BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya, yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris. Keberadaan Notaris sangat penting artinya dalam
pembuatan alat-alat bukti yang bersifat otentik, yang mungkin dipergunakan kelak
oleh para pihak dalam suatu persidangan di pengadilan. Akta otentik mempunyai
kekuatan pembuktian yang sempurna (volledijg bewijs), artinya terhadap bukti
tersebut dalam pengadilan dianggap benar, tanpa diperlukan lagi pengakuan dari
para pihak.
Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh Negara, bekerja juga untuk
kepentingan Negara, namun demikian Notaris bukanlah pegawai sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, sebab dia tidak menerima gaji, dan hanya menerima honorarium
atau fee dari klien, dan dapat diaktakan bahwa Notaris, adalah pegawai
pemerintah tanpa menerima suatu gaji dari pihak pemerintah, Notaris
dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak menerima pension dari
pemerintah.
Karena tugas yang diemban oleh Notaris adalah tugas yang seharusnya
hukum, Notaris dibebani sebagian kekuasaan Negara dan meberikan pada aktanya
kekuatan otentik dan eksekutorial.
Fungsi dan peran Notaris dalam gerak pembangunan Nasional yang semakin
kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan makin berkembang, sebab
kelancaran dan kepastian hukum segenap usaha yang dijalankan oleh segenap
pihak makin banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan
dan produk hukum yang dihasilkan oleh Notaris. Pemerintah (sebagai yang
memberikan sebagian wewenangnya kepada Notaris) dan masyarakat banyak
tentunya mempunyai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh Notaris
benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan.
Dalam hal ini tugas Notaris adalah memberikan pelayanan kepentingan umum
dimana merupakan hakekat tugas bidang pemerintahan yang didasarkan pada asas
memberikan dan menjamin adanya rasa kepastian hukum bagi warga anggota
masyarakat. Dalam bidang tertentu, tugas itu oleh Undang-Undang diberikan dan
dipercayakan kepada Notaris, sehingga oleh karenanya masyarakat juga harus
percaya bahwa akta Notaris yang diterbitkan tersebut memberikan kepastian
hukum bagi para warganya.
Ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris bahwa salah satu kewenangan Notaris, yaitu membuat akta secara
umum, hal ini disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris, dengan batasan
sepanjang:
1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh
2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan
hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam
Pasal 15 Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan kekuatan
pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 (dua) kesimpulan, yaitu:
1. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para
pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.
2. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna1
Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian
, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut
wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum yang
berlaku. Kekuatan pembuktian akta Notaris ini berhubungan dengan sifat public
dari jabatan Notaris.
2
Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat
apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan
dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak :
1. Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)
1
Boediarto, M. Ali, “Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Acara
Perdata Setengah Abad”, (Jakarta: Swa Justitia, 2005), hlm. 150. 2
memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan
bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.
2. Formal (Formele Bewijskracht)
Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari,
tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang mengahdap,
paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta
membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta
pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para
pihak/penghadap (pada akta pihak).
3. Materiil (Materiele Bewijskracht)
Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut
dalam kata merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat
akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada
pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang
dituangkan/dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para
pihak yang diberikan/disampaikan dihadapan Notaris dan para pihak harus dinilai
benar.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.
Sebagaimana antara lain terlihat dalam hubungan bisnis, kegiatan dibidang
perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian
tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya
baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang
menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan
sekaligus diharapkan pula dapat dihindari permasalahan (sengketa) di waktu yang
akan datang. Walaupun permasalahan (sengketa) yang timbul tersebut tidak dapat
dihindari, dalam proses penyelesaian permasalahan (sengketa) tersebut, akta
otentik yang merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh member
sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat3
B. RUMUSAN MASALAH
.
Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang keterangan
keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercaya, yang tanda tangannya serta
segelnya (capnya) memberikan jaminan dan segbagai alat bukti yang kuat,
seorang ahli yang tidak memihak dan penyuluhan hukum yang tidak ada cacatnya
(onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu
perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Berbeda
dengan peran dari seorang advokat dimana ia membela hak-hak seseorang ketika
timbul suatu kesulitan, maka seorang Notaris harus berperan untuk berusaha
mencegah terjadinya kesulitan dimasa akan datang.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam karya
tulis ini adalah :
1. Bagaimana konsep dasar peran notaris?
2. Bagaimana peran notaris dalam melakukan peralihan hak atas
tanah?
3
3. Bagaimana jaminan perlindungan hak bagi para pihak dalam
peralihan hak atas tanah melalui jual beli?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam
karya tulis ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep dasar peran notaris
2. Untuk mengetahui peran notaris dalam peralihan hak atas tanah
3. Untuk mengetahui jaminan perlindungan hak bagi para pihak
dalam perjanjian jual beli tanah
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Karya tulis ini diharapkan dapat memperkaya literature di
bidang ilmu hukum, khususnya mengenai hukum agraria
tentang peran dan wewenang notaris
b. Karya tulis ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi
penelitian selanjutnya sehingga dapat memberikan kontribusi
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum,
khususnya mengenai kenotariatan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemerintah, karya tulis ini diharapkan dapat menjadi
b. Bagi masyarakat, karya tulis ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan kemudahan dalam proses jual beli melalui
notaris
E. KEASLIAN PENULISAN
Karya tulis yang berjudul, “Peran Notaris dalam Perjanjian Jual Beli
Tanah dan Jaminan Perlindungan Hak Bagi Para Pihak.” Telah diperiksa di
Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan
hasilnya tidak ada yang sama atau belum pernah ada karya tulis yang ditulis
dengan judul maupun pembahasan yang sama. Oleh karenanya, keaslian
penelitian dalam skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh
penulis.
F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Gambaran Umum Pengertian Notaris
Notaris berasal dari kata “nota literaria” yaitu tanda tulisan atau karakter
yang dipergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan ungkapan kalimat
yang disampaikan narasumber. Tanda atau karakter yang dimaksud merupakan
tanda yang dipakai dalam penulisan cepat (stenografie). Awalnya jabatan Notaris
hakikatnya ialah sebagai pejabat umum (private notary) yang ditugaskan oleh
kekuasaan umum untuk melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik
yang memberikan kepastian hubungan Hukum Perdata, jadi sepanjang alat bukti
tetap diperlukan eksistensinya di tengah masyarakat.4 Notaris seperti yang dikenal
di zaman Belanda sebagai Republik der Verenigde Nederlanden mulai masuk di
Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya Oost Ind. Compagnie di
Indonesia.5
Pengertian Notaris dalam ketentuan Pasal 1 Instructie voor De Notarissen
in Indonesia, menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan
diangkat untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk
memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan
tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya,
demikian juga salinannya yang sah dan benar.6
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian
tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya,
semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
7
4
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), Erlangga, Jakarta, 1999, h. 41.
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008 (selanjutnya disingkat Habib Adjie I), h. 13.
Mendasarkan pada
nilai moral dan nilai etika Notaris, maka pengembanan jabatan Notaris adalah
bidang kenotariatan yang pengembanannya dihayati sebagai panggilan hidup
bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia demi kepentingan
umum serta berakar dalam penghormatan terhadap martabat manusia pada
umumnya dan martabat Notaris pada khususnya.8
Menurut G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian Notaris yaitu
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan
oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk
dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan
aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang
pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau
orang lain.9
Pengertian Notaris dalam Pasal 1 angka 1 UUJN menentukan “Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.” Menurut Habib Adjie, Notaris merupakan
suatu jabatan publik yang mempunyai karakteristik yaitu sebagai Jabatan, artinya
UUJN merupakan unifikasi di bidang pengaturan jabatan Notaris, artinya
satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur Jabatan
Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan Notaris di Indonesia
harus mengacu kepada UUJN. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang
diciptakan oleh Negara. Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu
8
Herlien Budiono, Notaris dan Kode Etiknya, Upgrading dan Refreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia, Medan, 2007 (selanjutnya disingkat Herlien Budiono I), h. 3.
