• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712011801 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 712011801 Full text"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

1

1. PENDAHULUAN.

1.1.Latar Belakang.

Gereja pada umumnya merupakan sebuah bangunan yang digunakan oleh umat Kristen untuk melakukan ibadah. Seiring dengan perkembangan zaman, umat Kristen membentuk organisasi gerejawi yang memiliki struktur untuk mengatur masing-masing orang beserta dengan pelaksanaan tugas-tugasnya. Struktur ini umumnya dikepalai oleh satu orang pendeta atau gembala siding.1 Pendeta atau Gembala Sidang memiliki peran besar bagi jemaat yang bukan hanya terbatas pada berkhotbah ataupun memimpin peribadatan-peribadatan yang dilangsungkan di gereja. Secara faktual, pendeta atau gembala sidang menjadi panutan umat dalam membangun kehidupan berimannya.

Istilah gereja seringkali dipandang oleh masyarakat awam terkhusus warga Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi sebagai sebuah gedung persekutuan yang di dalamnya terdapat jemaat yang bersekutu dan beribadah yang dipimpin oleh gembala sidang atau pendeta. Pendeta atau gembala sidang mempunyai peran penting dalam setiap kegiatan dan peribadatan gereja. Pendeta di Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi memiliki peran dalam ibadah umum setiap minggu, ibadah kategorial, perkunjungan jemaat, memimpin rapat bidang dan sampai kepada mengatasi masalah pribadi warga jemaat. Sehingga seorang pendeta menjadi tokoh panutan bagi warga jemaat. Kehidupan pribadi pendeta, istri pendeta, anak-anak, dan sanak-saudara yang terkait dengannya akan selalu menjadi sorotan bagi warga jemaat.

Jan S. Aritonang dan Chr. De Jonge mengatakan gereja bukan hanya lembaga yang mengantar keselamatan, tetapi juga persekutuan orang-orang percaya yang ingin beribadah kepada Allah. Gereja juga ungkapan iman orang-orang percaya, suatu persekutuan yang dibentuk manusia untuk bersama-sama bertumbuh dalam iman dan untuk menyebarkan Injil Yesus Kristus di mana-mana, supaya bangsa Allah didunia ini semakin besar.2 Berdasar dari pernyataan kedua tokoh ini dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung mendukung perkembangan kemandirian warga jemaat di tengah-tengah kehidupan bergereja di Indonesia untuk meningkatkan kualitas iman warga jemaat sendiri.

1

Pemberian status pendeta cenderung digunakan gereja yang beraliran Calvinis/Lutheran, dan Gembala Sidang digunakan gereja yang beraliran Kharismatik.

2

(13)

2 Ada tiga jabatan gerejawi secara teologis dipahami sebagai peran yang diturunkan Kristus yaitu nabi, raja, dan imam. Ketiga jabatan ini adalah pendeta, penatua, dan diaken. pendeta memang adalah pelayan Tuhan yang bertugas melayankan kehendak Tuhan dalam kehidupan jemaat, khususnya pelayanan Firman dan Sakramen. Disamping pendeta ada juga jabatan penatua dan diaken, yang mempunyai peran yang sama dalam pelayanan di jemaat, namun dalam kenyataannya pendeta mendapat porsi yang lebih besar untuk mewujudkan jemaat di hadapan Tuhan Yesus Kristus, Raja Gereja.3 Hal ini terjadi, di mana jemaat menginginkan pendetalah yang lebih banyak aktif dan berperan dalam tugas dan kegiatan gereja sehingga kehidupan berjemaat yang seperti ini masih sangat ditentukan oleh model dasar pastoral yang berpusat pada pendeta..

Pandangan Edgar Walz mengatakan pendeta harus mengembangkan hubungan antar-kelompok, para pemimpin awam dan tenaga profesional lainnya menjadi pihak yang bertanggung jawab atas sebagian besar kegiatan harian gereja. Dalam waktu yang bersamaan, pemimpin awam dan pemimpin profesional lainnya memasukan pendeta sebagai penasihat rohani mereka. Mereka mengharapkan pendeta memberi nilai rohani pada tugas yang mereka lakukan, inilah yang membedakan dan aktivitas gereja dengan kehidupan dan aktivitas organisasi sosial atau organisasi pelayanan. Inilah yang menjadikan pendeta dan jemaatnya satu tim yang bekerja sama untuk melayani Tuhan di dalam gereja-Nya.4 Pandangan jemaat mengenai peran pendeta menjadikan seorang pendeta sebagai tokoh sentral dalam kehidupan warga jemaat sehingga hal ini berakibat pada hilangnya batas-batas ruang lingkup pekerjaan pendeta.

