• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERENCANAAN dan EVALUASI PENGAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PERENCANAAN dan EVALUASI PENGAJA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KECENDRUNGAN PEMBELAJARAN AUD (KEBUTUHAN dan GAYA BELAJAR AUD)

PENULIS : Jamuna Ulfah Rissha Novertha

PERENCANAAN dan EVALUASI PENGAJARAN

DOSEN PENGAMPU : Aslan,S.Pd.I, M.Pd.I

PRODI PGRA FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada akhirnya makalah ini dapat disusun dan disajikan dengan waktu yang telah ditetapkan. Terima kasih kepada keluarga, dosen, sahabat yang selalu setia, tak pernah lelah, dan tak pernah bosan-bosannya untuk mengajari, mengingatkan maupun memberi nasehat kepada kami.

Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan. Selain daripada itu dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan kesalahan baik dari segi isi, struktur penulisan maupun hal-hal lainnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran positif yang membangun dari pembaca sekalian untuk perbaikan dikemudian hari.

Harapan penulis, semoga makalah ini dapat berguna dan dapat digunakan sebagai literatur tambahan bagi rekan-rekan mahasiswa lain.

Sambas, 09 April 2015

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 1 C. Tujuan Penulisan... 1 BAB II PEMBAHASAN

A. Anak Usia Dini... 2 B. 8 Jenis Kecerdasan pada Anak, 4 Fase Perkembangan Kognitif Anak

dan 8 Tahap Perkembangan Psikososial Anak... 4 C. Kebutuhan dan Kecendrungan AUD... 8 D. Gaya Belajar AUD... 11 BAB III PENUTUP

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam perkembangan pendidikan bagi AUD baik di tingkat PAUD maupun TK masih banyak guru yang belum profesional dalam mendidik. Hal ini menyebabkan ketidak optimalan pengetahuan yang diterima bagi peserta didik. Biasanya, anak cendrung dipaksakan belajar dengan cara-cara yang membosankan dan tidak kreatif. Hal ini hanya akan membuat si anak malas berfikir dan menumbuhkan rasa bosan dalam diri anak tersebut. Keprofesionalan dan kepekaan guru menjadi landasan yang sangat mendasar demi mendukung lancarnya proses pengajaran di ruang lingkup pendidikan. AUD cendrung lebih suka bermain dan masih ingin bermain karena pada usia dini mereka memiliki sifat enerjik yang tinggi. Nah, bagaimana cara pendidik untuk bisa mengkolaborasikan permainan si anak dengan ilmu pengetahuan yang berguna baginya. Disinilah penempatan ide-ide kreatif dan cemerlang dari pendidik untuk bisa menerapkan hal tersebut dibutuhkan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan AUD?

2. Apa saja 8 jenis kecerdasan anak, 4 fase perkembangan kognitif anak dan 8 tahap perkembangan psikososial anak?

3. Bagaimana kebutuhan dan kecendrungan AUD? 4. Bagaimana gaya belajar AUD?

C. Tujuan Penulisan

1. Memahami definisi AUD.

2. Mengetahui 8 jenis kecerdasan anak, 4 fase perkembangan kognitif anak dan 8 tahap perkembangan psikososial anak.

(5)

BAB II PEMBAHASAN A. Anak Usia Dini

Seorang anak yang baru lahir memiliki lebih dari 100 miliar sel otak. Ini menunjukan selama 9 bulan masa kehamilan, paling tidak setiap menit dalam pertumbuhan otak di produksi 250 ribu sel otak. Setiap sel otak saling terhubung dengan 15 ribu simpul elektrik kimia yang sangat rumit sehingga bayi yang baru berusia 8 bulan pun diperkirakan memiliki biliunan sel saraf dalam otaknya. Sel–sel saraf ini harus rutin distimulasi dan didayagunakan supaya terus berkembang jumlahnya. Bayi yang baru lahir juga masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna.

Otak manusia terdiri dari 2 belahan otak kiri dan otak kanan yang dipisahkan oleh segumpal serabut yang disebut corpuss callosum. Kedua belahan otak tersebut memiliki fungsi, tugas dan respon berbeda dan harus tumbuh dalam keseimbangan. Belahan otak kiri terutama untuk berpikir secara rasional, analitis dan berurutan serta membaca, bahasa dan berhitung. Sedangkan belahan otak kanan untuk mengembangkan imajinasi dan kreatifitas.

