BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI INDONESIA
A. PENGERTIAN KONSUMEN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
Hukum Perlindungan Konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian karena
menyangkut aturan-aturan guna menyejahterakan masyarakat, bukan saja
masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan,namun pelaku
usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat
perlindungan,masing-masing ada hak dan kewajiban Pemerintah berperan mengatur, mengawasi, dan
mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan
yang lain dengan demikian tujuan menyejahterakan masyarakat secara luas dapat
tercapai.9
Fokus gerakan perlindungan konsumen (konsumerisme) dewasa ini
sebenarnya masih parallel dengan gerakan pertengahan abad ke 20 .Di
Indonesia,gerakan perlindungan konsumen menggema dari gerakan serupa di
Amerika Serikat.Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang seterusnya akan di Perhatian terhadap perlindungan konsumen,terutama di Amerika Serikat
(1960-1970 an) mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi
objek kajian bidang ekonomi,sosial,politik dan hukum.Banyak sekali artikel dan
buku yang di tulis berkenaan dengan gerakan ini.Di Amerika Serikat bahkan pada
era tahun-tahun tersebut berhasil diundangkan banyak peraturan dan di jatuhkan
putusan-putusan hakim yang memperkuat kedudukan konsumen.
9
sebut sebagai YLKI ,yang secara popular di pandang sebagai perintis advokasi
konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yaitu 11 Mei 1973.Gerakan
di Indonesia ini termasuk cukup responsif terhadap keadaan,bahkan mendahului
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial (PBB) (ECOSOC) No. 2111 Tahun 1978
tentang perlindungan konsumen.10
1. Tahapan I (1881 - 1914)
Secara Umum,sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam
empat tahapan ,yaitu :
Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan
gerakan perlindungan konsumen.Pemicunya,hysteria massal akibat novel karya
Upton Sinclair berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik
pengolahan daging di Amerika Serikat yang sangat tidak memenuhi syarat - syarat
kesehatan.
2. Tahapan II (1920 - 1940)
Pada kurun waktu ini muncul pula buku berjudul Your Money’s worth katya
Chase dan Schlink.Karya ini mampu menggugah konsumen ada hak -hak mereka
dalam jual beli.Pada kurun waktu ini muncul slogan:fair deal, best buy.
3. Tahapan III (1950 - 1960)
Pada dekade 1950-an ini muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan
perlindungan konsumen dalam lingkup internasional.Dengan diprakarsai oleh
wakil - wakil gerakan konsumen dari Amerika Serikat, Inggris, Belanda,
Asutralia, dan Belgia, pada 1 April 1960 berdirilah Internasional Organization of
10
Consumer Union.Semula Organisasi ini berpusat di Den Haag,Belanda, lalu
pindah ke London, Inggris , pada 1993.
4. Tahapan IV (pasca 1965)
Pasca 1965 sebagai masa pemantapan gerakan perlindungan konsumen,baik di
tingkat regional maupun internasional.Sampai saat ini dibentuk lina kantor
regional , yakni Amerika Latin, dan Karibia berpusat di Cile, Asia Pasifik
berpusat di Malaysia, Afrika berpusat di Zimbabwe,Eropa Timur dan tengah
berpusat di Inggris dan Negara - Negara maju berpusat di London,Inggris.11
a. Perlindungan konsumen dari bahaya - bahaya terhadap kesehatan dan
keamanannya ;
Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah
perlindungan konsumen semakin meningkat.Gerakan perlindungan konsumen
sejak lama dikenal di dunia barat . Negara - Negara di Eropa dan Amerika juga
telah lama memiliki peraturan tentang perlindungan konsumen. Organisasi Dunia
seperti PBB pun tidak kurang perhatiannya terhadap masalah ini.Hal ini terbukti
dengan dikeluarkannya Resolusi Perserikatan Bangsa - Bangsa No. 39 / 248
Tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi
meliputi :
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen ;
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan
kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak
dan kebutuhan pribadi ;
d. Pendidikan Konsumen ;
11
e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif ;
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.12
Perlindungan Konsumen adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhan nya dari hal - hal yang dapat merugikan
konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru,
khususnya di Indonesia, sedangkan di Negara maju , hal ini mulia dibicarakan
bersamaan dengan berkembangnya industry dan teknologi. 13
Rumusan pengertian pelindungan konsumen yang terdapat pada Pasal 1
angka 1 UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konusmen (selanjutnya
disebut UU Perlindungan Konsumen/UUPK) tersebut cukup memadai. Kalimat
yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”,
diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang- wenang yang
merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.