Pandangan warga jemaat tentang tugas dan peran pendeta sebagaimana yang telah penulis jelaskan di atas dapat dikatakan sebagai kesesatan dalam berpikir sebagaimana yang dikatakan oleh Jan Hendrik Rapar. Sesat berpikir ialah kekeliruan penalaran yang disebabkan oleh pengambilan kesimpulan yang tidak sahih dengan melanggar ketentuan-ketentuan logika atau susunan dan penggunaan bahasa serta penekanan kata yang secara sengaja atau tidak telah menyebabkan pertautan atau asosiasi gagasan tidak tepat. Biasanya, sesat berpikir tidak dapat segera diketahui karena, sepintas lalu, tampak seolah-olah benar tetapi sesungguhnya

3

G. P. H. Locher, Tata Gereja di Indonesia, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1995.Hlm 226. 4 Edgar Walz,

(14)

3 keliru.5 Kesesatan berpikir tersebut dapat berdampak pada perkembangan kemandirian warga jemaat dalam ruang lingkup gereja.

Yesus Kristus menjadi “jembatan” yang menghubungkan segala bangsa di dalam

identitasnya dengan sifatnya, sehingga mereka semua tinggal dan hidup dalam suatu

“persekutuan”, atau suatu “persatuan hidup”, demikianlah tugas yang sampai kepada gereja untuk menjembatani bangsa-bangsa atau manusia di dunia ini, baik pada masa damai maupun

pada masa gawat. Persekutuan atau persatuan hidup yang didasarkan atas “pendamaian”

adalah menyangkut pengampunan, keadilan, dan kemerdekaan yang diberikan Allah kepada manusia.6 Gereja adalah orangnya dan bukan gedungnya sebagaimana syair lagu dari KJ 277, sebab itu semua orang percaya mengambil bagian dari kegiatan pelayanan yang tidak hanya menjadi milik pendeta, penatua, diaken atau mereka yang aktif didalamnya.

Dari pemahaman di atas bahwa gereja atau umat Allah dipanggil dan diberikan tugas untuk memelihara kehidupan melalui anggota-anggotanya di tiap bidang kehidupan sesuai dengan kehendak Allah. Pejabat atau pelayan bukanlah perlengkapan struktural organisasi gereja, tetapi pejabat atau pelayan adalah primer dan terutama untuk memperlengkapi warga jemaat dalam pekerjaan memelihara kehidupan yang mengacu pada Kerajaan Allah.7 Peran pendeta atau gembala sidang dalam kehidupan bergereja serta pola pikir jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi mengenai tugas dan tanggung jawab pendeta, penulis sadari dapat berdampak pada sulitnya jemaat untuk bertumbuh secara mandiri. Pembimbingan dan pengarahan secara berlebihan secara terus-menerus dari seorang pendeta juga akan berdampak pada ketergantungan yang berlebihan dari warga jemaat kepada pendeta ataupun gembala sidang.

Berdasarkan pemaparan yang telah penulis jelaskan diatas, penulis berkeinginan untuk menulis tugas akhir dengan judul pendeta sentris dalam pandangan jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumidari perspektif teologis dan pastoral.

5

Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika, Kanisius, Yogyakarta, 1996, hlm 92. 6

A. A. Sitompul, di Pintu Gerbang Pembinaan Warga Gereja ,BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1980, hlm 64. 7

(15)

4

1.2. Batasan, rumusan masalah, dan tujuan penelitian.

Penyusunan tugas akhir ini dibatasi pada pemahaman warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi mengenai peran pendeta sentris. Fokus permasalahannya dirumuskan demikian: bagaimana peran pendeta sentris dalam pandangan jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi dari perspektif teologis dan pastoral?

