BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. 1. Corporate Social Responsibility (CSR) dalam perspektif Good Corporate Governance (GCG)
Mewujudkan Corporate Social Responsibility adalah gagasan
utama dari penerapan good corporate governance (GCG), hal ini sejalan
dengan kesimpulan yang terangkum dalam konferensi CSR yang
diselenggarakan oleh Indonesia Business Link (IBL)55
“Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
. Penerapan good
corporate governance atau dapat diartikan sebagai tata kelola perusahaan
yang baik muncul sebagai akibat dari maraknya skandal perusahaan yang
menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik di Indonesia maupun luar
negeri.
Pengertian Good Corporate Governance menurut Keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-117/ M-MBU/ 2002,
Tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance Pada BUMN
dijelaskan bahwa Corporate Governance adalah :
55Etty Murwaningsari,
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika”.
Prinsip – prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri
BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan
Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN sebagai berikut :
1. Transparansi (transparency): keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi
materil yang relevan mengenai perusahaan.
2. Pengungkapan (disclosure): penyajian informasi kepada
stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal –
hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan
resiko usaha perusahaan.
3. Kemandirian (independence): suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip – prinsip
korporasi yang sehat.
4. Akuntabilitas (accountability): kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Manajemen perusahaan sehingga pengelolaan
5. Pertanggungjawaban (responsibility): kesesuaian dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang – undangan
yang berlaku dan prinsip – prinsip korporasi yang sehat.
6. Kewajaran (fairness): keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi
hak–hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang–undangan yang berlaku.
2.1.1. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)
Sejak abad ke-19, berawal dari perkembangan pesat perusahaan
sebagai organisasi bisnis di Amerika56
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) sudah muncul
sejak tahun 1933, dalam The Modern Corporatation And Private
Property, dikemukakan bahwa korporasi modern seharusnya
mentransformasikan diri menjadi institusi sosial, ketimbang institusi
ekonomi yang semata memaksimalkan laba. Pemikiran ini dipertajam . Kemudian kebijakan publik
secara tegas merubah lingkup sosial yang mesti direspon perusahaan
secara lebih spesifik, seperti kesehatan dan keselamatan kerja (K3),
jaminan sosial pekerja, pelestarian lingkungan, perlindungan konsumen,
dll. Perusahaan perlu merespon tuntutan pasar sukarela,karena
merflesikan tuntutan moral dan sosial konsumen, disisi lain juga memiliki
tanggung jawab sosial, juga harus patuh terhadap hukum dan kebijakan
publik.
56
oleh Peter F Drucker pada tahun 1946, lewat bukunya The Concept Of
Corporation57
Kemudian pada tahun 1953 nama CSR pertama kali digaungkan
dalam diskursus resmi akademik Howard R. Bowen dengan bukunya
yang berjudul Social Responsibility of the Businessman
.
58
. Ide dasar yang
dikemukakan Bowen mengacu pada kewajiban pelaku bisnis untuk
menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak
dicapai masyarakat ditempat perusahaannya beroperasi59
.
Tetapi pada tahun 1970, ekonomi Milton Friedman menjelaskan
pandangan yang berbeda tentang CSR, Bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan adalah menghasilkan menghasilkan keuntungan (profit)
dalam batasan moral masyarakat dan hukum. Ia mengingatkan bahwa
inisiatif perusahaan untuk menjalankan CSR dapat membuat arah
manajemen menjadi tidak fokus, membuat pengelolaan sumber daya
menjadi tidak efesien, memperlemah daya saing, serta mempersempit
pilihan-pilihan dan kesempatan. Namun seiring waktu berjalan, CSR
semakin berkembang dan terus menjadi isu kunci dalam konteks
manajemen, pemasaran dan akuntansi di Inggris, Amerika, Eropa,
Canada, dan Negara-negara lain.