Meskipun undang - undang ini disebut Undang - undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) namun bukan berari kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi
perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional banyak
ditentukan oleh para pelaku usaha. Kesewenang - wenangan akan mengakibatkan
ketidak pastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya memberikan jaminan Dalam Pasal 1
angka 1 Undang - undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
disebutkan :
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
12
Ibid hal 5
13
kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam UUPK dan
undang - undang lainnya yang juga dimaksudkan dan masih berlaku unyuk
memberikan perlindungan konsumen, baik dalam bidang hukum Privaat maupun
bidang hukum Publik (Hukum Pidana dan Hukum Administrasi Negara).
Keterlibatan berbagai disiplin ilmu sebagaimana dikemukakan di atas,
memperjelas kedudukan hukum Perlindungan Konsumen.14
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan
terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk
mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat - akibat dari pemakaian barang dan
jasa itu. Cakupan perlindungan konusmen dalam dua aspeknya itu, dapat
dijelaskan sebagai berikut :15
1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada Konsumen barang
dan jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar
ketentuan undang - undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan - persoalan
mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain
produk dan sebagainya, apakah telah sesuai standar sehubungan keamanan dan
keselamatan konsumen atau tidak. Juga persoalan, tentang bagaimana konsumen
mendapatkan penggantian jika timul kerugian karena memakai atau mengonsumsi
produk yang tidak sesuai.
2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat - syarat
yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan - persoalan promosi dan
periklanan , standar kontrak, harga, layanan purna jual, dan sebagainya. Hal ini
14
Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Raja Grafindo Persada,2014. Hal 1- 2
15
berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan
produknya.
Aspek yang pertama,mencakup persoalan barang dan jasa yang dihasilkan
dan diperdagangkan, dimasukan dalam cakupan tanggung jawab produk, yaitu
tanggung jawab yang dibebankan kepada produsen karena barang yang
diserahkan kepada konsumen itu mengandung cacat di dalamnya sehingga
menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya karena keracunan makanan,
barang tidak dapat dipakai untuk tujuan yang diinginkan karena kualitasnya
rendah, barang tidak dapat bertahan lama karena cepat rusak, dan sebagainya.
Dengan demikian, tanggung jawab produk erat kaitannya dengan persoalan ganti
kerugian.16
Sedangkan yang kedua ,mencakup cara konsumen memperoleh barang dan
atau jasa, yang di kelompokan dalam cakupan standar kontrak yang
mempersoalkan syarat - syarat perjanjian yang diberlakukan oleh produsen
kepada konsumen pada waktu konsumen hendak mendapatkan barang atau jasa
kebutuhannya. Umumnya produsen membuat atau menetapkan syarat - syarat
perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan dengan sungguh - sungguh
kepentingan konsumen tidak ada kemungkinan unuk mengubah syarat - syarat itu
guna mempertahankan kepentingannya. Seluruh syarat yang terdapat pada
perjanjian, sepenuhnya atas kehendak pihak produsen barang atau jasa. Bagi
konsumen hanya ada pilihan : Mau atau tidak mau sama sekali. Karena itu, Vera
Bolger menamakannya sebagai Take it or leave it it contract.Artinya, kalau calon
konsumen setuju, perjanjian boleh dibuat; kalau tidak setuju, silakan pergi.
16
Biasanya syarat- syarat perjanjiann itu telah tertuang dalam formulir yang sudah
disiapkan terlebih dahulu yang dicetak sedemikian rupa sehingga kadang - kadang
tidak terbaca dan sulit di mengerti.17
Pengguanan istilah “pemakai” dalam rumusan Pasal 1 angka 2 UUPK tersebut
sesungguhnya kurang tepat. Ketentuan yang menyatakan, Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, apabila
dihubungkan dengan anak kalimat yang menyatakan “bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun, mahluk hidup lain”, tampak ada kerancuan
di dalamnya. Sebagai pemakai dengan sendirinya untuk kepentingan diri sendiri,
dan bukan untuk kepentingan keluarga, bijstander, atau mehluk hidup lainnya.
