• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Antara Self-Disclosure Dengan Stres Pada Remaja Siswa Smp Negeri 8 Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Antara Self-Disclosure Dengan Stres Pada Remaja Siswa Smp Negeri 8 Surakarta"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

(Stanley Hall

dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses

perkembangan dari kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini perubahan

menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari. Perubahan-perubahan pada remaja

berlangsung secara berkesinambungan dan ditandai dengan adanya perubahan

dalam aspek biologis, kognitif, psikologis, sosial serta moral dan spiritual

(Hurlock, 1999). Hurlock juga menjelaskan tingkat perubahan dalam sikap dan

perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisiknya. Selama

awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan cepat, perubahan perilaku

dan sikap juga berlangsung pesat. Perubahan yang terjadi memberikan tantangan

bagi remaja untuk mengatasinya serta dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan. Sejalan dengan perubahan yang dialami, remaja juga dihadapkan

pada tugas dan tuntutan yang berbeda dari masa kanak-kanak. Remaja

menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka merasa takut bertanggung

jawab atas akibatnya dan kurang yakin atas kemampuannya sendiri untuk dapat

mengemban tanggung jawab tersebut.

Hurlock (1999) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis,

yaitu antara usia 12-18 tahun. Pada usia tersebut remaja pada umumnya masih

(2)

commit to user

remaja yang sedang menempuh pendidikan. Sepanjang masa kanak-kanak, orang

tua dan guru memegang peranan penting dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi individu. Ketika beranjak remaja, individu merasa harus dapat

menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan orang tua maupun guru. Saat

mengalami kesulitan kebanyakan remaja enggan meminta bantuan orang yang

lebih tua. Banyaknya tugas sekolah, tugas rumah, dan kegiatan ekstrakurikuler

membuat remaja tak lagi dapat memiliki banyak waktu bermain. Berkurangnya

waktu untuk dapat berekreasi seperti pada masa kanak-kanak menjadi tekanan

tersendiri bagi mereka. Remaja sekarang banyak yang merasa kesepian, stres

menghadapi pelajaran dan putus asa karena persaingan yang terjadi di sekolah.

Pada sebagian besar remaja, hambatan dalam kehidupan mereka akan sangat

mengganggu kesehatan fisik dan emosi mereka, menurunkan motivasi dan

kemampuan menuju sukses di sekolah dan mengganggu hubungan pribadi

mereka. Selain itu, stres remaja dapat juga disebabkan karena tuntutan dari orang

tua dan masyarakat (Nasution, 2007). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh

Walker (2002) di Amerika terhadap 60 orang remaja mengungkapkan bahwa

penyebab utama stres dan masalah yang ada pada remaja berasal dari hubungan

dengan teman dan keluarga, tekanan serta harapan dari diri sendiri dan orang lain,

tekanan di sekolah oleh guru dan pekerjaan rumah, tekanan ekonomi dan tragedi

yang ada dalam kehidupan mereka, misalnya kematian, perceraian orang tua dan

penyakit yang dideritanya atau anggota keluarga. Dalam rentang masa

perkembangannya yang cukup singkat, remaja menghadapi perubahan yang

(3)

commit to user

bersamaan di semua bagian kehidupannya. Remaja masa kini tidak hanya

menghadapi perubahan dalam dirinya terkait dengan perkembangannya, namun

juga menghadapi tuntutan dan harapan, serta bahaya, yang tampaknya lebih

kompleks daripada yang dihadapi remaja generasi yang lalu (Feldman & Elliot,

dalam Santrock, 2003). Hal inilah yang menyebabkan remaja seringkali

dihadapkan pada konflik dan frustrasi yang berkembang menjadi stres.

Stres adalah suatu keadaan ketika beban yang dirasakan seseorang tidak

sebanding dengan kemampuan mengatasi beban itu (Slamet dkk., 2003). Situasi

yang menimbulkan stres tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan

merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Mengalami stres

merupakan suatu kondisi yang wajar dan dapat menghasilkan dampak yang positif

maupun negatif bagi individu. Stres bersifat individual dan dapat merusak apabila

tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang

dirasakan. Lazarus dan Folkman (1984) mengungkapkan bahwa stres sangat

terkait antara manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu, stres diartikan

sebagai hubungan antara individu dengan lingkungan sekitar yang oleh individu

tersebut dinilai menjadi beban, melebihi kekuatannya dan mengancam

kesehatannya.

Stres yang dialami remaja menimbulkan tekanan yang membutuhkan

penyaluran agar tidak terjadi kegagalan dalam proses perkembangan remaja.

