutup tanah pada areal tanaman-tanaman pertanian. Pada daerah tropis lembab,
tanaman polong-polongan yang dipilih untuk ditanam baik di tanah-tanah subur
maupun kurang subur telah memanfaatkan jasa sentro. Tanah yang kekurangan
mineral dapat dipulihkan dengan menginokulasikan benih-benih dengan
Bradyrhizobium, dan sentro akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang
baik untuk tumbuh di semua tipe tanah, karena tanah akan banyak mengandung
Nitrogen (http://www.proseanet.org, 2012).
Calopogonium mucunoides
Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan. Bersifat
perennial, merambat, membelit dan hidup di daerah-daerah yang tinggi
kelembaban udaranya. Daun-daun terbentuk dengan lebat dalam waktu 5 bulan.
Calopo ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, kopi, karet
dan pada tanah yang baru dibuka. Calopo dipergunakan juga untuk memberantas
Calopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 m,
tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 m. Kacang ini
cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm.
Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering
yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun
dengan pH rendah antara 4.5-5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat
calopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi.
Kalopogonium tidak dapat beradaptasi dengan adanya naungan yang ditunjukkan
dengan adanya penurunan pertumbuhan pucuk, akar dan pembentukan bintil akar
dengan turunnya intensitas cahaya. Hal ini mungkin disebabkan karena daun-daun
calopogonium tidak memiliki plastisitas di bawah keteduhan dibandingkan
dengan lain tanaman-tanaman yang toleran terhadap keteduhan seperti
Centrosema pubescens dan Desmodium heterocarpon subsp. heterocarpon var.
ovalifolium. Di bawah intensitas cahaya rendah (< 20%) daun calopogonium
akan mengurangi ukurannya sekitar 70% dibandingkan dengan daun yang berada
dalam cahaya matahari penuh (http://www.proseanet.org, 2012).
Pueraria javanica
Pueraria javanica berasal dari India Timur yang kini telah tersebar di
negara-negara tropik. Preuraria termasuk tanaman jenis leguminose berumur
panjang, yang berasal dari daerah sub-tropis, tetapi bisa hidup di daerah tropik
dengan kelembaban yang tinggi. Tanaman ini tumbuh menjalar dan memanjat
(membelit), bisa membentuk hamparan setinggi 60-75 cm. Pueraria memiliki
sistem perakaran yang dalam (1-6 m), masuk ke dalam tanah dan luas. Maka saat
musim penghujan daun-daun tersebut akan tumbuh menghijau kembali. Pueraria
berdaun lebar, bulat dan meruncing di bagian ujungnya dan lebat. Daun-daunnya
yang masih muda tertutup bulu yang berwarna coklat, sedangkan bunganya
berwarna ungu kebiruan. Karena tanaman ini daun-daunnya sangat lebar dan lebat
maka sangat baik dipergunakan sebagai penutup tanah, disamping sebagai bahan
pakan ternak yang disenangi oleh hewan. Tanaman ini tahan ditanam di tempat
yang agak teduh (AAK, 1985).
Calopogonium caeruleum
Terjadi secara alami di seluruh Amerika tropis, dari Meksiko dan
kepulauan Karibia di utara, ke utara Argentina di selatan. Produktivitas relatif
konstan pada transmisi cahaya 60-100%. Akan tumbuh secara produktif di
perkebunan kelapa matang (60-70% PAR), dan toleran terhadap naungan berat.
Palatabilitasnya kurang disukai ternak dan lebih banyak mendominasi padang
penggembalaan jika tidak dikendalikan. Produktivitas relatif konstan pada
transmisi cahaya 60-100%
Brachiaria humidicola
Tanaman rumput tahunan yang mempunnyai banya
dan membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang
gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma.
Dapat digunakan sebagai
pangan. Tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak
subur
Kebutuhan Ca rendah. Tahan terhadap tanah berpengairan buruk dan sering
penuh tetapi daya tahan naungan sedang (misalnya dibawah perkebunan kelapa
yang sudah tua). Kurang tahan naungan dibanding
Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan
tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam
pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan
berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh terna k sehingga tidak
disukai terna
Stenotaphrum secundatum
Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum “Buffallo grass”
(Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam famili
Gramineae dengan sub famili Panicoideae. Stenotaphrum secundatum merupakan
jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah.
Tanaman ini sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat,
perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat
sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap
penggembalaan berat. Stenotaphrum secundatum merupakan salah satu spesies
tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis rumput ini
menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada lahan naungan
dibanding alam terbuka (tanpa naungan). Rumput ini memiliki palatabilitas yang
tinggi saat masih muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil.
Terdapat kandungan oksalat sejumlah ± 1% namun tidak menyebabkan keracunan
pada ternak yang mengkonsumsinya karena konsentrasinya belum tinggi
Pengaruh Naungan terhadap Vegetasi
Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan
intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Sebagian besar spesies rumput
tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas
sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan menunjukkan penurunan
produksi yang relatif kecil atau meningkat pada naungan sedang. Tanaman yang
ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering
akar yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan naungan (Ludlow, 1978).