Demikian pula penggunaan istilah “pemakai” menimbulkan kesan barang tersebut
bukan milik sendiri, walaupun sebelumnya telah terjadi transaksi jual beli.Jika
seandainya istilah yang digunakan “setiap orang yang memperoleh” maka secara
hukum akan memberikan makna yang lebih tepat, karena apa yang diperoleh
dapat digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk orang lain. Hal lain
yang juga perlu dikritisi bahwa cakupan konsumen dalam UUPK adalah
sempit.Bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen sesungguhnya tidak
hanya terbatas pada subjek hukum yang disebut “orang”, akan tetapi masih ada
subjek hukum lain yang juga sebagai konsumen akhir yaitu “badan hukum’ yang Pengertian Konsumen menurut UU no. 8 Tahun 1999 tentang UU
perlindungan konsumen dalam Pasal 1 atau 2, yakni :
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak diperdagangkan.
17
mengonsumsi barang dan atau jasa serta tidak untuk diperdagangkan.Oleh karena
itu, lebih tepat bila dalam pasal ini menentukan “setiap pihak yang memperoleh
barang dan atau jasa” yang dengan sendirinya tercakup orang dan badan hukum,
atau paling tidak ditentukan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut.18
Istilah Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris -
Amerika) , atau consument / konsument (Belanda).Pengertian dari consumer atau
consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata
consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.
Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk kelompok mana
pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris - Indonesia memberi arti
kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.19
Sedangkan dalam yang kedua dalam naskah final Rancangan Undang -
Undang Tentang Perlindungan Konsumen ( selanjutnya disebut Rancangan
Akademik) yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja
sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen
Perdagangan RI menentukan bahwa, konsumen adalah setiap orang atau keluarga
yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk dipakai dan tidak untuk Pengertian Konsumen dalam UUPK di atas lebih luas bila dibandingkan
dengan 2 (dua) rancangan UUPK lainnya, yaitu pertama dalam Rancangan UUPK
yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan
bahwa :
Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang klain yang tidak untuk diperdagangkan kembali
18
Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Opcit, Hal. 4-5
19
diperdagangkan. Dapat diketahui pengertian Konsumen dalam UUPK lebih luas
daripada pengertian Konsumen pada kedua Rancangan Undang - Undang
Perlindungan Konsumen yang telah disebutkan terakhir ini, karena dalam UUPK
juga meliputi pemakaian barang untuk kepentingan mahluk hidup lain. Hal ini
berarti bahwa UUPK dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang
bukan manusia ( hewan , maupun tumbuh - tumbuhan).Pengertian konsumen yang
luas seperti itu, sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas -
luasnya kepada konsumen. Walaupun begitu masih perlu disempurnakan
sehubungan dengan penggunaan istilah “pemakai” demikian pula dengan
eksistensi “badan hukum” yang tampak nya belum masuk dalam pengertian
tersebut. 20
B. TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM UNDANG -
UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Berkaitan dengan tujuan di atas ada sejumlah asas yang terkandung di dalam
usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait,
masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan asas yang menurut Pasal 2
Undang - Undang Perlindungan Konsumen Nomo 8 tahun 1999 ini adalah :
1. Asas Manfaat
2. Asas Keadilan
3. Asas Keseimbangan
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, serta
20
5. Asas Kepastian Hukum.21
Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan lima (5) asas yang relevan dalam pembangunan Nasional, yaitu :
1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
2. Asas Keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksmal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan
pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil.
3. Asas Keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dakam arti materiil
dan spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan
konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.22
Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
21
Sidabalok,Janus,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung,Citra Aditya Bakti,2010. Hal. 31
22
besarnya bagi konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.Asas ini
menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen
tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas pihak yang lain
atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikn kepada masing - masing pihak,
produsen dan konsumen , apa yang menjadi haknya. Dengan demikian,
diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen
bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada giliranya bermanfaat bagi
kehidupan berbangsa.
