• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Labiopalatoskisis Dan s

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Labiopalatoskisis Dan s"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN

LABIOPALATOSCHIZIS

Tutor 5 :

Ira Tuti 220110120005

HenyJunita 220110120011

Sri Rahmawati 220110120017 SesiSeptiani 220110120023 RatuIrbath K.N. 220110120029 SeptianiPuspadewi 220110120036 Laura Oktavia 220110120042 RirisPurwitaWidodo 220110120048

Abdul Azis 220110120054

FirdaHalifahRahmayani 220110120060 Miftahhurrahmah 220110120067 AnisaHasanah 220110120073 DwiRatnasari 220110120079

Fakultas Keperawatan

Universitas Padjadjaran

(2)

A. Definisi

LabioPalatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palatosisis (sumbing palatum), dan labiosisis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang) untuk menyatu selama perkembangan embroil. (Aziz Alimul Hidayat, 2006)

LabioPalatoskisis adalah penyakit congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.(Suriadi, S.Kp. 2001)

Labiopalatoskisis adalah kelainan congenital pada bibir dan langit-langit yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik.

Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna sampa ipada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma dan factor genetic..

Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palate pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.

B. Insidensi

(3)

Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan rasAfrika. Insiden palatoschisis padaras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada ras kulit putih, dan 0,41/1000 pada ras kulit hitam.

Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009 kasus cleft palate dari total seluruh penduduk.

C. Etiologi dan Faktor resiko

1. Faktor Genetik

Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak. 2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas

maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal). Zat –zat yang berpengaruh adalah:

 Asam folat  Vitamin C  Zn

3. Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.

4. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah: - Jamu.

Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut

(4)

Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.

- Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :

~ Talidomid, diazepam (obat – obat penenang) ~ Aspirin (Obat – obat analgetika)

~ Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream pemutih)

- Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio palatoschizis, yaitu:

~ Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.

~ Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa embrional.h

~ Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.

- Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.

(5)

Pada LabioSkisis :

 Distorsi pada hidung

 Tampak sebagian atau keduanya  Adanya celah pada bibir

Pada PalatoSkisis :

 Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau foramen

incisive

 Adanya rongga pada hidung  Distorsi hidung

 Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari  Kesulitan dalam menghisap atau makan

 Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan  Gangguan komunikasi verbal

Celah bibir dan kebanyakan keadaan celah palatum tampak pada saat lahir dan penampilan kosmetik merupakan keprihatinan yang timbul segera pada orang tua. Tidak ada kesukaran minum ASI atau botol pada bayi dengan bibir sumbing yang kurang berat dengan palatum utuh. Pada sumbing yang luas, dan terutama bila disertai celah palatum, muncul dua masalah; mengisap mungkin tidak efektif dan saliva serta susu dapat bocor ke dalam ronggga hidung, dan mengakibatkan refleks gag atau tersedak ketika bayi bernapas.

Bicara dapat terhambat dan bila berkembang, dapat ada hipernasalitas dan artikulasi yang jelek. Sebagai akibat defisiensi pada fungsi otot palatum mole, fungsi tuba eustachii dapat terganggu, dan keterlibatan telinga tengah memalui otitis akut berulang atau otitis media menetap dengan efusi lazim terjadi.

(6)

perbaikan bedah sekalipun, dan dapat turut menyebabkan sering terkenanya telinga tengah.

Gabungan penampilan kosmetik dan gangguan bicara sering menciptakan kesukaran psikologis yang serius pada anak yang lebih tua.

E. Klasifikasi

 Klasifikasi menurut struktur – struktur yang terkena menjadi :

a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan foramen incivisium.

b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.

Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.

Kadang – kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

 Klasifikasi menurut organ yang terlibat : 1. Celah bibir (labioskizis)

2. Celah di gusi (gnatoskizis) 3. Celah dilangit (Palatoskizis)

4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit – langit (labiopalatoskizis).

 Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan tidak memanjang ke hidung

2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung

(7)

(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC

Medical genetics. 2004, 154.)

F. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:

 Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi sengau.

 Maloklusi( – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.

 Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi otitis media rekurens sekunder.

 Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.

 Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan mengakibatkan distress pernafasan

(8)

 Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya bayi menjadi kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan bayi.

 Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.

 Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal.

 Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya crosbite.

 Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri da citra tubuh.

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen

- Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun tidak terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa prenatal untuk celah bibir baik unilateral maupun bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia janin 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada

pemeriksaan USG prenatal. KEtika diagnosa prenatal dipastikan, rujukan kepada ahli bedah plastik tepat untuk konseling dalam usaha mencegah.

- Setelah lahir, tes genetic mungkin membantu menentukan perawatan terbaik untuk seorang anak, khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik. Pemeriksaan genetik juga memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum.

(9)

- Pemeriksaan radiologi dilakukan dewngan melakukan foto rontgen pada tengkorak. Pada penderita dapat ditemukan celah processus maxilla dan processus nasalis media.

H. Patofisiologi

(terlampir)

I. Penatalaksanaan

Tujuan dan intervensi bedah dan pembedahan adalah memulihkan struktur anatomi, mengoreksi cacat dan memungkinkan anak mempunyai fungsi yang normal dalam menelan, bernapas dan berbicara. Pembedahan biasanya dilakukan ketika anak berumur ± 3 bulan, tetapi pada beberapa rumah sakit dilakukan segera setelah lahir.

a. Manajemen perawatan celah bibir Perawatan pra bedah

1) Pemberian makan

Pemberian makan pertama kali sukar, tetapi tergantung pada derajat deformitas yang dialami pada kasus ringan, ada kemungkinan memberi ASI langsung kepada bayi. Jika tidak, pemberian susu botol mudah dilakukan. Akan tetapi, bila menghisap susu dari botol sulit dilakukan bayi, makanan dapat diberikan menggunakan sendok atau biarkan bayi menghisap dari sendok.

- Bila celah bibir tidak disertai celah palatum, bayi hanya mengalami sedikit kesukaran dalam makan atau sama sekali tidak kesukaran.

- Jika celah bibir disertai celah palatum, bayi mengalami masalah bukan saja dalam menelan tetapi juga dalam menghisap karena palatum yang lengkap dan utuh diperlukan untuk memanifulasi puting dan menghisap ASI. Regurgitasi ASI melalui hidung menimbulkan masalah lain yang membahayakan. Inhalasi ASI harus dicegah dengan mempersiapkan penyedot setiap saat. Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat penting agar menjamin bahwa bayi dalam keadaan fisik yang baik, mengalami kenaikan BB dan tidak mengalami anemia. Bila dijumpai adanya anemia, harus ditangani kapan saja terjadi.

(10)

-2) Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik sebagai profilaksis bertujuan menjamin bahwa pada masa pascabedah, anak tidak mengalami bahaya yang disebabkan oleh mikroorganisme yang telah ada ataupun yang masuk selama masa bedah dan pascabedah .

3) Persiapan Prabedah

Prinsip manajemen prabedah bertujuan mencapai atau mempertahankan status fisik yang menjamin bahwa anak mampu mengatasi trauma akibat intervensi bedah. Tujuan selanjutnya adalah menghilangkan atau mengurangi terjadinya komplikasi selama atau setelah pembedahan melalui antisipasi yang saksama dan pengobatan yang tepat.

4) Perawatan pascabedah

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai mengalami operasi perbaikan celah bibir meliputi :

a. Imobilisasi lengan merupakan aspek penting perawatan, untuk mencegah bayi menyentuh garis jahitan

b. Sedasi, anak yang menangis dapat mengingkatkan tegangan pada garis jahitan. Pemberian sedasi sering kali dianjurkan untuk mengurangi tegangan, walaupun tegangan sudah dikurangi dengan mengenakan peralatan seperti busur logam c. Pembalutan garis sedasi, biasanya jahitan sudah dibuka antar hari ke-5 dan ke-8.

