BAB I
PENDAHULUAN
I. A LATAR BELAKANG
Pada suku Gayo kedudukan dan peranan wanita dianggap penting, suku
Gayo menganggap wanita sebagai sumber awal terjadinya kehidupan (Mahmud
Ibrahim, 2005). Setiap wanita Gayo dituntut untuk melahirkan keturunan laki-laki,
karena bagi suku Gayo laki-laki adalah penerus garis keturunan (Halim Tosa,
2000). Tentunya hal ini menimbulkan tekanan bagi setiap wanita Gayo untuk bisa
memiliki anak laki-laki.
Masyarakat Gayo menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu bersifat
kebapaan (Prodjodikoro, 2000), pada prinsipnya sebagai sistem ini adalah sistem
kekerabatan yang menarik garis keturunan ayah atau garis keturunan nenek
moyangnya yang laki-laki. Anak lelaki peranannya sangat penting, dalam sistem
kekerabatannya, penempatan anak lelaki pada tempat yang penting bisa dipahami,
karena anak lelaki sebagai penerus keturunan dan gelar kebangsawan di daerah
Gayo, di samping erat hubungannya dengan agama Islam. Oleh karena itu pada
suku Gayo kedudukan dan peranan seorang wanita atau ibu yang tidak memiliki
anak laki-laki akan terancam, atau mereka akan kehilangan kedudukan dan
peranannya dalam rumah tangga dan keluarganya (Halim Tosa, 2000). Pada
pernikahan yang tidak menghasilkan keturunan laki-laki akan menimbulkan
dampak negatif pada pernikahan tersebut, pihak keluarga suami merasa berhak
keturunan laki-laki. Dampak lainnya adalah harta bersama selama pernikahan
yang diperoleh suami dan istri selama pernikahan, sebagian akan dibagikan
dengan pihak keluarga suami (masyarakat Gayo menyebutnya “hak wali”)
(Mahmud Ibrahim, 2005).
Pada dasarnya dalam pernikahan adat Gayo yang tidak menghasilkan
keturunan laki-laki, biasanya yang dianggap bersalah adalah pihak perempuan.
Para ibu yang tidak memiliki anak laki-laki akan mengalami tekanan saat berada
ditengah-tengah keluarga suami mereka, mereka tetap harus mematuhi apa yang
menjadi tradisi dalam keluarga suami mereka. Tekanan yang mereka alami
misalnya peran mereka sangat kecil, kesempatan untuk berpendapat di
bandingkan anggota keluarga yang lain sangat kurang (Halim Tosa, 2000)
Para ibu yang tidak memiliki anak laki-laki di Gayo akan merasakan
adanya tekanan negatif sebagai dampak dari adat Gayo yang menekankan
pentingnya anak laki-laki. Menimbulkan perasaan tidak nyaman ibu ketika
suaminya diminta untuk menikah lagi, ketika harta bersama mereka harus
dibagikan pada keluarga suami dan muncul juga perasaan tidak dianggap pada ibu
saat berada di tengah keluarga suami. Halim Tosa (2000) menyatakan sistem
patrilineal yang di anut oleh masyarakat Gayo secara tidak langsung
menimbulkan dampak negatif atau tekanan bagi wanita atau ibu yang tidak
memiliki anak laki-laki di Gayo. Situasi ini akan menimbulkan keadaan yang
tidak nyaman dan tertekan pada ibu tersebut atau yang sering dikenal dengan
istilah stres. Stres adalah suatu keadaan tertekan yang dialami seseorang baik
Stres disebabkan oleh faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang
mengakibatkan terjadinya respon stres atau biasa disebut stressor. Stressor dapat
berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial
dan juga muncul pada situasi kerja, di rumah, dalam kehidupan sosial, dan
lingkungan luar lainnya. Menurut Lazarus & Folkman (1986) stressor dapat
berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan
dengan lingkungan sosial (seperti interaksi sosial). Pikiran dan perasaan individu
sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi
dapat juga menjadi stressor.
Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada
ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi secara positif dengan
lingkungannya. Keadaan yang diakibatkan oleh stres tersebut seringkali
menimbulkan perasaan tidak nyaman. Situasi penuh tekanan atau stres ini
memang tidak bisa dihindari, namun harus disikapi dengan tepat agar bisa tetap
sehat secara fisik dan psikologis.
