• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR By Ny. N DENGAN HIPERBILIRUBIN DERAJAT III DI RSU ASSALAM GEMOLONG KARYA TULIS ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR By Ny. N DENGAN HIPERBILIRUBIN DERAJAT III DI RSU ASSALAM GEMOLONG KARYA TULIS ILMIAH"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu Persyaratan Ujian Akhir Program Pendidikan Diploma III Kebidanan

Disusun Oleh : RATRI YULI ANITASARI

NIM. B09.101

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

(2)

ii

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR By Ny. N

DENGAN HIPERBILIRUBIN DERAJAT III

DI RSU ASSALAM GEMOLONG

Disusun Oleh :

RATRI YULI ANITASARI NIM. B09.101

Telah diperiksa dan disetujui Pada tanggal : Juli 2012

Pembimbing

(Erlyn Hapsari, SST) NIK. 200683018

(3)

iii

DENGAN HIPERBILIRUBIN DERAJAT III

DI RSU ASSALAM GEMOLONG

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :

RATRI YULI ANITASARI NIM. B09.101

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Stikes Kusuma Husada Surakarta

Pada tanggal : Juli 2012

Penguji I

(Hutari Puji Astuti, S.SiT,M.Kes) NIK. 200580012

Penguji II

(Erlyn Hapsari, SST) NIK. 200683018

Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan

Ka. Prodi DIII Kebidanan

(DHENY ROHMATIKA, S.SiT) NIK. 200582015

(4)

iv

melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir By. Ny. N Dengan Hiperbilirubin Derajat III di RSU Assalam Gemolong” untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat menyelesaikan pendidikan Ahli Madya Kebidanan STIKES Kusuma Husada Surakarta.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKES Kusuma Husada Surakarta.

2. Ibu Dheny Rohmatika, S.SiT, selaku Ka. Prodi D III Kebidanan STIKES Kusuma Husada Surakarta.

3. Ibu Erlyn Hapsari, SST, selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Direktur RSU Assalam Gemolong yang telah bersedia memberikan kesempatan dan ijin kepada penulis untuk mengambil kasus di RSU Assalam Gemolong.

5. Keluarga Ny. N yang telah bersedia menjadi pasien dalam pengambilan kasus dan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

(5)

v

7. Perpustakaan Prodi D III Stikes Kebidanan Kusuma Husada Surakarta yang telah menyediakan literature yang penulis perlukan.

8. Bapak dan Ibu serta keluarga besarku yang telah banyak memberikan kasih sayang dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Rekan-rekan Sekolah tinggi Ilmu kesehatan Kusuma Husada Surakarta yang telah memberi bantuan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan, dengan demikian saran yang membantu sangat penulis harapkan dan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap semoga Karya Tulis ini bermanfat bagi para pembaca pada umumnya dan tenaga kesehatan lain pada khususnya.

Surakarta, Juli 2012 Penulis

(6)

vi

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR By Ny. N DENGAN

HIPERBILIRUBIN DERAJAT III DI RSU ASSALAM GEMOLONG

xiii + 84 halaman + 1 gambar + 4 tabel + 8 lampiran

INTISARI

Latar Belakang : Pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III harus dapat

perhatian yang tepat, hiperbilirubin derajat III adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan kadar

bilirubin bagian kepala, badan, paha sampai dengan lutut. Hiperbilirubin derajat

III apabila tidak ditangani dengan baik dapat menjadi hiperbilirubin derajat IV. Data di RSU Assalam Gemolong didapatkan Angka kejadian hiperbilirubin derajat III sebanyak 5 bayi (2,9%)

Tujuan : Dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin derajat III secara komprehensif dengan menerapkan asuhan

kebidanan menurut 7 langkah Varney.

Metodologi : Jenis laporan studi kasus menggunakan metode deskriptif, lokasi

studi kasus di RSU Assalam Gemolong, subjek studi kasus adalah bayi baru lahir By Ny. N dengan hiperbilirubin derajat III, waktu studi kasus dilakukan pada tanggal 25 – 29 Juni 2012, teknik pengambilan data dengan data primer dan data sekunder.

Hasil : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 5 hari didapatkan hasil

keadaan umum baik, pada kepala sampai leher masih berwarna kuning, reflek hisap bayi kuat, bayi nampak bersih, ASI sudah diberikan 80 cc, Bayi sudah BAB 9 kali berwarna kuning kecoklatan (konsistensi lembek) dan BAK 16 kali berwarna kuning jernih, Bayi nampak nyaman.

Kesimpulan : ada kesenjangan antara kasus dan teori yaitu pada pengkajian yaitu

pada pengkajian pada kasus didapatkan KU sedang dan diteori lemah, pada kasus perut tidak ada pembesaran hati sedangkan diteori ada pembesaran hati, pada kasus reflek morro dan gasping kuat sedangkan diteori lemah, pada kasus BAK berwarna kuning jernih dan BAB kuning kecoklatan sedangkan diteori BAK berwarna dempul dan BAK berwarna gelap.

Kata Kunci : Asuhan kebidanan, bayi baru lahir, hiperbilirubin derajat III. Kepustakaan : 32 literatur (2002 – 2010)

(7)

vii

Berjuang hidup sampai titik darah penghabisan Tanpa menengok kebelakang & hanya menatap

Massa depan

Dalam kehidupan memang penuh tantangan, tapi tantangan itu bukan untuk dihindari tapi

untuk dijawab dan dihadapi

PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini penulis persembahkan untuk :

1. Kepada pak seretmen dan bu sri ekowati yang

memberi aku doa dan cinta selama ini, ”njenengan

tiang sepuh sing juos gandos pancen oyeeee”

2. Mami ismiyatin,,endanx gendut,,kiki krempeng semoga perjalanan dan kebersamaan yag kita tempuh selama ini mampu menjadikan kita lebih bijak dan dewasa.love u sobat

3. Kepada temen temen stikes kusuma husada khususnya 3B ra bakal tak lalekne moment kuly ning kusuma

husada.

(8)

viii

BIODATA

Nama : Ratri Yuli Anitasari Tempat / Tanggal Lahir : 01 Juli 1990

Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Saradan RT 07 RW 03, Saradan, Karang Malang, Sragen.

RIWAYAT PENDIDIKAN

SD Negeri 1 Saradan Tahun 2002 SMP Negeri 2 Karang Malang Sragen Tahun 2005 SMA Muhammadiyah 1 Sragen Tahun 2008 Diploma III Kebidanan Stikes Kusuma Husada Surakarta

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

INTISARI ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

CURICULUM VITAE ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Manfaat Studi Kasus ... 3

D. Tujuan Studi Kasus ... 4

E. Keaslian Studi Kasus ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis ... 8

(10)

x

B. Teori Manajemen Kebidanan ... 32

C. Landasan Hukum ... 45

BAB III. METODOLOGI A. Jenis Studi Kasus ... 47

B. Lokasi Studi Kasus ... 47

C. Subyek Studi Kasus ... 47

D. Waktu Studi Kasus ... 48

E. Instrumen Studi Kasus ... 48

F. Teknik Pengumpulan Data ... 48

G. Alat-alat yang Dibutuhkan ... 51

BAB IV. TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Kasus ... 52 B. Pembahasan ... 75 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)
(12)

xii

Tabel 2.2 Pedoman pengelolaan Ikterus menurut Waktu Timbulnya

Dan Kadar Bilirubin ... 28 Tabel 4.1 Sistem Apgar Score Bayi Ny. N ... 57 Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 60

(13)

xiii

Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Penggunaan Lahan Lampiran 3. Surat Balasan Penggunaan Lahan

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Pasien Lampiran 5. SAP ASI Eksklusif + Leaflet Lampiran 6. SAP Tehnik Menyusui + Leaflet Lampiran 7. Lembar Observasi

(14)

1

A. Latar Belakang

Angka kematian neonatal adalah kematian bayi yang lahir hidup dalam minggu pertama setelah kelahiran hidup (Manuaba, 2007). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 Angka Kematian Bayi (AKB) 34 per 1.000 kelahiran, sedangkan angka kematian bayi di Jateng sebesar 114 per 100.000 kelahiran hidup, penyebab kematian bayi karena BBLR 29%, asfiksia 27%, masalah pemberian minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5%, hiperbilirubin 5% dan lain-lain 8% (Rachmawaty, 2006).

