• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA - Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan Di Ind

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA - Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Konsumen Perbankan Di Ind"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN DI INDONESIA

A. PENGERTIAN KONSUMEN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Hukum Perlindungan Konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian karena

menyangkut aturan-aturan guna menyejahterakan masyarakat, bukan saja

masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan,namun pelaku

usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat

perlindungan,masing-masing ada hak dan kewajiban Pemerintah berperan mengatur, mengawasi, dan

mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan

yang lain dengan demikian tujuan menyejahterakan masyarakat secara luas dapat

tercapai.9

Fokus gerakan perlindungan konsumen (konsumerisme) dewasa ini

sebenarnya masih parallel dengan gerakan pertengahan abad ke 20 .Di

Indonesia,gerakan perlindungan konsumen menggema dari gerakan serupa di

Amerika Serikat.Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang seterusnya akan di Perhatian terhadap perlindungan konsumen,terutama di Amerika Serikat

(1960-1970 an) mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi

objek kajian bidang ekonomi,sosial,politik dan hukum.Banyak sekali artikel dan

buku yang di tulis berkenaan dengan gerakan ini.Di Amerika Serikat bahkan pada

era tahun-tahun tersebut berhasil diundangkan banyak peraturan dan di jatuhkan

putusan-putusan hakim yang memperkuat kedudukan konsumen.

9

(2)

sebut sebagai YLKI ,yang secara popular di pandang sebagai perintis advokasi

konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yaitu 11 Mei 1973.Gerakan

di Indonesia ini termasuk cukup responsif terhadap keadaan,bahkan mendahului

Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial (PBB) (ECOSOC) No. 2111 Tahun 1978

tentang perlindungan konsumen.10

1. Tahapan I (1881 - 1914)

Secara Umum,sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam

empat tahapan ,yaitu :

Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan

gerakan perlindungan konsumen.Pemicunya,hysteria massal akibat novel karya

Upton Sinclair berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik

pengolahan daging di Amerika Serikat yang sangat tidak memenuhi syarat - syarat

kesehatan.

2. Tahapan II (1920 - 1940)

Pada kurun waktu ini muncul pula buku berjudul Your Money’s worth katya

Chase dan Schlink.Karya ini mampu menggugah konsumen ada hak -hak mereka

dalam jual beli.Pada kurun waktu ini muncul slogan:fair deal, best buy.

3. Tahapan III (1950 - 1960)

Pada dekade 1950-an ini muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan

perlindungan konsumen dalam lingkup internasional.Dengan diprakarsai oleh

wakil - wakil gerakan konsumen dari Amerika Serikat, Inggris, Belanda,

Asutralia, dan Belgia, pada 1 April 1960 berdirilah Internasional Organization of

10

(3)

Consumer Union.Semula Organisasi ini berpusat di Den Haag,Belanda, lalu

pindah ke London, Inggris , pada 1993.

4. Tahapan IV (pasca 1965)

Pasca 1965 sebagai masa pemantapan gerakan perlindungan konsumen,baik di

tingkat regional maupun internasional.Sampai saat ini dibentuk lina kantor

regional , yakni Amerika Latin, dan Karibia berpusat di Cile, Asia Pasifik

berpusat di Malaysia, Afrika berpusat di Zimbabwe,Eropa Timur dan tengah

berpusat di Inggris dan Negara - Negara maju berpusat di London,Inggris.11

a. Perlindungan konsumen dari bahaya - bahaya terhadap kesehatan dan

keamanannya ;

Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian dunia terhadap masalah

perlindungan konsumen semakin meningkat.Gerakan perlindungan konsumen

sejak lama dikenal di dunia barat . Negara - Negara di Eropa dan Amerika juga

telah lama memiliki peraturan tentang perlindungan konsumen. Organisasi Dunia

seperti PBB pun tidak kurang perhatiannya terhadap masalah ini.Hal ini terbukti

dengan dikeluarkannya Resolusi Perserikatan Bangsa - Bangsa No. 39 / 248

Tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi

meliputi :

b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen ;

