Analisis Efektivitas Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan
(Studi Kasus di Unit Manajemen Aset dan Perlengkapan
Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II Persero Bandara
Udara Soekarno-Hatta)
Herlan
Mahasiswa Program Studi D4 Manajemen Aset Politeknik Negeri Bandung Bandung – Jawa Barat
Email: Herlan.sst@gmail.com
Abstraksi
Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan (SIMA Lahan) merupakan salah satu alat yang digunakan untuk membantu perusahaan dalam mencapai pengelolaan aset lahan yang efektif, efisien, akuntabel dan optimal. Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan salah satu organisasi yang mengelola lahan cukup banyak dan membutuhkan sistem informasi yang berkualitas untuk menunjang setiap proses kegiatan pengelolaan lahan yang dilakukan meliputi perencanaan kebutuhan lahan, pengadaan lahan, inventarisasi lahan, legal audit lahan, penggunaan/pemanfaatan lahan serta pengalihan lahan. Oleh karenanya tujuan dari penelitian ini yakni untuk menganalisis tentang seberapa tinggi efektivitas SIMA Lahan dalam membantu aktivitas pengelolaan aset lahan yang dikelola Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II (Persero) selama ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode deskriptif kuantitatif. Sedangkan alat analisis yang digunakan yakni model kesuksesan Sistem Informasi menurut DeLone dan McLean (2008) meliputi kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan sistem, kepuasan pengguna dan manfaat akhir. Dari hasil penelitian diketahui bahwa SIMA Lahan yang digunakan KCU PT Angkasa Pura II (Persero) selama ini kurang efektif, oleh karena itu perlunya perbaikan terhadap kualitas sistem, kualitas informasi, kualitas layanan, penggunaan sistem, kepuasan pengguna, sehingga manfaat akhir yang diharapkan dapat diperoleh oleh organisasi.
Kata kunci: SIMA Lahan, Analisis, Efektivitas, Pengelolaan Aset Lahan.
Latar Belakang Masalah
Angkasa Pura II (Persero) BSH memiliki nilai buku sebesar Rp.1.590.361.273.418,99 yang terdiri dari sembilan kategori jenis aset diantaranya: tanah/lahan, bangunan lapangan, bangunan gedung-gedung, alat-alat perhubungan udara, alat-alat pengangkutan, alat-alat kantor, instalansi dan jaringan, peralatan terminal dan gedung-gedung, dan alat-alat perbengkelan. Dari sembilan kategori jenis aset tersebut, lahan merupakan aset yang mempunyai masalah paling kompleks. Adapun luas lahan yang dikelola KCU PT Angkasa Pura II BSH adalah seluas 18.278.728,50 m2 yang tersebar di 29 lokasi lahan. Dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu personil bagian Manajemen Aset Tetap dan Pertanahan setidaknya ada tiga masalah utama yang terjadi saat ini terkait pengelolaan lahan, diantaranya:
1. Masalah pengguna lahan ilegal yang mendirikan bangunan tanpa ijin tertulis di atas lahan milik perusahaan;
2. Masalah lahan idle yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan akibat dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta biaya pengamanan namun tanpa diimbangi dengan pendapatan yang seharusnya dihasilkan dari lahan-lahan yang dikelola; dan 3. Masalah rencana penggunaan/pemanfaatan aset lahan yang sering berubah
mengakibatkan aset lahan terbengkalai lebih lama.
Guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan di atas, Unit Manajemen Aset dan Perlengkapan telah melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melaksanakan pendataan pengguna lahan ilegal, memberi peringatan terhadap pengguna lahan ilegal tersebut, penertiban dan melaksanakan pemagaran lahan. 2. Melaksanakan koordinasi dengan Unit Komersil terkait pemanfaatan lahan idle.