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji peranan pendeta-sentris dalam pemahaman jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi dari perspektif teologi dan pastoral.

1.3.Metode Penelitian.

Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif analitis. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahamifenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi,motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.8 Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi pustaka. yaitu memperoleh data dengan mengadakan Tanya jawab langsung dengan warga jemaat.

1.4.Manfaat Penelitian.

Manfaat yang dirasakan penulis yaitu bertambahnya pengetahuan mengenai membina warga jemaat yang baik. Selain itu juga penulis dilatih untuk memahami permasalahan-permasalahan yang ada dalam jemaat gereja terkhusus Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi.

1.5.Lokasi penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Gereja Bethel Tabernakel, Sukabumi dalam kurun waktu 2 bulan.

8 Lexy. Moleong,

(16)

5

1.6. sistematika penulisan.

Penelitian ini disistematis dalam 5 bagian. Bagian pertama berisi pendahuluan, rumusan masalah, tujuan penelitain, manfaat penelitian, lokasi penelitian, sistematika penulisan. Bagian kedua berisi teori tentang peranan pendeta yang meliputi definisi tentang pendeta dari perspektif teologi. Bagian ketiga berisi hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi peran pendeta-sentris dalam pandangan jemaat. Bagian keempat berisi kesimpulan berupa temuan yang diperoleh. . Bagian kelima berisi saran dan kesimpulan.

2. Tugas dan Peran Pendeta dari Pespektif Teologis dan Pastoral.

2.1. Pendeta dari Pespektif Teologis.

Seorang pendeta bukan hanya menjadi seorang pelayan atau orang yang berbicara tentang Alkitab dari mimbar kemimbar atau rumah kerumah, namun pendeta memiliki ruang lingkup penugasan yang lebih dari pada itu. Hendri Nouwen menggambarkan peran pendeta sebagai “penyembuh yang luka”, pendeta dipanggil untuk mengenal dalam hatinya sendiri penderitaan zamannya. Pengenalan itu harus dijadikan titik tolak pelayanannya, entah ia memasuki dunia yang tergelincir, berhubungan dengan generasi yang guncang atau berbicara dengan orang yang akan mati, pelayanan seorang pendeta harus datang dari hati. Apabila seorang pendeta melayani dengan hati, maka juga akan sampai ke hati orang-orang yang dilayaninya.9

Seorang pendeta adalah gembala, konselor yang harus menghargai jemaat yang adalah domba-domba milik Tuhan. Gembala yang menghargai kebebasan dan kemampuan domba-domba Tuhan. Domba-domba tidak boleh dianggap sebagai dan tidak tahu apa-apa. Jadi, tugas utama bagi pemimpin bukan hanya memberi anjuran peringatan, tetapi menolong, atau lebih tepatnya mendampingi warga jemaat yang mempunyai masalah dapat memahami persoalannya serta merencanakan cara untuk mengatasi masalah tersebut sendiri.10

Hal ini senada dengan teori “pendidikan yang membebaskan” Paulo Friere. Menurut

Paulo Freire “education as the practice of freedom”11 pendidikan pembebasan adalah membuat mereka yang tertindas (istilah yang digunakan Freire) atau terbelenggu suatu

9

Retnowati, Kepemimpinan Transformatif, BPK Gnung Mulia, Jakarta, 2016, hlm 55. 10

Ibid, hlm 55. 11

(17)

6 keadaan menjadi suatu kemerdekaan, kemandirian, tak terikat atau terjerat dalam keadaan yang mendominasi dirinya. Menurut Freire, tujuan utama dari pendidikan adalah membuka mata peserta didik guna menyadari realitas ketertindasannya untuk kemudian bertindak melakukan transformasi. Kegiatan untuk menyadarkan peserta didik tentang realita ketertindasannya ini ia sebut sebagai konsientasi. Konsientasi adalah pemahaman mengenai keadaan nyata yang sedang dialami peserta didik.12 Untuk itu, pendidikan yang dapat membebaskan dan memberdayakan adalah pendidikan yang melaluinya peran pendeta dapat mendengar suaranya yang asli. Pendidikan yang relevan dalam jemaat yang berbudaya bisu adalah membantu untuk jemaat mereka mendengarkan suaranya sendiri dan bukan suara dari luar termasuk suara seorang pemimpin gereja tersebut.