Keadaan bayi sangat bergantung pada pertumbuhan janin di dalam uterus, kualitas pengawasan antenatal, penanganan dan perawatan setelah lahir. Penanggulangan bayi tergantung pada keadaannya apa dia normal atau tidak. Diantara bayi yang normal ada yang membutuhkan pertolongan medik segera seperti bayi baru lahir dengan asfiksia, perdarahan dan

hiperbilirubinemia (Wiknjosastro, 2010).

Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 gram sampai 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2007). Masalah utama bayi baru lahir adalah masalah yang sangat spesifik yang terjadi pada masa bayi serta dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Salah satunya penyebab kematian bayi adalah hiperbilirubin (Hasan, 2007). Hiperbilirubin adalah istilah yang

(15)

dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).

Pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III harus dapat perhatian yang tepat, yang disebut dengan hiperbilirubin derajat III adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan kadar bilirubin bagian kepala, badan, paha sampai dengan lutut (Surasmi, 2003). Keadaan yang menunjukkan adanya hiperbilirubin derajat III adalah apabila dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat 10 - 13 mg/dL dalam 24 jam (Ladewig, 2006). Hiperbilirubin derajat III apabila tidak ditangani dengan baik dapat menjadi hiperbilirubin derajat IV (Wiknjosastro, 2002).

Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan

hiperbilirubin derajat III, dapat dilakukan dengan mengobservasi keadan

umum dan tanda-tanda vital, memenuhi kebutuhan dan cairan, menjemur bayi pada sinar matahari pagi, jam 07.00 sampai 08.00 pagi selama 15 – 30 menit, memeriksa bilirubin dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium, memenuhi kebutuhan bayi dengan baik, melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk melakukan terapi selanjutnya (Varney, 2007).

Menurut data yang diambil penulis di RSU Assalam Gemolong pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2011 terdapat 360 jumlah kelahiran hidup, dari keseluruhan jumlah tersebut, jumlah kelahiran normal sebanyak 200 bayi (55,56%), BBLR sebanyak 75 bayi (20,83%), bayi lahir dengan asfiksia sebanyak 70 bayi (19,44%) dan bayi lahir dengan hiperbilirubin sebanyak 15 bayi (9,6%). Angka kejadian hiperbilirubin derajat I sebanyak 5

(16)

bayi (2,9%), derajat II sebanyak 5 bayi (2,9%), derajat III sebanyak 5 bayi (2,9%). Berdasarkan angka kejadian masih ditemukan adanya bayi baru lahir dengan hiperbilirubin derajat III di RSU Assalam Gemolong masih cukup tinggi dan apabila tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan

hiperbilirubin derajat IV, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus

dengan judul ”Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir By. Ny. N Dengan

Hiperbilirubin Derajat III di RSU Assalam Gemolong”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perumusan masalah pada studi kasus ini adalah ”Bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir By. Ny. N dengan hiperbilirubin derajat III di RSU Assalam Gemolong dengan menggunakan Manajemen Kebidanan 7 langkah Varney?”.

C. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan dan mendapat gambaran yang nyata dalam memberikan Asuhan Kebidanan Pada bayi baru lahir dengan

hiperbilirubin derajat III.

2. Bagi Profesi

Dapat memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan bagi profesi dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan

(17)

3. Bagi Institusi a. Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai acuan dan masukan dalam upaya meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin derajat III.

b. Pendidikan

Dapat menambah referensi dan sebagai bahan acuan bagi pendidikan dalam pemberian bimbingan pada mahasiswa tentang asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin derajat III.

D. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan umum

Penulis dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan

hiperbilirubin derajat III secara komprehensif dengan menerapkan asuhan

kebidanan menurut 7 langkah Varney. 2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu :

1) Melakukan pengkajian terhadap bayi baru lahir By. Ny. N dengan

hiperbilirubin derajat III secara lengkap dan sistematis.

2) Menginterprestasikan data yang meliputi diagnosa kebidanan, masalah-masalah dan kebutuhan pada bayi baru By. Ny. N lahir dengan hiperbilirubin derajat III.

3) Mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial pada bayi baru lahir By. Ny. N dengan hiperbilirubin derajat III.

(18)

4) Mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukam penanganan segera pada bayi baru lahir By. Ny. N dengan hiperbilirubin derajat III. 5) Merencanakan asuhan kebidanan yang menyeluruh pada bayi baru

lahir By. Ny. N dengan hiperbilirubin derajat III.

6) Melaksanakan perencanaan yang menyeluruh sesuai dengan pengkajian data pada bayi baru lahir By. Ny. N dengan

hiperbilirubin derajat III.

7) Melakukan evaluasi pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir By. Ny. N dengan hiperbilirubin derajat III.

b. Penulis mampu menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata dilapangan termasuk faktor pendukung dan penghambat pada bayi baru lahir By. Ny. N dengan hiperbulirubin derajat III.

c. Penulis mampu memberikan alternatif pemecahan kesenjangan teori dan kasus nyata pada penatalaksanaan pada bayi baru lahir By. Ny. N dengan hiperbulirubin derajat III.

E. Keaslian Studi Kasus

Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir By. Ny. N dengan

hiperbulirubin derajat III sudah pernah dilakukan oleh :

1. Dewi, Ajeng Novita Kusuma, (2007) dengan judul ”Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir dengan Hiperbilirubin derajat III di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ”dengan asuhan selama 15 hari dengan tindakan Pemberian PASI, mengobservasi keadaan hiperbilirubin bayi, menjaga lingkungan sekitar bayi agar tetap hangat, mengobservasi BAB dan BAK, mengisolasi bayi, kolaborasi dengan dokter spesialis anak dengan foto terapi dan injeksi, didapat kadar bilirubin menjadi 7,5 mg%.

(19)

2. Wulaningrum, Fitria Kurnia Sari, (2008) dengan judul ”Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir dengan Hiperbilirubin derajat III di RSUD Dr. Moewardi Surakarta” dengan asuhan selama 10 hari dengan tindakan Pemberian ASI, mengobservasi keadaan ikterik bayi, menjaga lingkungan sekitar bayi agar tetap hangat, mengobservasi BAB dan BAK, mengisolasi bayi, kolaborasi dengan dokter spesialis anak dengan foto terapi dan injeksi, didapat kadar bilirubin menjadi 6,0 mg%.