9
bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk
keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat
berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.10
Menurut teori dari Robert B. Seidman tentang Sistem bekerjanya hukum,
maka pada waktu Notaris menjalankan tugas jabatannya di bidang kenotariatan,
kedudukan Notaris sebagai, pelaksana hukum, sedangkan pada waktu Notaris
dikenakan tanggung gugat, kedudukan Notaris sebagai yang dikenakan hukum,
berhadapan dengan penerapan sanksi. Apabila seorang Notaris, Notaris pengganti,
Notaris pengganti khusus dan pejabat sementara Notaris sudah tidak menjabat lagi
meskipun yang bersangkutan masih hidup tidak dapat dimintakan lagi tanggung
gugat dalam bentuk apapun dan Notaris penyimpan protokol wajib
mempeilihatkan atau menyerahkan grosse/akta, salinan akta atau kutipan akta atau
oleh Majelis Pengawas Daerah untuk protokol Notaris yang telah berumur dua
puluh lima tahun atau lebih, Pasal 63 ayat (5) UUJN. Berdasarkan pengertian
seperti itu, maka Pasal 65 UUJN tersebut tidak sesuai dengan rnakna bahwa akta
Notaris sebagai akta otentik yang mempunyai nilai pembuktian yang sempurna. 2. Peran Notaris dalam Pembuatan Akta
11
Batasan tanggung gugat Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti
khusus dan pejabat sementara Notaris dapat diminta sepanjang mereka masih
berwenang dalam melakanakan tugas jabatan sebagai Notaris atau
kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris dan
sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap Notaris dapat dijatuhkan sepanjang
10
Habib Adjie I, op.cit, h. 32-34.
11
Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus dan pejabat sementara
Notaris masih berwenang untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris,
dengan kontruksi tanggung gugat seperti tersebut di atas, tidak akan ada lagi
Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus dan pejabat sementara
Notaris dimintai tanggung gugat lagi setelah yang bersangkutan berhenti dari
tugasnya sebagai Notaris.12
Berdasarkan penafsiran seperti itu, maka akta notaris sebagai akta otentik
yang akan membuktikan dirinya sendiri sebagai alat bukti yang sah menurut
hukum karena akta Notaris sebagai akta otentik harus dilihat dan dinilai apa
adanya sehingga apabila ada pihak-pihak yang menuduh atau menilai, bahwa akta
Notaris tersebut palsu atau tidak benar, maka pihak yang menuduh atau menilai
tersebut harus dapat membuktikan tuduhan atau penilaian sendiri melalui proses
hukum gugatan perdata bukan dengan cara mengadukan Notaris kepada pihak
kepolisian.13
Di dalam lapangan hukum keperdataan, sanksi merupakan tindakan
hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau mentaati ketentuan
undang-undang.14
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat BahasaEdisi Keempat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, h. 1224.
Setiap aturan hukum yang berlaku di Indonesia selalu ada
sanksi pada akhir aturan hukum tersebut. Pencantuman sanksi dalam berbagai
aturan hukum tersebut seperti merupakan kewajiban yang harus dicantumkan
dalam tiap aturan hukum. Seakan-akan aturan hukum yang bersangkutan tidak
bergigi atau tidak dapat ditegakkan atau tidak akan dipatuhi apabila pada bagian
kaidah-kaidah hukum manakala kaidah-kaidah-kaidah-kaidah itu tidak dapat dipaksakan melalui sanksi
dan menegakkan kaidah-kaidah dimaksud secara prosedural (hukum acara).15
Hakekat sanksi sebagai suatu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk
memberikan penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bukan suatu tindakan
yang dilakukannya telah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, dan
untuk mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan berjalannya suatu aturan
hukum.16
Sanksi yang ditujukan terhadap Notaris juga merupakan sebagai
penyadaran bahwa Notaris dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar
ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagaimana
tercantum dalam UUJN dan untuk mengembalikan tindakan Notaris dalam
melaksanakan tugas jabatannya untuk tertib sesuai dengan UUJN. Di samping itu,
pemberian sanksi terhadap Notaris juga untuk melindungi masyarakat dari
tindakan Notaris yang dapat merugikan, misalnya membuat akta yang tidak
melindungi hak-hak yang bersangkutan sebagaimana yang tersebut dalam akta
Notaris. Sanksi tersebut untuk menjaga martabat lembaga Notaris sebagai
lembaga kepercayaan karena apabila Notaris melakukan pelanggaran, dapat
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Notaris. Secara individu sanksi
terhadap Notaris merupakan suatu nestapa dan pertaruhan dalam menjalankan
tugas jabatannya, apakah masyarakat masih mau mempercayakan pembuatan akta
terhadap Notaris yang bersangkutan atau tidak.17
15
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, op.cit., h. 194.