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan

kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak

dan kebutuhan pribadi ;

d. Pendidikan Konsumen ;

11

(4)

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif ;

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.12

Perlindungan Konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhan nya dari hal - hal yang dapat merugikan

konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru,

khususnya di Indonesia, sedangkan di Negara maju , hal ini mulia dibicarakan

bersamaan dengan berkembangnya industry dan teknologi. 13

Rumusan pengertian pelindungan konsumen yang terdapat pada Pasal 1

angka 1 UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konusmen (selanjutnya

disebut UU Perlindungan Konsumen/UUPK) tersebut cukup memadai. Kalimat

yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”,

diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang- wenang yang

merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.

Meskipun undang - undang ini disebut Undang - undang Perlindungan Konsumen

(UUPK) namun bukan berari kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi

perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional banyak

ditentukan oleh para pelaku usaha. Kesewenang - wenangan akan mengakibatkan

ketidak pastian hukum. Oleh karena itu, agar segala upaya memberikan jaminan Dalam Pasal 1

angka 1 Undang - undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

disebutkan :

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

12

Ibid hal 5

13

(5)

kepastian hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam UUPK dan

undang - undang lainnya yang juga dimaksudkan dan masih berlaku unyuk

memberikan perlindungan konsumen, baik dalam bidang hukum Privaat maupun

bidang hukum Publik (Hukum Pidana dan Hukum Administrasi Negara).

Keterlibatan berbagai disiplin ilmu sebagaimana dikemukakan di atas,

memperjelas kedudukan hukum Perlindungan Konsumen.14

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas meliputi perlindungan

terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk

mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat - akibat dari pemakaian barang dan

jasa itu. Cakupan perlindungan konusmen dalam dua aspeknya itu, dapat

dijelaskan sebagai berikut :15

1. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada Konsumen barang

dan jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar

ketentuan undang - undang. Dalam kaitan ini termasuk persoalan - persoalan

mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain

produk dan sebagainya, apakah telah sesuai standar sehubungan keamanan dan

keselamatan konsumen atau tidak. Juga persoalan, tentang bagaimana konsumen

mendapatkan penggantian jika timul kerugian karena memakai atau mengonsumsi

produk yang tidak sesuai.

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya kepada konsumen syarat - syarat

yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan - persoalan promosi dan

periklanan , standar kontrak, harga, layanan purna jual, dan sebagainya. Hal ini

14

Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Raja Grafindo Persada,2014. Hal 1- 2

15

(6)

berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan

produknya.

Aspek yang pertama,mencakup persoalan barang dan jasa yang dihasilkan

dan diperdagangkan, dimasukan dalam cakupan tanggung jawab produk, yaitu

tanggung jawab yang dibebankan kepada produsen karena barang yang

diserahkan kepada konsumen itu mengandung cacat di dalamnya sehingga

menimbulkan kerugian bagi konsumen, misalnya karena keracunan makanan,

barang tidak dapat dipakai untuk tujuan yang diinginkan karena kualitasnya

rendah, barang tidak dapat bertahan lama karena cepat rusak, dan sebagainya.

Dengan demikian, tanggung jawab produk erat kaitannya dengan persoalan ganti

kerugian.16

Sedangkan yang kedua ,mencakup cara konsumen memperoleh barang dan

atau jasa, yang di kelompokan dalam cakupan standar kontrak yang

mempersoalkan syarat - syarat perjanjian yang diberlakukan oleh produsen

kepada konsumen pada waktu konsumen hendak mendapatkan barang atau jasa

kebutuhannya. Umumnya produsen membuat atau menetapkan syarat - syarat

perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan dengan sungguh - sungguh

kepentingan konsumen tidak ada kemungkinan unuk mengubah syarat - syarat itu

guna mempertahankan kepentingannya. Seluruh syarat yang terdapat pada

perjanjian, sepenuhnya atas kehendak pihak produsen barang atau jasa. Bagi

konsumen hanya ada pilihan : Mau atau tidak mau sama sekali. Karena itu, Vera

Bolger menamakannya sebagai Take it or leave it it contract.Artinya, kalau calon

konsumen setuju, perjanjian boleh dibuat; kalau tidak setuju, silakan pergi.