Tinjauan Pustaka
Sutabri (2005: 2) mendefinisikan bahwa “secara sederhana, suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen, atau variabel yang terorganisisr, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan terpadu”. Sementara itu, menurut Sugiama (2013: 226) “sebuah sistem adalah kumpulan dari beberapa komponen atau sub sistem yang bersatu padu berfungsi untuk mencapai sebuah tujuan”. Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sekumpulan sub sistem yang bersatu padu, saling tergantung satu sama lain dan bekerja bersama-sama untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan definisi dari informasi menurut Sutabri (2005: 23) adalah “data yang telah diklasifikasi atau diolah atau diinterpretasi untuk digunakan dalan proses pengambilan keputusan.
Siregar (2004, hal. 518) berpendapat bahwa manajemen aset merupakan hubungan yang terintegrasi antara lima tahapan kerja yaitu:
1. Inventarisasi aset meliputi dua aspek yaitu inventarisasi fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat, dll serta yuridis/legal terdiri atas status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan, dll. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodefikasi/labeling, pengelompokkan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset.
2. Legal audit merupakan suatu lingkup kerja manajemen aset yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan memecahkan berbagai permasalahan legal. 3. Penilaian aset merupakan satu proses kerja menilai aset yang dikuasai oleh
konsultan penilaian yang independen. Hasil dari penilaian tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.
4. Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut.
Sumber: Siregar (2004: 518)
Gambar II.4
Alur Manajemen Aset
Sugiama (2013, hal. 185) berpendapat bahwa Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) adalah sekumpulan atau serangkaian sub-sistem informasi yang dikoordinasikan secara sistematis dan rasional untuk mentransformasikan data menjadi informasi mengenai aset, sehingga dapat berguna bagi pengambilan keputusan dalam pengelolaan aset di sebuah organisasi. Dalam organisai publik, SIMA telah berkembang menjadi sebuah sistem yang terintegerasi sejak perencanaan kebutuhan aset, pengadaan aset, inventarisasi aset, legak audit, operasi, pemeliaharaan, penghapusan hingga pengalihan aset bersangkutan. Sebagai contoh, salah satu aplikasi SIMA untuk pengadaan barang, kini di dalam organisasi pemerintahan telah dikembangkan aplikasi LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Menurut DeLone dan McLean dalam Wu et. al (2013) model kesuksesan sistem DeLone McLean ini tidak mengukur keenam dimensi pengukuran kesuksesan sistem informasi secara terpisah tetapi mengukurnya secara keseluruhan dengan variabel yang satu
mempengaruhi varabel yang lainnya. Hal tersebut dibuktikan oleh Khayun et. al (2012) dalam penelitannya yang berjudul “Assessing e-Excise Success with DeLone and
McLean’s Models” menemukan bahwa dimensi kualitas informasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pengguna, kualitas sistem berpengaruh signifikan terhadap penggunaan dan kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap penggunaan sebuah sistem informasi. Lebih lanjut mereka mengungkapkan bahwa ketika pengguna sistem telah merasa puas, maka pada waktu yang sama, pengguna akan dengan sendirinya menggunakan sistem informasi lebih intensif secara sukarela, sehingga manfaat akhir dari sistem informasi tersebut akan mudah dicapai. Model ini terus dikembangkan dengan mengacu kepada tiga dimensi yaitu kualitas sistem, kualitas pelayanan dan kualitas informasi. Berikut adalah enam dimensi untuk mengukur keberhasilan sebuah sistem informasi menurut DeLone dan McLean (2003):
1. Kualitas Sistem
teknologi (technology sophistication) dan ketahanan dari kerusakan (reliability). Selain itu juga digunakan indikator lain yaitu keamanan sistem (security). Sedangkan menurut Lin (2007), pengukur-pengukur kualitas sistem yakni realibility, ease of access, response time dan ease to use.
2. Kualitas Informasi
Kualitas sistem berhubungan dengan output yang diharapkan dari sebuah sistem informasi yakni berupa laporan akhir yang dihasilkan sistem informasi tersebut. Indikator-indikator untuk mengukur menurut Lin (2007) yakni
keakuratan informasi (accuracy), kesesuaian informasi (relevance), kekinian informasi (currency), kecukupan informasi (sufficiency) dan kelengkapan informasi (completeness).
3. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan yang diterima pengguna sistem dari departemen sistem informasi dan dukungan personil IT, atau dengan kata lain perbandingan harapan pengguna sistem informasi dengan pelayanan yang diberikan oleh personil departemen IT kepada pengguna sistem pada kondisi sebenarnya (Yousapronpaiboon, 2014). Sementara, variabel dalam Petter (2008) menggambarkan kualitas pelayanan yang dipersepsikan oleh pengguna, yang diukur dengan lima indikator yaitu memliki waktu respon yang cepat (responsiveness), pelayanan yang akurat (accuracy), keandalan pelayanan (realiability), kemampuan teknik (techinical competence), dan mengutamakan kebutuhan pengguna (emphaty) dari masing-masing personil yang bersangkutan. Sedangkan Parasuraman dan Zeithaml (1988) menjelaskan terdapat lima indikator untuk mengukur kualitas pelayanan yakni tangibles, realibility, responsiveness, assurance dan empathy.
4. Penggunaan Sistem
Penggunaan sistem berhubungan dengan intensitas pengguna sistem informasi dalam menggunakan dan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki sebuah
5. Kepuasan Pengguna
Kepuasan pengguan berhubungan dengan tingkat kepuasan pengguna terhadap sistem informasi dan laporan akhir yang dihasilkan sebuah sistem. Doll dan Torkzadeh (1988) menggunakan lima indikator untuk mengukur dimensi kepuasan pengguna akhir sebuah sistem informasi, diantaranya, kesesuaian isi informasi dengan kebutuhan (content), keakuratan informasi (accuarcy), kejelasan format penyajian informasi (format), kemudahan untuk digunakan (ease of use), dan mampu menyediakan informasi dengan tepat waktu
(timeliness). 6. Manfaat Akhir.
Menurut DeLone dan McLean (2003) manfaat akhir berhubungan dengan sejauh mana sistem informasi memberikan kontribusi positif terhadap masing-masing personil, departemen, perusahaan atau bahkan memberikan kontribusi positif terhadap negara. Indikator yang digunakan yaitu, membantu dalam pengambilan keputusan, pencapaian tujuan organisasi dan memberikan antar organisasi dan publik.
Berikut adalah model kesuksesan Sistem Informasi menurut DeLone dan McLean (2003):
Sumber: Model Kesuksesan DeLone & McLean (2003)
Gambar I.2
Model Kesuksesan DeLone dan McLean yang Diperbaharui
Hasil dan Pembahasan
Hasil Analisis Kualitas Sistem
Indikator Data Dibutuhkan Hasil Wawancara
Ya Tidak
Reliability
Sistem tetap mudah digunakan walaupun telah lama
tidak digunakan √
Sistem tidak pernah gagal dalam input-proses-output
data √
Menghemat waktu kerja 30 2,2667 0,43968 Kurang Baik
Indikator : Ease to Use
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria
Penilaian
Tidak perlu pelatihan khusus 30 4,0667 0,52083 Baik
Kesalahan mudah ditemukan untuk dikoreksi 30 1,7333 0,31495 Tidak Baik
Mean Ease to Use 2,9 Cukup Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Butir hasil wawancara diberi nilai 1 untuk jawaban “Ya” dan diberi nilai 0 untuk jawaban “Tidak”, maka dari hasil perhitungan diperoleh prosesntase jawaban “Ya” sebesar 50% yang berada pada range 26% - 50% tergolong pada kriteria kurang baik.
Kemudahan untuk diakses (Ease of Access) belum dapat dicapai oleh sistem yang digunakan pada SIMA Lahan. Dari hasil perhitungan jawaban “Ya” pada butir wawancara diperoleh prosentase sebesar 0% yang berada pada range 0% - 25% yang menunjukkan bahwa hasil tersebut tergolong pada kriteria tidak baik.
