• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Penerapan Sistem Budidaya Padi dengan Metode System Rice Intensification dalam Pertanian: Studi pada Rumah Tangga Petani Padi Sawah di Desa Ringgit"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 4

Analisis Data dan Pembahasan

Kondisi Geografis

Secara administrative Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi JawaTengah. Letak Desa Ringgit berada pada 4 km dari ibukota kecamatan dan 20 km dari ibukota kabupaten dengan bataswilayah desa sebagai berikut :

1. Sebelah barat : Desa Kaliwungu Lor

2. Sebelah Utara : Desa Susukan

3. Sebelah Timur : Tunjungan

4. Sebelah Selatan : Kelurahan Lereng

Luas wilayah Desa Ringgit kurang lebih sekitar 103 Ha yang terdiri atas sawah, pemukiman dan pekarangan, bangunan umum, dan lain – lain. Secara topografi daerah ini termasuk daerah yang landai, tidak berbukit dengan ketinggian 133 m diatas permukaan laut. Curah hujan rata – rata didaerah ini 2066 mm per tahun dengan suhu udara rata – rata berkisar antara 22 – 34 derajat celcius. Jenis tanah di daerah ini adalah Regasol dengan pH 5,0 – 5,4 sehingga tanah cenderung asam.

Kondisi Demografi

(2)

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Ringgit Tahun 2013

Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

Berdasarkan Tabel 4.1. Penduduk di Desa Ringgit sebagian besar berusia 26 – 50 tahun sebanyak 2021 penduduk, jumlah laki-laki masih lebih banyak daripada perempuan dan jumlah usia produktif menempati posisi tertinggi dalam komposisi jumlah penduduk.

Di Desa Ringgit Tingkat pendidikan masyarakat sudah cukup baik, dimana presentase lulusan SLTA / Sederajat cukup besar yaitu 33,6 persen, disusul kemudian dengan lulusan SLTP/Sederajat sebesar 31 persen. Untuk perncian tingkat pendidikan masyarakat Desa Ringgit dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Di Desa Ringgit Tahun 2013

No. Pendidikan Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

1 Belum Sekolah 24 5,5

Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

(3)

petani yang menggarap sawah namun tidak menyewa lahan tetapi membagi hasil panen dengan system 50:50 dan biaya yang dikeluarkan dari proses produksi hingga panen berasal dari petani penggarap. Berikut rincian jenis mata pencaharian penduduk di Desa Ringgit pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Ringgit Tahun 2013

No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

1 Pegawai Negeri 20 7,6

2 Pegawai Swasta 12 4,6

3 Wiraswasta 24 9,1

4 Petani 107 40,7

5 Pertukangan 8 3

6 Buruh Tani 86 32,7

7 Pensiunan 6 2,3

Jumlah 263 100

Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

Jika kita membahas berapa rata-rata umur SDM di Desa ringgit mulai konsentrasi di bidang pertanian, tentunya berkisar umur 27 tahun keatas. Masyarakat desa ringgit memiliki budaya atau kebiasaan bagi kalangan muda (produktif) setelah lulus SMU lebih banyak merantau keluar daerah, dimana didominasi untuk tujuan mencari kerja dan pengalaman ke Jakarta atau Ibukota Provinsi. Pola urbanisasi untuk mencari peluang kerja lebih tertuju di kota besar, sedangkan untuk mencari pendidikan lanjut masih di dominasi kota Yogyakarta dan Sekitar Jawa Tengah. Tidak menutup kemungkinan kalau mereka melakukan kuliah dan kerja, hal yang seperti ini yang menarik dari cerita perantauannya. Belum ada penelitian yang lebih detail namun itulah fenomenanya yang terjadi. Dan hal ini juga diungkapkan oleh pak Wuryanto karena beliau pernah mengalami hal tersebut.

(4)

opsi yang terakhir dan bisa jadi setelah merantau tidak ada pilihan lain, dimana opsi ini menurut pandangannya masih menjadi bentuk diskriminasi profesi yang paling rendah dibandingkan bekerja diluar daerah. Dari sini hasil observasi mengarah pada kesimpulan dimana kaum sumber daya manusia lebih terserap pada sektor industri ketimbang pertanian. Bagaimana dengan lahan yang digarap bagi mereka yang menjadi petani? Biasanya lahan yang digarap adalah lahan orang tua dan lahan dari saudara-sadura yang pergi merantau, adapun lahan pribadi juga dimiliki walaupun masih gabung dengan lahan orang tua. Tidak ada batasan umur dalam bidang pertanian untuk profesi petani.

Tingkat mobilitas warga yang bekerja diluar Desa biasanya berlangsung paling lama 5 tahun. Setelah itu mereka kembali ke Desa lagi untuk merencanakan masa depan, baik untuk bertahan atau pergi merantau lagi. Dengan berbagai kondisi ada yang menikah dan menetap atau pindah mengikuti pasangannya, ada juga yang bekerja lagi, serta tidak menetap lagi di Desa Ringgit.

Fenomena Alam dan Manusia

Anggapan pertanian di Indonesia sebagai pertanian yang ramah lingkungan bukan hanya sebagai impian semata. Berbagai prespektif yang membahas tentang pertanian organik adalah alami. Prespektif tersebut muncul dan memiliki tujuan yang sama untuk mengenalkan pertanian yang lebih menekankan alam sebagai faktor pendukung pertanian yang memiliki kearifan terhadap alam. Penjabaran menganai pertanian organik selama penelitian dan diskusi di Desa ringgit memiliki macam prespektif dan penangkapan yang berbeda baik untuk desa ringgt sendiri, lingkup Pemerintah Kabuten Purworejo, Nasional dan international.

(5)

bagian yang tidak terlepaskan dari pertanian dan sarana dalam menanam. Anggapan alam adalah teman petani selalu diperkenalkan kepada para petani di Desa Ringgt secara turun temurun. Pada zaman dahulunya pertanian masih belum mengenal yang namanya bahan – bahan kimia. Pengelolaan tanah dan irigasi air merupakan kunci untuk mendapatkan hasil komoditas padi yang memiliki kualitas. Menurut

key informant (Mas Bejo)1 yang menerangkan mengenai pola tanam

padi zaman dulu mengungkapkannya sebagai berikut.

“kalau pertanian zaman dulu itu, zamannya si mbah – mbah bahkan mungkin eranya Belanda dan sebelumnya, saya kalau diceritakan mereka itu kalau bertani itu pupuknya pake abu dapur, abu – abu dari asap tungku yang menggumpal di pawon. Itu dikumpulin dan dicampur ditanah persawahan-nya, ada juga campuran dari sampah organik. Sampah zaman dulukan masih bersifat mudah diuaraikan atau membusuk, tidak seperti sampah zaman sekarang yang susah diuraikan seperti plastik dan baham terbuat dari logam yang kadang bisa mencemari tanah. Selain proses pertanian yang penting pengairannya lancar, tidak lebih tidak kurang. Dan untuk perawatan tanaman dilakukan secara sederhana, semisal untuk menangani hama ya dilakukan dengan menggunakan prinsip rantai makanan yang kita pelajari di sekolah dasar. Hasilnya pertanian zaman dulu itu ditunjukan dengan tanaman padi yang tinggi dan isi yang banyak. Yang utama zaman dulu itu cuaca masih bisa diprediksi dan alam memang benar –benar membantu.”