16

(7)

Biasanya syarat- syarat perjanjiann itu telah tertuang dalam formulir yang sudah

disiapkan terlebih dahulu yang dicetak sedemikian rupa sehingga kadang - kadang

tidak terbaca dan sulit di mengerti.17

Pengguanan istilah “pemakai” dalam rumusan Pasal 1 angka 2 UUPK tersebut

sesungguhnya kurang tepat. Ketentuan yang menyatakan, Konsumen adalah setiap

orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, apabila

dihubungkan dengan anak kalimat yang menyatakan “bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun, mahluk hidup lain”, tampak ada kerancuan

di dalamnya. Sebagai pemakai dengan sendirinya untuk kepentingan diri sendiri,

dan bukan untuk kepentingan keluarga, bijstander, atau mehluk hidup lainnya.

Demikian pula penggunaan istilah “pemakai” menimbulkan kesan barang tersebut

bukan milik sendiri, walaupun sebelumnya telah terjadi transaksi jual beli.Jika

seandainya istilah yang digunakan “setiap orang yang memperoleh” maka secara

hukum akan memberikan makna yang lebih tepat, karena apa yang diperoleh

dapat digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk orang lain. Hal lain

yang juga perlu dikritisi bahwa cakupan konsumen dalam UUPK adalah

sempit.Bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai konsumen sesungguhnya tidak

hanya terbatas pada subjek hukum yang disebut “orang”, akan tetapi masih ada

subjek hukum lain yang juga sebagai konsumen akhir yaitu “badan hukum’ yang Pengertian Konsumen menurut UU no. 8 Tahun 1999 tentang UU

perlindungan konsumen dalam Pasal 1 atau 2, yakni :

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak diperdagangkan.

17

(8)

mengonsumsi barang dan atau jasa serta tidak untuk diperdagangkan.Oleh karena

itu, lebih tepat bila dalam pasal ini menentukan “setiap pihak yang memperoleh

barang dan atau jasa” yang dengan sendirinya tercakup orang dan badan hukum,

atau paling tidak ditentukan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 2 tersebut.18

Istilah Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris -

Amerika) , atau consument / konsument (Belanda).Pengertian dari consumer atau

consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata

consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.

Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk kelompok mana

pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris - Indonesia memberi arti

kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.19

Sedangkan dalam yang kedua dalam naskah final Rancangan Undang -

Undang Tentang Perlindungan Konsumen ( selanjutnya disebut Rancangan

Akademik) yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja

sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen

Perdagangan RI menentukan bahwa, konsumen adalah setiap orang atau keluarga

yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk dipakai dan tidak untuk Pengertian Konsumen dalam UUPK di atas lebih luas bila dibandingkan

dengan 2 (dua) rancangan UUPK lainnya, yaitu pertama dalam Rancangan UUPK

yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, yang menentukan

bahwa :

Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang klain yang tidak untuk diperdagangkan kembali

18

Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Opcit, Hal. 4-5

19

(9)

diperdagangkan. Dapat diketahui pengertian Konsumen dalam UUPK lebih luas

daripada pengertian Konsumen pada kedua Rancangan Undang - Undang

Perlindungan Konsumen yang telah disebutkan terakhir ini, karena dalam UUPK

juga meliputi pemakaian barang untuk kepentingan mahluk hidup lain. Hal ini

berarti bahwa UUPK dapat memberikan perlindungan kepada konsumen yang

bukan manusia ( hewan , maupun tumbuh - tumbuhan).Pengertian konsumen yang

luas seperti itu, sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas -

luasnya kepada konsumen. Walaupun begitu masih perlu disempurnakan

sehubungan dengan penggunaan istilah “pemakai” demikian pula dengan

eksistensi “badan hukum” yang tampak nya belum masuk dalam pengertian

tersebut. 20

B. TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM UNDANG -

UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Berkaitan dengan tujuan di atas ada sejumlah asas yang terkandung di dalam

usaha memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Perlindungan

konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama seluruh pihak yang terkait,

masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah berdasarkan asas yang menurut Pasal 2

Undang - Undang Perlindungan Konsumen Nomo 8 tahun 1999 ini adalah :

1. Asas Manfaat

2. Asas Keadilan

3. Asas Keseimbangan

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, serta

20

(10)

5. Asas Kepastian Hukum.21

Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

berdasarkan lima (5) asas yang relevan dalam pembangunan Nasional, yaitu :

1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan.