Intensitas cahaya optimal selama periode tumbuh penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada tanaman tertentu jika menerima
cahaya yang berlebihan maka akan berpengaruh terhadap pembentukan buah atau
umbi. Sebaliknya berkurangnya radiasi sebagai akibat keawanan atau ternaungi
akan mengurangi laju pembentukan buah dan umbi, dan menyebabkan
pertumbuhan vegetatif berlebihan (Bahrudin, 2004).
Pemberian naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya
matahari yang tiba di permukaan dapat juga mempengaruhi iklim mikro tanaman.
Naungan dapat memepengaruhi beberapa faktor lingkungan antara lain
temperatur, kelengasan tanah, pergerakan udara menurunkan suhu tanah dan
tanaman pada waktu siang, menaikkan suhu udara pada waktu malam,
perlindungan dari limpasan hujan, pemindahan uap air dan CO2 dan menaikkan
kelembaban relatif (Stiger, 1984).
Peningkatan luas daun merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap
naungan untuk memperoleh cahaya lebih tinggi atau optimalisasi penerimaan
menyebabkan luas daun lebih tersebar ke seluruh kanopi. Tanaman pada
perlakuan naungan berusaha mendapatkan arah datangnya cahaya. Peningkatan
tinggi tanaman merupakan salah satu bentuk adaptasi untuk memperoleh cahaya.
Daun yang ternaungi mengabsorbsi sedikit saja pada infra merah sehingga
menyebabkan perubahan karakteristik fitokrom dan tanaman jadi lebih tinggi.
Tanaman pada perlakuan naungan mengalami proses etiolasi sehingga
pertumbuhan tanaman lebih tinggi, begitu juga dengan luas daun dengan
bertambahnya taraf naungan (Haris, 1999).
Naungan dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas hijaun, untuk
dapat dilihat Gambar 1.
Gambar 1. Dampak positif dan negatif terhadap hijauan pakan (Norton 1989). Naungan
Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan Menurunkan
Dinding sel Daun : Batang Tannin
Lignin, Silika Protein, Mineral Toxin
Meningkatkan
Menurunkan Menurunkan
Kecernaan Palatabilitas
Intake
Soluble
Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan
oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan
kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan
baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat
menyesuaikan diri pada kondisi ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas
cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan
pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan
menghindari penurunan aktivitas enzim.
Gambar 2. Adaptasi tanaman yang menghindar terhadap kekurangan cahaya (Levitt 1980).
Meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya
Hilangnya pigmen non kloroplas (ex.Antosianin) Meningkatkan area
penangkapan cahaya
Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi
sejalan dengan menurunnya intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap
naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih
meningkat pada naungan sedang (Samarakoon, 1990).
Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura
yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya
mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan
mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat
dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat,
sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan pertumbuhan akar dan
penyerapan nitrat. Spesies pastura tropis yang ditanam di bawah intensitas cahaya
yang berbeda dapat menunjukkan perubahan morfologis dan fisiologis dalam
nisbah pucuk atau akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi
penggunaan cahaya. Perubahan ini akibat dari kompatabilitas rumput bila ditanam
pada lingkungan ternaungi (Sophanodora, 1991).
Wrigley (1982) menyatakan bahwa ada keuntungan dan kerugian pada
tanaman yang tumbuh dengan kondisi ternaungi yaitu:
1. Keuntungan
• Tanaman yang menaungi berperan sebagai pemecah angin, dimana
angin dengan hembusan panas dapat menyebabkan transpirasi dan
berbahaya bagi tanaman
• Fluktuasi suhu udara (iklim mikro) pada tanaman rendah
• Kisaran suhu daun dan tanah rendah dibawah tanah penaung
• Kelembaban permukaan rendah dan sangat penting bagi tanaman pada
saat musim kering
• Tanaman penaung mengurangi dampak buruk dari air hujan
• Tanaman penaung dapat menghasilkan bahan organik
• Akar tanaman penaung dapat membuat pori-pori pada subsoil.
2. Kerugian
• Tanaman penaung akan mengurangi intensitas matahari, sehingga
mengganggu pertumbuhan tanaman yang memerlukan intensitas sinar
penuh
• Tanaman penaung berkompetisi hara, air saat musim kering, dan
oksigen dengan tanaman yang ditanam dibawahnya
• Jatuhnya ranting tanaman penaung dapat menyebabkan kerusakan
serius bagi tanaman yang ditanami dibawahnya.
Tabel 1. Hasil bahan kering (g/m2/bulan) dari beberapa transmisi cahaya dari tanaman rumput–leguminosa
Paspalum notatum CPI 11864 Paspalum notatum cv. Competidor
31
Brachiaria humidicola 83 133 59
Stenotaphrum secundatum 18 19 5
Pueraria phaseloides 28 25 8
Stylosanthes guianensis CIAT 184 92 92 33
Centrosema pubescens 42 17 8 Keterangan : LT (light transmission) atau Transmisi cahaya.