16
Ibid.
17Ibid.,
3. Jaminan Perlindungan Hak Bagi Para Pihak dalam Peralihan Hak atas
Tanah
Secara yuridis, peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui beberapa
proses, antara lain:
1. Jual beli;
2. Hibah;
3. Tukar menukar;
4. Pemisahan dan pembagian harta warisan;
5. Penyerahan hibah wasiat;
6. Hipotik;
Dalam sebuah perjanjian, tertera jaminan kepastian dan ketertian hukum
dalam proses jual beli hak atas tanah. Diperlukan adanya pernyaratan formal yang
tertulis antara pihak calon penjual dan pembeli.
Objek jual beli hak atas tanah berupa bukti atau surat asli kepemilikan
tanah yang terkait dengan hak atas tanah dan telah melalui prosedur hukum yang
resmi.
Sebagai jaminan jual beli hak atas tanah, objek tanah harus disahkan dengan bukti
sertifikat resmi kepemilikan hak atas tanah. Dengan demikian, resmi diketahui
bahwa pihak calon penjual sebagai pihak yang sah dan berhak atas tanah yang
dimiliki menurut hukum untuk menjual.
Hak atas tanah yang didaftarkan resmi dan memiliki sertifikat asli
memiliki resiko hukum yang rendah, karena hak kepemilikan atas tanah yang
sertifikat resmi atau bukti asli atas kepemilikan hak atas tanah memiliki resiko
yang lebih tinggi.
Perlu adanya kajian lengkap tentang jual beli tanah yang sudah bersertifikat
ataupun tanah yang belum bersertifikat dengan kuasa menjual untuk mencegah
terajadinya penyeludupan hukum aas peralihan hak atas tanah.
Pihak calon penjual dan pihak calon pembeli akan memiliki jaminan hak
yang pasti jika terus mengikuti apa yang telah tertera dalam akta jual beli tanah
yang sah untuk peralihan nama kepemilikan / peralihan kuasa atas suatu tanah.
G. METODE PENELITIAN
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Menurut Soetandyo Wignyosoebroto jenis penelitian terbagi atas
penelitian hukum doktrinal dan penelitian hukum non doktrinal.18
18
Soetandyo Wignyosoebroto dalam Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada, 1998, hal 43
Penelitian
hukum doctrinal terdiri dari penelitian yang berupa inventarisasi hukum positif,
penelitian yang berupa usaha penemuan asas dan dasar falsafah (dogma atau
doktrin) hukum positif, dan penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in
concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum
tertentu. Penelitian non doctrinal adalah penelitian berupa studi-studi empiris
untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum doctrinal,
khusunya penelitian yang berupa inventarisasi hukum positif. Skripsi ini
merupakan hasil inventarisasi hukum positif yang berkaitan dengan jabatan
notaris yang kemudian dilakukan analisis terhadap berbagai hukum positif yang
berkaitan.
Penelitian menurut sifatnya terbagi atas penelitian eksploratoris, penelitian
deskriptif dan penelitian eksplanatoris.19 Penelitian eksploratoris adalah suatu
penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, penjelasan dan data
mengenai hal-hal yang belum diketahui sebelumnya. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang menggambarkan dan memaparkan kembali fenomena yang ada.