3. Yuliana (2010), dengan judul ”Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny. L dengan Hiperbilirubin Derajat III di Keluarga Sehat Hospital Pati” dengan asuhan selama 6 hari dengan tindakan memenuhi kebutuhan nutrisi, memantau hiperbilirubin bayi, memberi injeksi (cefotaxim 180 mg/12 jam, dan dexa 3x ¼ ampul/12 jam), foto terapi 1 x 6 jam dan didapatkan hasil warna kuning pada kepala, badan, paha sampai lutut sudah tidak terlihat, keadaan umum bayi baik, berat badan naik 1 kg, kebutuhan cairan sudah terpenuhi, BAK 5 x/hari dan BAB 2 x/hari.

Perbedaan studi kasus antara ketiga keaslian dan yang penulis lakukan terletak pada subjek, lokasi, waktu, terapi yang diberikan dan hasil asuhan kebidanan

F. Sistematika Penulisan

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dibagi menjadi lima bab, yang masing-masing bab memuat tentang :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, manfaat studi kasus, tujuan penulisan, keaslian studi kasus, dan sistematika penulisan.

(20)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang teori bayi baru lahir, teori hiperbilirubin, teori kebidanan menurut 7 langkah Varney yang meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi, perencanaan, melaksanakan tindakan, evaluasi serta data perkembangan SOAP dan landasan hukum.

BAB III METODOLOGI

Dalam bab ini terdiri dari jenis studi kasus, lokasi studi kasus, subyek studi kasus, waktu studi kasus, instrument studi kasus, teknik pengungumpulan data dan alat-alat yang dibutuhkan dalam melaksanakan studi kasus.

BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang tinjauan kasus dan pembahasan. Tinjauan kasus berisi tentang asuhan yang diberikan pada By. Ny. N sesuai dengan manajemen 7 langkah Varney yang meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, antisipasi, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan pembahasan berisi tentang masalah atau kesenjangan antara teori dan kasus yang penulis temukan dilapangan.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran, kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan dan merupakan inti dari pembahasan kasus bayi baru lahir dengan Hiperbilirubin derajat III, sedangkan saran merupakan alternatif pemecahan masalah dan tanggapan dari kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(21)

8

A. TEORI MEDIS 1. Bayi Baru Lahir

a. Pengertian

Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 gram sampai 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kosim, 2007).

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram (Arief, 2009).

Bayi baru lahir adalah bayi baru lahir sampai 28 hari pertama kehidupan (Surasmi, 2003).

b. Ciri-ciri atau karakteristik Bayi Baru Lahir Normal 1) Menurut Bobak (2005)

a) Berat badan lahir 2500 – 4000 gram b) Panjang badan lahir 45 – 55 cm c) Lingkar dada 32 – 36,8 cm d) Lingkar Kepala 30 – 33 2) Menurut Wiknjosastro (2005)

a) Denyut jantung dalam menit-menit pertama ± 180 x/menit, kemudian menurun 120 – 140 x/menit.

b) Respirasi pada menit pertama cepat ± 80 x/menit kemudian menurun ± 40 x/menit.

(22)

c) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup dan terbentuk yang diliputi vernik caseosa.

d) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya sudah sempurna.

e) Kuku sudah agak panjang dan lemas.

f) Genetalia labia mayora sudah menutupi labia minora dan testis sudah turun.

g) Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk.

h) Reflek moro sudah baik apabila bayi dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk.

i) Eliminasi baik urin maupun mekonium berwarna kuning kecoklatan.

c. Klasifikasi bayi baru lahir

Menurut Wiknjosastro (2005), Klasifikasi bayi baru lahir menurut usia gestasi, yaitu :

1) Pre term : kurang dari 37 lengkap (kurang dari 259 hari).

2) Term : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap (259 – 293 hari).

3) Post term : 42 mg lengkap atau lebih (294 hari atatu lebih). d. Perubahan-perubahan yang terjadi pada bayi baru lahir

1) Pernafasan

Pernafasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam waktu 30 detik setelah lahir, pada menit-menit pertama kurang lebih 80 x/menit disertai pernafasan cuping hidung rintihan

(23)

berlangsung 10 – 15 menit. Pada pernafasan normal perut dan dada bergerak hampir bersamaan tanpa adanya retraksi, tanpa terdengar suara pada waktu inspirasi maupun ekspirasi. Respirasi kurang lebih 30 – 50 x/menit (Saifuddin, 2002).

2) Suhu

Sesaat sesudah bayi lahir ia akan berada di tempat yang suhunya lebih rendah dari dalam kandungan dan dalam keadaan basah. Bila dibiarkan saja dalam suhu kamar 250C maka bayi akan kehilangan panas melalui evaporasi, konveksi dan radiasi sebanyak 200 kalori/kg BB/menit. Sedangkan pembentukan panas yang dapat diproduksi hanya seper sepuluh daripada yang tersebut diatas, dalam waktu yang bersamaan. Hal ini akan menyebabkan penurunan suhu tubuh sebanyak 20 C dalam waktu 15 menit (Wiknjosastro, 2005).

3) Perubahan sistem sirkulasi

Dengan berkembangnya paru-paru, tekanan oksigen di dalam alveoli meningkat. Sebaliknya, tekanan karbon dioksida turun. Hal-hal tersebut mengakibatkan turunnya resistensi pembuluh-pembuluh darah paru, sehingga aliran darah ke alat tersebut meningkat. Ini menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru vena umbilicus dan kemudian dipotongnya tali pusat, aliran darah dari plasenta melalui vena inferior dan foramen di atrium kanan, ini menyebabkan foramen ovale menutup. Sirkulasi janin sekarang berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup di luar badan ibu (Wiknjosastro, 2005).

(24)

4) Faeces

Faeces berbentuk mekoneum berwarna hijau tua yang telah berada di saluran pencernaan sejak janin berumur 16 minggu, akan mulai keluar dalam waktu 24 jam, pengeluaran ini akan berlangsung sampai hari ke 2 – 3. Pada hari ke-4 sampai hari ke-5 warna tinja menjadi coklat kehijau-hijauan. Selanjutnya warna faeces akan tergantung dari jenis susu yang diminumnya. Misalnya bayi yang mendapat ASI, faecesnya akan berwarna kuning dan lembek. Defekasi mungkin 3 sampai 8 kali sehari. Bayi yang mendapat susu buatan faecesnya berwarna keabu-abuan dengan bau yang sedikit menusuk (Wiknjosastro, 2005).

5) Perubahan lain

Alat-alat pencernaan, hati, ginjal dan alat-alat lain berfungsi. e. Penanganan Bayi Baru Lahir Normal

1) Membersihkan jalan nafas

Bayi normal akan menangis dalam 30 detik; tidak perlu dilakukan apa-apa lagi oleh karena bayi mulai bernafas spontan dan warna kulitnya kemerah-merahan. Kemudian bayi diletakkan mendatar kira-kira sama tingginya dengan atau sedikit di bawah introitus vagina. Bila mulut bayi masih belum bersih dari cairan dan lendir, pengisapan lendir diteruskan, mula-mula dari mulut, kemudian dari lubang hidung, supaya jalan nafas bebas dan bayi dapat bernafas sebaik-baiknya (Winkjosastro, 2005).

(25)

2) Memotong dan merawat tali pusat a) Memotong tali pusat

Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan. Apabila bayi lahir tidak menangis, maka tali pusat segera dipotong untuk memudahkan melakukan tindakan resusitasi pada bayi. Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan gunting steril dan ikat dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru (Saifuddin, 2002).

b) Perawatan tali pusat

Membungkus pusar atau perut ataupun mengoleskan bahan atau ramuan apapun kepuntung tali pusat tidak diperbolehkan. Tali pusat hanya dibungkus dengan kassa steril saja. Mengusap alkohol ataupun povidon iodine masih diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat basah atau lembab (Depkes RI, 2007).

3) Mempertahankan suhu tubuh

Pada waktu bayi baru lahir, bayi belum mampu mengatur suhu tubuh badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolak ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya sudah stabil. Suhu tubuh harus dicatat (Saifuddin, 2002).

(26)

4) Memberi Vitamin K

Kejadian perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir dilaporkan cukup tinggi, berkisar 0,25 – 0,5 %. Untuk mencegah terjadinya perdarahan tersebut, semua bayi baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi vitamin K per oral 1 mg/hari selama 3 hari, sedangkan bayi resiko tinggi diberi vitamin K parental dengan dosis 0,5 – 1 mg IM (Saifuddin, 2002).

5) Memberi obat tetes / salep mata

Di beberapa negara perawatan mata bayi baru lahir secara hukum diharuskan untuk mencegah terjadinya aftalmia neonatorum. Di daerah dimana prevalensi gonorea tinggi, setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata sesudah 5 jam bayi lahir. Pemberian obat mata eritromisin 0,5 % atau tetrasiklin 1 % dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual).

a) Perawatan mata harus dikerjakan segera. Tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi selesai dengan perawatan tali pusat, dan harus dicatat didalam status termasuk obat apa yang digunakan. b) Yang lazim dipakai adalah larutan nitrat atau Neosporin dan

langsung diteteskan pada mata bayi segera setelah bayi lahir. c) Perubahan warna dari cairan penetes berarti telah terjadi

perubahan kimia, sehingga tidak dapat dipakai lagi (Saifuddin, 2002).

(27)

6) Identifikasi bayi

Apabila bayi dilahirkan di tempat bersalin yang persalinannya mungkin lebih dari satu persalinan, maka sebuah alat pengenal yang efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru lahir dan harus tetap ditempatnya sampai waktu bayi dipulangkan.

a) Peralatan identifikasi bayi baru lahir selalu tersedia ditempat pemerimaan pasien, di kamar bersalin, dan di ruang rawat bayi. b) Alat yang digunakan, hendaknya kebal air, dengan tepi yang

halus tidak mudah melukai, tidak mudah sobek, dan tidak mudah lepas.

c) Pada alat / selang identifikasi harus tercantum : (1) Nama (bayi nyonya)

(2) Tanggal lahi (3) Nomor bayi (4) Jenis kelamin (5) Unit

(6) Nama lengkap ibu.

d) Di setiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan nama, tanggal lahir, nomor identifikasi.

Sidik telapak kaki bayi dan sidik jari ibu harus dicetak di catatan yang tidak mudah hilang. Sidik telapak kaki bayi harus dibuat oleh personil yang berpengalaman menerapkan cara ini, dan dibuat dalam catatan bayi. Bantalan sidik kaki harus

(28)

disimpan dalam ruangan bersuhu kamar. Ukurlah berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala, lingkar perut dan catat dalam rekam medik (Saifuddin, 2002).

7) Memulai pemberian ASI

Berikan pada bayi pada ibunya untuk memulai pemberian ASI secara dini. Anjurkan ibu untuk memeluk dan mencoba menyusukan bayinya segera setelah tali pusat diklem dan dipotong. Tentramkan ibu bahwa penolong akan membantu ibu menyusukan bayi setelah plasenta lahir dan penjahitan laserasi selesai dikerjakan. Anggota keluarga mungkin bisa membantunya untuk memulai pemberian ASI lebih awal. Setelah semua prosedur yang diperlukan diselesaikan ibu sudah bersih dan mengganti baju, bantu ibu untuk menyusukan bayinya (Depkes RI, 2007).

f. Komplikasi Pada Bayi Baru Lahir 1) Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Wiknjosastro, 2005). 2) Sianosis

Sianosis menunjukkan adanya insufisiensi jalan napas yang mungkin disebabkan oleh kelainan paru, perdarahan intrakranial atau anoksia otak. Apabila sianosis disebabkan oleh kelainan paru maka pernapasan cenderung cepat dan diikuti retraksi sedangkan yang disebabkan oleh susunan saraf pusat, pola penapasan menjadi tidak teratur, lemah dan lambat (Markum, 2002).

(29)

3) Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir selain itu pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh kembang bayi baru lahir (Markum, 2002).

4) BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Adalah pandangan sekilas di ruang bersalin sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa semua bayi baru lahir dengan bentuk ukuran yang sama, misalnya kira-kira satu dari empat belas bayi berbobot kurang dari 2, 5 kg (Michael, 2004).

5) Bayi Prematur

Adalah bayi baru lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (Surasmi, 2003).

6) Ikterus

Adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin (Surasmi, 2003).

2. Hiperbilirubin

a. Pengertian Hiperbilirubin

Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk ikterus

neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).

(30)

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin

mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2005). b. Macam hiperbilirubin

Menurut Prawirohardjo (2005), meliputi : 1) Hiperbilirubin fisiologi

a) Timbulnya pada hari kedua atau ketiga.

b) Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.

c) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

d) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 1 mg%. e) Hiperbilirubin menghilang pada 10 hari pertama.

f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik. 2) Hiperbilirubin patologis

a) Hiperbilirubin yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir apabila kadar bilirubin meningkat melebihi 15 mg%.

b) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih setiap 24 jam. c) Hiperbilirubin klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari

atau 14 hari.

d) Hiperbilirubin yang disertai proses hemolisis.

e) Hiperbilirubin yang disertai berat lahir kurang dan 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, infeksi.

(31)

c. Etiologi Hiperbilirubin menurut Prawirohardjo (2005), yaitu :

Penyebab hiperbilirubin pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi hiperbilirubin dapat dibagi sebagai berikut :

1) Faktor produksi yang berlebihan melampaui kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada : hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongan darah (Rh, ABO antogonis, defisiensi enzim G6-PD, golongan darah lain, sepsis).

2) Gangguan dalam up take dan konjugasi hepar disebabkan imaturitas hepar, kurangnya substrak untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD).

3) Gangguan transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan ini dapat dipengaruhi oleh obat seperti salsilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada sel otak (terjadi kern ikterik).

4) Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

d. Metabolisme Bilirubin

Untuk mendapatkan pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Menurut Prawirohardjo (2005) metabolisme bilirubin mempunyai tingkat seperti berikut :

(32)

1) Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin pada sistem R.E.S. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua.

2) Transportasi

Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin ke “uptake” bilirubin oleh hepar dilakukan oleh protein Y dan Z.

3) Konjugasi

Di dalam hepar bilirubin ini mengalami proses konjugasi yang membutuhkan energi dan enzim glukoronil transferase. Sesudah mengalami proses ini bilirubin berubah menjadi bilirubin direk. 4) Ekskresi

Bilirubin direk kemudian diekskresi ke usus, sebagian dikeluarkan dalam bentuk bilirubin dan sebagian lagi dalam bentuk sterkobilin. Bilirubin ini kemudian diangkut ke hepar lagi untuk diproses.

e. Jenis-jenis hiperbilirubin

Menurut Prawirohardjo (2005) jenis-jenis hiperbilirubin yaitu sebagai berikut :

1) Hiperbilirubin Hemolitik

Pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebabkan oleh inkompabiliatas golongan darah ibu dan bayi, seperti :

a) Inkompabilitas Rhesus b) Inkompabilitas ABO

(33)

c) Inkompabilitas golongan darah lain d) Kelainan eritrosit conginetal

e) Defisiensi enzim G6PD 2) Hiperbilirubin Obstruktiva

Hiperbilirubin yang terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluar hati. Akibat sumbatan itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung.

3) Hiperbilirubin yang disebabkan oleh hal lain, seperti :

a) Pengaruh hormon atua obat yang mengurangi kesanggupan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin.

b) Hipolbuminemia.

c) Adanya obat atau zat kimia yang mengurangi ikatan bilirubin tidak langsung pada albumin misalnya, sulfafurzole, salsilat dan heparin.

d) Sindroma Griger – Najur. Penyakit ini tidak terdapat atau sangat kurang glukoronil transferase dalam hepar.

e) Ikterus karena late feeding. f) Asidosis metabolik.

g) Pemakian vitamin K, kalau dosis melebihi 10 mg %. 4) Kern-Hiperbilirubin

Hiperbilirubin ini menimbulkan sindrom neurologis akibat

pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak (Nelson, 2002).

(34)

Pada permulaan tanda klinik tidak jelas tetapi dapat disebutkan, seperti :

a) Letargi

b) Layuh dan malas minum c) Hipertonik

d) Opistotonus

e) Tangisan melengking

f) Kejang (Prawirohardjo, 2005)

Oleh karena itu, bidan perlu mengetahui dengan baik kapan terjadinya ikterus atau hiperbilirubinemia apakah berkepanjangan atau tingkat intensitasnya meninggi, sehingga dapat melakukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit (Prawirohardjo, 2005).

f. Penilaian

Pengamatan hiperbilirubin paling baik dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah.

Untuk penilaian hiperbilirubin, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak tangan (Sarwono, 2006).

(35)

Di bawah ini dapat dilihat gambar pembagian derajat dan daerah ikterus.

a) Derajat I : kepala sampai leher

b) Derajat II : kepala, badan sampai umbilicus c) Derajat III : kepala, badan, paha sampai

dengan lutut

d) Derajat IV : kepala, badan, paha sampai dengan lutut

e) Derajat V : kepala, badan, semua ekstremitas sampai ujung jari

Gambar 2.1. Derajat dan daerah ikterus Sumber : Saifuddin (2002)

Berikut adalah tabel rumus Kremer untuk menilai besarnya kadar bilirubin berdasarkan luas ikterus.

Tabel 2. 1. Rumus Kremer

Daerah Luas Hiperbilirubin Kadar bilirubin (mg %) 1 Kepala dan leher 5

2 Badan bagian atas Daerah 1 (+) 9 3 Badan bagian bawah dan tungkai Daerah 1, 2 (+) 11 4 Lengan dan kaki dibawah dengkul Daerah 1, 2, 3 (+) 12 5 Daerah 1, 2, 3, 4 (+) Tangan dan kaki 16 Sumber : (Prawirohardjo, 2005)

Contoh 1 : Kulit bayi berwarna kuning di kepala, leher dan bagian atas, berarti jumlah bilirubin kira-kira 9 %.

Contoh 2 Kulit bayi kuning seluruh badan sampai kaki dan tangan,berarti jumlah bilirubin > 15 mg %.

(36)

g. Penanganan Hiperbilirubin

Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :

1) Memenuhi kebutuhan atau nutrisi

a) Beri minum sesuai kebutuhan. Karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.

b) Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.

2) Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus

a) Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 7 – 8 selama 15 – 30 menit).

b) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah 7 mg% ulang esok harinya.

c) Berikan banyak minum.

d) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segera hubungi dokter, bayi perlu terapi.

3) Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan

a) Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan b) Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya. c) Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara bekerja

aseptik).

Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi sehingga di duga akan terjadi kern ikterik, maka perlu dilakukan penatalaksanaan khusus.

(37)

Penanganan terapi khusus antara lain : 1) Terapi sinar

Terapi sinar diberikan jika bilirubin indirek darah mencapai 15 mg %. Cremer melaporkan bahwa pada bayi penderita ikterus yang diberi sinar matahari lebih dari penyinaran biasa, ikterus lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lain yang tidak disinari. Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh dan di keluarkan tubuh dengan sempurna. Mekanisme utama terapi sinar adalah fotoisomer. Dengan kata lain bilirubin 42,152 diubah menjadi bilirubin 42,15 E, bilirubin isomer mudah larut dalam air.

Penggunaan terapi sinar untuk mengobati hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati-hati, karena jenis pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasi, yaitu dapat menyebabkan kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa (insenible

water losses), dan dapat mempengaruhi pertumbuhan serta

perkembangan bayi walaupun hal ini masih dapat dibalikkan, kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar dengan spektrum antara 420 – 480 nano meter. Sinar ultraviolet harus dicegah dengan plexiglass dan bayi harus mendapat cairan yang cukup.

Alat-alat untuk terapi sinar :

a) 10 lampu neon biru masing-masing berkekuatan 20 watt.

b) Susunan lampu dimasukkan ke dalam bilik yang diberi ventilasi disampingnya.

(38)

c) Di bawah susunan dipasang plexiglass setebal 1,5 cm untuk mencegah sinar ultraviolet.

d) Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi.

e) Terapi sinar diberikan selama 72 jam atau sampai kadar bilirubin mencapai 7,5 mg %.

f) Mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat memantulkan sinar.

g) Gunakan kain pada boks bayi atau incubator, dan letakkan tirai putih mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi. (Prawirohardjo, 2005).

Pelaksanaan pemberian terapi sinar dan yang perlu diperhatikan (Ladewig, 2006) antara lain :

a) Letakkan bayi tanpa mengenakan pakaian di bawah sinar fototerapi, kecuali untuk menutupi alat kelamin, untuk memaksimalkan pajanan terhadap sinar.

b) Tutup mata bayi saat disinar

c) Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam. d) Pantau asupan dan keluaran setiap 8 jam

e) Berikan asupan cairan 25% diatas kebutuhan cairan normal. Untuk memenuhi peningkatan kehilangan cairan yang tidak tampak mata serta pada feces.

(39)

g) Matikan sinar terapi saat orang tua berkunjung dan memberikan ASI.

h) Pantau panjang gelombang sinar fototerapi menggunakan bilimeter, setiap penggantian sorotan cahaya ke area mata yang lain.

i) Pantau kadar bilirubin setiap 8 jam selama 1 hingga 2 hari pertama atau setiap pemberian sesuai dengan protokol institusi setelah penghentian fototerapi.

Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar (Asrining, dkk, 2003) antara lain :

a) Peningkatan kehilangan cairan yang tidak tertukar (insensible

water loss).

b) Frekuensi defekasi meningkat, pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.

c) Timbulnya kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan ekstremitas, kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.

d) Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar menunjukkan kenaikan suhu tubuh, disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.

e) Kadang ditemukan kelainan seperti, gangguan minum, letargi, dan iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.

(40)

2) Transfusi Tukar

Penggantian darah sirkulasi neonatus dengan darah dan donor dengan cara mengeluarkan darah neonatus dan memasukkan darah donor secara berulang dan bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah darah yang diganti sama dengan yang dikeluarkan. Pergantian darah bisa mencapai 75 – 85 % dan jumlah darah neonatus (Surasmi, 2003).

Transfusi tukar akan dilakukan pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek sama dengan atau lebih tinggi dan 20 %, pada neonatus dengan kadar bilirubin tali pusat kurang dari 14 mg% dan coombs test langsung positif (Prawirohardjo, 2005).

Tujuan transufi tukar :

a) Menurunkan kadar bilirubin indirek b) Mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis

c) Membuang antibodi yang menyebabkan hemolisis d) Mengoreksi anemia

Prosedur pelaksanaan pemberian transfusi tukar antara lain : a) Bayi ditidurkan rata diatas meja dengan fiksasi longgar

b) Pasang monitor jantung, alarm jantung diatur diluar batas 100 – 180 kali / menit.

c) Masukkan kateter ke dalam vena umbilikalis

d) Melalui kateter, darah bayi dihisap sebanyak 20 cc dimasukkna ke dalam tubuh bayi. Setelah menunggu 20 detik, lalu darah bayi

(41)

diambil lagi sebanyk 20 cc dan dikeluarkan. Kemudian dimasukkan darah pengganti dengan jumlah yang sama, demikian siklus pengganti tersebut diulang sampai selesai.

e) Kecepatan menghisap dan memasukkan darah ke dalam tubuh bayi diperkirakan 1,8 kg/cc BB/menit. Jumlah darah yang ditransfusi tukar berkisar 140 – 180 cc/ kg BB tergantung pada tinggi kadar bilirubin sebelum transfusi tukar (Prawirohardjo, 2005).

Tabel 2.2.

Pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin

Bilirubin

(mg%) < 24 jam 24 – 48 jam 49 – 72 > 72 < 5 Pemberian makanan

yang dini

5 – 9 Terapi sinar bila haemolisis Kalori cukup 10 – 14 Transfusi tukar bila haemolisis Terapi sinar

15 – 19 Transfusi tukar Transfusi tukar bila hemolisis Terapi sinar < 9 Transfusi tukar

Sumber : (Prawirohardjo, 2002)

Keterangan :

Sebelum dan sesudah transfusi tukar diberi terapi sinar : + Bila tak berhasil lakukan transfusi tukar

Bila < 5 mg % selalu observasi

Bila > 5 mg % penyebab ikterus perlu diselidiki

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama transfusi tukar : a) Neonatus harus dipasangi alat monitor kardio-respirasi b) Tekanan darah neonatus harus terus dipantau

(42)

c) Neonatus dipuasakan bila perlu dipasang selang nasogastrik d) Neonatus dipasang infus

e) Suhu tubuh dipantau dan dijaga dalam batas normal f) Disediakan peralatan resusitasi (Surasmi, 2003).

3. Hiperbilirubin derajat III

a. Pengertian

Hiperbilirubin derajat III adalah warna kuning yang dapat terlihat

pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan kadar bilirubin bagian kepala, badan, paha sampai dengan lutut (Surasmi, 2003).

Hiperbilirubin derajat III adalah istilah yang dipakai untuk ikterus

neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin meningkat 10 – 13 mg/dl dalam 24 jam (Iyan, 2009).

b. Patofisiologis

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami

(43)

gangguan ekskresi, misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Saat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dL.Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia (Trionika, 2009).

c. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala hiperbilirubin derajat III menurut (Trionika, 2009), yaitu :

1) Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar. 2) Letargik (lemas).

3) Kejang.

4) Tidak mau menghisap.

5) Dapat tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental.

6) Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.

(44)

8) Pembesaran pada hati.

9) Feses berwarna seperti dempul.

10) Tampak ikterus, sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Kuning pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik / infeksi.

11) Muntah, anoreksia, warna urin gelap. d. Penatalaksanaan

Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :

1) Memenuhi kebutuhan atau nutrisi

a) Beri minum sesuai kebutuhan. Karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde. b) Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok

(jika bukan ASI) mungkin perlu ganti susu.

2) Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus

a) Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 7 – 8 selama 15 – 30 menit).

b) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah 7 mg% ulang esok harinya.

c) Berikan banyak minum.

d) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segera hubungi dokter, bayi perlu terapi.

(45)

3) Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan

a) Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan b) Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya. c) Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara bekerja

aseptik).

B. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN

Pengertian manajemen kebidanan adalah pemecahan masalah yang dipergunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindkan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam tahapan yang akurat untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007). Dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin derajat III penulis beracuan pada pola pikir, sehingga memudahkan dalam pengarahan pemecahan masalah terhadap klien.

Proses manajemen menurut Varney ada 7 langkah dimulai dari pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama yang dipakai dalam menerapkan asuhan kebidanan pada pasien dan merupkan suatu proses sistematis dalam pengumpulan data-data (Nursalam, 2007).

a. Data Subyektif

Adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan

(46)

oleh tenaga kesehatan secara independent tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi (Nursalam, 2007).

1) Identitas Pasien menurut Matondang (2003), meliputi : a) Nama

Untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar bayi yang dimaksud.

b) Umur

Untuk menginterpretasi apakah data pemeriksaan klinis bayi tersebut normal sesuai dengan umurnya.

c) Jenis kelamin

Untuk penilaian data pemeriksaan klinis, misalnya nilai-nilai baku, insiden seks, penyakit-penyakit seks (seks linked).

d) Alamat

Untuk memudahkan komunikasi jika terjadi hal-hal yang gawat, atau hal lain yang dibutuhkan, serta untuk kepentingan kunjungan rumah jika diperlukan.

e) Nama orang tua

Agar tidak terjadi kekeliruan dengan orang lain. f) Umur orang tua

Untuk menambah keakuratan data yang diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis.

(47)

g) Agama

Untuk memantapkan identitas serta untuk mengetahui perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit yang sering berhubungan dengan agama dan suku bangsa.

h) Pendidikan

Berperan dalam pendekatan selanjutnya sesuai tingkat pengetahuannya.

i) Pekerjaan

Untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi orang tua berhubungan dengan kemampuan dalam mencukupi kebutuhan nutrisi (Nursalam, 2007).

2) Anamnesa dengan Orangtua a) Keluhan Utama

Mengkaji keluhan yang dirasakan pada pasien untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan (Nursalam, 2007). Pada kasus bayi dengan hiperbilirubin derajat III keluhan utama yaitu bayinya kuning, bayinya malas minum (Surasmi, 2003).

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji kondisi bayi untuk menentukan pemeriksaan disamping alasan datang (Nursalam, 2007).

(48)

c) Riwayat Kesehatan Lalu

a) Riwayat Prenatal (kehamilan)

Untuk mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan. Pengkajian ini meliputi : hamil ke berapa, umur kehamilan, ANC, HPL dan HPHT (Prawirhardjo, 2007).

b) Riwayat Intranatal (persalinan)

Untuk mengetahui keadaan bayi saat lahir (jam dan tanggal), penolong, tempat, dan cara persalinan (spontan atau tindakan) serta keadaan bayi saat lahir (Praworohardjo, 2007).

c) Riwayat Post Natal

Untuk mengetahui keadaan bayi dan ibu saat nifas, adakah komplikasi saat nifas (Prawirohardjo, 2005).

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan menurun (Prawirohardjo, 2007).

e) Riwayat Imunisasi TT pada ibu

Untuk mengetahui apakah imunisasi yang telah diberikan atau belum (Prawirohardjo, 2007).

f) Riwayat Tumbuh Kembang

Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan secara fisik dan perkembangan dan kemampuan motorik halus dan motorik kasar, yang diketahui dengan menilai refleks pada bayi (Prawirohardjo, 2005).

(49)

g) Riwayat Sosial Ekonomi

Untuk mengetahui sosial ekonomi keluarga apakah keluarga sanggup membiayai perawatan bayinya (Nursalam, 2007).

b. Data Obyektif

Adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2007).

Adapun data obyektif meliputi atas : 1) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum

Untuk mengetahui bagaimana keadaan umum bayi (Alimul, 2004). Pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III keadaan umum lemah (Matondang, 2003).

b) Kesadaran

Untuk mengetahui keadaan umum bayi meliputi tingkat kesadaran (sadar penuh, apatis, gelisah, koma) gerakan yang ekstrem dan ketegangan otot (Surasmi, 2002). Pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III kesadaran sadar penuh (Matondang, 2003).

c) Suhu

Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak. Nilai batas normal 360 C – 370 C (Strigh, 2004).

d) Nadi

Untuk mengetahui nadi lebih cepat atau tidak. Nilai batas normal 120 – 160 kali / menit (Strigh, 2004).

(50)

e) Respirasi

Untuk mengetahui pola pernafasan. Nilai batas normal 30 – 60 kali / menit (Farrer, 2007).

f) Apgar score

Pemeriksaan khusus apgar score menurut Priharjo (2002), yang dinilai antara lain :

(1) Denyut jantung, dengan nilai batas normal adalah 120 – 160 x/menit

(2) Pernafasan, dengan nilai batas normal adalah 30 – 60 x/menit

(3) Tonus otot, dengan batas normal adalah bayi dapat bergerak normal dan aktif

(4) Reaksi pengisapan, dengan batas normal adalah dapat menghisap dengan baik pada saat menetek atau pada saat pemeriksaan fisik. Pada kasus reaksi pengisapan lemah (Farrer, 2007).

(5) Warna kulit, dengan nilai batas normal merah muda dan tidak kebiru-biruan

g) Pemeriksaan Sistematis

(1) Kepala : Terdapat caput atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus kepala terlihat kuning (Saifuddin, 2002).

(2) Muka : Simetris atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus muka terlihat kuning (Saifuddin, 2002).

(51)

(3) Mata : Konjungtiva pucat atau tidak, sclera kuning atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus sclera terlihat kuning (Saifuddin, 2002).

(4) Hidung : Ada cairan atau tidak, ada kotoran yang menyumbat jalan nafas atau tidak (Kosim, 2005). Pada kasus hidung terlihat kuning (Saifuddin, 2002).

(5) Telinga : Simetris atau tidak, ada gangguan pendengaran atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus telinga terlihat kuning (Saifuddin, 2002).

(6) Mulut : Ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002). (7) Leher : Ada pembesaran kelenjar tiroid atau

tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus leher terlihat kuning (Saifuddin, 2002).

(8) Dada : Kanan / kiri simetris atau tidak (hidayat, 2009) Pada kasus dada terlihat kuning (Saifudin,2002)

(9) Perut : Kembung atau tidak (Kosim, 2005). Pada kasus perut terlihat buncit dan berwarna kuning, terdapat pembesaran hati (Saifuddin, 2002).

(52)

(10) Tali pusat : Kering atau basah, ada kemerahan, bengkak atau tidak (Hidayat, 2009). (11) Genetalia

Laki-laki : Testis sudah turun atau belum (Hidayat, 2009).

Perempuan : Labia mayor sudah menutupi labia minor (Hidayat, 2009). Pada kasus terlihat kuning (Saifuddin, 2002).

(12) Ekstrimitas : Lengkap atau tidak (Kosim, 2005). Pada kasus tidak terlihat kuning pada kuku (Saifuddin, 2002).

(13) Anus : Ada atau tidak (Farrer, 2007).

(14) Warna kulit : Sianosis atau tidak (Farrer, 2007). Pada kasus kulit berwarna kuning dari kepala, badan, paha sampai dengan lutut (Saifuddin, 2002).

2) Pemeriksaan Reflek a) Reflek Moro

Lengak ekstensi dengan ibu jari dan jari telunjuk bentuk huruf C diikuti dengan ekstremitas kembali ke fleksi jika posisi bayi berubah tiba-tiba atau jika bayi diletakkan terlentang pada permukaan yang datar (Strigh, 2005). Reflek moro pada bayi

hiperbilirubin derajat III biasanya lemah (Farrer, 2007).

b) Reflek menggenggam atau reflek gaspin

Reflek menggenggam bisa kuat sekali dan kadang-kadang bayi dapat diangkat dari permukaan meja/tempat tidurnya sementara

(53)

ia berbaring terlentang dan menggenggam jari tangan di pemeriksa (Wong, 2004). Reflek gasping pada bayi

hiperbilirubin derajat III biasanya lemah (Farrer, 2007).

c) Reflek menghisap atau reflek suching

Bayi normal yang cukup bulan akan berupaya untuk menghisap setiap benda yang menyentuh bibirnya. Reflek menelan juga terdapat (Wong, 2004). Reflek suching pada bayi bias

hiperbilirubin derajat III biasanya lemah (Farrer, 2007).

d) Reflek mencari atau reflek rooting

Kalau pipi bayi disentuh, ia akan menolehkan kepalanya kesisi yang disentuh itu untuk mencari puting susu (Wong, 2004).

Reflek rooting pada bayi biasanya lemah hiperbilirubin derajat

III (Farrer, 2007).

e) Reflek melangkah atau plantar

Jari-jari kaki bayi akan melekuk kebawah bila jari-jari diletakkan didasar jari-jari kakinya (Stright, 2005). Reflek plantar pada bayi hiperbilirubin derajat III biasanya lemah (Farrer, 2007)

f) Reflek Tonik Neck

bila bayi ditengkurapkan maka kepala akan menengadah ke atas dan berputar (Wong, 2004).Reflek Tonik Neck pada bayi

hiperbilirubin derajat III biasanya lemah (farer, 2007).

3. Pemeriksaan Antropometri (Arief, 2009)

a) Lingkar kepala : batas normal 33 – 35 cm b) Lingkar dada : batas normal 30 – 33 cm

(54)

c) Berat badan : batas normal 2500 – 3500 gram d) Panjang badan : batas normla 45 – 50 cm

a. Eliminasi

Pada pemeriksan ini yang dikaji antara lain eliminasi urine dan mekonium terutama pada 24 jam pertama baik frekuensi, warna dan kondisi eliminasinya. Pada keadaan normal urine dan mekonium sudah keluar pada 24 jam. Pada kasus facesnya seperti dempul, urine berwarna gelap (Prihardjo, 2002).

c. Data Penunjang

Data penunjang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium antara lain : pemeriksaan Hb dan golongan darah, serta kadar bilirubin dalam darah (Wiknjosastro, 2007). Pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III hasil laboratorium kadar bilirubin di atas 10 – 14 mg% (normal < 5 mg%) (Saifuddin, 2002).

2. Interpretasi Data

Pada langkah ini melaksanakan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik.

a. Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Varney, 2007).

Diagnosa : Bayi baru lahir By. Ny. X lahir normal cukup bulan umur ... hari dengan hiperbilirubin derajat III.

(55)

Dasar :

Data Subyektif :

1) Ibu mengatakan bayinya kuning 2) Ibu mengatakan bayinya malas minum (Surasmi, 2003).

Data Obyektif :

1) Keadaan umum lemah

2) Muka, badan, paha sampai lutut nampak kuning

3) Reflek suching, reflek moro, reflek gaspin, reflek rooting, relfek

plantar lemah.