58 Prinsip-prinsip yang dikemukakannya mendapatkan pengakuan publik dan akademisi
sehingga Howard R. Bowen dinobatkan sebagai “Bapak CSR”
59
Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan sering
diidentikkan dengan CSR ini antara lain Pemberian/Amal Perusahaan
(Corporate Giving/Charity), Kedermawanan Perusahaan (Corporate
philanthropy), Relasi Kemasyarakatan Perusahaan (Corporate
Community/PublicRelations), dan Pengembangan Masyarakat
(Community Development). Keempat nama itu bisa pula dilihat sebagai
dimensi atau pendekatan CSR dalam konteks Investasi Sosial Perusahaan
(Corporate Social Investment/Investing) yang didorong oleh spectrum
motif yang terentang dari motif “amal” hingga “pemberdayaan”60
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun
1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA
(Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun
tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep
CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian”
perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep
investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen
Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam
mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai
perusahaan nasional. Perusahaan menyadari untuk mempertahankan
eksistensinya perusahaan berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup,
potensi kewirausahaan dan kualitas lingkungan sekitar. Karena perusahaan .
60
tidak bisa bertahan ditengah masyarakat miskin dan lingkungan yang tidak
mendukung kemajuannya. Untuk itu, perusahaan memberikan perhatian
besar pada perlunya memberdayakan berbagai potensi masyarakat sebagai
unsur penting yang menunjang survival perusahaan sejak sekarang.
Namun demikian, tidak dapat pula dipungkiri bahwa
perkembangan pelaksanaan CSR akhir-akhir ini juga mengalami
kecenderungan positif dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Timbul
kesadaran pelaksanaan CSR merupakan bagian yang menyatu dalam
strategi bisnis suatu korporasi, dimana pelaksanaan CSR justru
mendukung tujuan-tujuan bisnis inti.
Perubahan arah kecenderungan perkembangan pelaksanaan CSR
tersebut di Indonesia akhir-akhir ini cukup intens diperbincangkan
berbagai kalangan (pemerintah, pebisnis, akademisi, dan NGOs). Namun
demikian, riset-riset yang terkait dengan implementasi CSR belum banyak
dilakukan. Riset yang dilakukan masih berkisar pada praktek CSR yang
sedang berlangsung saat ini, seperti yang dilakukan Rusfadia Saktiyanti
Jahya (2006)61
61
Jahja, Rusfadia Saktiyanti. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Corporate Social Responsibility Perusahaan Ekstraktif dalam Jurnal Galang, Vol.1, No.2, Hal.22-35, Edisi Januari 2006.
dan Siti Adiprigandari Adiwoso Suprapto (2006). Dari
beberapa hasil riset tersebut secara umum dapat disimpulkan antara lain:
pertama, bahwa pebisnis umumnya melihat praktek CSR sabagai kegiatan
yang memiliki makna sosial dan bisnis sekaligus. Artinya, praktek CSR
kedua, praktek CSR yang dilakukan belum mencapai hasil seperti yang
diharapkan dalam arti pemberdayaan ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat. Hal ini terjadi antara lain disebabkan oleh kebijakan program
yang terlalu kaku, implementasi yang salah, dan belum siapnya
masyarakat calon penerima bantuan.
2.1.2. Defenisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan konsep yang
masih terus berkembang sehingga CSR memiliki beraneka ragam definisi.
Belum ada definisi tunggal serta kriteria spesifik mengenai konsep CSR
dikarenakan implementasi dan penjabaran CSR yang dilakukan
perusahaan juga berbeda-beda62
1. Aspek ekonomi dan sosial
.
Dari keragaman pengertian CSR maka pengertian CSR dilihat
beberapa aspek yaitu:
Anatan mendefinisikan CSR sebagai komitmen usaha untuk
bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi, untuk
meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas
lokal, dan komunitas luas63
62Sumardiyono, E.
Evaluasi Pelaksanaan Community Development dalam Perolehan PROPER Hijau (Studi Kasus di PT Pupuk Kaltim Bontang). Tesis. Semarang: Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro 2007. Hal 37
.
63
Anatan, L. Corporate Social Responsibility (CSR): Tinjauan Teoritis dan Praktik di
Indonesia 2009, (Online),
World Business Council for Sustainable Development
mendefinisikan CSR sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis
untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan
ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat secara keseluruhan64
CSR dikemukakan ISO 26000 adalah Tanggung jawab sebuah
organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan
kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat,
mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan
hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional serta
terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh
.
65
Nuryana menyatakan Corporate Social Responsibility (CSR)ialah
Sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian
sosial di dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan
para stakeholder berdasarkan prinsip kemitraan dan kesukarelaan .
66
64
Rahadhini, M.D. Peran Public Relations dalam Membangun Citra Perusahaan melalui Program Corporate Social Responsibility. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan 2010. Vol. 10, No. 1:14. (online)
.
13 maret 2014
65 Martono Anggusti,
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, (Bandung : Books Terrace & Library, 2010) hal. 9.
66
2. Aspek lingkungan
The European Commission mendefinisikan CSR sebagai “being
socially responsible means not only fulfilling legal expectations, but also
going beyond compliance and investing more into human capital, the
environment,and relations with stakeholders”. Artinya CSR bukan hanya
sebagai kewajiban, tetapi dilaksanakan secara suka rela dan ada dorongan
yang tulus dari dalam, serta merupakan investasi untuk lingkungan dan
stakeholders67
Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan
bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak
positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi
para pemegang saham (shareholders) mereka
.
68
3. Pembangunan berkelanjutan (sustainability development)
.
Perkembangan CSR tidak bisa terlepas dari konsep pembangunan
berkelanjutan. Menurut John Elkington sustainability (keberlanjutan)
adalah keseimbangan antara people-planet-profit, yang dikenal
dengansebutan 3P dalam konsep Triple Bottom Line. Sustainability
terletak pada pertemuan antara tiga aspek, people-sosial,
planet-environment; dan profit-economic. Maka menurut Elkington, perusahan
67J.Wiwoho.
Corporate Social Responsibility (CSR) ditinjau dari Aspek Sejarah, Falsafah, Keuntungan, serta Kendalanya. MMH. Vol. 37 No. 2. 2008 Hal 110
68
harus bertanggung jawab atas dampak positif maupun negatif yang
ditimbulkan terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup69
Menurut Akib defenisi CSR adalah upaya manajemen yang
dijalankan oleh entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan berdasarkan keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan
lingkungan dengan meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan
dampak positif
.
Dari definisi tersebut, tersirat makna bahwa CSR harus
dilaksanakan secara terus menerus agar tercipta pembangunan
berkelanjutan yang merupakan inti dari CSR, sehingga elemen profit,
people, dan planet menjadi satu kesatuan utuh yang dapat memberikan
manfaat yang besar dan menyentuh semua aspek kehidupan.
70
Terdapat dua jenis keberlanjutan menurut Dunphy et al yakni
ecological sustainability (keberlanjutan ekologi) dan human sustainability
(keberlanjutan manusia). Keberlanjutan ekologi mencakup desain
organisasi yang dapat memberikan kontribusi kepada sustainable
economic development (pembangunan ekonomi yang berkelanjutan),
perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan pembaharuan biosfir
(permukaan bumi dan atmosfir yang ditinggali mahluk hidup). Sementara .
69Radyati, M.R.
CSR dan Sustainable Development. Makalah disajikan dalam acara Launching MM-CSR Universitas Trisakti, Le-Meridien Hotel, Jakarta 2008, 12 Maret. Hal 1
70Akib.
keberlanjutan manusia adalah meningkatkan kemampuan dan keahlian
manusia untuk kinerja perusahaan yang tinggi dan berkelanjutan serta
untuk kesejahteraan sosial (well-being) dan ekonomi masyarakat. Sebuah
organisasi yang berkelanjutan berarti organisasi yang menjalankan
kegiatan dengan memahami kebutuhan dan kepentingan pihak lain
(kelompok masyarakat, lembaga pendidikan dan agama, pekerja, dan
masyarakat umum), serta meningkatkan jaringan kerja sama yang
mempersatukan mereka semua71
Secara umum defenisi Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam
pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan
tangung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan
antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan .
72
71
Radyati, Loc.Cit
72
Untung Budi Endrik, Corporate Social Responsibility, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009) Hal. 1
2. 2. Model Implementasi CSR Perusahaan Di Indonesia
Saat ini mengimplentasikan CSR menjadi tren bagi dunia usaha.
Komitmen untuk bertanggung jawab secara sosial disadari bahwa
keuntungan untuk keberlangsungan jangka panjang perusahaan yang
hanya bisa didapat dengan adanya kesejahteraan masyarakat. Seperti yang
dialami PT.Danone Aqua terjadinya demonstrasi di pabrik Aqua Klaten
pada 2004. Demonstrasi Aqua Klaten pada saat itu menggunakan isu
kekeringan yang disuarakan oleh Walhi. Gerakan advokasi Walhi ini
merupakan respon terhadap ditetapkannya Undang-Undang no 7 tahun
2004 tentang Sumber Daya Air yang dinilai banyak LSM sebagai
pemberian tiket ke pihak swasta melakukan privatisasi air. Respon
manajemen saat itu adalah membuka komunikasi dengan para pemangku
kepentingan di Aqua Klaten. Kala itu, Departemen Human Resources
menjadi garda depan karena dipercaya mengurusi social affairs. Cukup
besarnya tekanan pemangku kepentingan memberi pelajaran penting bagi
Danone Aqua, manajemen harus bertindak cepat. Do Something First, saat
itu dilakukan untuk menangani isu dan memperlihatkan kepada publik
bahwa Aqua telah merespon isu yang menjadi perhatian pemangku
kepentingan. Setelahnya Danone mulai membentuk Departemen CSR dan
merekrut orang-orang baru sehingga mulai terjadi perhatian terhadap CSR
Aqua mulai banyak dilakukan diskusi mengenai CSR73
PKBL merupakan program wajib dari pemerintah bagi perusahaan
BUMN untuk melakukan tanggungjawab sosialnya terhadap lingkungan,
pendanaan program tersebut diambil dari penyisihan laba bersih
perusahaan. Sedangkan program CSR, diambil dari dana sukarela
perusahaan. Sukarela berarti perusahaan memang sejak awal
menganggarkan dana khusus untuk program-program CSR. Walupun
mempunyai perbedaan sumber dana, namun baik itu CSR maupun PKBL
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengajak perusahaan lebih etis
dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, sehingga tidak merugikan . Pelaksanaan CSR
PT.Danone Aqua adalah demi keberlanjutan usaha jangka panjang.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai suatu bentuk kepedulian perusahaan
terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal, belum banyak
dijadikan sebagai nama program atau kegiatan tersebut dalam perusahaan
di Indonesia, termasuk Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara
(PTPN) yang merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Secara konsep Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
yang dilaksanakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jauh
berbeda dengan best practices CSR yang dilakukan oleh perusahaan
swasta sehingga dapat dikatakan bahwa PKBL merupakan praktek CSR
yang dilakukan oleh BUMN.
lingkungan dan masyarakat, dan pada akhirnya terciptalah reputasi baik di
mata stakeholders.
Peran PKBL BUMN mempunyai cakupan yang lebih luas
dibanding praktek CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta karena
PKBL- BUMN juga diharapkan untuk mampu mewujudkan 3 pilar utama
pembangunan (triple tracks) yang telah dicanangkan pemerintah dan
merupakan janji politik kepada masyarakat, yaitu: (1) pengurangan jumlah
pengangguran (pro-job) (2) pengurangan jumlah penduduk miskin
(propoor) dan (3) peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth).
Melalui PKBL diharapkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN
untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial, dan
lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan
ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa model implementasi
CSR perusahaan di Indonesia mencakup hal-hal berikut ini:
1. Bantuan sosial meliputi: bakti sosial, pengadaan sarana kesehatan,
rumah ibadah, jalan dan sarana umum lainnya, penanggulangan
bencana alam, pengentasan kemiskinan dan pembinaan masyarakat.
2. Pendidikan dan pengembangan meliputi: pengadaan sarana
pendidikan dan pelatihan, melaksanakan pelatihan dan memberikan
3. Ekonomi meliputi: mengadakan program kemitraan, memberikan
dana atau pinjaman lunak untuk pengembangan usaha dan
memberdayakan masyarakat sekitar.
4. Lingkungan meliputi: pengelolaan lingkungan, penanganan limbah,
dan melestarikan alam dan keanekaragaman hayati.
5. Konsumen meliputi: perbaikan produk secara berkesinambungan,
pelayanan bebas pulsa dan menjamin ketersediaan produk.
6. Karyawan meliputi: program jaminan hari tua, keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) dan program renumerasi yang baik74
2.2.1 Program Kemitraan BUMN
.
Kemitraan merupakan suatu jawaban untuk meningkatkan
kesempatan berkiprahnya pengusaha kecil dalam percaturan
perekonomian nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat serta
mengurangi kesenjangan sosial. Defenisi kemitraan tersebut mengandung
makna sebagai tanggung jawab moral. Pengusaha menengah/besar untuk
membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu
mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal
untuk meraih keuntungan dan kesejahteraan bersama. Ini berarti
masing-masing pihak yang bermitra harus menyadari bahwa mereka memiliki
perbedaan, masing-masing memiliki keterbatasan, baik di bidang
manajemen, pengusasaan iptek maupun penguasaan sumber daya, mereka
74
harus mempu saling mengisi dan melengkapi kekurangan
masing-masing75
Program kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada dasarnya
merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility) BUMN kepada masyarakat. Secara umum, PKBL
diwujudkan dengan upaya-upaya untuk memberdayakan masyarakat,
meningkatkan kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat
secara berkesinambungan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut
Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan
usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana
dari bagian laba BUMN .
Kemitraan seperti tercantum dalam UU N. 20 Tahun 2008 tentang
UMKM adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun
tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai,
memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah.
76
Program Kemitraan didanai dari alokasi hasil laba Perusahaan.
Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2%
(dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan .
77
75 Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan,(Bandung : PT. Refika Aditama,
2006), hlm. 65
76
PERMEN-5-MBU-2007 pasal 1
77
Ibid pasal 9
. Program ini
mikro dan koperasi di berbagai sektor yaitu, sektor industri, sektor
perdagangan, sektor pertanian, sektor jasa, dan dengan imbal jasa (bunga)
yang terjangkau. Pengembalian modal kerja tersebut dan hasil
pengembangannya dialokasikan kembali untuk membantu usaha kecil,
mikro dan koperasi lainnya.
Program kemitraan usaha antara UMKM dengan BUMN
merupakan wahana yang strategis dalam mempercepat proses pemerataan
hasil pembangunan. Dengan adanya pinjaman modal dari BUMN pada
UMKM, diharapkan mampu membuat UMKM yang menjadi mitra
binaannya berkembang dan bisa tetap terus bertahan menghadapi gejolak
perekonomian globalisasi pada saat ini.
2.2.2 Tujuan program kemitraan
Adapun tujuan program kemitraan adalah :
• Mewujudkan ekonomi kerakyatan
• Meningkatkan kualitas SDM masyarakat dengan program hibah
melalui pendidikan, pelatihandan lain-lain.
• Menciptakan hubungan yang harmonis antara masyarakat, pemerintah
daerah setempat
• Menciptakan iklim usaha yang sehat dan dinamis bagi Pengusaha
Kecil, Menengah dan Koperasi dengan mengurangi kesenjangan
sosial dimasyarakat.
• Pemerataan pembangunan dan perluasan lapangan kerja.
• Meningkatkan taraf hidup Pengusaha Kecil,Menengah dan Koperasi.
• Meningkatkan kemampuan Mitra binaan menjadi tangguh dan
mandiri78
Program Kemitraan ini bertujuan meningkatkan kemampuan usaha
kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui dukungan terhadap modal,
serta pelatihan Sumber Daya Manusia yang profesional dan terampil agar
dapat mendukung pemasaran dan kelanjutan usaha di masa depan. .
2.2.3 Kriteria Usaha Kecil Yang Bisa Mendapatkan Program
Kemitraan
Kriteria Usaha Kecil Yang Bisa Mendapatkan Program Kemitraan
berdasarkan Permen.BUMN No. Per-05/MBU/2007, yakni:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (tidak
termasuk tanah dan bangunan) atau; Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp 1.000.000.000
b. Pengusaha tersebut berkewarganegaraan Indonesia
c. Berusaha secara mandiri (berdiri sendiri) yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki/dikuasai baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha
Besar
d. Berbentuk badan usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak
berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk
koperasi.
78
e. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 tahun serta mempunyai
potensi & prospek usaha untuk dikembangkan.
f. Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).
2. 3.Konsep Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
2.3.1 Sejarah Singkat Kepedulian BUMN terhadap Usaha Mikro
Kecil
BUMN memiliki peran yang strategis sebagai pelaksana
pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan
turut membantu pengembangan usaha kecil. Peran dan tanggung jawab
dari BUMN sebagai korporasi dijabarkan lebih lanjut dalam
Undang-undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang telah
disahkan pada tanggal 20 Juli 2007. Pasal 74 UU RI No. 40 Tahun 2007
menyebutkan bahwa:
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksudkan
pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Kewajiban Perseroan Terbatas untuk melakukan Tanggung Jawab
Sosialnya merupakan wujud kepedulian pemerintah. Selanjutnya
Pemerintah turut mendorong BUMN untuk peduli terhadap lingkungan
dan masyarakat dengan mengeluarkan berbagai peraturan sebagai berikut:
Pertama, Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak
terbitnya peraturan pemerintah nomor 3 tahun 1983 tentang tata cara
pembinaan dan pengawasan Perusaahaan Jawatan (perjan), Perusahaan
Umum (Perum) dan Perseroan terbatas (Persero).