Pendeta sebagai pemimpin dan konselor berusaha untuk mengerti dan mengindahkan perasaan ,kebutuhan, keinginan, sikap, dan nilai yang dimiliki oleh warga jemaat. Pendeta sebagai pemimpin umat perlu melihat warga jemaat sebagai orang-orang yang bebas dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Pendeta mungkin hanya bisa menolong dan membimbing karena percaya akan kemampuan warga jemaatnya, dan menolong untuk menggunakan kemampuannya secara optimal. Kepercayaan dan penghargaan dari pendeta terhadap warga jemaatnya ini yang mendatangkan kepercayaan diri dan pengharapan bagi warga jemaat.13

Luther membedakan peranan pendeta menjadi dua, yaitu pelayan biasa dan pelayan khusus. Pelayan biasa adalah imamat am semua orang yang percaya dimana semua orang percaya adalah raja dan imam dihadapan Allah dan mendapat bagian dalam anugerah dan tanggung jawab kerajaan Allah. Kaum awam bukanlah kalangan yang rendah mutunya dibandingkan dengan mereka yang telah ditahbiskan. Para pendeta tidak terpisah atau lebih tinggi daripada kaum awam. Pelayan kependetaan adalah suatu pelayanan yang umum dan resmi. Luther mengatakan bahwa walau kita adalah pendeta-pendeta, namun tidak semuanya sanggup dan boleh berkhotbah, mengajar atau memimpin. Tetapi beberapa dari antara kita dipilih dan kemudian beberapa diberi tanggung jawab untuk memegang jabatan itu. Dan orang yang diberi jabatan itu menjadi seorang pendeta bukan demi kepentingan jabatan tersebut melainkan untuk melayani semua anggota yang lain. 14

12

Ibid, hlm. 8. 13

Retnowati, Kepemimpinan Transformatif, BPK Gnung Mulia, Jakarta, 2016, hlm 56. 14 G. D. Dahlenburg,

(18)

7 Menurut pernyataan LCA (Gereja Lutheran di Australia) jabatan pendeta tidak berarti bahwa mereka yang memegangnya mempunyai kuasa yang sewenang-wenang atas orang Kristen lainnya. Dan tidak berarti juga bahwa pelayan-pelayan Firman diserahkan kepada keinginan-keinginan orang-orang di jemaat itu.15 Jabatan kependetaan pada hakekatnya adalah suatu pelayanan kepada Tuhan Gereja melalui Firman dan Sakramen. Pendeta-pendeta harus memenuhi jabatan itu dengan ketaatan kepada Tuhan dan menurut tuntutan-tuntutan yang diberikan dalam FirmanNya.

Pendeta adalah seorang Hamba Tuhan dan pengikut Kristus. Alkitab, dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru banyak memberikan contoh kepemimpinan. Perjanjian Baru banyak menguraikan model gereja di Yerusalem, dengan para pemimpin apostolik yang di bawah tekanan tanggung jawab administrasi, menunjuk diaken untuk membantu pengelolaan. Paulus menghadapi persoalan kepemimpinan gereja lokal dengan keberadaan gereja di Korintus, Efesus, dan Filipi. Berbagai contoh dalam Alkitab menunjukan bahwa tindakan umat Allah memberi perhatian pada struktur, sistem dan manajemen. Allah tidak mengatakan kepada gereja bagaimana harus mendirikan sistem mereka, namun dia meminta mereka untuk “melakukan segala sesuatunya dengan baik dan teratur".16

Seorang pendeta telah ditetapkan oleh Allah untuk menjalankan pekerjaan Kristus sendiri. Jabatan kependetaan itu sendiri boleh menempati beberapa bentuk atau struktur, misalnya bishop, praeses, pastor, pendeta, imam, tetapi tugas dan kekuasaannya tetap sama, yaitu memberitakan Firman Allah, mengembalakan kawanan domba dan melayankan sakramen sesuai dengan pesan Kristus.17 Gereja dapat menetapkan bentuk pelayanan yang lain untuk mendukung pelayanan firman tersebut. Tetapi pelayanan-pelayanan yang lain hanyalah jabatan gerejawi yang ditetapkan oleh gereja menurut keadaan dan kebutuhan setempat, sedangkan jabatan pelayanan Firman dan Sakramen (jabatan kependetaan) telah ditetapkan oleh Kristus (Ef 2:20; 4:11-12; Yoh 20:22-23; Mat 28:19-20; 2 Kor 5:18-20; Kis 20:28).18

