MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KOGNITIF :DEFISIT PERAWATAN DIRI
OLEH: KELOMPOK I
1. Alam wijaya 2. Cloudy ray sun see 3. Elfida Sitanggang 4. Elsa frida Sagala 5. Evita Rajagukguk 6. Marthayana Sinurat 7. Murni Hati N
8. Nini Angelina P
PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kelompok panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karunia-Nya kelompok dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Gangguan Kognitif :Defisit Perawatan Diri” dengan baik.
Kelompok juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing Br. Amos Ginting yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Oleh sebab itu kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di kemudian hari.
Atas perhatiannya kelompok mengucapkan Terima Kasih.
Medan, November 2014 Hormat Kami
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart,2006).
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikassi, gangguan realitas( halusinasi atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari- hari ( Keliat, 20011).
Jumlah masalah gangguan jiwa di Indonesia, prevalensi penderita Skizofrenia adalah 0,3%-1%, dan terbanyak pada usia sekitar 18–45 tahun, terdapat juga beberapa penderita yang mengalami pada umur 11–12 tahun. Apabila penduduk Indonesia 200 juta jiwa, maka sekitar 2 juta jiwa yang menderita Skizofrenia (Arif, 2006). Menurut Riskesdas (2007), di provinsi DIY jumlah penderita gangguan jiwa berat adalah 0,4%-0,5% (http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t21963.pdf).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memahami proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien dengan Defisit Perawatan Diri.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan Defisit Perawatan Diri mahasiswa/i diharapkan mampu :
a. Mengetahui pengertian defisit perawatan diri
b. Mengetahui dan memahami manifestasi klinik defisit perawatan diri
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Medis
2.1.1 Defenisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronik atau kambuh ditandai dengan terdapatnya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi.Gejala fundamental lainya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi. (Kaplan & Sadock, 2004).
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart,2006).
2.1.2 Kriteria Diagnostik Skizofrenia
Menurut Kaplan & Sadock (2004), terdapat beberapa kriteria diagnostic skizofrenia di dalam DSM-IV antara lain :
a. Karakteristik gejala
Terdapat dua (atau lebih) dari kriteria di bawah ini, masing-masing ditemukan secara signifikasn selama periode satu bulan (atau kurang,bila berhasil ditangani) :
1. Delusi (waham) 2. Halusinasi
4. Perilaku yang tidak terorganisai secara luas atau munculnya perilaku katatonik yang jelas.
5. Gejala negative, yaitu adanya efek yang datar, alogia atau avolisi (tidak adanya kemauan)
b. Disfungsi social atau pekerjaan
Untuk kurun waktu yang signifikan sejak munculnya onset gangguan, ketidakberfungsian ini meliputi satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset ( atau jika onset pada masa anak – anak atau remaja, adanya kegagalan untuk mencapai beberapa tingkatan hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau pekerjaan yang diharapkan.
c. Durasi
Adanya tanda-tanda gangguan yang terus menerus menetap selama sekurangnya enam bulan. Pada perioade enam bulan ini, harus termasuk sekurangnya satu bulan gejala (atau kurang bila berhasil ditangani) yang memenuhi kriteria A (yaitu fase aktif gajala) dan mungkin termasuk pula periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual ini, tanda – tanda dari gangguan mungkin hanya dimanifestasikan oleh gejala negative atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang lemah.
d. Di luar gangguan Skizofrenia dan Gangguan Mood
Gangguan – gangguan lain dengan ciri psikotik tidak dimasukkan, karena : 1. Tidak ada episode depresif mayor, manik atau episode campuran yang terjadi secara bersamaan yang terjadi bersama dengan gejala fase aktif.
2. Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, maka durasi totalnya akan relatf lebih singkat bila dibandingkan dengan durasi periode aktif atau residualnya.
e. Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umum
f. Hubungan dengan perkembangan pervasive
Jika ada riwayat gangguan tambahan skizofrenia dibuat hanya jika muncul delusi atau halusinasi secara menonjol untuk sekurang – kurang nya selama satu bulan ( atau kurang jika berhasil ditangani ).