Membahas tentang kondisi alam untuk mendukung pertanian tentunya saat ini sangat berbeda dengan zaman dulu. Perubahan iklim merupakan salah satu hal yang dirasakan oleh para petani dalam memulai masa tanam. Ketika dulu menentukan masa tanam masih menggunakan pranata wangsa. Pranata wangsa dikatakan sudah tidak relevan dengan kondisi alam yang ada saat ini. Selain itu kondis irigasi dan kesuburan tanah masih perlu perhatian. Membahas tentang pertanian padi di desa ringgit tentunya banyak hal yang perlu ditinjau.

Mas Bejo menyampaikan

(6)

“Pranata wongso pada mbah–mbah zaman dulu pada mbah saya masih dipegang teguh dan masih digunakan sebagai acuan mt1, mt2, dan mt 3, juga masa panennya. Berjalannya waktu saat kimia tu digembor-gemborkan, pranata itu sudah tidak dapat digunakan karena iklim itu sudah tidak dapat

digunakan karena berubah ubah”.

Dalil itu dikuatkan oleh Pak Wurianto2

“Dulu masih memang teguh pranata wongso, sekarang sudah tidak dapat dipakai karena alam tidak menentu. Pernah dulu ada yang kekeh menggunakan pranata wongso, tetapi haslnya malah merugi. Karena yang lain pada panen dia belum panen, sehngga hama burung itu datang ketika petani itu panen. Oleh karena para petani ketika musim tanam ya tanam, panen ya panen, supaya tidak rugi pada waktu

memperoleh hasilnya.”

Back to nature merupakan selogan yang selalu didengungkan

kepada para petani agar sistem dari pengelolaan lingkungan dapat menjadi arif dan menghasilkan keuntungan yang tidak hanya dilihat dari materi saja melainkan sarana yang dapat mendorong.

Pertanian dilakukan dengan cara mengandalkan ecofarming dikenal sebagai metode pertanian yang memperhatikan keseimbangan ekoistem, memelihara keanekaragaman hayati, dan berbagi kesepatan kerja diantara sesama. Pada abad ke-20, hampir tidak ada lagi upaya pertanian yang ramah lingkungan karena secara teknis lebih merujuk pada kegiatan pertanian dari luar negeri yang beriklim bukan tropika, bukan kepulauan, bukan sumber keanekargaman dan semata-mata karena pertimbangan ekonomi yang ekspansif.

Tidak banyak yang diingat dengan pasti, peristiwa apa yang telah terjadi dimasa lalu. tetapi kami sangat antusias dalam mendalami dan memaknai perjalanan dalam perjuangan pertanian pangan di Desa Ringgit. Seperti anak kecil yang suka dongeng itulah yang kami lakukan dalam mendiskripsikan cerita dari 3 nara sumber yaitu Mas Bejo, Pak Wuryanto dan Suster Alfonsa. Seperti yang diketahui bahwa

2 Hasil Wawancara 19 Oktober 2011, Pak Wuryanto S.E merupakan adik dari Pak

(7)

pertanian pada tahun 1997 merupakan momen dimana pertanian tanaman pangan mengalami tingkat kesengjangan dibandingkaan industri dan ini ditandainya dengan pertanian konvensional yang digadang-gadang dapat menyediakan hasil pangan yang murah dan dengan biaya produksi yang besar. Pertanian konvensional merupakan pertanian dengan menggunakan pupuk kimia yang telah dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun 1970. Sebelum menengok kondisi tahun 1997 dan tahun 2003 didesa ringgit, kami dibawa kedalam fase perjalanan pertanian di Indonesia. Hal yang kami temukan dalam diskusi ini adalah peristiwa Deklarasi Ganjuran. Peristiwa ini dianggap titik terang yuang melahirkan Paguyuban Tani- Nelayan Hari Pangan HPS. Sedikit info yang kami dapat secara tidak langsung di media internet dijelaskan bahwa, deklarasi Ganjuran dicetuskan dalam Seminar Kaum Tani di Ganjuran pada tanggal 16 Oktober 1990.

Membahas ketahanan pangan nasioanal, tentunya tidak lepas dari kearifan lokal. Kearifan local sebagai sistem dan aturan yang tidak tertulis dimasyarakat merupakan acuan kehidupan dalam berbagai aspek. Hal ini ditinjau dari kajian budaya yang dimiliki dan menjadikannya sebagai bentuk nilai luhur yang dijalankan secara berkelanjutan. Kearifan lokal akan budaya merupakan seperangkat pengetahuan dan praktik yang digunakan sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan dan kesulitan dari berbagai aspek yang dihadapi dengan cara bijak, baik dan benar.

Dalam sejarahnya, kearifan lokal yang tidak lepas dari aspek pangan adalah hubungan manusia dengan alam. Adanya tata aturan hubungan manusia dengan alam bertujuan mengusahakan kegiatan untuk konservasi guna pemeliharaan tumbuhan dan hewan untuk keberlangsungan kehidupan mahluk bumi yang selalu menjadi bentuk rantai makanan.

(8)

berdasarkan pengalaman dan dimulainya inovasi baik dari membuat jebakan hewan buruan dan mulai mengumpulkan tumbuhan. ketika manusia mulai hidup menetap di gua-gua, mereka mempelajari bagaimana mengembang biakan tumbuhan dan hewan. Dari pemahaman akan pegalaman dan pembelajaran selama perubahan zaman, pemahaman akan pemanfaatan alam terus berkembang dari pengklasifikasian tanaman menurut fungsinya dan hewan penggolongan sebagai alat transportasi, pembajak tanah dan hewan sebagai penjaga.

Di daerah pulau Jawa, kearifan pangan lokal tidak bisa dilepaskan dengan pengetahuan tentang gejala-gejala alam dan tanda-tanda munculnya jenis binatang-binatang tertentu. Dalam masyarakat jawa gejala alam dimanfaatkan sebagai patokan untuk memulai suatu kegiatan bercocok tanam dan penentuan jenis pangan yang sesuai dengan musim. Hal ini dinamakan dengan istilah pranatawangsa, yaitu aturan penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan usaha pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan.

(9)

Hingga kini pranatamangsa tetap digunakan dalam usaha pertanian pada sebagian masyarakat Jawa. Kearifan lokal dalam kandungan prantamangsa merupakan perwujudan dari menyikapi alam sebagai penghasil sumber daya pangan lokal yang dapat dibudayakan secara arif sehigga masalah kekurangan pangan dapat terhindari.

Tanaman padi di Indonesia memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan dari segi quantity dan quality. Hal ini tentunya didukung oleh beberapa faktor yang bisa mengkondisikan tanaman untuk menghasilkan hasil yang optimal, diantaranya unsur biomassa, tanah, tanaman air dan agroekosistem.