15

Ibid, hlm 10. 16

Edgar Walz, Bagaimana mengelola Gereja anda?, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hlm.3. 17

(19)

8

2.2.Pendeta dari Pespektif Pastoral.

Konseling pastoral adalah konseling yang berdimensi spiritual. Dimensi spiritual dalam konseling pastoral dipahami dalam tiga paradigma berpikir. Pertama, dimensi spiritual dimahami dalam hubungan dengan kekristenan. Kedua, dimensi spiritual dipahami dalam kerangka berpikir psikologi. Ketiga, dimensi spiritual dalam hubungan dengan agama sebagai makna eksterior atau eksternal kemanusiaan yang terbentuk dari kehidupan sosial dan budaya masyarakat.19 Pada hal ini, penulis lebih menitik-beratkan pada bagian pertama, yaitu dimensi spiritual yang dipahami dalam hubungan kekristenan.

Konseling pastoral merupakan dimensi spiritual dalam hubungan dengan kekristenan yang melaksanakan fungsi-fungsi yang bersifat menyembuhkan, mendukung, membimbing, memulihkan, memelihara dan memperbaiki (Clinebell, 2002:53, 54).20 Pendeta sebagai pemimpin warga jemaat sudah sepatutnya menerapkan fungsi-fungsi tersebut dalam tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin gereja sebagaimana Yesus Kristus dan karyaNya sebagai “pastor sejati” atau “gembala yang baik” (Yoh 10). Ungkapan dari bacaan ini mengacu pada pelayanan Yesus Kristus yang tanpa pamrih, bersedia memberikan pertolongan dan pengasuhan terhadap pengikutnya bahkan rela mengorbankan nyawanya. Istilah pastor dalam konotasi praktisnya sebenarnya adalah merawat atau memelihara. Sikap pastoral diharapkan dapat mewarnai semua sendi pelayanan setiap orang yang dirawat dan diasuh oleh Allah secara sungguh-sungguh.21

Mengenai Konseling Pastoral, Pdt. Yakub Susabda dalam buku Pastoral Konseling membagi 4 unsur penting atau dasar pemikiran yang menentukan keunikan pastoral konseling, yaitu:22

1. Pastoral Konseling adalah pelayanan hamba Tuhan yang dipercayakan oleh Allah sendiri.

2. Pastoral Konseling adalah pelayanan mutlak bergantung pada kuasa roh Kudus. 3. Pastoral Konseling adalah pelayanan yang didasarkan pada kebenaran firman Tuhan.

19

J. D. Engel, Konseling Patoral dan Isu-isu Kontemporer,BPK Gunung Mulia Gunung Mulia, Jakarta, 2016, hlm. 1.

20

J. D. Engel, Konseling Patoral dan Isu-isu Kontemporer,BPK Gunung Mulia Gunung Mulia, Jakarta, 2016, hlm. 2.

21

Ibid, hlm. 10. 22 Yakub Susabda,

(20)

9 4. Pastoral Konseling adalah pelayanan yang bersifat-dasarkan teologi dalam

integrasinya dengan sumbangan ilmu-ilmu pengetahuan lain khususnya psikologi.