Klasifikasi Perjalanan gangguan jangka panjang (klasifiksai ini hanya dapat diterapkan setelah sekurang – kurangnya satu tahun atau lebih, sejak onset awal dari munculnya gejala fase aktif). Episodik dengan gejala residual interepisode (episode ini dinyatakan dengan munculnya kembali gejala psikotik yang menonjol ) : Khususnya dengan gejala negatif yang menonjol.
a. Episodik tunggal dalam remisi parsial : khususnya dengan gejala negative yang menonjol.
b. Kontinum (ditemukan adanya gejala psikotik yang menonjol di seluruh periode observasi) ; dengan gejala negative yang menonjol. c. Episode tunggal dalam remisi parsial: khususnya : dengan gejala
negative yang menonjol.
d. Episode tunggal dalam remisi penuh
e. Pola lain yang tidak ditemukan (tidak spesifik) 2.1.3 Tipe – Tipe Skizofrenia
Berdasarkan definisi dan kriteria diagnostik tersebut, skizofrenia di dalam DSM – IV dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu (Kaplan & Sadock, 2004) :
a. Skizofrenia Paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Preokupasi dangan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang menonjol secara berulang – ulang.
2. Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini :
b. Skizofrenia Terdisorganisasi
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Pembicaraan yang tidak terorganisasi
2. Perilaku yang tidak terorganisasi. 3. Afek yang datar atau tidak sesui.
4. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik c. Skizofrenia Katatonik
Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang – kurangnya dua hal berikut ini :
1. Imobilitas motoric, seperti ditunjukkan adanya kataleps (termasuk fleksibilitas lilin) atau stupor.
2. Aktivitas motoric yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak dipengaruhuhi olehstimulus eksternal).
3. Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak adanya motivasi terhadap semua bentuk perintah atay mempertahankan postur yang kaku dan menentang semua usaha untuk menggerakkannya) atau mutism.
d. Skizofrenia Tidak Tergolongkan
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.
e. Skizofrenia Residual
Tipe skizofrenia yang memenuhi sebagai berikut :
1. Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisasi, dan perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik yang menonjol. 2. Terdapat terus tanda – tanda gangguan, seperti adanya gejala negative
2.1.4 Etiologi
Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu :
a. Diatesis stress Model
Teori ini menggabungkan antara fektor biologis, psikososial, dan lingkungan yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga factor tersebut saling berpengaruh secara dinamis (Kaplan & Sadock, 2004).
b. Faktor Biologis
Dari factor biologis dikenal suatu hipotesis dopamine yang menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh aktifitas dopamimergik yang berlebihan di bagian kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru juga menunjukkan pentingnya neurotransmitter lain termasuk serotomin, norepinefrin, glutamate dan GABA. Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian menggunakan CT Scan ternyata ditemukan perubahan anatomi otak seperti pelebaran lateral vertikel, atropi koteks atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita kronis akizofrenia (Kaplan & Sadock, 2004)
c. Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko mesyarakat umum 1% pada orang tua resiko 5% pada saudara kandung 8% dan pada anak 12% apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sajak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 40%. Pada kembar monozigot 47%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 12% (Kaplan & Sadock, 2004).
d. Faktor Psikososial 1. Teori perkembangan
2. Teori belajar
Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak – anak yang menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang mungkin memiliki masalah emosional yang bermakna. Hubungan interpersonal yang buruk dari penderita skizofrenia akan berkembang kerena mempelajari model yang beruk selama anak – anak. (Kaplan & Sadock, 2004).
3. Teori keluarga
Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam menimbulkan skizofrenia. Namun beberapa penderita skizofrenia berasal dari keluarga yang disfungsional (Kaplan & Sadock, 2004).