Pengaruh Pupuk terhadap Vegetasi
Pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik ataupun
anorganik, bila ditambah kedalam tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat
fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Pemupukan adalah metode atau cara-cara pemberian pupuk atau aplikasi
pupuk ke dalam tanah atau ke tanaman melalui daun atau bagian tanaman lainnya
(Damanik, 2011)
Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambah ke tanah atau tanjuk
tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Sementara
pemupukan yang efektif adalah pemupukan yang berfungsi menambahkan unsur
hara yang tersedia dalam jumlah sedikit di dalam tanah. Dampak pemupukan akan
terlihat pada pertumbuhan tanaman yang optimal dan keuntungan usaha tani yang
naik dan signifikan. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran
hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu. Saat ini dikenal 16 macam unsur
yang diserap oleh tanaman untuk menunjang kehidupannya. Tiga dihadapannya
diserap udara, yakni karbon (C), oksigen (O), dan hidrogen (H). Sementara itu, 13
unsur mineral lain diserap tanaman dari dalam tanah, yakni nitrogen (N),
Phosphor (P), kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), sulfur (S), besi (Fe),
mangan (Mn), boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo) dan khlor
(Cl). Ketiga belas unsur tersebut sering disebut dengan unsur hara. Saat ini unsur
hara dapat disediakan oleh berbagai macam pupuk yang tersedia di pasaran
(Novizan, 2005).
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
berarti menambah unsur hara kedalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk
daun). Dari segi unsur yang dikandung, ada dua golongan pupuk, yaitu pupuk
makro dan pupuk mikro. Secara umum pupuk hanya dibagi dalam dua kelompok
berdasarkan asalnya, yaitu: 1) pupuk anorganik seperti urea (pupuk N), TSP atau
SP-36 (pupuk P), KCl (pupuk K), 2) pupuk organik seperti pupuk kandang,
kompos, humus, dan pupuk hijau. Sedangkan berdasarkan banyak tidaknya unsur
hara yang dikandung, pupuk ada tiga kelompok: 1) pupuk tunggal ialah pupuk
yang mengandung satu jenis unsur, mineral urea, 2) pupuk majemuk ialah pupuk
yang mengandung lebih satu jenis unsur, misalnya NPK, beberapa jenis pupuk
daun, dan kompos, 3) pupuk lengkap ialah pupuk yang mengandung unsur secara
lengkap (keseluruhan), baik unsur makro maupun mikro. Dalam pemupukan ada
tiga hal yang harus dipahami bila ingin benar-benar menguasai liku-liku
memupuk, yaitu kondisi tanah, jenis dan kondisi tanaman, dan komposisi pupuk
(Lingga dan Marsono, 2004).
Pupuk nitrogen tergolong cukup banyak ragamnya, umumnya yang
tersedia di pasaran dan banyak digunakan petani adalah urea dan ZA (Zwavelzure
amoniak). Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa
nitrogen pertumbuhan nitrogen akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup
nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni
klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas
dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah
yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen (Whitehead, 2000).
Pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah,
menurunkan erosi, mengurangi gulma dan mengurangi evaporasi tanah dan
kelembaban. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur
P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N
(Kirychuck, 2002).
Kapasitas Tampung Ternak
Kemampuan berbagai padanga rumput dalam menampung ternak
berbeda-beda karena adanya perberbeda-bedaan dalam hal produktivitas tanah, curah hujan dan
penyebarannya serta topografi. Oleh karena itu padang rumput sebaiknya
digunakan menurut kemampuannya masing-masing. Kapasitas tampung ternak
bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan jangka panjang dalam
tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan
ketersediaan pakan hijauan untuk ternak (Paat, 2010).
Taksiran daya tampung menurut Hall (1964) didasarkan pada jumlah
hijauan tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan
defoliasi, aspek lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan
terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum
penting artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan
penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang
rumput bersangkutan.
Othman (1989) menunjukkan bahwa terjadi penurunan komposisi legum
dari umur 1-6 tahun yaitu terjadi penurunan 10% pada legum dan rumput terjadi
telah dikontribusikan secara efektif dibawah pengelolaan yang normal pada
perkebunan kelapa sawit dan 70% disukai ternak.
Mengestimasi produksi pastura dan banyaknya hewan yang dapat dilepas
merupakan salah satu prasyarat penggunaan dari suatu pastura. Keseimbangan
akan keduanya diperlukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi rumput,
metode pemberian, umur hewan dan lain sebagainya, mempengaruhi kapasitas
tampung. Luas pastura juga dapat mempengaruhi kapasitas tampung, hal ini
disebabkan karena hewan akan lebih banyak bergerak (misalnya berjalan) di
pastura yang lebih luas selanjutnya mempengaruhi tingkat konsumsi dan kapasitas