2. Asas Keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksmal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan

pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara

adil.

3. Asas Keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dakam arti materiil

dan spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi

atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen

menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan perlindungan

konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.22

Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat

21

Sidabalok,Janus,Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung,Citra Aditya Bakti,2010. Hal. 31

22

(11)

besarnya bagi konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.Asas ini

menghendaki bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen

tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas pihak yang lain

atau sebaliknya, tetapi adalah untuk memberikn kepada masing - masing pihak,

produsen dan konsumen , apa yang menjadi haknya. Dengan demikian,

diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen

bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pada giliranya bermanfaat bagi

kehidupan berbangsa.

Asas Keadilan dimaksudkan agar partispasi seluruh rakyat dapat diwujudkan

secara maksimal dan memberikan kesempoatan kepada konsumen dan pelaku

usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil. Asas

ini menghendaki bahwa melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan

konsumen ini,konsumen dan produsen dapat berlaku adil melalui perolehan hak

dan penuaian kewajiban secara seimbang. Karena itu, undang - undang ini

mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha (produsen).

Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan

spiritual. Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha dan pemerintah

memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum

perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen dan produsen dan

pemerintah diatur dan harus diwujdukan secara seimbang sesuai dengan hak dan

kewajibannya masing - masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak

ada salah satu pihak yang mendapatkan perlindungan atas kepentingannya yang

(12)

Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksdudkan untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,

pemakaian, dan pemanfaatn barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan. Asas ini menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan

memperoleh manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknya

bahwa produk itu tidak akanmengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan

harta bendanya. Karena itu, Undang - undang ini membebankan sejumlah

kewajiban yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus

dipatuhi oleh produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.

Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum. Artinya

Undang - undang ini mengharapkan bahwa aturan - aturan tentang hak dan

kewajiban yang terkandung di dalam undang - undang ini harus diwujudkan

dalam kehidupan sehari - hari sehingga masing - masing pihak memperoleh

keadilan. Oleh karena itu, Negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang -

undang ini sesuai dengan bunyinya.

Asas - asas hukum perlindungan konsumen yang dikelompokan dalam 3 (tiga)

kelompok di atas yaitu asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Dalam

hukum ekonomi keadilan disejajarkan dengan asas keseimbangan,kemanfaatan

disejajarkan dengan asas maksimalisasi, dan kepastian hukum di sejajarkan

dengan asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas

(13)

Hukum yang berwibawa berarti hukum yang efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hak - haknya tanpa ketakutan dan melaksanakan

kewajibannya tanpa penyimpangan.23

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri ;

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai melalui undang - undang perlindungan

konsumen ini sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 3 adalah :

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa ;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak - haknya sebagai konsumen ;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi ;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha ;

f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Mengamati tujuan dan asas yang terkandung di dalam undang - undang in,

jelaslah bahwa undang - undang ini membawa misi yang besar dan mulia dalam

mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pasal 3 Undang - undang perlindungan konsumen ini,merupakan isi

pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya,

karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan sasaran akhir yang

harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan

konsumen Achamd Ali mengatakan masing - masing undang - undang memeilki

tujuam khusus. Hal itu juga tampak dari pengaturan Pasal 3 Undang - undang

Perlindungan Konsumen, yang mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen,

sekaligus membedakan dengan tujuan umum sebagaimana dikemukakan

23

(14)

berkenaan dengan ketentuan Pasal 2 di atas. Keenam tujuan khususn perlindungan

konsumen yang disebutkan di atas bila dikelompokan ke dalam tiga tujuan hukum

secara umum, maka tujuan hukum untuk mendapatkan keadilan terlihat dalam

rumusan huruf c, dan huruf e. Sementara tujuan untuk memberikan kemanfaatan

dapat terlihat dalam rumusan a dan b termasuk huruf c dan d serta huruf f.

