• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ISLAM UU Wakaf dan Perbankan Sya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM ISLAM UU Wakaf dan Perbankan Sya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

UU WAKAF dan UU PERBANKAN SYARIAH

Sebuah Paper untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam Dosen : Hamidah

Disusun oleh:

1. Atika Fauziati (105010101111028)

2. Alya Tsabita (115010107111160)

3. Arum Dias Permatasari (115010101111054)

4. Lana septiana (115010101111061)

5. Sarah Nurainy Bouty (115010101111056)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

(2)

UNDANG-UNDANG WAKAF

Badan ini adalah suatu lembaga hukum islam yang di dalamnya banyak daerah di in-donesia telah diterima oleh masyarakat hukum adat (gerecipieerde). Resepsi wakaf dlam hukum adat tak mengherankan, karena sebagian besar bangsa indonesia beragama islam. Inilah salah satu dari bagian hukum adat yang berasal dari agama (godsdiensting bestande-el van het adatrecht).

Seringkali terjadi kesalahpahaman mengenai pendirian wakaf ini, yang seolah-olah hanya diperkenankan untuk tujuan ibadah keagamaan semata mata, seperti orang mewa-kafkan sebidang tanah untuk pendirian masjid. Memang hal ini sering terjadi dan Rasulullah pernah mewakafkan sebidang tanahnya menjadi sedekah di jalan Allah.

Mewakafkan adalah suatu perbuatan hukum dimana tanah atau barang dikeluarkan dari peredaran perniagaan dengan ketentuan, bahwa pemakaian atau hasil dari benda ter-sebut akan digunakan untuk orang-orang tertentu atau untuk suatu tujuan yang telah dite-tapkan.

Tetapi sebenarnya orang dapat mewakafkan atas tanah atau barangnya untuk tiap-tiap tujuan yang tidak bertentangan dengan Al-quran dan Hadits. Dalam Hadits Bukhori da-pat ditemukan, bahwa Abu Talhah mendirikan suatu wakaf, dimana hasil-hasil dari benda yang diwakafkan itu digunakan untuk keluarganya yang miskin atas perintah Nabi.

A. Pengertian Wakaf

Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti me-nahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359). Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda ‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda penda-pat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan1.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pengertian dari Wa-kaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian har-ta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya ahar-tau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Kemudian beberapa pengertian lainnya adalah :

(3)

 Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.  Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk

dike-lola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

 Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif .

 Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pe-jabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wa-kaf.

 Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.

B. Tujuan Wakaf

Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. (pasal 4)

C. Fungsi Wakaf

Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf un-tuk kepentingan ibadah dan unun-tuk memajukan kesejahteraan umum. (pasal 5)

D. Unsur Wakaf

Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: a. Wakif;

Syarat Wakif (pasal 8 poin 1) : i. dewasa;

ii. berakal sehat;

iii. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan iv. pemilik sah harta benda wakaf.

b. Nazhir;

Nazhir meliputi (pasal 9) : i. perseorangan; ii. organisasi; atau iii. badan hukum.

(4)

ii. beragama Islam; iii. dewasa;

iv. amanah;

v. mampu secara jasmani dan rohani; dan vi. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. Tugas Nazhir (pasal 11) :

i. rnelakukan pengadministrasian harta benda wakaf;

ii. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tuju-an, fungsi, dan

iii. peruntukannya;

iv. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;

v. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. c. Harta Benda Wakaf;

Terdiri dari (pasal 16 poin 1): i. Benda bergerak ii. Benda tidak bergerak d. Ikrar Wakaf;

e. peruntukan harta benda wakaf;

Wakaf hanya dapat diperuntukan bagi (pasal 22) : i. sarana dan kegiatan ibadah;

ii. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;

iii. bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu, bea siswa; iv. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau

v. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan

vi. peraturan perundang-undangan. f. jangka waktu wakaf.

E. Wakaf dibagi menjadi

a. Wakaf di jalan Allah, wakaf ini dinamai wakaf chairy

b. Wakaf kepada keluarga atau orang-orang tertentu, ini dinamakan wakaf ahly

F. Syarat sahnya suatu wakaf

(5)

2. Benda yang diwakafkan, baik berupa tanah atau barang harus diuraikan de-ngan teliti. Lagi pula benda itu dalam pemakaiannya tidak lekas rapuh atau habis.

3. Orang-orang yang akan menikmati wakaf itu harus di sebut dengan jelas dan harus berkuasa untuk menikmati benda itu. Dengan demikian wakaf tidak dapat didirikan un-tuk kepentingan orang-orang yang tidak beragama.