Garis jahitan biasanya ditinggal tanpa penutup dan kebersihan dipertahankan dengan mengelap area tersebut dengan air steril atau salin normal setelah selesai makan.

d. Pemberian makan dapat segera dimulai setelah bayi sadar dan refleks menelan positif.

b. Manajemen perawatan celah palatum

(11)

baik dilakukan oleh ahli bedah dengan pengalaman khusus dalam pekerjaan ini. Infeksi luka harus dicegah dengan antibiotik yang sesuai.

Pemberian makan dapat merupakan masalah yang sulit pada anak tersebut, karena adanya lubang antara rongga mulut dan hidung. Namun, pemberian ASI dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Bila pemberian ASI tidak dapat dilakukan secara langsung, sebaiknya digunakan puting karet besar yang menutup sebagian lubang palatum. Pembesaran lubang puting karet dapat menolong banyak anak penderita celah palatum. Banyak percobaan yang mungkin diperlukan untuk membentuk kebiasaan makan yang benar. Terkadang, penggunaan pipet mengatasi masalah pemberian makan. Pemberian makan melalui sonde harus dihindari karena akan menghalangi penggunaan otot orofaring

Diet pascabedah langsung harus terdiri atas cairan jernih, seperti minuman glukosa. Sekali diberikan diet normal harus terdiri atas makanan lunak disusul dengan air steril. Makanan keras dan manisan harus diberikan selama 2/3 minggu setelah pembedahan. Pengangkatan jahitan biasanya dilakukan di kamar bedah dibawah sedasi diantara hari ke-8 atau ke-10

(12)

c. Pemberian makan dan minum

Pemberian makan dan minum pada pasien dengan labioschisis dan palatoschisis bertujuan untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit sesuai program pengobatan.

J. Pencegahan

1. Menghindari merokok

Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu.

Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002). 2. Menghindari alkohol

(13)

diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.25,30

3. Nutrisi

Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus.

a. Asam Folat

Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.

b. Vitamin B-6

(14)

c. Vitamin A

Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional. 4. Modifikasi Pekerjaan

Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.

5. Suplemen Nutrisi

(15)

tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya.

K. Prognosis

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah diatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah labioschisis.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas klien Nama : an. X Usia : 2 jam

Jenis kelamin : laki-laki Agama:

-Diagnosa medis : labiopalatoschizis

2. Anamnesa

a. Keluhan utama

Setelah lahir terdapat celah pada bibir dan langit-langit mulut dan tampak sulit menyusui.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

(16)

R : celah di bibir dan langit-langit mulut S : perlu dilakukan pengkajian ulang T : sejak lahir selama 2 jam

c. Riwayat Kesehatan Dahulu : d. Riwayat Kesehatan keluarga : e. Riwayat Pekerjaan :

f. Peran sosial : g. Pola aktivitas :

-3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : sadar penuh b. Antropometri

Lingkar perut : 45 cm BBL : 2500 gram c. TTV

RR : 46x/menit HR : 120x/menit TD :

-Suhu : 37,80C

d. Inspeksi : terdapat celah pada bagian bibir dan langit-langit mulut e. Palpasi:

f. Perkusi : g. Auskultasi :

-4. Pemeriksaan Penunjang

pemeriksaan Hasil Normal

leukosit 11.000 mg/dl 9000 – 12000/ mm3

eritrosit 3500 mg/dl 4,7-6,1 juta

trombosit 270.000 mg/dl 200.000 -400.000 mg/dl

Hb 16 gr/dl 12-24 gr/dl

Ht 30 33-38

Kalium 4,8 mEq 3,6-5,8 mEq

(17)

5. Analisis Data

Data Yang Menyimpang Etiologi Masalah Keperawatan

DO:

Terdapat celah pada bibir dan langit – langit mulut, Tampak sulit menyusu Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan atau

tidak efektif dalam meneteki ASI

Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan atau tidak efektif dalam meneteki

ASI

DO:

Ibu tampak sedih melihat kondisi anaknya, Ibu berusaha menutup – nutupi wajah anaknya dari orang lain.

