1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selai merupakan produk pangan yang memiliki tekstur semi padat atau
kental. Selai terbuat dari satu jenis buah atau beberapa buah yang
dikombinasikan dengan gula dan bahan tambahan pangan yang diizinkan seperti
pektin komersial, asam sitrat, serta penambahan air atau tanpa air. Beberapa
senyawa yang dapat mempengaruhi pembentukan gel pada selai antara lain
senyawa pektin yang dapat berasal dari buah itu sendiri atau pektin yang
ditambahkan dari luar, sukrosa, dan asam. Kekerasan gel tergantung pada
konsentrasi pektin, sukrosa, dan asam pada bubur buah (Hasbullah, 2001).
Bahan baku yang biasa digunakan untuk pembuatan selai adalah nanas, apel,
dan jenis buah lainnya yang mengandung pektin. Penggunaan selai yang cukup
luas pada beberapa produk makanan menjadikan permintaan pasar terhadap
konsumsi selai juga terus meningkat. Selain daging buah yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan selai, kulit buah juga digunakan sebagai bahan
baku pembuatan selai, karena pada kulit buah mengandung pektin. Penelitian
tentang kulit buah sebagai bahan baku selai telah dilakukan oleh Hardita (2015)
menggunakan kulit buah naga dan daging buah naga merah, Dewi (2014)
menggunakan kulit pisang ambon sebagai campuran pembuatan selai kacang
hijau, Matondang (2014) menggunakan kulit pisang barangan sebagai campuran
pembuatan selai cokelat.
Produksi buah pisang di Indonesia sangatlah melimpah, buah ini dapat
dikonsumsi secara langsung atau diolah menjadi berbagai jenis olahan seperti
pisang goreng, sale, keripik, selai pisang, dan sebagainya. Pisang merupakan
salah satu jenis komoditas hortikultura yang memiliki potensi dan nilai ekonomi
yang tinggi baik untuk impor maupun ekspor. Total produksi pisang di Indonesia
pada tahun 2015 adalah 7.299.275 ton, di Jawa Timur menyumbang 1.628.437
ton, di Kabupaten Malang menyumbang 690.135,7 ton, sedangkan di Kota
Malang pada tahun 2014 menyumbang 213,3 ton (Badan Pusat Statistik, 2017).
Pisang candi (Musa paradisiaca) merupakan jenis pisang yang sering
digunakan sebagai bahan baku olahan pisang di Malang. Pemanfaatan pisang
candi di Malang sendiri digunakan oleh pedagang pisang goreng yang banyak
beredar hampir di setiap kawasan yang ramai dengan rumah penduduk dan
2
daerah kota maupun kabupaten. Kebanyakan masyarakat yang memanfaatkan
pisang, belum mengetahui cara memanfaatkan limbah kulit pisang tersebut,
padahal 1/3 dari buah pisang merupakan kulit pisang yang berpotensi
meningkatkan nilai jual produk. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan
ekstraksi pektin kulit pisang telah dilakukan oleh Kaban, dkk (2012) pektin yang
didapat dari kulit pisang raja sebanyak 4,43%; menurut Ahda dan Berry (2008)
dihasilkan pektin dari kulit pisang kepok sebanyak 11,93%. Kulit pisang kaya
akan nilai gizi dan tergolong tinggi kandungan pektinnya sehingga dapat diolah
atau dikembangkan menjadi produk bernilai ekonomis, salah satunya dijadikan
produk selai. Pemilihan kulit pisang candi untuk dijadikan selai karena memiliki
kulit bagian dalam yang tebal sehingga terdapat pektin yang cukup tinggi dan
memiliki aroma pisang yang kuat.
Menurut Fatonah (2002), untuk memperoleh selai dengan mutu yang
baik, bahan yang perlu diperhatikan dalam pembentukan gel pada selai adalah
pektin, asam, dan sukrosa. Selai yang baik harus mudah dioleskan, kenyal
seperti agar-agar tetapi tidak terlalu keras, serta memiliki rasa dan aroma buah
asli. Tujuan penambahan asam pada selai adalah untuk menurunkan pH bubur
buah karena struktur gel hanya terbentuk pada pH rendah dan menghindari
terjadinya pengkristalan sukrosa (Fatonah, 2002). Pentingnya penambahan
sukrosa juga berfungsi untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan aroma yang
baik, juga sebagai bahan pengawet bagi berbagai macam produk pangan
(Fatonah, 2002).
Berdasarkan penelitian Bariroh (2007) penambahan asam sitrat dan gula
pada selai nangka masih diperlukan kombinasi konsentrasi yang berbeda dan
pengujian secara organoleptik belum menggunakan atribut penilaian yang
bervariasi. Sedangkan pada penelitian Matondang (2014), kulit pisang belum
digunakan secara keseluruhan namun ditambahkan bubuk cokelat. Padahal kulit
pisang terdiri dari 1/3 dari buah pisang dan memiliki jumlah pektin yang tergolong
tinggi, serta berpotensi dapat dimanfaatkan keseluruhan kulitnya sebagai bahan
baku pembuatan selai. Sehingga untuk mengembangkan inovasi dan
mendapatkan mutu selai dari kulit pisang candi yang baik, maka perlu dilakukan
penelitian dengan perubahan konsentrasi asam sitrat dan sukrosa pada selai
kulit pisang candi dengan judul “Pengaruh Penambahan Konsentrasi Asam Sitrat
3
Karakteristik Fisik, Kimia, dan Organoleptik. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi alternatif masyarakat dalam mengelola limbah kulit pisang.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh penambahan asam sitrat dan sukrosa dengan
konsentrasi yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik fisik,
kimia, dan organoleptik pada selai kulit pisang candi?
2. Manakah kombinasi perlakuan untuk konsentrasi asam sitrat dan
sukrosa yang mampu memberikan pengaruh terhadap karakteristik
fisik, kimia, dan organoleptik selai kulit pisang yang terbaik?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh penambahan asam sitrat dan sukrosa terhadap
karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik pada selai kulit pisang candi
2. Mengetahui kombinasi perlakuan terbaik untuk konsentrasi asam sitrat
dan sukrosa pada selai kulit pisang candi
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan alternatif bagi masyarakat dalam pemanfaatan limbah
kulit pisang sebagai diversifikasi pangan
2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang formulasi konsentrasi
sukrosa dan asam sitrat untuk menghasilkan selai yang memiliki
karakteristik fisik, kimia dan organoleptik yang baik
3. Meningkatkan nilai ekonomis dari limbah kulit pisang agar dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat secara mandiri
1.5. Hipotesis
Penambahan sukrosa dan asam sitrat dengan konsentrasi yang berbeda