Persepsi pengguna terhadap kecepatan waktu respon sistem menunjukkan nilai
rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar 2,23, berada pada indeks rentang antara 1,81 – 2,60 tergolong pada kriteria kurang baik. Persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan sistem (Ease to Use) memiliki rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar 2,90 yang berada pada indeks rentang antara 2,61 - 3,40 yang termasuk pada kriteria cukup baik.
Keunggulan kualitas informasi dapat digambarkan dengan indikator berikut: Tabel I.2
Hasil Analisis Kualitas Informasi
Ya Tidak
Accuracy Informasi akurat/bebas dari kesalahan-kesalahan √
Informasi yang dihasilkan dapat dipercaya √
Relevance Informasi sesuai dengan tugas yang diberikan √
Currency Informasi selalu diperbarui setiap ada perubahan data √
Completeness
Sistem menyajikan informasi mengenai perencanan
kebutuhan lahan √
Sistem menyajikan informasi mengenai perencanan
pengadaan lahan √
Sistem menyajikan informasi mengenai inventarisasi
lahan √
Sistem menyajikan informasi mengenai legal audit
lahan √
Sistem menyajikan informasi mengenai penilaian lahan √
Sistem menyajikan informasi mengenai
penggunaan/pemanfaatan lahan √
Sistem menyajikan informasi mengenai pengalihan
lahan √
Indikator : Ease to Understand
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria
Penilaian
Informasi disajikan dengan sederhana 30 1,8000 0,80516 Tidak Baik
Informasi disajikan dengan jelas 30 2,1000 0,80301 Kurang Baik
Mean Ease to Understand 1,95 Kurang Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Untuk indikator akurasi (accuracy), berdasarkan hasil wawancara berada pada kriteria kurang baik yakni sebesar 50%, hasil tersebut berada pada kriteria penilaian antara 25% - 50%.
Hasil wawancara untuk mengukur indikator kesesuaian informasi (relevance) dan kekinian data (currency) berada pada kriteria tidak baik yakni sebesar 0%, hasil tersebut berada pada kriteria penilaian antara 0% - 25%.
Kelengkapan informasi yang disediakan oleh SIMA Lahan berada pada kriteria kurang baik karena hanya menyediakan informasi mengenai inventarisasi lahan dan informasi mengenai penggunaan dan opemanfaatan lahan. Hasil perhitungan butir wawancara dengan staf pertanahan yakni sebesar 28%, hasil tersebut berada pada kriteria penilaian antara 25% - 50%.
Persepsi pengguna terhadap indikator kemudahan untuk dimengerti (ease to understand) memiliki rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar 1,95 yang berada pada indeks rentang antara 1,81 – 2,60 yang termasuk pada kriteria kurang baik.
Kualitas layanan diukur dengan indikator berikut:
Tabel.3
Indikator : Tangibles
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memiliki tampilan menarik
secara visual 30 1,6333 0,30868 Tidak Baik
Indikator : Reliability
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
Personil Unit IT selalu menepati janji 30 3,6000 0,62397 Baik
Indikator : Empathy
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
Personil Unit IT memberikan perhatian
secara individual 30 2,3667 0,37502 Kurang Baik
Personil Unit IT memahami kebutuhan
khusus pengguna 30 2,2667 0,49149 Kurang Baik
Mean Empathy 2,5 Kurang Baik
Indikator : Responsiveness
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
Personil Unit IT cepat tanggap
menangani masalah SIMA Lahan 30 3,3667 0,48992 Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Responden menilai indikator tangibles atau tampilan fisik pada SIMA Lahan termasuk pada kriteria tidak baik dengan rata-rata hitung setelah pembulatan yakni sebesar 1,6 yang mana hasil tersebut berada pada indeks rentang 1 – 1,80.
Persepsi responden terhadap indikator keandalan personil Unit IT dalam melayani pengguna SIMA Lahan termasuk pada kriteria baik dengan hasil rata-rata hitung setelah pembulatan yakni sebesar 3,6, hasil tersebut berada pada indeks rentang 3,41 – 4,20.