Di Indonesia, upaya peningkatan produksi padi terus menerus dilakukan melalui berbagai pengenalan inovasi teknologi. Dari pengamatan fenomena yag terjadi dilapangan memperlihatkan lemahnya hasil peningkatan produksi padi yang dicapai dari beberapa dasawarsa terakhir ini.

System of Rice Intensification atau dikenal dengan sebutan SRI merupkan metode budidaya tani padi yang intensif ruang dan efisien bahan berbasis pengelolaan interaksi tanaman dengan bioreaktornya yang mencakup mekanisme siklus ruang yang dibngun oleh bahan organik kompos dan siklus kehidupan yang dibangun oleh semaian mikroorganisme local (MOL). Di Indonesia SRI mulai diperkenalkan pada tahun 1997 di Bogor oleh Prof.Normaan Uphoff dari Universitas Cornel Amerika Serikt. Metode penggunaan SRI banyak diterapkan diberbagai tempat di Jawa Barat, diantaranya Sukabumi, Garut, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, dan Cianjur.

Teknologi Pertanian

(10)

Perkembangan teknologi terjadi karena sebagai manusia menggunakan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.

Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Teknologi juga memberikan banyak kemu-dahan, serta sebagai cara baru dalam melaku-kan aktivitas manusia. Manusia juga sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi teknologi yang telah dihasilk-an dalam dekade terakhir ini.

Pada dunia pertanian Sistem pertanian organik meupakan perwujudan atas permasalahan pertanian. Secara sederhana pertanian organik meupakan bagian teknologi dalam bentuk system produki pertanian terpadu, dengan optimalisasi kesehatan dan produktivitas agoekosistem, keragaman hayati, siklus biologi dan aktifitas biologi pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan dan berkelanjutan. Merujuk pada Kardinan (2017) yang mengungkapkan mengapa harus system pertanian organik diantaranya 1) harga bibit dan pupuk yang semakin hari cenderung meningkat harganya yang disebabkan benih yang digunakan tidak tidak dihasilkan sendiri oleh petani, sehingga petani tidak memiliki nilai tawar terhadap harga benih. Hal ini juga serupa dengan pupuk yang juga tidak diproduksi oleh petani. Petani lebih percaya dengan hasil pemupukan yang diproduksi oleh pabrikasi dengan metode kimiawi yang dijual dengan harga melambung terlampau tinggi. 2) minimnya pengetahuan petani dalam pengelolaan lahan pertanian. Dimulai dari pengetahuan penyiapan lahan, system hidrologi, pola tanam, karakter lahan, cuaca dan kecenderungan pasar. 3) menghilangnya pengetahuan dan kearifan local dalam mengelola lahan pertanian. Keempat, belum adnya kebijakan terpadu dari pemerintah dalam mendorong kemajuan pertanian Indonesia.

(11)

ketika salah satu factor berkembang maka factor lainnya akan terusik. Missal dengan berkembangnya factor ekonomi, maka biasanya akan menggangu keseimbangan lingkungan dan sisial atau sebaliknya.

Rutinitas Rumah Tangga (

Daily Routine

)

Lingkungan pedesaan merupakan bentuk kesederhanaan dari warga yang tinggal. Aktivitas yang dilakukan warga dilakukan dari matahari terbit sampai malam hari. Berdagang, bertani, pelayanan masyarakat, serta kantor abministrasi pemerintah dan keuangan menjadi rutinitas aktivitas yang dilakukan. Tidak kalah sibuknya dengan perkotaan, tetapi yang membedakannya adalah kegiatan tersebut dikemas secara lebih sederhana. Pedesaan bukan hal yang dipandang remeh, tetapi potensi ekonomi Negara bisa bergerak untuk keberlangsungan ekonomi.

Desa Ringgit memiliki potensi yang selalu dikembangkan oleh warganya. Potensi dari pengelolaan lahan untuk pertanian dan peternakan menjadi motivasi dalam memajukan desa. Berangkat dari hal yang kecil itulah kunci dari suatu kesuksesan. Dapat dilihat perkembangan kesejahteraan warga desa dimulai dari sektor rumah tangga. Pada penulisan ini akan diterangkan bagaimana analisis rumah tangga dapat mengcover kesejahteraan rumah tangga, khususnya bagi mereka petani padi dengan menggunakan metode SRI baik dari pola kesehatan, pendidikan, konsumsi, dan pendapatan. Keempat hal tersebut menjadi indikator penting dalam menggambarkan kesejahteraan warga didesa ngombol. Selain itu pola organisasi dan kelembagaan akan dijelaskan dalam mendorong tindakan aktif dari rumah tangga di desa Ringgit.

(12)

dilakukan pola pengamatan dari lingkup yang paling sederhana yaitu keluarga petani SRI.

Rutinitas dari aktivitas petani di Desa Ringgit dimulai sebelum matahari terbit. Pada umumnya rutinitas petani dapat dikatakan sama. Bangun pada waktu subuh dan memulainya dengan ibadah. Hal tersebut dilakukan oleh kebanyakan orang tua dari anggota keluarga tersebut. Dari segi gender, peran dari wanita dan pria sebagai pasangan suami istri sebenarnya saling melengkapi. Dalam rumah tangga keluarga wanita memang memiliki peran vital dalam mengelola kegiatan setiap aktivitas bagi anggota keluarga. Dapat dikatakan awal dari kegiatan ketika subuh diawali dengan instruksi seorang Ibu.

Peran wanita sebagai istri benar-benar dibutuhkan, dimana memiliki tugas dari membangunkan semua anggota keluarga sampai menyiapkan sarapan. Sebagai seorang istri, wanita di pedesaan memiliki tingkat ketanggapan akan keperluan suaminya sebelum melakukan aktivitasnya. Dengan teliti menyiapkan kebutuhan dan peralatan sebelum suaminya berangkat ke sawah. Kegiatan rutinitas wanita dipagi hari tentunya disesuaikan dengan aktivitas pertanian, dimana ada masa tanam, masa pemeliharaan dan masa panen. Sarapan bagi suami dipagi hari sebelum berangkat ke sawah sangat jarang dilakukan, biasanya teh hangat atau air putih cukup untuk mempersiapkan stamina berangkat ke sawah. Sekitar jam 07.00 WIB sampai jam 09.00 WIB inilah yang digunakan untuk sarapan oleh suami dirumah atau jika suami tidak pulang (sudah dibilang dari rumah) istri akan menyusul kesawah dan membawakan bekal makanan untuk suaminya di sawah, tapi sebelumnya juga memberi pakan pada ternak dan mengurus kandang.

(13)

dengan pukul 07.00 WIB. Sebelum berangkat sekolah diwajidkan untuk sarapan terlebih dahulu, tapi terkadang bila telat buru-buru mereka berangkat sekolah. Ada kebiasan karena dekat dari sekolah mereka lebih memilih pulang kerumah pada jam istirahat, baik untuk sarapan dan menonton televisi kemudian balik lagi mengikuti aktifitas belajar di sekolah. Aktifitas pertanian yang dilakukan petani baik suami dan istri biasanya selesai diantara pukul 10.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB, dimana jadwal ini juga hampir sama ketika anak-anak SD pulang sekolah.