Asas Keadilan dimaksudkan agar partispasi seluruh rakyat dapat diwujudkan
secara maksimal dan memberikan kesempoatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil. Asas
ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan
konsumen ini,konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui perolehan hak
dan penuaian kewajiban secara seimbang. Karena itu, undang - undang ini
mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha (produsen).
Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha dan pemerintah
memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum
perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen dan produsen dan
pemerintah diatur dan harus diwujdukan secara seimbang sesuai dengan hak dan
kewajibannya masing - masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak
ada salah satu pihak yang mendapatkan perlindungan atas kepentingannya yang
Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksdudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatn barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan
memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknya
bahwa produk itu tidak akanmengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan
harta bendanya. Karena itu, Undang - undang ini membebankan sejumlah
kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus
dipatuhi oleh produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.
Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum. Artinya
Undang - undang ini mengharapkan bahwa aturan - aturan tentang hak dan
kewajiban yang terkandung di dalam undang - undang ini harus diwujudkan
dalam kehidupan sehari - hari sehingga masing - masing pihak memperoleh
keadilan. Oleh karena itu, Negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang -
undang ini sesuai dengan bunyinya.
Asas - asas hukum perlindungan konsumen yang dikelompokan dalam 3 (tiga)
kelompok di atas yaitu asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam
hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan,kemanfaatan
disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan kepastian hukum di sejajarkan
dengan asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas
Hukum yang berwibawa berarti hukum yang efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hak - haknya tanpa ketakutan dan melaksanakan
kewajibannya tanpa penyimpangan.23
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri ;
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai melalui undang - undang perlindungan
konsumen ini sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 3 adalah :
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa ;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak - haknya sebagai konsumen ;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi ;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha ;
f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Mengamati tujuan dan asas yang terkandung di dalam undang - undang in,
jelaslah bahwa undang - undang ini membawa misi yang besar dan mulia dalam
mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pasal 3 Undang - undang perlindungan konsumen ini,merupakan isi
pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya,
karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang
harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan
konsumen Achamd Ali mengatakan masing - masing undang - undang memeilki
tujuam khusus. Hal itu juga tampak dari pengaturan Pasal 3 Undang - undang
Perlindungan Konsumen, yang mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen,
sekaligus membedakan dengan tujuan umum sebagaimana dikemukakan
23
berkenaan dengan ketentuan Pasal 2 di atas. Keenam tujuan khususn perlindungan
konsumen yang disebutkan di atas bila dikelompokan ke dalam tiga tujuan hukum
secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam
rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan
dapat terlihat dalam rumusan a dan b termasuk huruf c dan d serta huruf f.
Terakhir tujuanj khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat
dalam rumusan huruf d.Pengelompokan ini tidak terlalu mutlak, oleh karena
seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f
terdapat tujuan yang dapat dikualifikasikan sebagai tujuan ganda. Kesulitan
memenuhi ketiga tujuan hukum umum sekaligus sebagaimana dikemukakan
sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai huruf f
dari Pasal 3 tersebut hanya dapaty tercapai secara maksimal, apabila didukung
oleh keseluruhan subsistem perlindungan konsumen yang diatur dalam undang -
undang ini, tanpa mengabaikan faislitas penunjang dan kondisi
masyarakat.Termasuk dalam hal ini substansi ketentuan pasal demi pasal yang
akan diuraikan dalam bab selanjutnya. Unsur masyarakat sebagaimana
dikemukakan berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan
hukum, yang seterusnya menentukan efektivitas Undang-undang Perlindungan
Konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali bahwa kesadaran
hukum, ketaatan hukum , dan efektivitas perundang - undangan adalag tiga unsur
yang saling berhubungan.24
24
Ibid Hal. 34 - 35.