DS:

Ibu berkata malu akan kondisi anaknya

Labiopalatoschizis Sususan mulut berbeda Wajah anak ditutup dari orang lain

Ibu merasa malu dan sedih Harga Diri Rendah

Harga Diri Rendah

DO:

Anak terlahir dengan kondisi terdapat celah pada bibir dan langit – langit mulut dan tampak sulit menyusu

DS:

Ibu bingung bagaimana cara menyusui anaknya dan berkata tidak tahu apa yang harus dilakukan

Ibu bingung cara menyusui anak Kurang Pengetahuan

Kurang Pengetahuan

DO:

(18)

dan langit – langit mulut DS:

Sususnan mulut berbeda Tidak ada pemisah antara mulut dan

hidung Resti Aspirasi DO:

Luka bekas operasi DS:

Labiopalatoschizis

Perlunya tindakan bedah korektif Post operasi

Resiko Infeksi

Resiko Infeksi

6. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Pra Operasi:

1. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan/ kesukaran dalam makan sekunder akibat kecacatan dan pembedahan.

2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.

3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan perawatan di rumah.

4. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari Palatoskisis.

Diagnosa Pasca Operasi:

1. Resti infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan prosedur invasi yang di tandai dengan adanya luka operasi tertutup kasa.

2. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

7. Intervensi dan Rasional Diagnosa Keperawatan Pra Operasi:

(19)

Tujuan: Setelah mendapatkan tindakan keperawatan diharapkan perubahan nutrisi dapat teratasi

Kriteria Hasil:  tidak pucat

 turgor kulit membaik

 kulit lembab, perut tidak kembung

 bayi menunjukan penambahan berat badan yang tepat.

Intervensi Rasional

1. Bantu ibu dalam menyusui, bila ini adalah keinginan ibu. Posisikan dan stabilkan puting susu dengan baik di dalam rongga mulut.

2. Bantu menstimulasi refleks ejeksi Asi secara manual / dengan pompa payudara sebelum menyusui

3. Gunakan alat makan khusus, bila menggunakan alat tanpa puting. (dot, spuit asepto) letakan formula di belakang lidah 4. Melatih ibu untuk memberikan Asi yang

baik bagi bayinya

5. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga kebersihan, apabila di pulangkan

6. kolborasi dengan ahli gizi.

1. Membantu ibu dalam memberikan Asi dan posisi puting yang stabil membentuk kerja lidah dalam pemerasan susu.

2. Karena pengisapan di perlukan untuk

4. Mempermudah dalam pemberian Asi 5. Untuk mencegah terjadinya

mikroorganisme yang masuk

6. mendapatkan nutrisi yang seimbang

2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.

Tujuan: Stelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua tidak malu lagi. Kriteria Hasil:

 Rasa malu hilang

(20)

Intervensi Rasional 1. Berikan kesempatan untuk

mengekspresikan perasaan

2. tunjukan sikap penerimaan terhadap bayi dan keluarga

3. tunjukan dengan perilaku bahwa anak adalah manusia yang berharga

4. gambarkan hasil perbaikan bedah terhadap defek,gunakan foto hasil yang memuaskan 5. anjurkan pertemuan dengan orang tua lain yang mempunyai pengalaman serupa dan dapat menghadapinya dengan baik. 6. menganjurkan orangtua untuk selalu

menjaga kesehatan bayinya

1. Mendorong koping keluarga

2. Meredam sikap sensitif orangtua terhadap sikap sensitif orang lain

3. Mendorong penerimaan terhadap bayi 4. Untuk mendorong adanya pengharapan 5. Membantu orangtua mendiskusikan

kekhawatirannya, berbagi pengalaman swehingga timbulnya sifat menerima terhadap bayi

6. Untuk mencegah terjadinya defek pada bayi

3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan perawatan di rumah.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat pengetahuan orang tua bertambah.

Kriteria Hasil:

Orang tua mengetahui tentang penyakit yang diderita anak

Orang tua mengetahui bagaimana cara perawatan anak mulai dari cara pemberian makan, cara pembersihan mulut setelah makan.

Intervensi Rasional

1. Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi

2. Jelaskan dan demonstrasikan kepada keluarga cara perawatan, pemberian makanan dengan alat, cara mencegah infeksi, cara mencegah aspirasi, cara pengaturan posisi, dan cara membersihkan mulut setelah makan.