Terakhir tujuanj khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum terlihat

dalam rumusan huruf d.Pengelompokan ini tidak terlalu mutlak, oleh karena

seperti yang dapat kita lihat dalam rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f

terdapat tujuan yang dapat dikualifikasikan sebagai tujuan ganda. Kesulitan

memenuhi ketiga tujuan hukum umum sekaligus sebagaimana dikemukakan

sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai huruf f

dari Pasal 3 tersebut hanya dapaty tercapai secara maksimal, apabila didukung

oleh keseluruhan subsistem perlindungan konsumen yang diatur dalam undang -

undang ini, tanpa mengabaikan faislitas penunjang dan kondisi

masyarakat.Termasuk dalam hal ini substansi ketentuan pasal demi pasal yang

akan diuraikan dalam bab selanjutnya. Unsur masyarakat sebagaimana

dikemukakan berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan

hukum, yang seterusnya menentukan efektivitas Undang-undang Perlindungan

Konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Achmad Ali bahwa kesadaran

hukum, ketaatan hukum , dan efektivitas perundang - undangan adalag tiga unsur

yang saling berhubungan.24

24

Ibid Hal. 34 - 35.

Sampai saat ini secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus

(15)

1. Hak keamanan dan keselamatan ;

2. Hak atas informasi ;

3. Hak untu memilih ;

4. Hak untuk didengar dan ;

5. Hak atas lingkungan hidup.

Aspek - aspek hukum terhadap perlindungan konsumen di dalam era pasar

bebas, pada dasarnya dapat dikaji dari dua pendekatan, yakni dari sisi pasar

domestic dan dari sisi pasar global. Keduanya harus diawali dan sejak barang dan

jasa diproduksi,disistribusikan/dipasarkan dan diedarkan sampai barang dan jasa

tersebut dikonsumsi konsumen. Bertolak dari pemikiran di atas, pada dasarnya

Negara dapat diketahui bahwa aspek hukum perdata mempunyai peran dan

kesempatan yang sama untuk melindungi kepentingan konsumen. Aspek hukum

publik berperan dan dapat dimanfaatkan oleh Negara,pemerintahan instansi yang

mempunyai peran dan kewenangan sendiri untuk melindungi konsumen.

Kemenangan dan peran tersebut dapat diwujudkan mulai dari:

1. Political Will/kemauan politik untuk melindungi kepentingan konsumen

domestic di dalam persaingan global dan atas persaingan tidak sehat lokal.

2. Birokrasi dengan sadar dan senang hati menciptakan kondisi dengan

berbisnis jujur dalam mewujudkan persaingan sehat.

3. Di dalam hukum positif, yang sudah mengandung unsur melindungi

kepentingan konsumen antara lain :

a. UU Kesehatan

b. UU Barang

(16)

d. UU pengawasan atau edar barang

e. UU tentang wajib daftar obat

f. UU tentang produksi dan peredaran produk tertentu

g. UU perizinan , diharapkan diikuti dengan pengawasan,pembinaan dan

pemberian sanksi yang pasti dan tegas apabila terjadi pelanggaran mengenai

syarat dan operasional dari perusahaan produsen.25

C. HAK DAN KEWAJIBAN DALAM UNDANG - UNDANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Berkaitan dengan perlindungan konsumen ,khususnya dengan tanggung jawab

produk , perlu dijelaskan beberapa istilah terlebih dahulu untuk memperoleh

kesatuan persepsi dalam pembahasan selanjutnya. Istilah yang memerlukan

penjelasan itu adalah produsen atau pelaku usaha, konsumen ,produk dan

standarisasi produk , peranan pemerintah, serta klausula baku.26

1. Produsen atau Pelaku Usaha

Produsen sering diartikan sebagai oengusaha yang menghasilkan barang dan

jasa. Dalam pengertian ini termasuk di dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan

pengercer professional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan

barang dan jasa hingga sampain ke tangan konsumen. Sifat professional

merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggung jawaban dari

produsen. Dengan Demikian, produsen yidak hanya diartikan sebagai pihak

25

Kristiyanti,Celina Tri Siwi,Hukum Perlindungan Konsumen,Jakarta:Sinar Grafika,2011. Hal. 89-90

26

(17)

pembuat/pabrik yang menghasilkan produk saja,tetapi juga mereka yang terkait

dengan penyampaian/peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen.