Sebagai seorang pelayan Firman yang terpanggil dan sudah terdidik secara teologis, pendeta melakukan banyak tugas yang diketahui sebagai fungsi pastoral. Fungsi-fungsi ini sudah termasuk memimpin kebaktian, khotbah, pelayan sakramen, melayani kelompok serta individu-individu dan juga mewakili jemaat untuk gereja dan dunia. Mungkin ada orang lain dalam jemaat yang mengetahui pengetahuan yang sama atau bahkan lebih mengenai pelayanan dibandingkan seorang pendeta, tetapi ia sendiri karena terpanggil mempunyai wewenang dalam melaksanakan fungsi-fungsi pastoral dalam gereja.23

Pendeta juga mengawasi berbagai aktivitas orang lain yang juga melakukan sebagian fungsi pastoral.24 Sebagai contoh, disini sudah termasuk pemimpin dan guru-guru sekolah minggu, kepala sekolah dan guru-guru sekolah Kristen, pemain organ, pemimpin paduan suara gereja dan lainnya. Tentu saja bukan hanya mengawasi, tetapi juga membimbing dan melatih sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing secara professional. Dalam

peran pastoral ia membimbing “sukarelawan” yang bekerja dengannya. Pada saat yang sama

sukarelawan ini juga berpartisipasi sebagai teman seiman dalam gereja Kristus. Pendeta juga melayani sebagai penasihat rohani bagi individu, berbagai departemen, dan kelompok dalam jemaat. Karena itu ia membantu para pemimpin dan anggota menerapkan dimensi rohani ke dalam sisi praktis sisi praktis kehidupan dan aktivitas gereja sehari-hari.25

Koinonia merupakan salah satu tugas yang mempunyai peranan penting dalam membantu seseorang untuk mengembangkan kompetensinya bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan individu atau kelompok lain. Panggilan seorang pendeta dalam konseling pastoral dapat memperkuat arti konseling pastoral dengan beberapa alasan, yaitu: 26

1. Pendeta adalah rekan sekerja Allah, yang mengarahkan hatinya ke dalam pelayanan yang terpusat kepada Allah dan setia memampukan orang lain untuk mengenal diri

Edgar Walz, bagaimana mengelola gereja anda?, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hlm.8. 24

Ibid, hlm. 9. 25

Edgar Walz, bagaimana mengelola gereja anda?, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hlm.9. 26 Mesach Kristya,

(21)

10 3. Pendeta sebagai konselor pastoral selalu bersentuhan dengan apa yang disebut

dengan relasi dengan sesama.

Seorang pendeta yang merupakan seorang konselor berkewajiban untuk memberikan konseling bagi mereka yang berada dalam kebimbangan, penderitaan, dan dalam pergumulan hidup. Perkunjungan-perkunjungan kepada jemaat yang dilakukan oleh pendeta pun dapat membantu pendeta yang merupakan seorang konselor untuk memahami sekaligus mengetahui dengan cepat untuk memberikan pelayanan kepada jemaat sebelum ia hatuh ke dalam masalah yang lebih berat.

Pendeta sebagai konselor pastoral sudah memiliki keterampilan dan kecakapan dalam membimbing dan menolong seseorang melalui Firman Tuhan yang menjadi pedoman dalam proses konseling pastoral dengan warga jemaat. Sebagai konselor dalam konseing pastoral, pendeta harus menempatkan warga jemaat dalam hubungan yang benar dengan Allah dan sesama, selain itu, pendeta harus menyadari bahwa keberhasilan dalam suatu proses konseling, tidak terlepas dari perannya yang mengadirkan Tuhan dan firmanNya yang memapukan serta melayakan baik konselor (pendeta) maupun konseli (warga jemaat) yang menemukan akar permasalahan dan alternatif pemecahan masalah yang tepat.

Ketika seseorang berada dalam kebimbangan, kecemasan, keputusasaan, rasa takut yang dalam, merasa tersaing dan mengalami keterasingan, peran pendeta sebagai konselor pastoral harus dapat menyadarkan konseli akan kehadiran dan keterlibatan Tuhan Yesus berkarya dalam pergumulan dan penderitaan hidupnya, untuk memulihkan keterasingannya dari keluarga, gereja, masyarakat maupun lingkungan di mana ia berada. Sentuhan tangan kasih Yesus, menempatkan seseorang berada dalam kuasa penyembuhanNya, yang bukan hanya membuat orang itu terbuka dengan Allah saja, tetapi dengan orang lain, lingkungan bahkan dengan diri sendiri. Keterbukaan itulah yang memberikan kehangatan spiritual agar orang mulai sadar dan perlu membangun relasi terus menerus dengan semua orang.27