Aktivitas disiang hari cenderung untuk beristirahat dan makan siang. Waktu istirahat bagi kalangan petani sangat flexible dan menyesuaikan kegiatan yang dirasa perlu untuk ditangani. Hal ini mungkin disambi dalam menjemur gabah, mengurus kandang peternakan, dan mengurus administrasi pada perkumpulan kelompok tani SRI. Istri biasanya telah menyiapkan bahan untuk dimasak sebelum menyusul suami ke sawah, sehingga ketika pulang istri tinggal memasak dan menyajikan untuk makan bersama. Idealnya memang seperti itu, tetapi tidak semua rumah tangga petani seperti itu. Terkadang mereka sudah mnyiapkan makan siang di pagi hari.

Aktivitas rutin setelah istirahat dan makan siang dimulai pada pukul 13.00 WIB atau pukul 14.00 WIB. Petani biasanya melanjutkan aktivitas lagi di sawah. Apabila musin tanam, maka petani lebih konsen pada penggarapan tanah dan pemupukan di awal persiapan tanam. Aktivitas tersebut diantaranya membawa pupuk kompos ke lahan pertanian, persiapan penyemaian bagi mereka yang menyediakan bibit sendiri, membajak atau mempersiapkan tanaman pagar. Kegiatan pada siang hari untuk musim tanam lebih banyak ragamnya ketimbang dipagi hari yang lebih fokus pada pemupukan dan membajak sawah dengan traktor.

(14)

Kegiatan ini berlangsung sampai masa panen tiba. Apabila ada serangan hama tikus, petani memiliki kebiasaan untuk berburu tikus bersama dengan peralatan yang sederhana.

Kegiatan bertani diakhiri pada pukul 17.00 WIB. Setelah selesai beraktivitas kegiatan selanjutnya adalah menikmati waktu keluarga bersama. Makan malam dan menonton televisi merupakan rutinitas yang selalu dilakukan. Disamping itu pendampingan anak selalu dilakukan seperti mengajari dan membantu pekerjaan rumah. Terkadang hal tersebut dicampur dengan canda kepada anak atau terkadang sebaliknya cenderung marah jika anak dirasa mengjengkelkan. Adapun jika ada kegiatan malam seperti pertemuan biasanya pengajian, perkumpulan kelompok tani, selamatan dan kegiatan sosialisasi terkait kebutuhan bersama.

Peran pria dan wanita dalam kegiatan perekonomian di desa Ringgit sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas ekonomi rumah tangga, sumber daya manusia, dan manajemen hasil pertanian. Pada dasarnya antara peran wanita dan pria ada perbedaan. Pria lebih identik dengan kepemimpinan dalam rumah tangga, pengambil keputusan dalam regulasi pengembangan kelompok tani, dan mempunyai tenaga yang besar serta manajemen yang baik dalam mengelola lahan pertanian. Adapun peran wanita tidak lepas dari memotivasi pria dalam beraktivitas. Peran wanita lebih banyak dibelakang layar dimana dapat dijelaskan bahwa mereka lebih banyak berkonsentrasi dalam mengelola kegiatan rumah tangga, pendidikan anak, kesehatan keluarga dan memperhitungkan anggaran konsumsi keluarga. Dalam kegiatan tanam SRI wanita selalu memiliki peran terutama dalam memotivasi suaminya. Jika wanita (istri) mendukung suaminya melakukan kegiatan pertanian dengan pola tanam SRI, maka sang suami tidak mengalami keraguan dalam mengolah pertanian justru ada kekuatan secara psikologi dalam memberi semangat untuk bekerja di sektor pertanian.

(15)

pensortiran barang, pengepakan, dan entrepreneur (memiliki kreasi dalam member nilai tambah produk tani) pertanian.

Tabel 4.4 Kegiatan di Lingkungan Desa di Luar

No Pelaku Kegiatan Keterangan

1 Ayah Perkumpulan Kelompok Tani

2 Ibu Perkumpulan Kelompok Tani

Tabel 4.5 Rutinitas Rumah Tangga dari Keluarga Petani SRI

(16)

No Pelaku Kegiatan Rutinitas Masa Tanam Kegiatan Masa Panen Kegiatan

Kondisi Politik SRI di Desa Ringgit

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pertanian SRI mulai dikenal luas baik dikalangan petani Desa Ringgit Kabupaten Purworejo, sampai se-Indonesia. Desa Ringgit terkenal sebagai pelopor pertanian SRI di Purworejo dimana jumlah petani SRI satu Kabupaten Purworejo pada tahun 2013 kurang lebih 100 petani, khusus desa ringgit sebanyak 10 petani SRI. Ada beberapa fenomena yang mempengaruhi pertanian SRI ini diantaranya ada sebagai berikut.

1. Pertanian SRI merupakan pertanian organik yang dikenal bagus dimana untuk desa Ringgit sudah diketahui dari tahun 2003 sampai sekarang. Pertanian ini banyak dikenal melalui media cetak dan eletronik seperti internet. Terkenalna pertanian ini justru tidak sebanding dengan apa yang dilihat dalam realitanya.

(17)

maupun lahan yang disediakan. Bila dilihat dari kelompok tani SRI lestari data tersebut sangat memprihatinkan.

3. Kelompok tani dan pemerintah sering mengalami miss komunikasi dan presepsi terhadap kebijakan yang dibutuhkan petani SRI. Hal ini ditunjukan pada ketidakterimaan pemerintah terhadap petani yang menanam dengan metode SRI. Kekakuan pemerintah dan monotonnya bantuan pemerintah yang masih cenderung ke pertanian konvensional. Adanya pertentangan dikalangan PPL dari dinas pertanian dengan dinas pengendalian hama dimana ditunjukkan pada tekhnik pertanian.

4. SRI hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk mencari dana dimana kelompok SRI lestari hanya dijadikan gambaran dari lokasi SRI yang mau diterapkan. Petani pernah mengalami kerugian untuk satu musim tanam hanya habis untuk membiayai tamu-tamu dari pemerintahan yang datang untuk meninjau.

5. Adanya sentimen dari pemerintah yang menjabat sehingga pertanian SRI tidak berkembang pesat.

6. Cluster pengembangan SRI terkendala dari kepentingan kelompok, trah pemerintah lokal (kepala desa), dinas pertanian, dan kebijakan pusat.

Kondisi Sosial Budaya

(18)

Acara tersebut berupa makan ketupat bersama warga desa baik yang beragama non muslim. Selain itu kegiatan idul adha juga dilakukan secara bersama dimana pembagian daging dilakukan oleh panitia yang bertugas mendistribusikan daging ke seluruh warga desa, jika masih ada sisa daging sisa tersebut dibagikan kepada warga non muslim.