1. Agar orang tua mengetahui prosedur operasi dan menyetujui operasi yang dilakukan pada anaknya.

2. Agar pengetahuan ibu bertambah tentang cara perawatan anak pada bibir sumbing.

4. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari Palatoskisis.

(21)

 Kepatenan jalan nafas

2. Gunakan palatum buatan (bila perlu) 3. Lakukan penepukan punggung setelah

pemberian makanan

4. Monitor status pernafasan selama pemberian makan seperti prequensi nafas, irama, serta tanda-tanda adanya aspirasi.

a. Agar minuman atau makanan yang masuk tidak masuk ke saluran hidungdan anak tidak tersedak.

b. Agar memudahkan anak untuk menete ASI.

c. Agar anak tidak tersedak.

d. Memantau status pernapasan selama makan agar terlihat kemampuan makan bayi.

Diagnosa Pasca Operasi:

1. Resti infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan prosedur invasi yang di tandai dengan adanya luka operasi tertutup kasa.

Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi. Kriteria Hasil:

Luka terjaga kesterilan.

Tidak ada luka tambahan

Intervensi Rasional

1. Atur posisi miring ke kanan serta kepala agak ditinggikan pada saat makan

2. Lakukan monitor tanda adanya infeksi seperti bau, keadaan luka, keutuhan jahitan, 3. Lakukan monitor adanya pendarahan dan

edema

4. Lakukan perawatan luka pascaoperasi dengan aseptic

5. Hindari gosok gigi kurang lebih 1-2 minggu

1. Agar memudahkan masuknya makanan atau minuman.

2. Agar cepat terdeteksi apabila ada infeksi dengan mengenali tanda-tanda infeksi. 3. Agar memantau adanya komplikasi atau

tidak.

4. Agar luka tetap terjaga kebersihannya dan terhindar dari infeksi.

5. Agar tidak terjadi pendarahan atau jaitan lukanya bisa putus.

DAFTAR PUSTAKA

(22)

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.

Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EGC. Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37882/4/Chapter%20II.pdf

Suriadi &Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : PT. FAJAR INTERPRATAMA

Sodikin. 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

MARTA PAULIN MUDAJ : DEPARTEMEN KESEHATAN RIPOLITEKNIK KESEHATAN DEPKES KUPANG

Adam, George L. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: Jakarta: EGC.

Artono dan Prihartiningsih. 2008. Labioplasti Metode Barsky Dengan Pemotongan Tulang Vomer Pada Penderita Bibir Sumbing Dua Sisi Komplit Di Bawah Anestesi Umum. Maj Ked Gi : 15(2) : 149-152.

Referensi

Dokumen terkait

Suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal untuk mulai bernafas secara spontan dan regular segera setelah lahir, keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir

Perawatan prostodonsi yang dapat dilakukan pada pasien dengan celah bibir dan palatum yaitu: implan, gigi tiruan tetap, overdenture, overlay, gigi tiruan sebagian lepasan

Perawatan prostodonsi yang dapat dilakukan pada pasien dengan celah bibir dan palatum yaitu: implan, gigi tiruan tetap, overdenture, overlay, gigi tiruan sebagian lepasan

Gangguan makan dan menelan pada anak sindrom Down berkaitan dengan kurang sempurnanya kemampuan menghisap dan penutupan bibir (poor suck and lip closure ), gangguan

c) Menjelaskan pada ibu tanda-tanda bayi mengisap dengan baik seperti mengisap dalam dan pelan, tidak terdengar suara kecuali menelan disertai berhenti sesaat. Bayinya

menyusu pada ibunya dan selama ibu menginginkannya. Bidan melanjutkan asuhan persalinan. 10) Segera setelah bayi baru lahir selesai menghisap, bayi akan. berhenti menelan

Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, sering berhubungan dengan peningkatan kadar

8. Pukul14.00 WIB Keadaan umum bayi baik. Pukul 10.05 WIB Reflek menghisap dan menelan mulai kuat. Pukul 08.50 WIB Bayi nampak bersih dan nyaman. Puukul 10.15 WIB ASI masuk 80 cc