Struktur gereja tidak pernah lepas bahkan berkaitan erat dengan “jemaat”. Kata

jemaat” adalah kata serapan dari bahasa Arab, menurut kamus besar bahasa Indonesia

adalah “himpunan umat”. Kata “jemaat/gereja” dalam bahasa Yunani ditulis dengan nomina feminine yang berarti “Ekklesia”, berasal dari 2 kata (ek yang berarti keluar dan kaleo yang berarti memanggil. Arti kontekstual dalam kehidupan kekristenan adalah “dipanggil keluar

27 J. D. Engel,

(22)

11

untuk menjadi murid Kristus”. Menurut kesaksian Perjanjian Baru, jemaat adalah suatu kesatuan, suatu kesatuan antara Kristus dan orang-orang pilihannya.28

Persekutuan orang-orang percaya yang telah menjadi anggota komunitas gerejawi tidak terlepas dari peran seorang pendeta ataupun gembala sebagai pembimbing, sehingga peranan pendeta menjadi sangat penting bagi kelompok persekutuan Kristen sebagai pembimbing. Berikut merupakan beberapa sifat kepemimpinan yang di pandang jemaat seharusnya dimiliki oleh seorang pendeta ataupun gembala, yaitu: 29

1. Karakter

Dalam soal kepemimpinan di gereja, penekanan pada kesalehan ini sangatlah penting. Bagi Paulus, kekudusan dan disiplin pribadi merupakan sesuatu yang krusial dalam kepemimpinan Kristen. Mereka haruslah “orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, dan jangan serakah.” (1 Tim. 3: 8,10). Para pemimpin gereja harus meneladani keseimbangan ini untuk orang-orang yang mereka pimpin. Ketika para pemimpin gereja meneladani karakter kesalehan dengan kerendahan hati, orang-orang akan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang bagaimana memperlakukan orang lain, dan bagaimana karakter yang menyerupai Kristus dihubungkan dengan auntentisitas. Para pemimpin perlu mengetahui betapa pentingnya karakter kesalehan bagi pertumbuhan jemaatnya.

2. Dipanggil oleh Allah

Panggilan Kristus bukanlah pengalaman sekali seumur hidup, melainkan lebih merupakan tanggapan para murid yang berkelanjutan. Os Guinness dalam karya modern klasiknya, The Call, menjelaskan kehidupan Kristen merupakan kehidupan yang mendengar panggilan Allah yang tegas adalah sebuah kehidupan yang dijalankan dihadapan satu pribadi, yang mempengaruhi orang lain. Istilah “hamba

Tuhan”, dalam bahasa Inggris disebut clergy dan berarti “dipanggil” (kleros), dengan implikasi yang tidak perlu dibicarakan lagi, kaum awam tidak dipilih atau dipanggil oleh Allah. Setelah itu, gereja dibangun disekitar panggilan dan anugerah dari kelompok elit yang dikelilingi oleh kaum awam yang dipinggirkan ini.pada satu sisi, pemisahan seperti itu menyuburkan kebencian dan perebutan kekuasaan dan pengaruh, dan pada sisi lainnya menimbulkan ketidakpedulian dan penghindaran

28

(23)

12 tanggung jawab atas masalah-masalah rohani karena masalah-masalah demikian dianggap sebagai urusan hamba Tuhan.

3. Tepat konteks

Para pemimpin yang berhasil menerjemahkan efektifitas dan kesuksesan mereka ke dalam sebuah formula. Dengan meninjau hal-hal yang sudah terjadi mereka mengambil sebagian besar kasus uji coba dan mengemasnya dalam rangkaian hasil yang didapat. Gereja harus memberi perhatian ekstra tentang formula yang terwaralaba karena gereja yang berkomitmen untuk membawa perubahan dibentuk oleh konteks dimana mereka dilahirkan. Untuk itu dalam menangani masalah kepemimpinan yang sesuai konteks, kita harus mengetahui fakta bahwa budaya-budaya tertentu memerlukan gaya kepemimpinan yang tertentu pula.30 Dalam beberapa konteks para pemimpin otoriter merupakan model yang diharapkan, memberikan rasa aman melalui setiap orang yang mengetahui tempat mereka dalam hierarki dan apa yang diharapkan dari mereka. Model kepemimpinan yang diambil juga akan diatur oleh keadaan.31