Persepsi pengguna terhadap indikator empati (empathy) memiliki rata-rata hitung setelah dibulatkan sebesar 2,5 yang berada pada indeks rentang antara 1,81 – 2,60 yang termasuk pada kriteria kurang baik.
Hasil analisis efektivitas penggunaan sistem menggambarkan keunggulan sistem dari segi intensitas penggunaan sistem tersebut dan tingkat kebutuhan pengguna akan sistem tersebut. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel I.4 berikut:
Tabel I.4
Hasil Analisis Kualitas Penggunaan Sistem
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Hasil dari wawancara analisis efektivitas penggunaan sistem didapat bahawa indikator intensitas penggunaan berada pada kriteria penilaian tidak baik yakni sebesar 14% yang berarti ada pada kriteria penilaian antara 0% - 25%.
Menurut persepsi pengguna yang menilai tingkat kebutuhan mereka terhadap
penggunaan sistem dalam membantu tugas/pekerjaan didapat hasil rata-rata setelah pembulatan yakni sebesar 3,7 yang berarti termasuk pada kriteria baik, nilai rata-rata tersebut berada pada pada indeks rentang antara 3,41 – 4,20.
Dari hasil wawancara dengan pengguna diketahui bahwa intensitas penggunaan SIMA Lahan masih termasuk ke dalam kategori tidak baik, hal tersebut dikarenakan SIMA Lahan tidak selalu digunakan ketika melaksanakan proses kegiatan pengelolaan aset lahan Namun demikian, pengguna berpendapat bahwa tingkat kebutuhan mereka terhadap SIMA Lahan termasuk ke dalam kategori baik. Artinya, SIMA Lahan memiliki peran yang cukup penting dalam membantu menyelesaikan tugas/pekerjaan pengguna.
Kepuasan pengguna terhadap SIMA Lahan diukur dengan indikator berikut:
Indikator Data Dibutuhkan Hasil Wawancara
Ya Tidak
Intensitas Penggunaan
SIMA Lahan selalu digunakan pada proses kegiatan
perencanaan kebutuhan lahan √
SIMA Lahan selalu digunakan pada proses kegiatan
pengadaan lahan √
SIMA Lahan selalu digunakan pada proses kegiatan
inventarisasi lahan √
SIMA Lahan selalu digunakan pada proses kegiatan
legal audit lahan √
SIMA Lahan selalu digunakan pada proses kegiatan
penilaian lahan √
SIMA Lahan selalu digunakan pada proses kegiatan
penggunaan/pemanfaatan lahan √
SIMA Lahan selalu digunakan pada proses kegiatan
pengalihan lahan √
Indikator : Kebutuhan Penggunaan
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas/
pekerjaan
Tabel I.5
Hasil Analisis Kepuasan Pengguna
Indikator : Content
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
Konten pada SIMA Lahan sesuai dengan
yang dibutuhkan 30 2,0000 0,36682 Kurang Baik
Indikator : Accuracy
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
SIMA Lahan memiliki sistem yang
bersifat akurat 30 1,8000 0,31026 Tidak Baik
Saya puas dengan keakuratan Sistem 30 1,7333 0,24662 Tidak Baik
Mean Accuracy 1,76665 Tidak Baik
Indikator : Format
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
Format informasi sesuai dengan yang
dibutuhkan 30 1,9667 0,31489 Kurang Baik
Format informasi dapat dipahami
dengan jelas 30 2,4000 0,39443 Baik
Mean Format 2,18335 Kurang Baik
Indikator : Ease of Use
Pernyataan N Mean StdDev Kriteria Penilaian
Sistem mudah digunakan 30 3,5667 0,89763 Baik
SIMA Lahan bersifat User Friendly 30 3,1333 0,59955 Cukup Baik
Mean Ease of Use 3,35 Cukup Baik
Indikator : Timeliness
Pernyataan Mean StdDev Kriteria Penilaian
Saya mendapatkan informasi dengan tepat waktu 2,2333 0,39763 Kurang Baik
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Menurut persepsi pengguna yang menilai indikator kesesuaian isi informasi (content) dengan kebutuhan yang ada pada SIMA Lahan, indikator tersebut masuk pada kriteria kurang baik dengan rata-rata hitung sebesar 2,0 atau berada pada indeks rentang 1,81 – 2,60.
dengan nilai rata-rata setelah pembulatan sebesar 1,77 yang berada pada indeks rentang antara 1 – 1,80.