Sampai saat ini secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus
1. Hak keamanan dan keselamatan ;
2. Hak atas informasi ;
3. Hak untu memilih ;
4. Hak untuk didengar dan ;
5. Hak atas lingkungan hidup.
Aspek - aspek hukum terhadap perlindungan konsumen di dalam era pasar
bebas, pada dasarnya dapat dikaji dari dua pendekatan, yakni dari sisi pasar
domestic dan dari sisi pasar global. Keduanya harus diawali dan sejak barang dan
jasa diproduksi,disistribusikan/dipasarkan dan diedarkan sampai barang dan jasa
tersebut dikonsumsi konsumen. Bertolak dari pemikiran di atas, pada dasarnya
Negara dapat diketahui bahwa aspek hukum perdata mempunyai peran dan
kesempatan yang sama untuk melindungi kepentingan konsumen. Aspek hukum
publik berperan dan dapat dimanfaatkan oleh Negara,pemerintahan instansi yang
mempunyai peran dan kewenangan sendiri untuk melindungi konsumen.
Kemenangan dan peran tersebut dapat diwujudkan mulai dari:
1. Political Will/kemauan politik untuk melindungi kepentingan konsumen
domestic di dalam persaingan global dan atas persaingan tidak sehat lokal.
2. Birokrasi dengan sadar dan senang hati menciptakan kondisi dengan
berbisnis jujur dalam mewujudkan persaingan sehat.
3. Di dalam hukum positif, yang sudah mengandung unsur melindungi
kepentingan konsumen antara lain :
a. UU Kesehatan
b. UU Barang
d. UU pengawasan atau edar barang
e. UU tentang wajib daftar obat
f. UU tentang produksi dan peredaran produk tertentu
g. UU perizinan , diharapkan diikuti dengan pengawasan,pembinaan dan
pemberian sanksi yang pasti dan tegas apabila terjadi pelanggaran mengenai
syarat dan operasional dari perusahaan produsen.25
C. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM UNDANG - UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Berkaitan dengan perlindungan konsumen ,khususnya dengan tanggung jawab
produk , perlu dijelaskan beberapa istilah terlebih dahulu untuk memperoleh
kesatuan persepsi dalam pembahasan selanjutnya. Istilah yang memerlukan
penjelasan itu adalah produsen atau pelaku usaha, konsumen ,produk dan
standarisasi produk , peranan pemerintah, serta klausula baku.26
1. Produsen atau Pelaku Usaha
Produsen sering diartikan sebagai oengusaha yang menghasilkan barang dan
jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan
pengercer professional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan
barang dan jasa hingga sampain ke tangan konsumen. Sifat professional
merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggung jawaban dari
produsen. Dengan Demikian, produsen yidak hanya diartikan sebagai pihak
25
Kristiyanti,Celina Tri Siwi,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Sinar Grafika,2011. Hal. 89-90
26
pembuat/pabrik yang menghasilkan produk saja,tetapi juga mereka yang terkait
dengan penyampaian/peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen.
Dengan perkataan lain, dalam konteks perlindungan konsumen, produsen
diartikan secara luas. Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan produk
makanan hasil industri (pangan olahan), maka produsennya adalah mereka yang
terkait dalam proses pengadaan makanan hasil industry (pangan olahan) itu
hingga sampai ke tangan konsumen. Mereka itu adalah : pabrik (pembuat),
distributor, eksportir atau importer dan pengecer baik yang berbentuk badan
hukum ataupun yang bukan badan hukum.27
Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Konsumen
cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan
luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan
dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat eropa terutama Negara
belanda, bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai produsen adalah : Pembuat Dalam Pasal 1 angka 3 UU no.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tidak memakai istilah produsen tetapi memakai istilah lain yang kurang lebih
sama artinya, yaitu pelaku usaha yang pengertiannya adalah :
Setiap orang atau badan usaha ,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usahadalam berbagai bidang ekonomi.
Dalam penjelasan lain undang - undang yang termasuk dalam pelaku usaha
adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedanag, distributor,
dan lain - lain.
27
produk jadi (finished product); penghasil bahan baku; pembuat suku cadang;
setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan
mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang
membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu; importer suatu produk
dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) agau
bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok (supplier) ,dalam
hal identitas dari produsen atau importer tidak dapat ditemukan. Dengan demikian
tampak bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang - Undang Pelindungan
Konsumen sama dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda, karena
produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum. Dalam pengertian pelaku
usaha tersebut akan memudahkan konsumen menuntutbgantu kerugian .
Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam
menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat
digugat, namun akan lebih baik lai seandainya UUPK tersebut memberikan
rincian sebagaimana dalam Direktif ditentukan bahwa :
1. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah ,
atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama,
mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya
sebagai produsen;
2. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang
mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing, atau tiap
bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam masyarakat eropa, akan
dipandang sebagai produsen dalam arti Direktif ini, dan akan bertanggung gugat
3. Dalam hal produsen suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap
leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen,kecuali ia
memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak terlalu
lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu
kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barang/produk yang
diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukan identitas importer
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), sekalipun nama produsen
dicantumkan.28
Dalam Pasal 6 UU No.8 Tahun 1999 Produsen disebut sebagai pelaku usaha
yang mempunyai hak sebagai berikut :
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan,menunjukan bahwa pelaku usaha tidak
dapt menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan atau jasa yang diberikannya
28
kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada
umumnya atas barang dan atau ajsa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi
suatu bang dan atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang
serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian
dalam hal ini adalah harga yang wajar. Menyangkut hak pelaku usaha yang
tersebut pada huruf b, c , dan d,sesungguhnya merupakan hak - hak yang lebih
banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan atau badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen/pengadilan dalam tugasnya melakukan
penyelesaian sengketa. Melalui hak - hak tersebut diharapkan perlindungan
konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat
dihindari. Satu - satunya yang berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak
- hak pelaku usaha yang disebutkan pada huruf b, c, dan d tersebut adalah
kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana
diuraikan sebelumnya. Terakhir tentang hak - hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang - undangan lainnya, seperti hak - hak yang diatur dalam
undang - undang Perbankan, UU Larangan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat dan uu lainnya. Berkenaan dengan berbagai uu tersebut, maka
harus diingat bahwa UU Perlindungan Konsumen adalah payung bagi semua
aturan lainnya berkenaan dengan Perlindungan Konsumen.29
1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Kewajiban pelaku usaha menurut Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen ,adalah :
2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau
3. jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
4. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
29
5. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
6. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
8. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha
merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan
tentang itikad baik ini diatur Pasal 1338 ayat 3 BW, bahwa perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik, sedangkan Arrest H.R. di Negeri Belanda
memberi peranan tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap pra perjanjian,
bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori
kehendak. Begitu pentingnya itikad baik tersebut, sehingga dalam perundingan -
perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan
berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik
dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak
itu harus bertindak dengan mengingat kepnetingan - kepentingan yang wajar dari
pihak lain. Bagi masing - masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu
kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas - batas yang wajar
terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau masing - masing
pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang
berkaitan dengan itikad baik. 30
30
2. Konsumen
Pengertian konsumen menurut UUPK dalam Pasal 1 ayat 2 yakni :
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau ajsa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri, keluiarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum.Oleh
karena itu , perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi
yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih
hak - haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen
sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak -
hak konsumen. Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen , yaitu :
1. Hak untuk mendapatkan keamanan
2. Hak untuk memilih
3. Hak untuk didengar
4. Hak untuk mendapat informasi
Empat hak dasar ini di akui secara internasional. Dalam perkembangannya
organisasi - organisasi konsumen yang tergabung dalam The Internasional
Organization of Consumer Union menambahkan lagi beberapa hak,seperti hak
mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapat ganti kerugian, dan hak
mendapatkan lingkungan hidup dan sehat.