Gardner menemukan bahwa otak manusia memiliki beberapa jenis kecerdasan yaitu: bahasa, logis, matematis, visual-spasial, musical, kinetik, interpersonal social, intrapersonal, naturalis.

(6)

kognitif, sosial emosional, serta bahasa. Makanan yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.

Menurut Bredecam, Copple, Brener, serta Kellough anak memiliki perilaku seperti berikut1 :

1. Anak bersifat unik.

2. Anak mengapresiasikan perilakunya secara relatif spontan. 3. Anak bersifat aktif dan enerjik.

4. Anak itu egosentris.

5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.

6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. 7. Anak umumnya kaya dengan fantasi.

8. Anak masih mudah frustasi.

9. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak. 10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.

11. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial. 12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Ditinjau dari psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia 0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain.

(7)

B. 8 Jenis Kecerdasan pada Anak, 4 Fase Perkembangan Kognitif Anak, dan 8 Tahap Perkembangan Psikososial Anak

Howard Gardner mengemukakan bahwa pada dasarnya anak memiliki delapan jenis kecerdasan dasar tersebut :

1. Kecerdasan Bahasa

Berisi kemampuan untuk berfikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan arti yang kompleks. Anak dengan kecerdasan verbal ini sangat cakap dalam berbahasa, menceriterakan kisah, berdebat, berdiskusi, menyampaikan laporan dan berbagai aktivitas lain yang terkait dengan berbicara dan menulis. 2. Kecerdasan Matematis/Logis

Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis dan ilmiah, adanya konsistensi dalam pemikiran. Anak yang cerdas secara logika-matematika seringkali tertarik dengan pola dan bilangan/angka-angka. Mereka belajar dengan cepat operasi bilangan dan cepat memahami konsep waktu, menjelaskan konsep secara logis, atau menyimpulkan informasi secara matematik.

3. Kecerdasan Spasial

Kecerdasan ini ditunjukkan oleh kemampuan anak untuk melihat secara rinci gambaran visual yang terdapat di sekitarnya. Anak yang memiliki kecerdasan spasial adalah orang yang memiliki kapasitas dalam berfikir secara tiga dimensi. Kecerdasan spasial memungkinkan individu dapat mempersepsikan gambar-gambar baik internal maupun eksternal dan mengartikan atau mengkomunikasikan informasi grafis. 4. Kecerdasan Kinestetik

(8)

5. Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musikal dibuktikan dengan adanya rasa sensitif terhadap nada, melodi, irama musik. Kecerdasan musikal merupakan suatu alat yang potensial karena harmoni dapat merasuk ke dalam jiwa seseorang melalui tempat-tempat yang tersembunyi di dalam jiwa. 6. Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat memahami dan dapat melakukan interaksi secara efektif dengan orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang lain, anak dapat memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan teman interaksinya, kemudian memberikan respon yang layak.

7. Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal diperlihatkan dalam bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat rencana dan mengarahkan orang lain.

8. Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan ini ditandai dengan keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya. Para pecinta alam adalah contoh orang tergolong sebagai orang – orang yang memiliki kecerdasan ini.

Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 fase, yaitu: 1. Sensori Motor (0-2 tahun)

(9)

2. Pra Operasional (2-7 tahun)

Fase ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Cara berpikir anak belum stabil dan belum terorganisir secara deduktif.

3. Operasi Konkret (7-12 tahun)

Anak sudah mempunyai kemampuan berpikir secara logis dengan syarat objek yang menjadi sumber berpikir tersebut hadir secara konkret. Anak dapat mengklasifikasi objek, mengurutkan benda sesuai dengan tata urutannya, memahami cara pandang orang lain dan berpikir secara deduktif.

4. Operasi Formal (12 tahun ke atas)

Anak dapat bepikir secara abstrak seperti kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, melakukan proses berpikir ilmiah yaitu mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.

Erikson membagi delapan tahap perkembangan psikososial anak yaitu sebagai berikut :

1. Trust vs Mistrust (0-1 thn)

Bayi yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diaajak main dan bicara, maka akan tumbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang disekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan tempat ia menggantungkan hidupnya. Jika sebaliknya, maka pada bayi akan tumbuh rasa takut serta ketidakpercayaan terhadap dunia di sekelilingnya.

2. Autonomy vs Shame & Doubt (2-3 thn)

(10)

keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus kehidupan berikutnya.