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok menurut Videbeck (2008) , yaitu:
1. Gejala Primer
a. Gangguan Proses Pikir
Gangguan proses pikir pada pasien skizofrenia beberapa gangguan bentuk pikiran, arus pikiran dan gangguan isi pikiran. Gangguan bentuk pikiran yang paling sering ditemukan adalah pelonggaran asosiasi dimana ide-ide berpindah dari satu objek kesubjek yang lain yang sama tidak ada hubungannya atau hubungan tidak tepat.
b. Gangguan afek dan Emosi
c. Gangguan kemampuan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan , tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan , pasien selalu memberi alasan meskipun alasan itu tidak jelas/tepat, otomatisme yaitu pasien merasa kemauannya dipengaruhi orang lain atau tenaga dari luar sehingga ia melakuakan sesuatu secara otomatis.
d. Gejala psikomotor
Adanya gejala katatonik atau gangguan pembuatan dan sering mencerminkan ganggun kemauan. Bila gannguan hanya kemamuan saja maka dapat di lihat adanyan gerakan yang agak kaku , stupor dimana pasien dapat menunjukan pergerakan sama sekali dan berlangsung sehari- hari berbulan – bulan dan bertahun – tahun lamanya pada pasien yang menahun (caplan & sadock, 2004)
2. Gejala sekunder
a. Waham
Merupakan gejala skizofrenia dimana adanya suatu keyakinan yang salah pada pasien. Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali tetepi pasien dalam hal ini di anggap merupakan fakta yang tidak dapat dirubah oleh siapapun.waham yang sering muncul pada pasien skizofrenia adalah waham kebesaran, waham kejaran ,waham sendirian ,waham dosa, dan sebagainya b. Halusinasi
2.1.6 Perjalanan Gangguan dan prognosis Skizofrenia
Menurut Videbeck (2008) perjalanan berkembangan skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus. Namun, secara umum melewati tiga fase utama, yaitu:
a. Fase Prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia. Awalnya munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat panjang yaitu ketika seorang individu mulai menarik diri secara social dan lingkungannya .
b. Fase aktif gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala – gejala skizofrenia secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai akibatnya besar antara psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu dengan lingkungan sosialnya.
c. Fase Residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat menetap dan tidak di sebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan.
onset terjadi pada usia yang lebih lanjut, factor pencetusnya jelas, adanya kehibupan kehidupan relative baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang social, pekerjaan, dan seksual,. Fase prodromal terjadi secara singkat, munculnya gejala gangguan mood, adanya gejala positif, sudah menikah, dan adanya system pendukung yang baik (Kaplan & Sadock,2004).
Sedangkan prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul beberapa keadaan seperti berikut : Onset gangguan lebih awal, factor pencetus tidak jelas, riwayat kehidupan sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal terjadi cukup lama,adanya perilaku yang austistik, melakukan penarikan diri, status nya lajang, bercerai, atau pasangannya telah meninggal, adanya riwayat keluarga yang mengidap skizofrenia, munculnya gejala negative, sering kambuh secara berulang, dan tidak adanya system pendukung yang baik.(Kaplan & Sadock, 2004)
Menurut (Kaplan & Sadock, 2004) skizofrenia merupakan gangguan bersifat kronis, berangsur – angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun – tahun. Beberapa peneliti menemukan lebih dari periode waktu lima sampai sepuluh tahun setelah perawatan yang pertma kali di rumah sakit, hanya 10% - 20% memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% memilik hasil buruk.
2.1.7 Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental pada skizofrenia adalah :
1. Penampilan bermacam-macam, dari orang yang sama sekali acak-acakkan, berteriak-teriak, teragitasi sampai orang yang berdandan secara obsesi sangat tenang, dan tidak bergerak.
2. pasien senang berbicara dan menunjukan postur tubuh yang aneh.
4. padakatatonia, pasien tampaknya kehidupan sama sekali dan menunjukkan tanda seperti kebisuan, negativisme, dan kepatuhan otomatis, kadang tampak fleksibilitasi lilin.
5. penarikan diri dari lingkungan diri social yang jelas dan egosentrisitas, tidak adanya bicara/gerakan spontan , tidak adanya prilaku yang di arahkan tujuan.
6. gerakan tubuh yang aneh (tiks,streotipik,manerisme,ekopraksia)
7. perasaan prekoks
8. deoresi ( ciripisikosis)
9. irama perasan lainnya seperti kebingungan, error, perasaan terilosasi, ambivalensi.
10. penurunan respon sevitas emosional dan emosi yang sangat aktif dan tidak sesuai , seperti penyerangan yang ekstrem, kegembiraan dan kecemasan.