Hak - hak konsumen yang diatur dalam hukum positif di Indonesia yang
tertuang dalam UUPK terdapat pada Pasal 4 , yaitu :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan
2. Hak untuk memilih, serta mendapatkan barang atau jasa yang sesuai nilai
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yangdigunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan dalam Rancangan Akademi UU tentang perlindungann Konsumen
yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen
Perdagangan dikemukakan enam hak konsumen, yaitu empat dasar yang disebut
pertama, d tambah dengan hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai
tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum yang
patut. Memperhatikan hak - hak yang disebutkan di atas, maka secara keseluruhan
pada dasarnya dikenal 10 macam hak konsumen , yaitu :
1. Hak atas keselamatan dan keamanan ;
2. Hak untuk memperoleh informasi ;
3. Hak untuk memilih ;
5. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup ;
6. Hak untuk memperoleh ganti rugi ;
7. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ;
8. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat ;
9. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya ;
10.Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.31
Sepuluh hak konsumen yang merupakan himpunan dari berbagai pendapa
tersebut di atas hamper semuanya sama dengan hak - hak konsumen yang
dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK sebagaimana dikutip sebelumnya. Hak - hak
konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK tersebut, terdapat satu hak yang
tak terdapat pada 10 hak konsumen yang diuraikan sebelumnya yaitu ‘ hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi ‘ namun
sebaliknya dalam Pasal 4 UUPK tidak mencantumkan secara khusus tentang ‘ hak
untuk memperoleh kebutuhan hidup ‘ dan ‘ hak untuk memperoleh lingkungan
hidup yang bersih dan sehat ‘ tapi hak tersebut dapat dimasukan ke dalam hak
yang disebutkan terakhir dalam Pasal 4 UUPK tersebut, yaitu ‘ hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang - undangan lainnya ‘.Sedangkan hak
lainnya hanya perumusannya yang lebih dirinci, tapi pada dasarnya sama dengan
hak - hak yang telah disebutkan sebelumnya.32
31
Ibid Hal 40
32
Ibid hal 40
Kewajiban konsumen tertera dalam Pasal 5 UUPK, yaitu :
1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
3. Produk dan Standarisasi Produk
Produk adalah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga
produk berkaitan erat dengan teknologi. Dalam Pasal 1 angka 4 UU Perlindungan
Konsumen bahwa :
Barang adalah tiap benda , baik berwujud maupun tak berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat di habiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 UU perlindungan konsumen bahwa :
Jasa adalah pemakaian tiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen
Menurut Gandi, Standarisasi adalah :
Proses penyusunan dan penerapa aturan - aturan dalam pendekatan secara teratur bagi kegiatan tertentu untuk kemanfaatan dan dengan kerja sama dari semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan penghematan menyeluruh secara optimum dengan memperhatikan kondisi fungsional dan persyaratan keamanan. Hal ini didasarkan pada konsolidasi dari hasil ilmu teknologi dan
pengalaman33
4. Peranan Pemerintah
Sesuai prinsip pembangunan yang antara lain menyatakan bahwa
pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah dan
karena itu menjadi tanggung jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan
pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan nasional dapat dicapai
33
dengan baik. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan
dilaksanakan, maka langkah - langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah :
a. Registrasi dan penilaian ;
b. Pengawasan produksi ;
c. Pengawasan distribusi ;
d. Pembinaan dan pengembangan usaha ;
e. Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga. 34
5. Klausula Baku
Sehubungan dengan standar kontrak adalah penggunaan klausula baku dalam
transaksi konsumen. Yang dimaksud dengan klausula baku menurut Pasal 1 angka
10 UU Perlindungan Konsumen yaitu :
Klausula baku adalah tiap aturan atau ketentuan syarat - syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Memperhatikan rumusan pengertian klausula baku dalam Pasal 1 angka 10
UUPK ini, tampak penekanannya lebih trtuju pada prosedur pembuatannya yang
dilakukan secara sepihak oleh pelaku usaha, dan bukan isinya. Berkenaan dengan
prosedur pembuatan ini sangat terkait dengan syarat sahnya perjanjian yaitu “
kesepakatan mereka untuk mengikatkan dirinya “ sebagaimana diatur dalam Pasal
1320 BW, kesepakatan seseorang untuk mengikatkan dirinya merupakan syarat
penentu tentang ada tidaknya perjanjian, sehingga dengan adanya kesepakatan
dari para pihak mengenai suatu hal yang diperjanjikan (dan telah memenuhi syarat
lainnya), maka para pihak akan terikat dengan perjanjian tersebut berdasarkan
34
asas konsensualisme. Asas konsensualisme ini sangat terkait pula dengan
kebebasan berkontrak , karena dengan kebebasan yang dimiliki seseorang untuk
mengadakan perjanjian yang tertentu pula, sangat menentukan ada tidaknya
kesepakatan yang diberikan oleh orang tersebut terhadap orang/isi perjanjian yang
dimaksud.35
35
Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Opcit , Hal 18-19