Dengan perkataan lain, dalam konteks perlindungan konsumen, produsen

diartikan secara luas. Sebagai contoh, dalam hubungannya dengan produk

makanan hasil industri (pangan olahan), maka produsennya adalah mereka yang

terkait dalam proses pengadaan makanan hasil industry (pangan olahan) itu

hingga sampai ke tangan konsumen. Mereka itu adalah : pabrik (pembuat),

distributor, eksportir atau importer dan pengecer baik yang berbentuk badan

hukum ataupun yang bukan badan hukum.27

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Konsumen

cukup luas karena meliputi grosir, leveransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan

luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan

dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat eropa terutama Negara

belanda, bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai produsen adalah : Pembuat Dalam Pasal 1 angka 3 UU no.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

tidak memakai istilah produsen tetapi memakai istilah lain yang kurang lebih

sama artinya, yaitu pelaku usaha yang pengertiannya adalah :

Setiap orang atau badan usaha ,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usahadalam berbagai bidang ekonomi.

Dalam penjelasan lain undang - undang yang termasuk dalam pelaku usaha

adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedanag, distributor,

dan lain - lain.

27

(18)

produk jadi (finished product); penghasil bahan baku; pembuat suku cadang;

setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen, dengan jalan

mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang

membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu; importer suatu produk

dengan maksud untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan (leasing) agau

bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan; pemasok (supplier) ,dalam

hal identitas dari produsen atau importer tidak dapat ditemukan. Dengan demikian

tampak bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang - Undang Pelindungan

Konsumen sama dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda, karena

produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum. Dalam pengertian pelaku

usaha tersebut akan memudahkan konsumen menuntutbgantu kerugian .

Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam

menemukan kepada siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang dapat

digugat, namun akan lebih baik lai seandainya UUPK tersebut memberikan

rincian sebagaimana dalam Direktif ditentukan bahwa :

1. Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah ,

atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama,

mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya

sebagai produsen;

2. Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang

mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing, atau tiap

bentuk pengedaran dalam usaha perdagangannya dalam masyarakat eropa, akan

dipandang sebagai produsen dalam arti Direktif ini, dan akan bertanggung gugat

(19)

3. Dalam hal produsen suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap

leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen,kecuali ia

memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak terlalu

lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu

kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barang/produk yang

diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukan identitas importer

sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), sekalipun nama produsen

dicantumkan.28

Dalam Pasal 6 UU No.8 Tahun 1999 Produsen disebut sebagai pelaku usaha

yang mempunyai hak sebagai berikut :

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen;

4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar

barang dan/atau jasa yang diperdagangkan,menunjukan bahwa pelaku usaha tidak

dapt menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan atau jasa yang diberikannya

28

(20)

kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada

umumnya atas barang dan atau ajsa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi

suatu bang dan atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang

serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian

dalam hal ini adalah harga yang wajar. Menyangkut hak pelaku usaha yang

tersebut pada huruf b, c , dan d,sesungguhnya merupakan hak - hak yang lebih

banyak berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan atau badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen/pengadilan dalam tugasnya melakukan

penyelesaian sengketa. Melalui hak - hak tersebut diharapkan perlindungan

konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat

dihindari. Satu - satunya yang berhubungan dengan kewajiban konsumen atas hak

- hak pelaku usaha yang disebutkan pada huruf b, c, dan d tersebut adalah

kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana

diuraikan sebelumnya. Terakhir tentang hak - hak yang diatur dalam ketentuan

peraturan perundang - undangan lainnya, seperti hak - hak yang diatur dalam

undang - undang Perbankan, UU Larangan praktek monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat dan uu lainnya. Berkenaan dengan berbagai uu tersebut, maka

harus diingat bahwa UU Perlindungan Konsumen adalah payung bagi semua

aturan lainnya berkenaan dengan Perlindungan Konsumen.29

1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

Kewajiban pelaku usaha menurut Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen ,adalah :