Format informasi yang dihasilkan sistem yang diadaptasi oleh SIMA Lahan dinilai oleh responden termasuk pada kriteria penialian tidak baik yakni dengan nilai rata-rata setelah pembulatan sebesar 2,2 yang berada pada indeks rentang antara 1,81 – 2,60.
Untuk indikator kemudahan penggunaan sistem, responden berpendapat bahwa indikator tersebut termasuk pada kriteria cukup baik dengan nilai rata-rata setelah
pembulatan yakni sebesar 3,3 yang berada pada indeks rentang antara 2,61 – 3,40. Indikator timeliness berdasarkan persepsi responden mendapat kriteria penilaian kurang baik dengan nilai rata-rata hitung setelah pembulatan yakni sebesar 2,2 yang berarti termasuk pada indeks rentang 1,81 – 2,60.
Hasil analsisis efektivitas manfaat akhir merupakan penilaian mengenai seberapa tinggi efektivitas SIMA Lahan membantu organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Indikator yang digunakan untuk menilai efektivitas dimensi manfaat akhir meliputi tingkat pengambilan keputusan, penghematan biaya dan pencapaian tujuan organisasi. Untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat manfaat yang diberikan SIMA Lahan kepada organisasi dapat dilihat pada tabel I.6 berikut:
Tabel I.6
Hasil Analisis Manfaat Akhir
Sumber: Hasil Olah Data Peneliti (2015)
Hasil dari wawancara analisis efektivitas manfaat akhir sistem diketahui menghasilkan prosentase 25% yang termasuk pada kriteria penilaian antara 0% - 25%, hal tersebut berarti tingkat manfaat akhir yang diberikan SIMA Lahan kepada organisasi berada pada kriteria tidak baik. Hal tersebut dikarenakan SIMA Lahan saat ini belum mampu dijadikan landasan utama dalam proses pengambilan keputusan
Indikator Data Dibutuhkan Hasil Wawancara
Ya Tidak
Pengambilan Keputusan
Keputusan perencanaan kebutuhan aset lahan
berdasarkan informasi yang tersedia pada SIMA Lahan √
Keputusan pengadaan aset berdasarkan informasi mengenai perencaan kebutuhan yang ada pada SIMA Lahan
√
Penghematan
Biaya SIMA Lahan mampu menghemat penggunaan kertas √
Peningkatan Pendapatan
SIMA Lahan membantu meningkatkan pendapatan
strategis mengenai pengelolaan lahan, melainkan informasi yang dihasilkan harus diolah kembali oleh staf pertanahan supaya menjadi informasi yang bernilai.
Simpulan dan Saran
Kualitas Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan yang digunakan oleh KCU PT Angkasa Pura II (Persero) masih berada pada kategori kurang baik. Hal tersebut dikarenakan hampir semua indikator yang diukur berada pada kategori yang kurang baik. Oleh karenanya, KCU PT Angkasa Pura II (Persero) harus segera
mengembangkan sistem informasi yang digunakannya terutama pengembangan pada indikator kualitas sistem.
Daftar Pustaka
Ballantine, J., Bonner, M., Levy, M., Martin, A., Munro, I., dan Powell, P. L. 1996. “The 3-D Model of Information Systems Success: the Search for the dependent variable continues”. Information Resources Management Journal. Vol 9 no. 4. ABI/INFORM research pp.5-14
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 1992. “Information System Success: The
Quest for the Dependent Variable”. The Institute of Management Sciences.
1992. 3:1
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 1992. “Measuring Information Success:
Models, Dimensions, Measures, and Interrelationships”. European Journal of
Information System. 2008. 236-263.