Kegiatan kebersamaan juga dilakukan ketika ada hajatan pernikahan warga desa. Yang menjadi keunikannya adalah kegiatan itu ramai sebelum hari H , dimana malam hari sebelum pernikahan digelar warga pada datang untuk bersilahturahmi dan membantu persiapan acara pernikahan. Jika ada acara warga desa yang meninggal, warga akan bergotong royong dalam mengurus pemakaman. Bentuk solidaritas warga terhadap keluarga yang berduka ditunjukkan dengan sumbangan beras kepada pihak yang berduka. Dari seluruh kegiatan warga yang sudah dijelaskan, dapat terlihat pentingnya gotong royong dan masih dijaganya pola kebersamaan yang memperkuat komunitas pertanian yang ada di desa tersebut.

Gambaran Umum Usaha Tani SRI Organik

Berdasarkan pengungkapan pelaku dan pendamping SRI di Desa Ringgit, yaitu Mas Bejo, Pak Wuryanto dan Suster Alfonsa3.

Seperti yang diketahui bahwa pertanian pada tahun 1997 merupakan momen dimana pertanian tanaman pangan mengalami tingkat kesenjangan dibandingkaan industri dan ini ditandainya dengan pertanian konvensional yang digadang-gadang dapat menyediakan hasil pangan yang besar dan dengan biaya produksi yang murah. Pertanian konvensional merupakan pertanian dengan menggunakan pupuk kimia yang telah dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun 1970. Sebelum menengok kondisi tahun 1997 dan tahun 2003 di desa Ringgit, pertanian didesa Ringgit dibawa ke dalam fase perjalanan

3 Hasil Wawancara pada tanggal 22 April 2012 saat FGD (Focus Grup Discusion)

(19)

pertanian di Indonesia. Hal ini akhirnya mengungkapkan mengenai peristiwa Deklarasi Ganjuran. Deklarasi Ganjuran dilahirkan pada tahun 1990 ketika Revolusi Hijau mulai menunjukkan kelemahan-kelemahan mendasar yang perlu dibenahi. Dua kelemahan-kelemahan mendasar yang ingin dibenahi oleh Deklarasi Ganjuran adalah meningkatnya kerusakan lingkungan, berubahnya produksi petani, dan hilangnya kemandirian petani. Deklarasi Ganjuran (DG) merupakan hasil kesepa-katan petani yang berisikan keprihatinan terhadap nasib mereka yang disebabkan oleh kebijakan dan dampaknya pada ekonomi rumahtangga dan rusaknya lingkungan hidup, ekosistem serta daur produksi petani. Deklarasi Ganjuran pada tahun 1990 lahir dalam rangkaian kegiatan AISA (for Social Action) V di Ganjuran, Bantul, Yogyakarta oleh FABC (Federaton of Asian Bishop’s Conference) pada tagl 16 Oktober 1990 dalam rangka Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS).

Sebelum adanya metode pertanian SRI, kegiatan pada tahun 1997 di Desa Ringgit lebih berpusat pada pertanian organik yang menjadi dasar adalah ekologi tanah. Pada tahun 1997 lahan pertanian mulai terbengkalai dan kesejahteraan petani mengalami keterpurukan akibat dari proteksi yang terlalu berlebihan pada sektor industri dengan kebijakan pangan murah agar terjangkau oleh buruh industri yang bergaji murah. Di Desa Ringgit mulai adanya keterpurukan terhadap kesuburan lahan dan mahalnya biaya produksi dilihat dari ketersediaan pupuk anorganik.

(20)

promosi dan kemitraan. Pada tahun 2000 sempat mengalami kegagalan hasil panen yang ditandai dengan kualitas beras yang buruk. Pemasaran sudah sampai Jakarta dan Semarang. Akibatnya beras dikembalikan lagi ke petani karena mutu yang dijual mengalami kerusakan yang dapat dilihat dari kondisi beras yang berwarna kebiruan, sedikit busuk, dan bau apek. Dampak dari perisitiwa ini adalah petani mengalami trauma dimana adanya keengganan dan kekecewaan untuk tidak mau menanam pertanian organik lagi.

Menurut Sr. Alfonsa pertanian di Desa ringgit sempat menggunakan pupuk cair yang merupakan sari tebu. Pupuk ini di stok berdrum-drum dari agen yang memasok kedaerah kecamatan Ngombol. Sampai satu ketika ada rancangan untuk membuat bak yang bertujuan untuk langsung disalurkan ke pareal sawah pertanian. Hal tersebut dinilai sangat memprihatinkan bagi petani karena biaya yang dikeluarkan juga menambah ongkos tanam yang tidak ringan.

Penerapan sistem pertanian padi SRI organik di purworejo khususnya desa Ringgit didasari oleh kesadaran petani akan buruknya dampak yang diberikan dari penggunaan bahan-bahan kimia terhadap tanah. Pada tahun 2003 petani di desa tersebut diperkenalkan dengan system SRI oleh Ir. Dinda dari Bandung yang sudah mengikuti PET (Pembelajaran Ekologi Tanah) + SRI dengan Ir. Alik Sutaryat. Saat itu pada tanggal 10 – 14 Agustus 2003 dengan mengirimkan 4 delegasi antara lain (Kuntadi dari Boro, Winarto dari Ringgit, Sr.Brigitta dan Sr.Alfonsa), mereka mendapat kesempatan untuk mengikuti PET + SRI yang diselenggarakan oleh Komisi PSE Keuskupan Bandung (P.Joko) di Indramayu. Dan saat itu juga mereka berdiskusi dengan Pak Alik agar dapat memberikan pelatihan PET + SRI di Jawa Tengah.

(21)

terbentuknya pemahaman baru tentang pertanian organik dan bergabungnya petani organik di Purworejo dengan jaringan yang lebih luas untuk mengembangkan PET dan SRI Organik atau biasa disebut PETA Organik (Prkumpulan Tani Organik).

Pemahaman praktek PET dan SRI Organik beberapa petani semakin tahun terus meningkat melalui kegiatan-kegiatan jaringan yang diikuti. Jaringan petani pelaku SRI Organik Kabupaten Purworejo memiliki 10 orang petani yang memiliki kemampuan untuk menjadi trainer PET dan SRI Organik, pada tahun 2010 kelompok pemuda tani Lestari Desa Ringgit yang diketuai oleh Bapak Slamet berusaha mengembangkan Agribisnis Padi Terpadu Pedesaan. Menurut beliau Kelompok Pemuda Tani LESTARI selama ini sudah mulai mengembangkan usaha pemasaran hasil pertanian padi organik. Usaha ini dimulai dari budidaya padi SRI Organik, pengolahan pasca panen: pengeringan, pengilingan, seleksi kualitas beras, pengepakan dan pemasaran ke berbagai daerah.