11.Afek datar atau tumpul
12. gangguan persepsi, seperi halusinasi (paling sering halusinasi dengar )
13. Halusinasi kenekstetika dalah sensasi perubahan keadaan organ tubuh yang tidak mempunyai dasar.
14. ilusi : penyimpangan dari citra atau sensasi yanag sesungguhnya
15. gangguan berpikir, meliputi gangguan isi pikiran, seperti waham ( waham kejar, kebesaran, keagamaan, somatik) gangguan bentuk pikiran (inkoherensi, tegensialitas, sirkum stansialitas, neologisme, ekolalia, verdigerasi, kata yang campur aduk, mutisme), dan gangguan proses pikiran (flight of idea, hambatan pikiran, gangguan perhatian, kemiskinanpikiran, over inclusion)
17. Orentasi terhadap orang ,waktu, dan tempat baik.
2.1.8 Mekanisme Koping
Mekanisme koping menurut Videbeck (2008) adalah :
a. Regresi
Kemunduran akibat stress terhadap prilaku dan merukan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
b. Penyangkalan (Denial )
Menyatakan ketidak setujuan terhadap realita dengan mengingkari realitas tersebut.Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitive. c. Isolasi diri, menarik Diri
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk ,kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negative di dalam diri sendiri
d. Intelektualisasi
Pengguanan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalamaan yang mengganggu perasaan
2.1.9 Penatalaksanaan
a. Farmakotrapi
Tatalaksana pengobatan skizofrenia mengacup ada penatalaksanaan skizofrenia menurut Kaplan dan sadock (2004) antara lain :
1. Anti psikotik :
Jenis-jenis obat psikotik antara lain:
a. Cholopromozamine
b. Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri , dosisawal : 3x1 mg , dan bertahap dinaikkan sampai 50mg/hari
c. Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikomotik, psikosis, dan anemia . Dosis awal : 3x0.5mg – 3 mg. Obat anti psikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat anti psikotik secara Intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dalam kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan penyebab pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat .kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya penyesuaian social, dan bukan hilangnya waham pada klien.
2. Anti parkinson
a) Triheksipenydil (Artene )
Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi ekstra piramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari.
b) Difehidamin
Dosis yang diberikan :10-400 mg/hari. 3. Anti Depresan
a) Ameitriptylin
Untuk gejala depresi, oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis yang diberikan : 75 -300 mg/hari.
b) Imipramin
4 . Anti Ansietas
Anti ansietas diguanakan untuk mengontrol ansietas, kelainan somatrofrom, kelainan disosiataif, kelainan kejang , dan untuk meringankan sementara gejala – gejala insomnia dan ansietas
Obat- Obat yang termasukAnsietasanataralain :
Fenobarbital : 16-320 mg/hari
Meprobamat : 200-2400 mg/hari
2.2 Konsep Dasar Keperawatan Defisit Perawatan Diri
2.2.1 Defenisi
Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri mandi, berhias, makan, toileting (Nurjannah, 2004).
Kurang keperawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Wartonah, 2009).
2.2.2 Klasifikasi Defisit Perawatan Diri
Klasifikasi defisit perawatan diri menurut Wartonah (2009) adalah:
1. Kurang perawatan diri : Mandi/Kebersihan
Adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatn diri : Mengenakan pakaian/berhias
Adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktifitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
2.1.3 Etiologi
Menurut Wartonah (2009) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut:
1. Kelelahan fisik 2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri
c. Kemampuan realitas turun : klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan memepengaruhi latihan kemampuan dalam Perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Adalah kurang penurunan motivasi, kurasakan kognitif atau perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehinnga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah : a. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diatebes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan
f. Kebiasaan seseorang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain
g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :
a. Dampak fisik : banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan menbran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku
b. Dampak psikososial : masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,kebutuhan harga diri, aktualsasi diri dan gangguan interaksi sosial
2.1.4 Manifestasi klinis
Menurut Depkes (2000) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :
1. Fisik
e. Penampilan tidak rapi. 2. Psikologis
a. Malas, tidak ada insiatif b. Menarik diri. Isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina 3. Sosial
a. Interaksi kurang b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB disembarangan tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
2.1.5 Mekanisme Koping
a. Regresi
Kemunduran akibat sters terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
b. Penyangkalan (Denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan primitif.