Remaja akan mengalami kekecewaan, ketidakpuasan, bahkan frustrasi, dan pada

akhirnya akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya jika

(4)

commit to user

bahwa stres yang dialami remaja dapat berdampak buruk bagi kehidupan remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Widyanti, dkk. (2012) terhadap remaja berusia

12-15 tahun atau yang sedang menempuh pendidikan SMP di Bogor menunjukkan

bahwa 49% remaja yang stres mengalami gejala-gejala seperti gugup dan hati

berdebar, mudah menangis, sulit berkonsentrasi, sulit tidur, kehilangan nafsu

makan atau bahkan nafsu makan meningkat, pegal pada leher, punggung dan

bahu, gatal (eksim), sering buang air kecil, serta dingin dan mudah berkeringat.

Dampak seperti ini tentu saja akan sangat mengganggu remaja dalam memenuhi

tugas-tugasnya, baik itu dalam hal pendidikan maupun dalam kehidupan sosial.

Stres pada remaja juga berdampak terhadap kondisi fisik mereka. Cohen,

dkk. (dalam Pinel, 2009) menemukan bahwa individu dengan tingkat stres yang

tinggi lebih rentan terkena flu dibandingkan yang memiliki tingkat stres rendah.

Dampak yang dihasilkan stres tidak hanya berupa dampak terhadap fungsi fisik,

namun ternyata juga berdampak terhadap fungsi psikis individu. Memperhatikan

dampak negatif yang dapat timbul akibat stres maka remaja dituntut lebih kreatif

dalam menyalurkan stres yang dialaminya.

Salah satu penyaluran stres yang sering digunakan oleh remaja adalah

dengan mengungkapkan diri dan perasaannya kepada orang-orang terdekatnya.

Dalam psikologi, pengungkapan diri atau keterbukaan diri disebut dengan istilah

self-disclosure. Manusia sebagai mahluk sosial tentunya tidak bisa lepas dari

keberadaan orang lain disekelilingnya, begitupula saat mengalami tekanan dan

situasi yang menimbulkan stres. Self-disclosure adalah kegiatan membagi

(5)

commit to user

menjelaskan bahwa pengungkapan diri adalah jenis komunikasi saat individu

mengungkapkan informasi tentang diri individu tersebut yang biasanya

disembunyikan.

Self-disclosure merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan dalam

hubungan interpersonal, karena dengan adanya pengungkapan diri seseorang

dapat mengungkapkan pendapatnya, perasaannya, cita-citanya dan sebagainya,

sehingga memunculkan hubungan keterbukaan. Hubungan keterbukaan ini akan

memunculkan hubungan timbal balik positif yang menghasilkan rasa aman,

adanya penerimaan diri, dan secara lebih mendalam dapat melihat diri sendiri

serta mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup (Asandi, 2010). Salah satu

penelitian tentang pengungkapan diri yang dilakukan oleh Johnson (dalam Gainau

2009) menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam melakukan

self-disclosure akan dapat mengungkapkan diri secara tepat dan terbukti mampu

menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri sendiri, lebih kompeten, dapat

diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih

objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam

keterbukaan diri (self-disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang

percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup.

Johnson mengatakan bahwa ciri-ciri self-disclosure tersebut dapat mempengaruhi

kesehatan mental seseorang.

Calhoun (dalam Gainau, 2009) menyatakan bahwa salah satu manfaat

self-disclosure adalah melepaskan perasaan bersalah dan kecemasan dalam diri

(6)

commit to user

individu akan semakin tertekan, bergejolak dalam pikiran. Setelah hal tersebut

diungkapkan maka tidak lagi dirasakan sebagai ancaman. Ketika melakukan

self-disclosure, individu tidak lagi merasa terancam dan tertekan. Hal tersebut

didukung oleh pendapat Watchers (dalam Asmarasari, 2010) yang

mengungkapkan bahwa tidak adanya dukungan sosial, keterasingan tanpa

memiliki seseorang sebagai tempat bercerita bisa menjadi salah satu faktor

pendorong stres. Apabila individu yang mengalami stres dapat membagi apa yang

dirasakan dan dialaminya kepada orang lain, maka hal tersebut akan dapat

menolongnya mengurangi beban emosi yang ditanggung.Sesuai dengan pendapat

Lazarus dan Folkman (1984), self-disclosure merupakan suatu bentuk Emotion

Focus Coping (EFC), yaitu strategi pemecahan masalah yang berfokus pada

emosi, dengan mengarahkan dan mengatur respon emosional terhadap situasi

yang menekan. Pendekatan dalam EFC dapat dilakukan dengan pendekatan

behavioral maupun pendekatan kognitif. Self-disclosure merupakan salah satu

EFC dengan pendekatan behavioral yang bertujuan untuk mencari dukungan

emosional dari orang lain.

Remaja sebagai masa yang penuh dengan tekanan dan sangat rentan

terhadap stres tentunya sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang

terdekatnya untuk dapat mengurangi tingkat stres yang dialaminya.