Penelitian eksplanatoris adalah suatu penelitian untuk menerangkan, memperkuat,
atau menguji dan bahkan menolak suatu teori atau hipotesa-hipotesa terhadap
hasil-hasil penelitian yang ada.20
2. Pendekatan Penelitian
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah
penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan dan memaparkan
kembali secara detail serta melakukan analisis terhadapnya mengenai hukum yang
berkaitan dengan konsep dasar peran notaris.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah
pendekatan perundang-undangan( statute approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis ( historical approach), pendekatan
19
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal 50 20
perbandingan(comparative approach) dan pendekatan konseptual( conceptual approach)21
Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan
perundang-undangan( statute approach). pendekatan perundang-undangan (
statute approach) merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang sedang ditangani.22
3. Sumber Data
Skripsi ini berisi penelaahan terhadap semua
peraturan perundang-undangan dan regulasi yang berkaitan dengan isu peran
notaris dalam akta jual beli tanah dan jaminan hak bagi para pihak dalam
peralihan hak atas tanah.
Sumber data dalam penelitian dapat berupa data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik
melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak
resmi yang kemudian diolah oleh peneliti, sedangkan data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan
objek penelitian dan peraturan perundang-undangan.23 Data sekunder kemudian
terbagi atas bahan hukum primer , bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tertier.24
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif dan
mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan resmi atau
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum: Edisi Revisi, Jakarta, Kencana, 2011, hal 13 22
ibid 23
Zainuddin Ali, Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal 106 24
risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan
sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen
resmi dan sifatnya tidak mengikat yang dapat berupa buku teks, jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan.25 Bahan hukum tertier merupakan
bahan yang member petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder, misalnya kamus-kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan
sebagainya.26
a. Bahan hukum primer yang digunakan yaitu Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun 1945,
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Pasal 37
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang peralihan hak
atas tanah, Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris hingga Pasal
92 Undang-Undang Jabatan Notaris dan bahan hukum primer
lainnya yang terkait.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
terdiri atas :
b. Bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu berupa buku, jurnal,
yang berkaitan dengan Hukum Agraria, khususnya mengenai Peran
Notaris dalam Akta Jual Beli Tanah dan Jaminan Hak bagi Para
Pihak dalam Peralihan Hak Atas Tanah.
c. Bahan hukum tertier yang digunakan yaitu Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) dan Kamus Hukum.
25
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit, hal 181 26
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum dapat berupa studi
lapangan ( field research ) dan studi kepustakaan ( library research).27
5. Analisis Data
Studi
lapangan ( field research ) merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan
untuk mendapatkan data primer yang diperoleh langsung dari lapangan yang dapat
berupa wawancara atau pengamatan(observasi) terhadap perilaku. Sedangkan
studi kepustakaan ( library research) merupakan teknik pengumpulan data yang
digunakan untuk mendapatkan data sekunder.
Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan
studi kepustakaan (library research) agar dapat diperoleh konsep dan teori yang
bersifat umum berkaitan dengan permasalahan penelitian melalui buku, jurnal
hukum, dan kamus-kamus(hukum) maupun melalui peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pengadaan tanah sebagai wujud pelaksanaan
fungsi sosial.
Analisis data yang dipergunakan adalah dengan pendekatan secara kualitatif
terhadap data sekunder. Analisis tersebut dilakukan untuk menentukan isi atau
makna aturan hukum yang menjadi objek kajian.28
27
Zainuddin Ali, Op. Cit, hal 107 28
Ibid
Kegiatan yang dilakukan
dalam analisis data dalam penelitian ini adalah dengan memilih pasal-pasal yang
pelaksanaan fungsi sosial, membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga
menghasilkan klasifikasi tertentu yang selaras, dan dilakukan analisis secara
kualitatif terhadap peraturan perundang-undangan terkait.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Guna memudahkan penulisan skripsi agar sesuai antara permasalahan dan
pembahasan, maka skripsi ini ditulis dengan sistematika penulisan yang teratur
dan saling terkait satu sama lain. Skripsi ini terdiri atas beberapa bab dan di dalam