c. Isolasi sosial, menarik diri
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan unutk memadukan nilai-nilai positif dan negatif didalam diri sendiri
d. Intelektualisasi
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
2.1.6 Rentang Respon Kognitif
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri : a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri 2. Membimbing dan menolong klien merawat diri :
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari 3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien 2.1.7 Pohon Masalah
Perawatan diri kurang : Higine
2.3 Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan diri
2.3.1 Pengakajian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan eliminasi/ toileting ( buang air besar/ buang air kecil) secara mandiri. (Keliat B. , 2011)
Untuk mengetahui apakah pasien mengalamimasalah defisit perawatan diri, maka tanda dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu : 1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor,gigi kotor, kulit
berdaki dan berbau, kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/ berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan defekasi/ berkemih, secara mandiri, ditandai dengan defekasi/ berkemih tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah defekasi/ berkemih. (Keliat B. , 2011)
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
2.3.3 Tindakan Keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik maka Anda harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatn dirinya meningkat. Tindakan yang dapat anda lakukan adalah :
1. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang diahadapi keluarga dalam merawat pasien.
2. Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
3. Diskusikan dengan keluaga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
4. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu meningkatkan pasien dalam merawat diri ( sesuai jadwal yang telah disepakati).
5. Anjurkan kleurga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam perawatan diri.
2.3.4 Penilaian Kemampuan Pasien Dan Keluarga Dengan Masalah Defisit Perawatan Diri
Kemampuan pasien dan keluarga
PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI
Nama
1. Beri tand (√) jika pasien dan keluarga mampu melakuka kemampuan dibawah ini.
2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan penilaian.
N o
Kemampaun Tanggal
A. Pasien
1. Menyebutkan pentingnya kebersihan diri
2. Menyebutkn cara membersihkan diri. 3. Mempraktikan cara membersihkan diri
dan memasukkan kedalam jadwal. 4. Menyebutkan cara makan yang baik 5. Mempraktikan cara makan yang baik
dan memasukkakn kedalam jadwal 6. Menyebutkan cara defekasi/ berkemih
yang baik
7. Mempraktikan cara defekasi/ berkemih yang baik dan memasukkan dalam jadwal
9. Mempraktikan cara berdandan dan memasukkan dalam jadwal
B. Keluarga
1. Menyebutkan pengertian perawatan diri dan proses terjadinya masalah defisit perawatan diri
2. Menyebutkan cara merawat pasien defisit perawatan diri
3. Mempraktkan cara merawat pasien defisit perawatan diri
4. Membuat jadwal aktivitas dan minum obat untuk klien
Kemampuan Perawat
PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT DALAM MERAWAT PASIEN DEFIST PERAWATAN DIRI
Nama :_________________
Ruangan :
______________
Nama perawat : __________
Petunjuk pengisian :
1. Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja.
yang baik ke dalam ke dalam jadwal kegitan harian 2. Menjelaskan pengertian,
tanda dan gejal defisit perawatan diri, dan jenis defisit perawatan diri yang dialamai pasien beserta proses terjadinya
melakukan cara merawat 2. Menjelaskan follow up
Pasien Cara berpakaian tidak seperti biasanya Jelaskan
Bantuan minimal Bantuan total
2. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total
3. Defekasi/ berkemih
Bantuan minimal Bantuan total
Bantuan minimal Bantuan total Jelaskan
___________________________________________________________
Masalah keperawatan
________________________________________________
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart,2006). Etiologi dari skizofrenia adalah:
a. Diatesis stress Model b. Faktor biologis c. Genetika
d. Faktor psikososial
Manifestasi klinis dari skizofrenia adalah: 1. Gejala primer
2. Gejala sekunder Defisit perawatan diri
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi 2. Faktor presipitasi 3.2 Saran
Dengan terbentuknya makalah ini, mahasiswa sebagai calon perawat dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan defisit perawatan diri ini dengan baik, baik teori maupun praktik di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Keliat, B. A., dkk. 2009. Model praktek Keperawatan Profesional : JIWA. Jakarta : EGC.
Keliat, B. A,dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Nurjannah, 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia