• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan kadar air dan kadar abu pada kopi arabika, robusta dan luwak yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penetapan kadar air dan kadar abu pada kopi arabika, robusta dan luwak yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% kopi robusta.Kopi berasal dari Afrika yaitu daerah pegunungan Ethiopia.Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya yaitu Yaman di bagian selatan Arab melalui para pedagang Arab (Rahardjo, 2012).

Di Indonesia kopi dibawa oleh Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Tanaman kopi di Indonesia mulai diproduksi di pulau Jawa dan hanya sekedar mencoba tetapi hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkannya ke berbagai daerah agar para penduduk menanamnya (Najiyanti dan Danarti, 2004).

(2)

5

Kopi terkenal dengan kandungan kafeinnya yang tinggi.Kafein merupakan zat perangsang saraf yang sangat penting, kafein terdapat dibagian biji kopi. Kandungan kafein kopi arabika 1,2% sedangkan untuk kopi robusta 2,2% (Ria dan Djumidi, 2000).

Menurut Ditjen POM (1995), kafein memiliki: Rumus struktur :

Rumus Molekul : C8H10N4O2

Berat Molekul : 194,19 Nama Kimia : Coffein

Kandungan :Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0%C8H10N4O2, dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih; biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah

(3)

6 2.1.1 Sistematika Tanaman

Menurut Ria dan Djumidi (2000) sistematika tanaman kopi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Devisi : Spermatophyta Sub Devisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea

Spesies : Coffea arabika Coffea robusta

(4)

7 2.1.2 Jenis Kopi

Ada beberapa jenis kopi yang telah dibudidayakan yaitu kopi arabika dan robusta.

1. Kopi Arabika

Kopi ini ditanam pada dataran tinggi sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut, sedangkan di Indonesia kopi ini dapat tumbuh pada ketinggian 1000 – 1750 m dari permukaan laut(Najiyati dan Danarti, 1997).

Kopi pada umumnya memiliki dua keping biji. Biji kopi arabika berbentuk agak memanjang, bidang cembungnya tidak terlalu tinggi, celah tengah dibagian datar tidak lurus memanjang kebawah tetapi berlekuk. Untuk biji yang sudah dikeringkan, celah tengah terlihat putih (Pangabean, 2012).

2. Kopi Robusta

Kopi ini dapat tumbuh pada ketinggian 1.700 m dari permukaan laut dan dapat juga tumbuh di ketinggian yang lebih rendah dibandingka dengan lokasi perkebunan arabika.Jenis kopi ini berasal dari Afrika (Aak, 1980).

Kopi robusta juga disebut kopi Canephora. Kopi robusta memiliki biji yang agak bulat, lengkungan biji lebih tebal dibandingkan kopi arabika dan garis tengah dari atas kebawah hampir rata (Pangabean, 2012).

2.2 Kopi Luwak

(5)

8

makanannya.Untuk luwak yang memakan kopi ada dua macam yaitu luwak liar dan luwak yang dipelihara. Luwak liar memilih dan mencari makanannya sendiri kemudian membuang kotorannya di sekitar areal perkebunan kopi tersebut. Sedangkan luwak yang dipelihara, makanannya telah disediakan sehingga mudah untuk mendapatkan kotoran luwak tersebut. Dalam proses pencernaan, biji kopi yang dilindungi kulit keras tidak ikut tercerna danakan keluar bersama kotoran luwak(Rahmat, 2014).

Kopi luwak merupakan kopi denganrasa yang khas menjadi alasan utama tingginya harga jual dibandingkan dengan kopi arabika dan robusta. Harga satu kilogram kopi arabika sebesar Rp60.000,00, robusta Rp40.000,00 dan luwak Rp120.000,00 (Budiman, 2012).

2.3 Kopi Bubuk

Kopi bubuk adalah biji kopi yang sudah diproses dan digiling halus dalam bentuk butiran-butiran kecil sehingga mudah diseduh dengan air panas dan dikonsumsi. Proses untuk membuat kopi bubuk, dari buah kopi matang hingga menjadi kopi bubuk sampai dikemas(Najiyanti dan Danarti, 2004).

2.3.1 Proses Pengolahan Kopi Bubuk

Menurut Pangabean (2012) proses pengolahan kopi bubuk terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu sebagai berikut:

1. Penyangraian

(6)

9

dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik untuk membentuk citarasa dan aroma khas kopi.Waktu penyangraian ditentukan atas dasar warna biji kopi penyangraian atau sering disebut derajat sangrai.Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman.

2. Pendinginan Biji Sangrai

Setelah proses penyangraian selesai, biji kopi harus segera didinginkan dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong. Selama pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai.

Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu dilakukan. Hal ini untuk mencengah agar tidak terjadi pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna, rasa dan tingkat kematangan biji yang diinginkan.Beberapa cara dapat dilakukan untuk pendinginan biji sangrai antara lain pemberian kipas ataudengan menaruhnya kebidang datar.

3. Penghalusan/Pengilingan Biji Kopi Sangrai

(7)

10

2.3.2 Manfaat danEfek Negatif Kopi Untuk Kesehatan

Manfaat kopi untuk kesehatan yaitu dapat mengurangi resiko diabetes,sebagai pembangkit stamina, mengurangi sakit kepala dan melegakan nafas. Kopi juga memiliki efek negatif yaitu dapat menimbulkan jantung berdebar-debar dan sulit tidur (Budiman, 2012).

2.3.3 Persyaratan Mutu Kopi Bubuk

Persyaratan mutu kopi bubuk dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Persyarat mutu kopi bubuk

NO Kreteria Uji Satuan Persyaratan

I II 7 Bahan-bahan yang

lain

10.1 Angka lempeng total koloni/g maks.106 maks.106 10.2 Kapang koloni/g maks. 104 maks. 104

(8)

11 2.4 Penetapan Kadar Kopi

2.4.1 Penetapan Kadar Air

Menurut SNI 01-2891-1992 tentang cara uji makanan dan minuman, prinsip penetapan kadar air adalah kehilangan bobot pada pemanasan 105°C dinggap sebagai kadar air yang terdapat pada sampel tersebut. Menurut Sudarmadji dkk (1989) penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain: metode gravimetri dan metode destilasi.

1. Metode Gravimetri

Prinsip penentuan kadar air dengan metode gravimetri adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan pemanasan, kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110°C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan (bobot tetap). Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.

Pengeringan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan hingga pada perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang digunakan, penimbangan kedua dilakukan setelah dipanaskan lagi selama satu jam (Ditjen POM, 1995).

(9)

12 2. Metode Destilasi

Menurut SNI 01-2891-1992 prinsip metode destilasi adalah pemisahan azeotropik air dengan pelarut organik.Sudarmadji dkk (1989) penentuan kadar air dengan destilasiadalah menguapkan air dengan cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air.

2.4.2 Penetapan Kadar Abu Total

Menurut SNI 01-2891-1992 prinsip penetapan kadar abu total adalah pada proses pengabuan zat-zat organikmenjadi anorganik. Menurut Sudarmadji dkk (1989) penetapan kadar abu dapat dilakukan secara langsung (cara kering) dan secara tidak langsung (cara basah) sebagai berikut:

1. Penetapan kadar abu secara langsung (cara kering)

Prinsip penetapan kadar abu langsung adalah dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500o-600oC yang kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran.

Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan labih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, kemudian dinaikkan suhunya.

2. Penetapan kadar abu secara tidak langsung (cara basah)

(10)

13

a. Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat.

b. Campuran asam sulfat dan potasium sulfat berfungsi untuk mempercepat reaksi pada sampel.

c. Campuran asam sulfat dan asam nitrat, yang berfungi untuk mempercepat proses pengabuan

Gambar

Tabel 2.1 Persyarat mutu kopi bubuk

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan sterilisasi 15 sampai dengan 25 menit dapat menghasilkan total mikroba dan total kapang yang sesuai dengan standar SNI 2717.1:2009, mampu mempertahankan

Rumusan akhir lintasan pembelajaran dari penelitian desain ini memiliki tahapan sebagai berikut : (1) mengeksplorasi karakteristik grafik fungsi kuadrat dengan memanipulasi

Dari 287 isolat Actinomycetes yang diisolasi dari 79 sampel tanah yang diambil dari 5 tempat yang berbeda, diketahui bahwa sebanyak 166 isolat mampu menghambat pertumbuhan

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah, dalam penelitian ini maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “ Apakah ada pengaruh yang signifikan

Tujuan studi ini adalah: (1) mengembangkan model bangkitan perjalanan di Kota Palembang dengan menggunakan Radial Basis Function Neural Network; dan (2) membandingkan hasil

Dengan mengetahui efisiensi , heat rate , dan konsumsi bahan bakar spesific (SFC) pada setiap beban yang berbeda maka akan diketahui pengaruh variasi beban

Untuk memastikan bahwa data sudah masuk ke pusat dengan benar, maka bisa cek laporan modul data dasar pada SITT Online, seperti Data Fasyankes dan Data Tenaga Kesehatan..

Dan untuk variabel waktu makan makanan kariogenik memiliki nilai odds ratio sebesar 5,624 yang berarti bahwa anak dengan waktu makan makanan kariogenik kategori