Menurut Cooper Cary & Straw Alison (1995) gejala stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan
lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit,
letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat, gelisah, kondisi tubuh
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jernih, sulit membuat
keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi
rawan, pendiam, merasa tidak berarti, merasa bersalah, dan penjengkel
menjadi meledak-ledak
Beberapa gejala stres diatas dialami oleh kedua responden dalam
penelitian ini, misalnya responden I berisinial F, berusia kurang lebih 52 tahun,
bekerja sebagai pegawai negeri sipil di sebuah instansi pemerintahan Kabupaten
Bener Meriah, Provisi Aceh. F dan suaminya menikah selama hampir 32 tahun,
dikaruniai 2 orang anak perempuan yang sudah beranjak dewasa, mereka
sama-sama bersuku Gayo dan menetap di tanah Gayo. Sejak awal pernikahan F
diperlakukan kurang baik oleh keluarga suaminya, karena sebelum menikah
dengan F, keluarga suaminya berniat menjodohkan suami F dengan wanita lain,
ditambah lagi setelah menikah F susah hamil, kemudian setelah bertahu-tahun
menikah F dan suami hanya memiliki anak perempuan saja, tidak memiliki
seorang pun anak laki-laki, hal ini lah yang membuat F semakin diperlakukan
tidak baik oleh keluarga suaminya, sehingga mereka meminta suami F
adalah dampak negatif karena subjek tidak memiliki anak laki-laki Gayo,
sehingga F mengalami stres. Berikut penuturan F :
“...dari situ terus lemah kondisi ibu sampe dirawat di rumah sakit ibu Mi kata dokter ibu ada asam lambung jadi kalo banyak pikiran bisa naek asam lambungnya itu yang menyebabkan kondisi ibu lemah Mi, ada la kadang sebulan baru pulih ibu.” (Wawancara Personal, 20 Mei 2012)
“...pernah la ibu sampe sakit mikirin kelakuan orang tu Mi.” (Wawancara Personal 20 Mei 2012)
“Kalo udah kepikiran kali kadang sampe sakit la Mi, nggak sanggup mikir lagi, apapun rasanya nggak enak, kaya' orang udah kehilangan semangat Mi,...” (Wawancara Personal, 05 Juli 2012)
Dari kutipan di atas terlihat responden I menunjukkan gejala stres berupa
tanda fisik. Responden I mengalami gangguan kesehatan seperti kondisi tubuh
lemah dan pencernaan terganggu.
Selain itu responden I juga menunjukkan gejala stres secara perilaku,
seperti yang dituturkan responden I berikut ini :
“Bohketa nak sedeh pedeh le naseb ku nak, gere inget ken kekanak so mera mate deh aku nak. (Baiklah nak, sedih kali lah nasib ku nak, kalo nggak ingat sama anak-anak lebih baik mati rasanya nak)” (Wawancara Personal, 20 Mei 2012)
“...Sampe sekarang itu yang ibu alami Mi, mau melawan mana mungkin orang tua kan dosa kita. Nggak dilawan sedih kali hati ni Mi,...” (Wawancara Personal, 20 Mei 2012)
“...Ya Allah kalo dibilang menderita, menderita kali rasanya ibu Mi” (Wawancara Personal, 20 Mei 2012)
“...sedih nya nggak terbilang lah mi, nggak abis pikir ibu nenek tu tega minta bapak nyeraikan ibu.” (Wawancara Personal, 20 Mei 2012)
anak-anak sampe harus diatur-atur hidupnya?” (Wawancara Personal, 14 Juli 2012)
Dilihat dari kutipan diatas responden I mengalami kesedihan yang sangat
dalam, sehingga responden merasa menderita terkadang timbul keinginannya
untuk mengakhiri hidupnya. Responden I juga menunjukkan gejala stres berupa
perubahan kepribadian seperti yang dituturkan responden I berikut ini :
“Banyak kali pengaruhnya Mi, terbeban kali ibu, kadang ibu juga merasa bersalah Mi, gak berguna kali ibu ni, nggak bisa punya anak laki-laki.” (Wawancara Personal, 20 Mei 2012)
“...apa yang ibu kasi ke mamak ibu kasi juga ke nenek tu, walaupun la kadang nenek tu nggak suka Mi, karena dimatanya ibu ni cuma orang yang nggak berarti.” (Wawancara Personal, 20 Mei 2012)
Dari kutipan diatas terlihat subjek merasa dirinya tidak berarti dan merasa
bersalah, hal itu menunjukkan responden I mengalami gejala stres berupa
perubahan pada kepribadiannya.
Hal yang hampir sama juga dialami oleh responden II yaitu, berinisial M,
seorang ibu rumah tangga yang berusia sekitar 33 tahun. M menikah dengan
suaminya yang juga bersuku Gayo selama 14 tahun, mereka di karuniai seorang
anak perempuan berusia 10 tahun, sekitar 4 tahun setelah anak pertama M lahir,
M melahirkan seorang bayi laki-laki namun sayangnya bayinya meninggal dunia.
Hubungan M dengan keluarga suaminya di awal pernikahan mereka baik-baik
saja, namun setelah pernikahan mereka berjalan beberapa tahun M mulai
mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari keluarga suaminya, hal ini
parah setelah bayi laki-laki M meninggal dunia, perlakuan keluarga suaminya
mebuat M mengalami stres.