Penerapan SRI Organik

Dalam wawancara dengan para petani di Desa Ringgit, musim tanam di desa tersebut ada dua, yaitu musim kemarau (Gadu) dan musim hujan (rendeng). Musim tanam I (MT I) dimulai pada bulan November saat musim hujan dan musim panen I (MP I) terjadi diantara akhir bulan februari dan bulan maret. Musim Tanam II (MT II) dimulai pada bulan Maret dan Musim Panen II (MP II) pada bulan Juli, sedangkan sisa dari 1 tahun tersebut terkadang digunakan untuk menanam tanaman palawija atau dibiarkan menganggur.

Lahan

Lahan yang digunakan para petani SRI rata-rata berada di Desa Ringgit dengan luas rata2 garapan 1500 m2 atau penduduk sekitar sering mengistilahkannya dengan satu iring (1 iring = kurang lebih sekitar 1500 m2). Status kepemilikan lahan yang berada di Desa Ringgit

(22)

lahan sakap, serta lahan bengkok. Kepemilikan lahan petani SRI di Desa Ringgit sebagian besar adalah lahan milik sendiri, dan sebagian lain merupakan lahan sakap4. Luas lahan yang ditanami SRI organik di

Desa Ringgit dapat dilihat berikut ini.

Tabel 4.6 Data Luas Lahan Garapan Petani SRI Organik Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo.

NO Nama Petani SRI Organik Luas Lahan Lokasi Lahan

1. Slamet 1800 Sikendil

11. Wahyudi 2150 Sicangkring

1000 Sipopohan

12. Pairin 2070 Sigumbeng

13. Sartono 1800 Cangkring

TOTAL 57824 m2 57,82 Ha

Sumber : Data diperoleh saat FGD bersama Kelompok Tani 2015

Berbicara mengenai lahan, maka tidak lepas dari bagaimana petani SRI mengelola lahan. Pengelolaan tanah mengutamakan penggunaan bahan organik atau kompos antara 5 – 7 ton per hektar (dengan catatan jerami kembali ke tanah) atau disesuaikan dengan tingkat kesuburan lahan. Kompos adalah bahan organik yang telah

4 Sakap merupakan lahan milik orang lain yang digarap oleh petani dengan system bagi

(23)

lapuk yang menyerupai tanah dengan struktur remah berasal dari berbagai bahan organik (hijauan, sisa tanaman, kotoran ternak dan limbah organik lain) yang sengaja difermentasi dengan memanfaatkan peranan biota tanah dan mikroorganisme dengan kondisi tertentu. Dalam pengolahan lahan, kompos diberikan pada saat 1-2 minggu sebelum bibit padi ditanam, pada pengolahan kedua, atau saat perataan, ketika kondisi air di petakan macak-macak. Di dalam pertanian SRI Organik kompos berfungsi sebagai berikut.

a. Memperbaiki kondisi fisik tanah

b. Mendorong kehidupan di dalam tanah, seperti cacing dan mikroorganisme yang meningkatkan kesuburan lahan

c. Memperbaiki kondisi kimia tanah yakni memperbaiki pH (derajat keasaman) tanah

d. Membangun kembali ruang bioreactor sebagai penyedia nutrisi bagi tanaman

e. Memperkuat imunitas tanaman

Kompos yang digunakan oleh petani SRI ini merupakan buatan sendiri, bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos adalah bahan yang banyak mengandung nitrogen (bahan basah) dan bahan yang mengandung karbon (bahan kering). Bahan – bahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Bahan yang mengandung nitrogen : sisa makanan dan sayuran, daun-daunan hijau, kotoran ternak.

Bahan yang mengandung karbon : serbuk gergaji, sekam padi, abu, jerami kering dan daun kering.

Sumber: Trainer PETA Desa Ringgit (Mas Bejo)

(24)

Persiapan lahan untuk bertani dimulai dengan mengolah lahan tanam menggunakkan traktor. Traktor yang digunakan merupakan milik kelompok tani Lestari, biaya yang dikenakan untuk membajak sawah hingga selesai adalah Rp. 100.000,- digunakan untuk bahan bakar dll. Perlu diketahui bahwa lahan yang akan digunakan dengan metode SRI ini pada setiap pinggirannya di beri mulsa untuk menanam tanaman legume, hal ini menurut para petani bertujuan sebagai tanaman pagar, seperti yang dikemukakan Bapak Wuryanto :

“Mulsa ini digunakan sebagai tanaman pagar (Legume)

karena lahan sebelah merupakan lahan padi konvensional yang menggunakan kimia, logikanya pagar angin membawa zat – zat kimia dari lahan sebelah, nah angin ini ditangkal oleh tanaman kacang ini, sehingga dimungkinkan padi steril dari kimia, tanaman kacang ini efektif dan lebih murah

ketimbang kita menggunakan jala sebagai pagar.”

(Pernyataan sudah diterjemahkan oleh peneliti kedalam bahasa Indonesia)

Di dalam persiapan lahan, yang perlu diperhatikan adalah disalah satu pinggir lahan diberikan 3 kotak yang bertujuan untuk filter air, kotak pertama berisi bebatuan, kotak kedua berisi tanaman enceng gondok, kotak ketiga berisikan pasir. Hal ini bertujuan untuk sterilisasi air, walaupun menggunakan air tanah, hal ini juga untuk mengantisipasi adanya residu kimia yang terdapat pada air tanah. Kemudian di lahan yang akan ditanami juga diberikan tempat saluran air biasanya terdapat di tengah lahan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.2.

(25)

Bibit

Bibit yang digunakan oleh petani SRI organik Desa Ringgit merupakan bibit yang dibuat sendiri oleh kelompok petani Lestari, dan dikoordinir oleh Ketua Kelompok sesuai dengan pesanan yang akan ditanam oleh para anggota kelompok tani. Varietas bibit yang ditanam yaitu sintanur, janur dan jasmine, kebanyakan petani SRI Ringgit menanam jenis varietas Janur. Varietas Janur merupakan persilangan antara Jasmine dan SIntanur yang disilangkan oleh Bapak Slamet, varietas Janur ini digunakan oleh sebagian besar petani SRI Organik dikarenakan varietas ini sangat cocok diaplikasikan pada metode SRI. Jumlah bibit yang digunakan dalam metode SRI organik untuk luasan lahan satu iring hanya membutuhkan 1-2 kg. penggunaan jumlah bibit sebenarnya hanya 7-8 ons, kelebihan bibit digunakan untuk penyulaman tanaman yang mati karena terinjak, tertiup angin, atau dimakan oleh hama keong. Hal ini karena benih yang dipindah dari lahan persemaian ke lahan sawah masih sangat muda (7-14 hari) dan belum kokoh, sehingga sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Penggunaan bibit muda dalam metode SRI membantu tanaman dalam mempermudah menyerap makanan, sehingga mampu menghasilkan banyak anakan.