Kecenderungan remaja untuk berkelompok memungkinkan mereka untuk dapat

melakukan pengungkapan diri ketika menghadapi stres. Penelitian yang dilakukan

oleh Fauziyah (2011) terhadap siswa-siswi SMPN 1 Tulungagung menunjukkan

(7)

commit to user

Penelitian tersebut menunjukkan kecenderungan remaja untuk mengungkapkan

perasaan dan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya kepada orang lain. Fenomena

yang dapat kita lihat sekarang adalah dengan banyaknya remaja yang memilih

bercerita kepada teman saat menghadapi kesulitan, mengungkapkan kesedihan

dan kekecewaannya melalui status-status di jejaring sosial, daripada mencari

solusi dan memecahkan masalahnya sendiri. Hal ini berarti banyak remaja

melakukan pengungkapan diri dalam menghadapi stres.

SMP Negeri 8 Surakarta dipilih sebagai tempat penelitian berdasarkan

pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan oleh penulis terhadap beberapa

siswa serta guru bimbingan dan konseling di SMP tersebut. Sebagai salah satu

sekolah favorit, SMP Negeri 8 menempati urutan 10 besar dari seluruh SMP

Negeri di kota Surakarta, sehingga siswa-siswa yang bersekolah di SMP Negeri 8

merupakan siswa dengan prestasi dan kemampuan intelektual yang tinggi. Hal

tersebut akan menimbulkan persaingan yang tajam antar siswanya serta adanya

harapan yang tinggi dari guru dan orang tua terhadap siswa dalam memperoleh

prestasi. Kondisi ini merupakan salah satu pemicu stres yang dialami remaja,

yaitu adanya tuntutan dan tekanan dari diri sendiri, guru, dan orang tua, seperti

yang diungkapkan oleh Walker (2002). Siswa mengalami ketegangan ketika

menjelang ulangan umum karena keinginan diri sendiri untuk mendapatkan nilai

bagus serta ketakutan dimarahi orang tua apabila nilainya jelek (hasil wawancara

dengan siswa SMP Negeri 8). Sepanjang bulan Maret-Juni 2013, terdapat dua

siswa kelas VIII yang mengalami stres akibat konflik dengan orang tua yang

(8)

commit to user

menjalani kegiatan belajar mengajar. Beberapa siswa bermasalah dapat lebih

mudah dibimbing dengan adanya keterbukaan siswa dengan guru serta

teman-temannya. Hasil pemetaan kelas yang telah dilakukan oleh pihak sekolah

menunjukkan bahwa siswa yang terbuka dan bersikap jujur cenderung lebih

disukai teman-teman dan tidak memiliki masalah terkait dengan konflik yang

dapat menimbulkan stres (berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan

konseling SMP Negeri 8). Berdasarkan informasi tersebut, pemilihan SMP Negeri

8 Surakarta sebagai tempat penelitian diharap dapat menjadikan penelitian ini

tepat sasaran untuk mengetahui hubungan antara self-disclosure dengan stres pada

remaja.

Berdasarkan uraian di atas, dengan memperhatikan bahwa fase

perkembangan remaja sangat rentan terhadap stres dan dampak negatif dari stres

itu sendiri serta manfaat yang dapat diperoleh ketika melakukan self-disclosure,

maka penelitian ini disusun untuk dapat mengetahui hubungan antara

(9)

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara

self-disclosure dengan stres pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

self-disclosure dengan stres pada remaja.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi untuk

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang ilmu psikologi

perkembangan remaja dan psikologi klinis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi orang tua dan guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan mengenai self-disclosure dan stres pada remaja,

sehingga diharapkan dengan adanya dukungan dari lingkungan

(keluarga dan sekolah), maka dapat mengurangi dampak negatif akibat

stres yang dialami remaja.

b. Bagi remaja, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi

(10)

commit to user

sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam memilih cara untuk

mengatasi stres yang dialami.

c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

referensi untuk penelitian selanjutnya, khususnya mengenai

Referensi

Dokumen terkait

menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi.. 3) PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat. 4)

Rental Mobil RAKA RENT bergerak dibidang usaha penyewaan kendaraan mobil yang membutuhkan pengolahan data yang cepat dan akurat, agar dapat menyajikan informasi mengenai

Berkenaan dengan adanya ketentuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 205 ayat (3) KUHAP tersebut, timbul kini pertanyaan yaitu apakah Terdakwa tidak dapat meminta

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Pelelangan Metode Lelang Umum Kepala Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Gayo Lues untuk Pekerjaan Pembangunan 3 RKB SDN 6 Pining

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kompetensi personal trainer terhadap program latihan dan jasa yang diberikan pada member fitness di

Berdasarkan angka 1 s/d 7 diatas, kami Pokja Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada ULP Kabupaten Bengkulu Utara, bertempat di Sekretariat ULP mengumumkan

[r]