2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau

3. jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

4. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

29

(21)

5. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

6. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

8. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha

merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan

tentang itikad baik ini diatur Pasal 1338 ayat 3 BW, bahwa perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik, sedangkan Arrest H.R. di Negeri Belanda

memberi peranan tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap pra perjanjian,

bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori

kehendak. Begitu pentingnya itikad baik tersebut, sehingga dalam perundingan -

perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan

berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik

dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak

itu harus bertindak dengan mengingat kepnetingan - kepentingan yang wajar dari

pihak lain. Bagi masing - masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu

kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas - batas yang wajar

terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau masing - masing

pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang

berkaitan dengan itikad baik. 30

30

(22)

2. Konsumen

Pengertian konsumen menurut UUPK dalam Pasal 1 ayat 2 yakni :

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau ajsa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri, keluiarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum.Oleh

karena itu , perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi

yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih

hak - haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen

sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang hak -

hak konsumen. Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen , yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan keamanan

2. Hak untuk memilih

3. Hak untuk didengar

4. Hak untuk mendapat informasi

Empat hak dasar ini di akui secara internasional. Dalam perkembangannya

organisasi - organisasi konsumen yang tergabung dalam The Internasional

Organization of Consumer Union menambahkan lagi beberapa hak,seperti hak

mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapat ganti kerugian, dan hak

mendapatkan lingkungan hidup dan sehat.

Hak - hak konsumen yang diatur dalam hukum positif di Indonesia yang

tertuang dalam UUPK terdapat pada Pasal 4 , yaitu :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan

2. Hak untuk memilih, serta mendapatkan barang atau jasa yang sesuai nilai

(23)

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yangdigunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan dalam Rancangan Akademi UU tentang perlindungann Konsumen

yang dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen

Perdagangan dikemukakan enam hak konsumen, yaitu empat dasar yang disebut

pertama, d tambah dengan hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai

tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum yang

patut. Memperhatikan hak - hak yang disebutkan di atas, maka secara keseluruhan

pada dasarnya dikenal 10 macam hak konsumen , yaitu :

1. Hak atas keselamatan dan keamanan ;

2. Hak untuk memperoleh informasi ;

3. Hak untuk memilih ;

(24)

5. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup ;

6. Hak untuk memperoleh ganti rugi ;

7. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ;

8. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat ;

9. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya ;

10.Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.31

Sepuluh hak konsumen yang merupakan himpunan dari berbagai pendapa

tersebut di atas hamper semuanya sama dengan hak - hak konsumen yang

dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK sebagaimana dikutip sebelumnya. Hak - hak

konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK tersebut, terdapat satu hak yang

tak terdapat pada 10 hak konsumen yang diuraikan sebelumnya yaitu ‘ hak untuk

diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi ‘ namun

sebaliknya dalam Pasal 4 UUPK tidak mencantumkan secara khusus tentang ‘ hak

untuk memperoleh kebutuhan hidup ‘ dan ‘ hak untuk memperoleh lingkungan

hidup yang bersih dan sehat ‘ tapi hak tersebut dapat dimasukan ke dalam hak

yang disebutkan terakhir dalam Pasal 4 UUPK tersebut, yaitu ‘ hak yang diatur

dalam ketentuan peraturan perundang - undangan lainnya ‘.Sedangkan hak

lainnya hanya perumusannya yang lebih dirinci, tapi pada dasarnya sama dengan

hak - hak yang telah disebutkan sebelumnya.32

31

Ibid Hal 40

32

Ibid hal 40

Kewajiban konsumen tertera dalam Pasal 5 UUPK, yaitu :

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

(25)