Kedua, Dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan
No.1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman
Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi Melalui Badan
Usaha Milik Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan
sebagian laba sebesar 1% - 5% dari laba setelah pajak. Nama program
saat ini lebih dikenal dengan program Pegelkop.
Ketiga, Pada Tahun 1994, nama program diubah menjadi
Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (Program PUKK) berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan No.316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni
1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui
Keempat, keputusan Menteri Pendayagunaan BUMN/Kepala
Badan Pembina BUMN No. Kep-216/M-PBUMN/1999 tanggal 28
September 1999 tentang Program kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL) BUMN.
Kelima, Keputusan Menteri BUMN No.Kep-236/MBU/2007
tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha
Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Dan yang terakhir, Peraturan menteri Negara BUMN No.
Per-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
2.3.2 Defenisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Menurut Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, yang
dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI),
adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik
warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari
Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan
bangunan79
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM
berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha .
79
yang memiliki jumlahtenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan
usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20
sampai dengan 99 orang80
1) Pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah. .
Adapun yang dimaksud dengan usaha kecil menurut Pasal 3
Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program
Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan ini
adalah:
2) Bangunan tempat usaha, atau pengusaha yang memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar).
Pada 4 Juli 2008 ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM yang
disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas.
Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan usaha menengah
adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; dan
80
2. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
2.3.3 Pemberdayaan UMKM
Menurut Suharto Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu – individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjukan pada
keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu
masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik
yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan
diri, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berprestasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam mela ksanakan tugas – tugas
kehidupannya81
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha
Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara
sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha .
81
terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh
dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha
Mikro, Kecil, Dan Menengah, Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM):
a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang, dan berkeadilan;
b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
dan
c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari
kemiskinan.
Dengan itu pemberdayaan UMKM sangatlah penting untuk
dilaksanakan. Dilihat dari pengertian pemberdayaan, maka pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah upaya untuk
mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM) itu sendiri. Jadi pendekatan pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) titik beratnya adalah
penekanan pada pentingnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka
(UMKM) yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada
individu sebagai objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan
yang menentukan masa depan dan kehidupan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM).
Pelaksanaan kebijakan dalam rangka strategi pemberdayaan untuk
pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak bisa
hanya dibidang permodalan saja, namun juga harus berorientasi secara
keseluruhan atas kebutuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
baik secara individu maupun kelompok termasuk mendasarkan pada
potensi sumberdaya manusianya.
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
sebagai suatu rencana yang harus direncanakan serius dan lebih
memfokuskan pada upaya-upaya yang membuat pelaku Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) mampu mengembangkan komunikasi
antar mereka sehingga pada akhirnya mereka dapat saling berdiskusi
secara kontruktif dan mengatasi permasalahan yang ada. Jadi ketika agen
pengubah, baik yang berasal dari lembaga pemerintahan atau
non-pemerintah telah menyelesaikan program pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) tersebut, pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai suatu proses yang dapat terus
berlangsung82
82
Loc. Cit
Pemberdayaan UMKM adalah untuk memperkuat usaha UKM
agar menjadi tangguh dan mandiri, sehingga dapat menghadapi
perdagangan bebas yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan
perekonomian Indonesia.
2. 4. Defenisi Konsep
Defenisi konsep diperlukan peneliti dalam melakukan penelitian
yakni dengan penggunaan istilah yang khusus untuk menggambarkan
sebuah fenomena yang hendak diteliti secara tepat83
1. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan
usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan
dana dari bagian laba BUMN.
. Konsep sangat
diperlukan dalam penelitian agar dapat menjaga fokus masalah dan
timbulnya kekacauan ataupun kesalahpahaman yang dapat mengaburkan
penelitian. Oleh karena itu dalam menjelaskan penelitian ini, perlu
dijelaskan beberapa defenisi konsep antara lain :
2. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah
upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha,
dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan
pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri.
83
3. Implementasi program kemitraan dalam pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan suatu kegiatan yang
dilaksanakan Perusahaan untuk meningkatkan kemampuan Usaha