4. Rumusan yang di pergunakan dalam menyatakan kehendak oleh orang yang mewakafkan harus jelas tujuannya.

Dalam buku fiqih tidak dapat ditemukan bahwa wakaf adalah suatu badan hukum. Sebetulnya hal ini sama saja dengan suatu yayasan tidak terdapat dalam undang-undang. Tetapi secara yuridisch-wetenschappelijk1). Pada wakaf terdapat pula unsur-unsur seperti halnya suatu yayasan yang berkedudukan sebagai badan hukum yaitu:

a) Adanya harta kekayaan sendiri.

Dengan perbuatan mewakafkan ini benda di keluarkan dari peredaran dan boleh di miliki oleh manusia. Hanya kegunaannya saja dinikmati terus-menerus oleh umum

b) Mempunyai tujuan sendiri,baik tujuan ibadah keagamaan atau bersifat amal kebaikan.

c) Mempunyai organisasi.

Penyelenggaraan wakaf ini di urus oleh “mutawalli”2) yang berkuasa melakukan se-gala tindakan-tindakan hukum untuk dapat mencapai tujuan wakaf itu. Jika pada suatu wa-kaf itu tidak ada mutawalli, maka karena jabatannya kadhi bertindak sebagai pengawas. Di indonesia dilakukan oleh penghulu atau pegawai Jawatan Agama.

G. Konsep Wakaf 1. Menurut Al quran

Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ula-ma dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuula-man ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:

“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267).

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92) .

(6)

ke-hendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)

Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta yang diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261 surat al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.

2. Menurut Hadis

Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia me-minta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.

Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Ra-sulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”

Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal du-nia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wa-kaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakan-nya.”

Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim se-jak masa awal Islam hingga sekarang.

(7)

UNDANG-UNDANG PERBANKAN SYARIAH

Undang-undang mengenai Perbankan Syariah telah mengalami berbagai perubahan. Saat ini undang-undang yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 ten-tang Perbankan Syariah. Karena sebelumnya perbankan syariah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Ta-hun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) seba-gaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone-sia Nomor 3790) belum spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu undang-undang tersendiri.

A. Pengertian

Hukum Perbankan adalah segala sesuatu yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan perbankan. Hukum Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan per-bankan syariah.

Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio mendefinisikan Bank Islam sebagai berikut: “Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.”1

Warkum Sumitro mendefinisikan Bank Islam sebagai berikut: “Bank Islam berarti bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamallah secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Al-Hadits.”2

B. Pengertian Perbankan Syariah

Pengertian bank syariah menurut UU No 21 tahun 2008 pasal 1 poin 7 :

Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prin-sip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

a. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (pasal 1 poin 8)

b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. (pasal 1 poin 9)

1Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, 1992:1-2

(8)

c. Sedangkan Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbank-an berdasarkperbank-an fatwa yperbank-ang dikeluarkperbank-an oleh lembaga yperbank-ang memiliki kewenperbank-angperbank-an dalam penetapan fatwa di bidang syariah. (pasal 1 poin 12)

C. Tujuan Perbankan Syariah

Menurut UU 21/2008 pasal 3, Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

D. Fungsi Perbankan Syariah

Berdasarkan UU 21/2008 pasal 4 fungsi perbankan syariah sebagai berikut : - menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

- fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang bera-sal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkan-nya kepada organisasi pengelola zakat.

- menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya ke-pada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).

E. Prinsip-prinsip Perbankan Syariah

Operasional Bank Islam didasarkan kepada prinsip jual beli dan bagi hasil sesuai de-ngan syariah Islam.

a. Adapun prinsip bagi hasil ( Profit Sharing ) sebagai berikut:  Al – Wadiah

Yaitu perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang) dengan penyimpan (termasuk bank) di mana pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan kepadanya.

Terdapat dua jenis al-Wadiah: a. Al-Wadiah Amanah b. Al-Wadiah Dhamanah  Al–Mudharabah

(9)

maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali apabila kerugi-an tersebut terjadi karena penyelewkerugi-angkerugi-an atau penyalahgunakerugi-an oleh pengusaha. Syarat – syarat mudharabah :

2.1. Modal 2.2. Keuntungan  Al-Musyarakah

Yaitu perjanjian kerja sama antara dua belah pihak atau lebih pemilik modal (uang atau ba-rang) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai persetu-juan antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing pihak. Dalam hal terjadi kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai pang-sa modal masing-masing.