3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

3. Produk dan Standarisasi Produk

Produk adalah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga

produk berkaitan erat dengan teknologi. Dalam Pasal 1 angka 4 UU Perlindungan

Konsumen bahwa :

Barang adalah tiap benda , baik berwujud maupun tak berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat di habiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 UU perlindungan konsumen bahwa :

Jasa adalah pemakaian tiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang

disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen

Menurut Gandi, Standarisasi adalah :

Proses penyusunan dan penerapa aturan - aturan dalam pendekatan secara teratur bagi kegiatan tertentu untuk kemanfaatan dan dengan kerja sama dari semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan penghematan menyeluruh secara optimum dengan memperhatikan kondisi fungsional dan persyaratan keamanan. Hal ini didasarkan pada konsolidasi dari hasil ilmu teknologi dan

pengalaman33

4. Peranan Pemerintah

Sesuai prinsip pembangunan yang antara lain menyatakan bahwa

pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah dan

karena itu menjadi tanggung jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan

pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan nasional dapat dicapai

33

(26)

dengan baik. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kebijaksanaan yang akan

dilaksanakan, maka langkah - langkah yang dapat ditempuh pemerintah adalah :

a. Registrasi dan penilaian ;

b. Pengawasan produksi ;

c. Pengawasan distribusi ;

d. Pembinaan dan pengembangan usaha ;

e. Peningkatan dan pengembangan prasarana dan tenaga. 34

5. Klausula Baku

Sehubungan dengan standar kontrak adalah penggunaan klausula baku dalam

transaksi konsumen. Yang dimaksud dengan klausula baku menurut Pasal 1 angka

10 UU Perlindungan Konsumen yaitu :

Klausula baku adalah tiap aturan atau ketentuan syarat - syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Memperhatikan rumusan pengertian klausula baku dalam Pasal 1 angka 10

UUPK ini, tampak penekanannya lebih trtuju pada prosedur pembuatannya yang

dilakukan secara sepihak oleh pelaku usaha, dan bukan isinya. Berkenaan dengan

prosedur pembuatan ini sangat terkait dengan syarat sahnya perjanjian yaitu “

kesepakatan mereka untuk mengikatkan dirinya “ sebagaimana diatur dalam Pasal

1320 BW, kesepakatan seseorang untuk mengikatkan dirinya merupakan syarat

penentu tentang ada tidaknya perjanjian, sehingga dengan adanya kesepakatan

dari para pihak mengenai suatu hal yang diperjanjikan (dan telah memenuhi syarat

lainnya), maka para pihak akan terikat dengan perjanjian tersebut berdasarkan

34

(27)

asas konsensualisme. Asas konsensualisme ini sangat terkait pula dengan

kebebasan berkontrak , karena dengan kebebasan yang dimiliki seseorang untuk

mengadakan perjanjian yang tertentu pula, sangat menentukan ada tidaknya

kesepakatan yang diberikan oleh orang tersebut terhadap orang/isi perjanjian yang

dimaksud.35

35

Miru,Ahmadi dan Yodo,Sutarman,Opcit , Hal 18-19

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Stuart Mill (1806-1873), induksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan budi, di mana kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar di dalam suatu

[r]

This research used 3 methods of pH adjustments for determining the ability of benzoic acid eliminates chromium.. For method 1 and 2, the pH adjustment is undergone by applying the

Menilai hasil penelitian atau hasil pemikiran dosen yang diterbitkan pada Majalah llmiah Nasional dan lnternasional5. Menilai'hasil penelitian'atau hasil pemikiran berdasarkan

“Makalah Bahasa Indonesia Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir Semester Genap 2013”. THEODORA

about previous study and supporting theories consist meaning of teaching English in Indonesia, teaching English in junior high school, speaking, cooperative

As a whole, the findings from the interview indicate that the respondents agree with the PTS role that helps in the teaching and learning processes, yet there is a problem where

Dengan matlamat yang besar ini, sememangnya telah menjadi harapan bahawa PPIS dapat menjuarai isu kebajikan wanita Islam di samping menyediakan wanita Islam yang