3. Initiative vs Guilt (4-5 thn)

Anak yang diberi kebebasan dan kesempatan untuk berinisiatif pada permainan motoris serta mendapat jawaban yang memadai dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya, maka inisiatifnya akan berkembang dengan pesat.

4. Industry vs Inferiority ( 6 th-pubertas)

Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain, dan belajar menurut peraturan yang ada. Pengalaman-pengalaman anak mempengaruhi industyi dan infentiority anak.

5. Identity & Repudiation vs Identity Diffusion (masa remaja)

Pada masa ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. Ia mempunyai perasaan-perasan dan keingainan baru sebagai akibat perubahan-perubahan tubuhnya.

6. Intimacy & Solidarity vs Isolation (masa dewasa muda)

Pada tahap ini keberhasilan tidak bergantung secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy tidak terdapat di antara sesama teman, akan terdapat apa yang disebut isolation.

7. Generativity vs Stagnation (masa dewasa)

Generativity berarti orang mulai memikirkan orang-orang lain di

luar keluarganya sendiri. Orang yang tidak berhasil mencapai

generavity berarti ia berada dalam keadaan self absorption dengan

hanya memutuskan perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadinya saja.

8. Integrityvs Despair (masa tua).

(11)

belakang dan meninjau kembali kehidupannya di masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah.

C. Kebutuhan dan Kecendrungan AUD

Menurut Maslow, anak termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hierarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hierarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut2 :

1. Kebutuhan fisiologis atau dasar. Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologis (kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya). Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi maka manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).

2. Kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan keselamatan membiarkan individu untuk merasa selamat dan aman. Jika safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan anak tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.

3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi. Setiap anak ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang-orang di sekitarnya. Ia ingin mencintai dan dicintai. Anak ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Anak butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga.

4. Kebutuhan untuk dihargai. Anak yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung

(12)

pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self

actualization).

5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri. Pemenuhan potensi diri sendiri dikenali. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri terdiri dari kebenaran, kebaikan, keindahan atau kecantikan, keseluruhan (kesatuan), dikotomi-transedensi, erkehidupan (berproses, berubah tetapi tetap pada esensinya), keunikan, kesempurnaan, keniscayaan, penyelesaian, keadilan, keteraturan, kesederhanaan, kekayaan, bermain, dan mencukupi diri sendiri

Terpenuhinya kebutuhan tersebut akan memungkinkan anak mendapat peluang mengaktualisasikan dirinya, dan hal ini dapat menghadirkan pelatuk untuk mengembangkan seluruh potensi secara utuh. Pemenuhan kebutuhan, harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Prinsip tersebut dinamakan praktek-praktek yang sesuai dengan perkembangan anak atau disebut juga developmentally

appropriate practice atau DAP3.

Masing-masing anak memiliki kecenderungan (inklinasi) terhadap kecerdasan tertentu atau kelebihan yang ditunjukkan melalui perilaku spesifik. Dalam pembelajaran harus dihindari pembatasan kemampuan hanya dalam satu katagori atau wilayah kecerdasan tertentu saja. Tetapi lebih penting bagaimana anak di perlakukan sebagai orang yang sedang melakukan perjalanan hidupnya dengan cara yang memungkinkan mengoptimalkan apa yang ada dalam dirinya.

(13)
(14)

Tabel berikut menggambarkan tentang kecenderungan dan kegemaran dan perilaku yang dapat dimati dan metode belajar yang dapat diterapkan untuk

(15)

D. Gaya Belajar AUD

1. Anak belajar melalui bermain.

2. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya. 3. Anak belajar secara alamiah.

4. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.

Empat tahapan yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran: 1. Tindakan anak-anak masih dipengaruhi/dibantu orang lain

2. Tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri

3. Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi

4. Tindakan spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berpikir secara abstrak.

Pembelajaran untuk anak usia dini memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Belajar, Bermain, dan Bernyanyi

Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi (Slamet Suyanto, 2005: 133). Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan. Hasil belajar anak menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.

2. Pembelajaran yang Berorientasi pada Perkembangan

(16)

Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai, serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia tersebut.

Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan memenuhi harapan anak.

Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.

Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi :

1. VISUAL (Visual Learners)

Menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. (Bermain, berpetualang, berjalan-jalan, memperlihatkan gambar contohnya alam sekitar dan sebutkan namanya).