Di dalam proses pembibitan SRI Organik, agar memperoleh bibit yang sehat dan bermutu terdapat langkah-langkah yang secara teknis harus diterapkan, antara lain :

a. Pemilihan benih yang baik,

Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas dalam metode SRI ini harus terlebih dahulu diadakan pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara penyeleksian menggunakan larutan garam.

b. Perendaman benih,

(26)

untuk berkecambah. Dalam proses perendaman ini dilakukan selama 24 jam sampai 48 jam.

c. Penganginan benih,

Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempat yang lembab. Penganginan ini dilakukan selama 24 jam.

d. Persemaian benih,

Persemaian dengan metode SRI dilakukan dengan mempergunakan tampah atau besek, atau di hamparan sawah, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penanaman

e. Penanaman benih

Setelah persemaian bibit dipindahkan ke lahan dan ditanam dalam keadaan utuh ( akar tidak putus). Kondisi air pada saat

tanam adalah “macak-macak”5, bibit yang ditanam setiap

lubangnya berisi satu benih dan ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2-3 cm dengan bentuk perakaran horizontal. Jarak tanam yang digunakan bervariasi, yaitu 25x25 cm dan 30x30 cm apabila tanah sudah dianggap subur maka jarak tanam bisa 30 x 30 cm, 40 x 40 cm bahkan 50 x 50 cm. Penanaman jarak tanam yang lebar dalam prinsip SRI bertujuan untuk mendorong pertumbuhan akar secara optimal serta memaksimalkan sinar matahari yang cukup secara optimal. Jarak tanam menentukan produksi anakan. Semakin jarang maka semakin banyak hasil anakan karena persaingan atas kebutuhan hidup tanaman semakin sedikit. Namun demikian, semakin jarang juga mempengaruhi populasi satuan luas. Oleh karena itu perlu pengalaman untuk menentukan jarak optimal di masing-masing lokasi

(27)

Pengelolaan Air, Pemupukan dan Penyiangan

Pada metode SRI terdapat perlakuan yang berbeda dalam pemupukan setelah tanam. Pupuk yang digunakan setelah benih ditanam yaitu dengan menggunakkan MOL (Mikroorganisme Lokal). Mol berfungsi dalam membantu pertumbuhan tanaman dan kesehatan ekosistem, serta dapat melarutkan unsure hara makro dan mikro tanah. Petani SRI di Desa Ringgit tidak semua mampu membuat Mol, akan tetapi dibuat oleh ketua kelompok tani ( Bapak Slamet) yang nantinya dibagi-bagikan kepada seluruh anggota kelompok. Dalam pertanian dengan metode SRI Organik, Mol dibagi menjadi empat jenis antara lain Mol tunas (Giberelin), Mol Batang (Sitokinin), Mol daun (Auxin), Mol Inhibitor, serta Mol untuk pengisian bulir. Secara teknis pemberian Mol dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini :

Sumber : Diperoleh dari PETA Organik Desa Ringgit Gambar 4.3 Pemberian Mol

Dengan melihat gambar diatas, berbicara mengenai pengelolaan air maka proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI desa Ringgit dilakukan sebagai berikut :

(28)

2. Padi berumur 10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm selama satu malam. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan (matun) tahap pertama. Penyiangan atau matun dilakukan 4 kali setiap 10 hari sekali sebelum disemprot dengan Mol hingga padi berumur 40 HST. Frekwensi penyiangan hingga 4 kali bertujuan untuk menjaga ketersediaan oksigen di dalam tanah, membantu tanah tetap gembur dan mengembalikan fungsi gulma agar lebih cepat sebagai nutrisi bagi tanaman padi. Setiap kali penyiangan dilakukan juga penerapan MoL (mikroorganisme lokal) buatan sendiri. Bahan-bahan pembuat MoL antara lain berupa buah-buahan, buah Maja, Rebung Bambu, Bonggol Pisang dan lain-lain.

3. Pada saat padi berumur 50-60 HST kondisi air dilahan dikeringkan, hal ini bertujuan untuk menghentikan peranakan.

4. Pada saat padi berumur 70-80 HST, lahan digenangi air kembali setinggi 2 cm hingga 70% bulir padi masak kemudian air dikeringkan kembali hingga panen.

(29)

Di dalam teknisnya pengembangan padi SRI Organik ini dapat diteliti dan diuji coba didalam pot, berikut adalah hasil ujicoba peranakan padi dengan metode SRI Organik:

Grafik ini adalah hasil pengamatan peranakan tanaman padi pada pot (Pak Slamet, Ringgit 2007). Hasil pengamatan ini memberikan petunjuk pada kita:

 Umur vegetatif tanaman padi (Sintanur) sekitar 58 – 60 hari (benih 10 hari ditambah 48 HST).

 Peranakan yang lambat saat umur tanaman muda mempengaruhi jumlah anakan produktif.

Menurut beliau kita bisa mengusahakan terjadinya percepatan peranakan pada saat tanaman umur muda dengan mengoptimalkan fungsi dan peran KOMPOS dan MoL serta membantu pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman dengan ’matun’ dan pengelolaan air.

Panen dan Pasca Panen

Umur panen dipengaruhi oleh varietas yang ditanam, umumnya berkisar antara 100-120 hari. Tenaga kerja untuk panen biasanya dengan mempekerjakan tenaga kerja sejumlah 10-14 orang. Biaya yang dikeluarkan pada saat pemanenan adalah tenaga kerja yang dibayar dengan padi besarnya 10% dari total hasil yang didapat, kemudian setelah itu dilakukan penjemuran gabah basah sebanyak 3x. 1 iring lahan mendapatkan 1,5 ton gabah basah, dan setelah dikeringkan dan diolah menjadi beras sebesar 500 – 550kw, harga beras organik di desa ringgit adalah Rp8.900,- yang diterima petani, sedangkan dijual keluar dengan harga Rp10.200,- beras merah Rp9.900,- dijual ke luar Rp10.900,- beras hitam Rp25.000,- dijual ke luar Rp 26.000,- perbedaan harga dengan selisih Rp1.000,- digunakan untuk biaya operasional kelompok.

(30)

yang disebut merang, sedangkan dedak dapat digunakan sebagai pakan ternak. Untuk jerami harus dikembalikan kembali ke lahan untuk dijadikan kompos. Karena dalam 1 kilogram jerami terdapat unsure-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman seperti Nitrogen (N),Phosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), serta Silikat (Si) yang berfungsi sebagai imun bagi tanaman padi

Berikut peneliti sajikan hasil demplot tanam SRI Organik Desa Ringgit Kecamatan Ngombol Purworejo milik Bapak Slamet Supriyadi.