Menurut fiqih ada 2 bentuk musyarakah, yaitu :

1. terjadinya secara otomatis disebut syarikah Amlak 2. terjadinya atas dasar kontrak disebut syarikah Uqud  Al-Murabahah dan Al-Bai’u Bithaman Aji

Al-Murabahah yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran ditangguhkan 1 bulan sampai 1 tahun. Persetujuan tersebut juga meliputi car a pembayaran sekaligus. Sedangkan al-Bai’u Bithaman Ajil yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga se-besar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran.

 Al-Ijarah dan Al-Ta’jiri

Al-Ijarah yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penye-wa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sepenye-wa sesuai dengan persetujuan ke-dua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir, maka barang akan dikembalikkan kepada pe-milik.

Sedangkan Al-Tajiri yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membo-lehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai de-ngan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa sewa, maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah pihak.

 Al-Qardahul Hasan

Al-Qardahul Hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, di mana peminjam tidak kerkewajiban untuk mengembalikan apa pun kecuali pin-jaman dan biaya administrasi.

(10)

b) Sifatnya harus nyata,jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak.

b. Dan untuk prinsip Jual Beli ( Al – Buyu ) yaitu : 1. Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak,di mana pembeli dan penjual me-nyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntung-an bagi penjual.

2. Salam

Salam, yaitu pembelian barang dengan pembayaran di muka dan barang diserahkan kemu-dian. Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.

3. Istisna

Istisna adalah pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatan-nya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau se-cara bertahap.

4. Ijarah (Sewa)

Ijarah adalah kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa. Secara prinsip, ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam trans-aksi ini adalah dalam bentuk manfaat.

5. Wakalah

Wakalah adalah transaksi, dimana pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi.

6. Kafalah (Garansi Bank)

Kafalah adalah transaksi dimana pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kejadian yang dilakukan oleh pihak kedua, sepanjang sesuai dengan diperjanjikan dimana pihak per-tama menerima imbalan berupa komisi atau fee.

7. Sharf (Jual beli valuta asing)

Sharf adalah pertukaran/ jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.

8. Hawalah

Hawalah adalah transaksi pengalihan utang-piutang 9. Rahn (Gadai)

(11)

dapat menggunakan barang yang digadaikan tersebut,dengan syarat harus dipelihara de-ngan baik.

10. Qardh

Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi Qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,yaitu sebagai pinjaman talangan haji.

Menurut Pasal 2 UU 21 Tahun 2008, perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 2 dikemukakan kegiatan usaha yang berasaskan berikut ini:

1. Prinsip syariah, antara lain kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur: a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,kuantitas, dan waktu penyerahan ( fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pin-jaman karena berjalannya waktu ( nasi’ah )

b. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang ti-dak pasti dan bersifat untung-untungan.

c. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak memiliki, tidak ditahui keberadaanya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, ke-cuali diatur lain dalam syariah

d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah

e. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. 2. Demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Sutedi, Adrian. 2009. Perbankan Syariah, Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. Gha-lia Indonesia: Bogor.

Warkum, Sumitro. 1996. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait (BMUI dan Takaful di Indonesia). PT. Rajagrafindo Persada: Jakarta.

Dr.Dian Ediana Rae S.H. LL.M. 2008. Arah Perkembangan Hukum Perbankan Syari-ah, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan. 6 (1) : 7-8.

Karnaen A. Perwataatmaja, Muhammad Syafi'I Antonio. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Dana Bhakti Wakaf: Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Penyusunan Rencana Kerja (RENJA) Tahun Anggaran 2019 Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Klaten

Hal tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan zat gizi sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan pertumbuhan tubuh baik fisik maupun mental (Chinue,

Proses otentikasi jaringan dengan menggunakan Kerberos terpusat pada server Kerberos. Setiap proses yang ada di instant message akan melalui proses

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut Ada hubungan antara kepadatan hunian terhadap kejadian Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas

Puri Indah Raya, Blok S2 Kembangan Selatan Jakarta Barat DKI Jakarta v v 021-25695222 97 RS PURI MANDIRI KEDOYA JAKARTA BARAT Jl.. Raya

Penelitian ini menguji kaitan antara perubahan harga saham dan aktivitas volume perdagangan (excess trading volume) di Bursa Efek Jakarta dengan adanya

Dr.Sutomo IX Surabaya

Meskipun total mikroba pada miso K3S2 lebih rendah dari kontrol namun produk ini masih bisa dikatakan aman dengan adanya penambahan garam yang dapat