2. AUDITORI (Auditory Learners)

Mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. (Bernyanyi, bercerita, mendongeng, mendengarkan musik sambil menari-nari)

3. KINESTETIK (Kinesthetic Learners)

Mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. (Bermain, namun tetap dalam pengawasan orang dewasa).

Beberapa tujuan dari bermain dan permainan anak sebagai berikut: 1. Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggung jawab dalam kehidupan

sehari- hari.

(17)

3. Menanamkan budi pekerti yang baik.

4. Melatih anak untuk berani dan menantang ingin mempunya rasa ingin tahu yang besar.

5. Melatih anak untuk menyayangi dan mencintai lingkungan dan ciptaan Tuhan.

6. Melatih anak untuk mencari berbagai konsb moral yang mendasar seperti salah, benar, jujur, adil dan fair.

Wolfgang (dalam Sujiono, 2009: 45-47) berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain (the value of play) yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional, kognitif dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak dalam perkembangan anak, sehingga dapat di identifikasikan bahwa fungsi bermain antara lain:

1. Berfungsi untuk mencerdaskan otot pikiran. 2. Berfungsi untuk mengasah panca indra. 3. Berfungsi sebagai media terapi.

4. Berfungsi untuk memacu kreatifitas. 5. Berfungsi untuk melatih intelektual.

6. Berfungsi utuk menemukan sesuatu yang baru. 7. Berfungsi untuk melatih empati.

Berikut ini ada enam tahapan perkembangan bermain pada anak menurut Parten dan Rogersdalam Dockettdan Fleer (1992:62) yang menjelaskan:

1. Unoccupied atau tidak menetap.

Anak hanya melihat anak yang lain lagi bermain akan tetapi anak tidak ikut bermain. Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang lagi bermain.

2. Unlooker atau penonton

(18)

bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain setelah mengamati anak mampu mengubah caranya untuk bermaian..

3. Solitary independent play atau bermain sendiri.

Tahap ini anak sudah mulai untuk bermain ,akan tetapi seorang anak bermain sendiri dengan mainan nya, terkadang anak berbicara dengan teman nya yang sedang bermain, tetapi tidah terlibat dengan permainan anak lain.

4. Parallel activiti atau kegiatan pararel.

Anak sudah mulai bermain dengan anak yang lain tetapi belum terjadi interaksi dengan anak yang lain nya dan anak cenderung menggunakan alat yang ada di sekelilingnya. Pada tahap ini ,anak juga tidak mempengaruhi dalam bermain dengan permainannya anak masih senang memanipulasi benda daripada bermain dengan anak lain. Dalam tahap ini biasanya anak anak memain kan alat permainan yang sama dengan anak yang lain naya. Apa yang dilakukan anak yang stau tidak mempengaruhi anak yang lain nya.

5. Associative play atau bermain dengan teman.

Pada tahap terjadi interaksi yang lebih komplek pada anak. Terjadi tukar menukar mainan antara anak yang satu dengan yang lain nya dan cara bermain anak sudah saling mengingatkan. Meskipun anak dalam satu kelompok melakukan kegiatan yang sama, tidak terdapat aturan yang mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau belum terjadi dikusi untuk mencapai satu tujuan yang sama seperti menyusun bangunan bangunan yang bernacam-macam akan tetapi masing masing anak dapat sewaktu-waktu meninggalkan bangunan tersebuat dengan semaunya tidak terikat untuk merusak nya kembali.

6. Cooperative or organized supplementary play atau kerja sama dalam

bermain.

(19)

yang lain nya untuk membangun sesuatu terjadi persaingan memmbentuk permainan drama dan biasanya terpengaruh oleh anak yang memimpin permainan.

Dari keenam tahap diatas tampak bahwa dalam suatu permaian akan timbul rasa ingin tahu rasa ingin berinteraksi dan rasa untuk ber sosialisasi dengan anak yang lain nya. Bermain juga mengalami perkembangan kemampuan yang berbeda bagi masing masing anak yaitu sesuai dengan usia antara lain dari umur 0-2, 1-2, 2-3, 3-4, 4-5, 5-7, dan 7+. (Noorlaila, 2010: 146).

Jeffree, McConkey dan Hewson (1984), dalam Yuliani (2009) menyebutkan enam karakteristik kegiatan bermain pada anak, yaitu: pertama, inisiatif untuk bermain harus muncul dari diri pemain sendiri. Ini mengandalkan permainan yang sifatnya sukarela, bukan paksaan. Kedua, bebas dari aturan mengikat. Terlalu banyak aturan justru menyebabkan permainan menjadi kurang menarik minat anak. Ketiga, bermian merepresentasikan aktifitas nyata. Keempat, permainan pada anak fokus pada proses, bukan pada hasil.