• Lahan milik : Pak Slamet Supriyadi

• Luas Lahan : 725 M2

• Tanggal tanam : 18 November 2007

• Varietas : Sintanur

• Umur Benih : 10 hari

• Jarak Tanam : 25 x 25 cm ; 30 x 30 cm ; 40 x 40 cm ; 50 x 50 cm

• Bahan / Pupuk Organik : Jerami, Kotoran Sapi

• Tanggal Panen : 25 Februari 2008

• Produktifitas dengan ubinan : 11,44 ton / Ha

• Produktifitas riil : 783 kg

(31)
(32)
(33)

Analisis Usaha Tani

(34)

Tabel 4.7. Analisis usaha tani Konvensional dan SRI Organik

(35)

Pada tabel usaha tani diatas mengenai produktivitas padi, peneliti membandingkan antara metode konvensional dan metode SRI organik. dengan tujuan untuk melihat besaran produktivitas usaha tani pada metode SRI Organik. Tabel diatas menjelaskan jumlah produksi per satuan luas lahan (kg/iring). waktu penelitian dilakukan pada saat MT I (Masa Tanam Pertama) pada akhir bulan November 2011, perbedaan antara MT I dan MT II tidak terlalu besar karena di Desa Ringgit pada dasarnya hanya melakukan dua kali penanaman padi. MT I dilakukan pada bulan November hingga Februari dan MT II dilakukan pada bulan April hingga Juli.

Pada tabel memperlihatkan bahwa hasil produksi padi Gabah Kering Panen (GKP) dengan metode konvensional adalah 450 kg per iring, sedangkan metode SRI organik (GKP) adalah 1432 kg per iring. Tabel memperlihatkan bahwa total produksi metode konvensional adalah Rp 657.150, sedangkan metode SRI organik adalah Rp 807.800. Diketahui bahwa nilai perbedaan output akhir produk yang dijual pada kenyataannya berbeda, yaitu petani konvensional menjual produk akhirnya berupa gabah (GKP), sedangkan petani SRI organik berupa beras kemasan siap jual, sehingga hasil pendapatan bersih pertanian metode konvensional adalah Rp. 1.907.850,- dan SRI Organik adalah Rp. 4.977.200. Petani organik menjual hasil panennya berupa beras yang dikumpulkan di kelompok, walaupun yang diberikan kepada kelompok juga berupa GKP yang nantinya diproses lebih lanjut oleh kelompok dari mulai penggilingan hingga pengemasan. Harga jual beras organik yang di tawarkan yaitu Rp 10.200 per kg, namun harga yang diterima oleh petani dari kelompok yaitu Rp 8.900 per kg. Selisih harga Rp 1.300 merupakan biaya yang dikeluarkan kelompok untuk biaya penggilingan, biaya pensortiran beras, biaya kemasan, serta kas yang digunakan untuk pemasukan kelompok.

(36)

usahatani akan berbeda, antara petani pemilik dan petani penggarap, perbedaannya sebesar 50 persen. Persentase tersebut didasarkan atas kesepakatan bersama antara pemilik lahan dengan penggarap lahannya. Hal lain yang menjadi alasan untuk tidak dibedakannya antara petani penggarap dan petani pemilik yaitu, biaya pajak dan biaya sewa dikeluarkan pada MT II, sedangkan penelitian dilakukan pada MT I. Dengan demikian, kedua biaya tersebut termasuk ke dalam biaya diperhitungkan.

Manajemen Kelompok Tani

Adanya produksi pertanian merupakan komoditi yang perlu dikelola dan disitribusikan sesuai dengan pencapaian tujuan kesejahteraan petani. Dengan adanya organisasi, petani memiliki kemudahan dalam memanajemen produk yang dihasilkannya berupa produk tanaman pangan. Untuk menjaga kualitas, gabah yang dimiliki oleh setiap petani yang memproduksi beras dengan metode SRI Organik disimpan digudang dengan mengemasnya dan mengidentifikasinya sesuai kepemilikan. Proses penjemuran dan penyelepan dilakukan sesuai jadwal dan kesediaan pengurus Kelompok Tani yang mengelola proses produksi dari gabah menjadi beras sampai dengan pengemasannya.

Adapun alur proses manajemen dalam pendistribusian produk pangan Kelompok Tani Desa Ringgit adalah sebagai berikut.

(37)

Dengan melihat alur diatas dapat dijelaskan bahwa anggota kelompok pemuda tani lestari mempunyai peran dan fungsi masing - masing. Sebelum masa tanam dimulai Ketua Kelompok tani (Pak Slamet) mendata para anggotanya, perihal jenis beras apa yang akan ditanam para anggota (beras putih, beras merah, atau beras hitam). Pak Slamet menyiapkan benih dan bibit padi yang mana akan digunakan anggota untuk menanam jenis bibit yang diminta. Pembagian bibit sudah dilakukan dan para anggota sudah melakukan Masa Tanam (MT), selanjutnya pengurus kelompok tani (Mas Kuntaufik dan Mas Bejo) menyiapkan MOL sebagai pestisida yang akan digunakan ke lahan pertanian para anggota kelompok pemuda tani lestari. Saat Masa panen (MP) tiba, anggota SRI Desa RInggit mengirimkan atau mengumpulkan hasil panen ke lumbung atau gudang. Hasil panen dari masing - masing anggota dicatat oleh sekretaris Kelompok Tani (Pak Wuryanto), selain mencatat hasil panen masing- masing anggota Pak Wuryanto juga mengatur dan mencatat pola pemasaran. Setelah hasil panen para anggota terkumpul, saatnya dilakukan pengeringan gabah yang dilakukan oleh para ibu - ibu anggota kelompok tani hingga proses pemijahan atau pemilihan antara beras dan gabah. Dalam proses pengepakan ke dalam plastik pun beras disortir oleh ibu - ibu, menurut Pak Wuryanto : beras yang masuk kemasan harus beras utuh, yng pecah dipisah supaya kualitas dalam kemasan tetap berkualitas. Beras- beras yang pecah nantinya akan diberikan ke angggota yang hasil panennya diproses, biasanya beras pecah tersebut dikonsumsi sendiri.

(38)

Gambar

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Ringgit Tahun 2013
Tabel 4.5 Rutinitas Rumah Tangga dari Keluarga Petani SRI
Tabel 4.6 Data Luas Lahan Garapan Petani SRI Organik Desa Ringgit, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo
Gambar 4.1. Bahan Pembuatan Kompos
+6

Referensi

Dokumen terkait

Maka dalam penulisan skripsi ini penulis akan membahas tentang bagaimana sebuah program computer dapat mengenali atau mendeteksi sebuah pola citra digital yang berupa

Dari hasil analisis tersebut dapat langsung terlihat bahwa displacement maksimum terjadi pada daerah yang berwarna hijau yaitu pada daerah komponen alat bantu

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan Meiranto (2014) juga mendapatkan hasil yang berbeda pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI menyatakan bahwa rasio

Karena kita tahu bahwa sebenarnya pesan atau informasi yang datang dari media massa hanya akan sampai pada taraf pemberian pengetahuan; sedangkan

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.. Diperiksa oleh :

Glukosa yang ditambahkan pada minuman sinbiotik cincau hijau sari buah nanas digunakan oleh bakteri asam laktat sebagai sumber energi untuk merombak laktosa dalam susu

This research is in line with research conducted by Fidhi Himawan (2007) with the title "influence Earning Per Share (EPS) and Dividend Yield (DY) to the acquirer's

Dengan komputer produksi bisa massal (banyak) tetapi hal ini mematikan daya kreatifitas maupun kuantitas tenaga manusia. Selain itu dengan komputer memiliki kelemahan