DeLone, William H., & McLean, Ephraim R. 2003. “The DeLone and McLean Model
of Information System Success: A Tean-Year Update”. Journal of Information
Management System. Spring 2003. 19:9-30
Doll, J. William; Torkzadeh and Gholamreza. “The Measurement of End-User
Computing Satisfaction”. MIS Quarterly. Jun 1988; 12, 2; ProQuest pg. 259
Hosnavi, R., Ramezan, M. 2010. “Measuring the Effectiveness of A Human Resource
Information System in National Iranian Oil Company”. Emerald Group. Vol. 3:
Jakarta Property. Masa Depan BUMN Property Terganjal RUU Pertanahan [online] Tersedia: http://jktproperty.com/masa-depan-bumn-properti-terganjal-ruu-pertanahan/. 2014. [22 November 2014]
Khayun, W., Rachtam, P., Firpo, D. 2012. “Assessing e-Excise Success with DeLone
and McLean Models”. The Journal of Computer Information System. Spring
2012: 52, 3. 31 – 40
Pérez-Méndez, Antonio, J., Machado-Cabezas, A. 2013. “Relationship Between
Management Information Systems
and Corporate Performance”. Spanish Accounting Review. 31 (July): 9
Petter, S., DeLone, W., McLean, E. 2008. “Measuring Information Sistem Success:
Models, Dimensions, Measures, and Interrelationships”. European Journal of
Information System: 236-263.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A. & Berry, L. L. 1988. SERVQUAL: A Multiple-item
Scale for Measuring Customer Perception of Service Quality. Journal of
Retailing. 6 (41), 12 - 40
Rainer, R Kelly, Jr., Watson, Hugh J. 1995. “The Keys to Executive Information
Success”. Journal of Management Information System. 12 (February): 83
Siregar, Doli. 2004. Manajemen Aset: Stratetegi Penataan Konsep Pembangunan Berkelanjutan secara Nasional dalam Konteks Kepala Daerah sebagai CEO’s pada Era Globalisasi & Otonom Daerah. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Sugiama, Gima. 2013. Manajemen Aset Pariwisata: Pelayanan Berkualitas agar Wisatawan Puas dan Loyal. Bandung. Guardaya Intimarta.
Sugiama, Gima. 2008. Metode Riset Bisnis dan Manajemen. Bandung. Guardaya Intimarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta
Tahyudin, Imam. 2012. Statistika Dasar, Teori dan Praktek. Purwokerto. Zahira Media Publisher
Terry, George R. 2000. Principles of Management Alih Bahasa Winardi. Penerbit Alumni. Bandung
Unit Manajemen Aset dan Perlengkapan. Buku Aktiva Tetap Logistic & Asset Soekarno Hatta-International Airport periode 31 Desember 2013. Angkasa Pura II: Catatan Aktiva Tetap. 2013.
Viswanath, V., Davis, Fred D. 2000. “A Theoritical Extension of the Technology Acceptance Model: Four Longitudinal Field Studies”. Management Science. Vol. 46: 2, pg. 186
Wu, M., Tang, Y., Lo, H. 2013. “A Study on the Willingness to Use Information
System of Sport Event Based on Information System Success Model”. The
Journal of Human Resource and Adult Learning. Vol. 9, Num. 2. December
2013: 31 – 40
Tentang Penulis
Herlan, lahir di Tasikmalaya pada tanggal 23 Agustus 1992. Menempuh
pendidikan Sekolah Dasar di SDN Cintawangi Tasikmalaya, SMP
Muhammadiyah Singaparna, SMA Negeri 2 Tasikmalaya, serta
menyelesaikan pendidikan diploma IV Manajemen Aset di Politeknik
Negeri Bandung pada tahun 2015. Sejak di bangku SMP penulis sering berpartisipasi
aktif dalam organisasi internal sekolah, tercatat pernah menjabat sebagai Bendahara
Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah periode 2006-2007, wakil ketua Majelis
Perwakilan Kelas SMAN 2 Tasikmalaya periode 2009-2010, dan Ketua Umum Majelis