(20)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Anak usia dini disebut sebagai usia emas (golden age) yaitu anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun.

2. Howard Gardner mengemukakan bahwa pada dasarnya anak memiliki delapan jenis kecerdasan dasar tersebut : kecerdasan bahasa, kecerdasan matematis/logis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis. Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 fase, yaitu: sensori motor (0-2 tahun), pra operasional (2-7 tahun), operasi konkret (7-12 tahun), operasi formal (12 tahun ke atas). Erikson membagi delapan tahap perkembangan psikososial anak yaitu sebagai berikut : trust vs

mistrust (0-1 thn), autonomy vs shame & doubt (2-3 thn), Initiative vs

Guilt (4-5 thn), Industry vs Inferiority (6 th-pubertas), Identity &

Repudiation vs Identity Diffusion (masa remaja), Intimacy & Solidarity

vs Isolation (masa dewasa muda), Generativity vs Stagnation (masa

dewasa), Integrityvs Despair (masa tua).

3. Menurut Maslow, anak termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Adapun hierarki kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut4 : kebutuhan fisiologis atau dasar, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan untuk aktualisasi diri. Masing-masing anak memiliki kecenderungan (inklinasi) terhadap kecerdasan tertentu atau kelebihan yang ditunjukkan melalui perilaku spesifik. Dalam pembelajaran harus dihindari pembatasan kemampuan hanya dalam satu katagori atau wilayah kecerdasan tertentu saja. Tetapi lebih penting bagaimana anak di perlakukan sebagai orang yang sedang melakukan

(21)

perjalanan hidupnya dengan cara yang memungkinkan mengoptimalkan apa yang ada dalam dirinya.

4. Anak belajar melalui bermain, anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya, anak belajar secara alamiah, anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.

B. Saran

Dalam proses mendidik anak diperlukan ilmu dan pemikiran yang mengetahui tentang konsep perilaku anak. Mulai dari cara berfikir anak, jenis-jenis perilaku anak, macam-macam kesukaan anak, serta memahami apa yang anak butuhkan bukan apa yang anak mau. Ajari dan didiklah anak dengan cara yang kreatif dan inovatif agar anak dapat menyerap ilmu yang kita sampaikan dengan lebih abadi dan dapat merangsang pikirannya.

Jangan sekali-sekali memaksakan anak untuk belajar, tapi ajaklah dia dengan lembut atau bila perlu tanpa dia sadari dia sedang melakukan permainan sambil belajar. Anak masih mudah frustasi dan memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi. Jadi jangan sampai kita menyakiti hatinya dan membiarkan dia bermain sendirian karena kedua hal ini sangat berbahaya apabila terjadi.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Modul “Pendidikan dan Latihan Profesi Guru TK Rayon 24”. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

http://pgpaud.ac.id

http://www.guru-indonesia.net

S, Udin. Makalah “Model-Model Pembelajaran pada Anak Usia Dini”.

Sudono, Anggani. 1 April 2001. Gaya Pembelajaran Anak Usia Dini. Buletin PADU, Vol.2 No. 01.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari peneltian ini adalah Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara keterampilan membaca dalam pembelajaran bahasa

Early onset otitis media: risk factors and effects on the outcome of chronic suppurative otitis media.. Eur Arch

Berdasarkan hasil analisis data hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak rebung bambu dan kompos tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap parameter pengamatan

Adapun perubahan fonetik dari segi ibda>l , perpaduan dua kata yang keduanya memiliki dua makna yang berbeda sehingga menjadi satu kata dengan makna yang

Terdapat perbedaan kadar kuersetin ekstrak daun dan akar tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens [Lour.] Merr.) pada kultivasi hidroponik sistem DFT dan

Hasil infra merah pada gambar 6 dengan bentonit massa 1 gram menunjukkan spektrum bentonit teraktivasi pita OH karboksilat terlihat lebih tajam dibanding dengan

Kemungkinan metronidazol dapat inaktif oleh bakteri vagina, sehingga pemberian amoksisilin 250 mg 3 kali sehari atau eritromisin 250 mg 4 kali sehari selama 5-7 hari dapat

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanolik, fraksi n -heksan, kloroform, dan air dari daun zodia ( Evodia