4) Hasil laboratorium kadar bilirubin diatas 10 – 14 mg% (Surasmi, 2003).

b. Masalah

Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau menyertai diagnosa dan tetap membutuhkan penanganan (Varney, 2007). Masalah-masalah yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III adalah gangguan sistem pernafasan, reflek hisap dan menelan minuman, kesadaran menurun atau sering tidur (Manuaba, 2002). c. Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah didapatkan dengan analisa data (Varney, 2007).

Kebutuhan yang harus diberikan pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III adalah :

(56)

2) Mengobservasi keadaan umum bayi secara intensif 3) Kolaborasi dengan dokter spesialis anak

3. Diagnosa Potensial

Diagnosa potensial adalah mengidentifikasi dengan hati-hati dan kritis pola atau kelompok tanda dan gejala yang memerlukan tindakan kebidanan untuk membantu pasien mengatasi atau mencegah masalah yang spesifikasi. Diagnosa potensial pada bayi baru lahir dengan

hiperbilirubin derajat IV akan muncul apabila kadar bilirubin semakin

meningkat lebih dari 15 – 20 mg% (Varney, 2007). 4. Antisipasi

Langkah keempat ini merupakan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera dan tindakan kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk menghindari terjadinya kegawat daruratan.

Antisipasi untuk tanda hiperbilirubin derajat IV pada kasus ini antara lain : perhatikan hasil darah bilirubin : jika hasilnya 7 mg % atau lebih segera hubungi dokter spesialis anak, bayi perlu terapi (Varney, 2007).

5. Perencanaan Asuhan Kebidanan

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan lanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi (Varney, 2007).

Perencanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan

hiperbilirubin derajat III menurut Varney (2007) antara lain :

a. Mengobservasi keadaan umum dan tanda vital b. Memenuhi kebutuhan dan cairan

(57)

c. Menjemur bayi pada sinar matahari pagi, jam 7 – 8 pagi selama 15 sampai 30 menit.

d. Memeriksa bilirubin dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium. e. Memenuhi kebutuhan bayi dengan baik.

f. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk melakukan terapi selanjutnya.

6. Melaksanakan Tindakan Asuhan Kebidanan

Langkah keenam ini adalah pelaksanaan dari asuhan menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien (Varney, 2007). 7. Evaluasi

Langkah ketujuh adalah evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan terpenuhi, kadar bilirubin atau derajat hiperbilirubin menurun, bayi tidak kesulitan dalam menyusui (Varney, 2007).

Evaluasi pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III menurut Saifuddin (2002), yaitu :

a. KU dan kesadaran bayi kembali normal b. Kebutuhan cairan terpenuhi

c. Warna kuning pada kepala, badan, paha sampai lutut sudah tidak terlihat atau sudah berkurang

d. Berat badan bayi naik

(58)

Selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi, rencana asuhan kebidanan

ditulis dalam data perkembangan yang mencakup “SOAP” (Varney, 2007).

a. S : Subyektif

Menggunakan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa.

b. O : Obyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil lain dan tes diagnostik dalam data fokus untuk mendukung assesment.

c. A : Assesment / Analisa

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi.

1) Diagnosa atau masalah.

2) Antisipasi diagnosa / masalah potensial

3) Perlunya tindakan segera oleh bidan, dokter, konsultasi atau kolaborasi dan atau rujukan.

d. P : Planning

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berdasarkan assesment.

C. Landasan Hukum

Menurut keputusan Permenkes RI No. 149/Menkes/2010 tentang registrasi praktek bidan pada kompentensi 6 dan 7. Seorang bidan berwenang untuk memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan ikterik neonatus grade III, sesuai dengan :

(59)

1. Kompetensi 6 :

Komplikasi pada bayi baru lahir normal seperti hipoglikemia, hipotermi, dehidrasi, diare, infeksi dan ikterus.

2. Kompetensi 7

Keterampilan melakukan tindakan pertolongan kegawatdaruratan pada bayi dan anak serta penatalaksanaannya.

Pasal 16

Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi : pemeriksaan bayi baru lahir, perawatan tali pusat, perawatan bayi, resusitasi bayi baru lahir, pemantauan

tumbuh kembang anak, pemberian imunisasi, pemberian penyuluhan (Kepmenkes RI, 2010).

(60)

47

A. Jenis Laporan Kasus

Jenis laporan ini adalah laporan studi kasus dengan menggunakan metode deskriptif yaitu metode penelitian yang digunakan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Studi kasus yaitu laporan yang digunakan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal (Notoadmodjo, 2005).

B. Lokasi Laporan Kasus

Merupakan tempat atau alokasi yang digunakan untuk mengambil laporan kasus (Notoadmodjo, 2005). Laporan kasus ini dilaksanakan di RSU Assalam Gemolong.

C. Subyek Laporan Kasus

Subyek studi kasus adalah suatu hal atau seseorang yang akan dikenai kegiatan laporan kasus (Notoadmodjo, 2005). Subyek dari laporan kasus ini adalah bayi baru lahir By Ny. N dengan hiperbilirubin derajat III.

(61)

D. Waktu Laporan Kasus

Waktu studi kasus adalah tentang waktu yang digunakan untuk pelaksanaan laporan kasus (Notoadmodjo, 2005). Studi kasus ini dilakukan pada tanggal 25 – 29 Juni 2012.

E. Instrumen Laporan Kasus

Merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti kata lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah di olah (Arikunto, 2006). Pada studi kasus ini penulis menggunakan instrumen format asuhan kebidanan 7 langkah Varney pada bayi baru lahir untuk pengumpulan data dan data perkembangan SOAP.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penulis dalam mengumpulkan data menggunakan teknik : 1. Data Primer

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dipergunakan untuk mengetahui keadaan pasien secara sistematis (Hasan, 2002).

1) Inspeksi merupakan proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik. Inspeksi dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman (Nursalam, 2008). Pada studi kasus Inspeksi dilakukan secara berurutan mulai dari kepala,

Gambar

Gambar 2.1. Derajat dan daerah ikterus  Sumber : Saifuddin (2002)

Referensi

Dokumen terkait

Pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, telah diselenggarakan pelatihan bagi guru dan siswa untuk menggunakan Google Classroom dalam rangka mendukung proses

bahwa sesuai hasil rapat Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Tapin dan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (8) Peraturan Menteri Dalam

Kiranya ibadah ini menjadi pertemuan, perayaan dan pengucapan syukur yang berkenan kepada Tuhan, dan membuat kita menjadi teladan dalam menghadirkan damai

Hasil pengujian koefisien jalur sub- struktur 1 terhadap DAU terhadap belanja modal menunjukkan nilai beta sebesar -0.208 dengan nilai signifikansi 0.028 artinya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepuasan kerja dengan jenis kelamin pada pegawai Dinas Perhubungan Kota Surabaya.Metode penelitian yang digunakan adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pergeseran bentuk dan makna yang terjadi dalam penerjemahan klausa pasif novel Le Fantôme de l’Opéra karya Gaston Leroux serta novel

Tradisi merantau ini membuat kehidupan sosial masyarakat di Jorong Subarang menjadi kurang, seperti interaksi sosial yang berkurang dalam masyarakat. Penelitian

Berikut ini merupakan beberapa gambar habitat perkembangbiakan Anopheles yang ditemukan di Kecamatan Belakang Padang (Gambar 1 – 4). Pulau Pekasih terletak di wilayah