Responden II juga menunjukkan gejala stres berupa tanda fisik, seperti
yang dituturkan responden II berikut ini :
“....Kalo lagi sendiri nggak ada kerjaan kepikiran lah kakak dek, kadang sampe keluar air mata ni, nggak abis pikir kakak kok segitunya la mamak tu.” (Wawancara Personal, 12 Mei 2012)
“Gimana mau nanya dek? Akhir-akhir ni kadang kakak bicara pun kaya’ pura-pura nggak denger mamak tu dek, sedih lah kakak dek.” (wawancara Personal, 12 Mei 2012)
“Gimana kakak nggak sedih dek, mamak tu sayang kali sama menantunya yang lain, sama kakak keliatan kali bencinya dek, salah keh kakak nggak bisa punya anak laki-laki dek?....” (Wawancara Personal, 12 Mei 2012)
“...Perasaan kakak waktu itu hancur kali lah dek, sedih, marah, kesal, kecewa udah campur aduk dek, mau teriak kakak dek, mau lari kakak pulang ke rumah mamak kakak, sedih nya nggak bisa kakak bilang dek....” (Wawancara Personal, 21 Juli 2012)
Dari kutipan diatas terlihat responden II mengalami gejala stres secara
perilaku, terlihat responden mengalami kesedihan yang sangat dalam sehingga
perasaan responden menjadi berubah-ubah, kadang sedih, marah, kesal dan
kadang kecewa.
Selain itu responden II juga menunjukkan gejala stres berupa perubahan
kepribadian, ini terlihat dari penuturan responden II berikut ini :
“Gimana lah kakak nggak mikir gitu dek, dari dulu kan memang nggak ada orang tu yang suka sama kakak, cuma abang lah yang mau bela kakak dek, yang lain tu mana ada. Entah apapun dianggap orang tu kakak dek.” (Wawancara Personal, 21 Juli 2012)
Dari kutipan di atas terlihat responden merasa dirinya tidak berarti bagi
keluarga suaminya, responden juga sempat berubah, menjadi tidak banyak bicara
dan terlihat seperti orang kebingungan.
Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa kedua responden
mengalami stres. Ketika stres berkepanjangan tidak segera diatasi, akan
mengakibatkan menurunnya produktivitas dan juga menimbulkan gangguan
kesehatan. Oleh karena itu, manusia perlu melakukan sesuatu untuk mengurangi
stres yang disebut juga dengan coping.
Coping merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengatur stres,
kesulitan dan tantangan yang dialaminya (Blair, 1998). Coping dipandang sebagai
suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan tanpa memperhatikan akibat dari
tekanan tersebut. Coping adalah cara yang digunakan individu dalam
menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang
mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam
mengenai gambaran coping stres pada ibu yang tidak memiliki anak laki-laki di
Gayo.
I. B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan penelitian maka perlu dirumuskan masalah apa yang
menjadi fokus penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba merumuskan masalah
penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana gambaran strategi
coping stres pada ibu yang tidak memiliki anak laki-laki di tanah Gayo, yang
1. Bagaimana gambaran strategi coping stres yang dilakukan ibu yang tidak
memiliki anak laki-laki di tanah Gayo
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi strategi coping stres pada ibu yang
tidak memiliki anak laki-laki di tanah Gayo.
I. C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui gambaran strategi coping stres yang dilakukan ibu yang tidak
memiliki anak laki-laki di tanah Gayo.
2. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi strategi coping stres pada
ibu yang tidak memiliki anak laki-laki di tanah Gayo.
I. D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan akan membawa 2 (dua) manfaat, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah dapat
memberikan kontribusi informasi di bidang Psikologi sosial agar memperkaya
hasil penelitian yang telah ada terutama dalam hal gambaran coping stres pada
ibu yang tidak memiliki anak laki-laki.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat dan pemerintah
Memberi pengetahuan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya,
memiliki anak laki-laki dan memberikan masukkan berhubungan dengan sistem
adat mereka.
b. Penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi
penelitian selanjutnya khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan budaya
pada umumnya dan khususnya budaya Gayo dalam perspektif Psikologi Sosial.
I. E. SISTEMATIKA PENULISAN
Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
BAB I berisi tentang uraian singkat mengenai latar belakang
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian
dan sistematika penelitian.
BAB II : Landasan Teori
BAB II berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai
landasan dalam penelitian, antara lain mengenai definisi stres,
defenisi coping stres, sumber stres, strategi coping stres, faktor
yang mempengaruhi coping stres, sejarah Gayo, masyarakat
Gayo, tradisi Gayo, sistem kekerabatan masyarakat Gayo, ibu
yang tidak memiliki anak laki-laki di tanah Gayo dan gambaran
strategi coping stres pada ibu yang tidak memiliki anak
BAB III : Metode Penelitian
Membahas mengenai pendekatan kualitatif (studi kasus) yang
digunakan, termasuk di dalamnya membahas mengenai
responden penelitian, metode pengumpulan data, alat bantu
pengumpulan data, prosedur analisa data, kredibilitas penelitan
dan lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian.
Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Berisi deskripsi data, interpretasi data dari hasil wawancara
yang dilakukan, dan membahas data-data penelitian tersebut
dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan yang berisikan hasil dari penelitian yang
telah dilaksanakan dan saran yang berisi saran praktis dan saran
untuk penelitian lanjutan dengan mempertimbangkan hasil
penelitian yang diperoleh, keterbatasan, dan kelebihan