4. Keteguhan ditempa oleh iman

Para pemimpin yang teguh akan mempertahankan keyakinan mereka dan bahkan mengubah perilaku jika diperlukan. Seorang yang mempunyai keteguhan juga dibentuk dan memperlihatkan konsistensi dan reaksi emosi yang tepat terutama dalam situasi krisis. Para pemimpin yang teguh harus berjiwa entrepreneur yaitu membutuhkan kepekaan yang kuat terhadap panggilan Allah dan dorongan serta kehadirannya yang terus menerus ketika ia menuntun mereka dalam pengambilan keputusan. De Pree menyatakan semakin besar kita mengambil resiko, semakin menjadi alami hal tersebut. 32ketika para pemimpin berani mengambil resiko dan menjalankan tanggung jawab mereka dan orang sekitarnya akan bertumbuh bersama-sama.

5. Berkompetensi

Mendemonstrasikan kompetensi merupakan hal yang sangat penting dalam membangun kepercayaan, mengingat kepercayaan merupakan hal yang penting untuk pembangunan komunitas yang sejati. Kompetensi juga meliputi keinginan dan kemampuan untuk menerima tanggung jawab dan pengetahuan seseorang yang

30

Edie Gibbs, Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang: membentuk dan memperbaharui kepemimpinan yang mampu bertahan dalam zaman yang berubah, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2010, hlm. 149.

31

(24)

13 terbatas. Para pemimpin harus mampu membedakan antara sebuah masalah yang diselesaikan dan sebuah fakta kehidupan yang harus dijalani dalam hal ini, gereja perlu mengadopsi sebuah sikap mental “kepemimpinan adaptik”, untuk menghadapi krisis pengharapan bahwa kehidupan berada pada sisi lain dari kematian.

6. Kreatifitas

Sebuah pikiran yang kreatif adalah pikiran yang dipenuhi dengan keingintahuan yang tidak pernah puas, dipersiapkan untuk bertanya dan menguji kembali sesuatu dan segala sesuatu tanpa perasaan terancam, keingintahuan menolong seorang pemimpin untuk melihat hubungan diantara potongan-potongan informasi yang terisolasi. Kreatifitas juga membutuhkan semangat kepeloporan.33para pemimpin yang kreatif yang menjadi pelopor perlu menyertakan orang lain untuk melangkah bersama mereka.

7. Belas Kasihan

Seorang pemimpin haruslah seorang pemimpin yang berhati-hati, tidak bertindak serampangan, tetapi mempertimbangkan kemungkinan konsekuensi-konsekuensi dari keputusan apapun, khususnya keputusan yang mempengaruhi kehidupan orang lain. 8. Percaya Diri

Menurut Max De Pree kepercayaan bertumbuh ketika orang-orang melihat para pemimpin menerjemahkan integritas pribadinya dalam kesetiaan kepada organisasinya.34 Kepercayaan ditunjukan sebagian kepada orang-orang yang kita hargai dan kolega-kolega yang kita hormati, khususnya kepada mereka yang berbeda dari kita secara pribadi dalam kemampuan dan pengalaman hidup mereka.

33

Ibid, hlm. 156. 34 De Pree,

(25)

14

3. Peran pendeta sentris dalam pandangan jemaat Gereja Bethel Tabernakel

Sukabumi.

Pada bagian tiga ini penulis akan menjabarkan hasil temuan lapangan tentang perspektif jemaat. Peran pendeta dan pendeta sentris dalam perspektif jemaat GBT Sukabumi terbagi dalam 3 bagian utama, yaitu: status dan jabatan kependetaan, pelayanan yang berpusat pada pendeta, dan fungsi dan peran seorang pendeta yang ideal bagi jemaat.

3.1. Status dan jabatan kependetaan.

Pendeta sebagai pemimpin jemaat gereja diibaratkan seperti nahkoda kapal. Menurut ibu Tammy semestinya semua harus sesuai dengan arahan dan persetujuan dari pendeta, baik itu urusan peribadahan maupun urusan kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan di gereja.35 Seorang pendeta bagi warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi menjadi sangat penting dalam kehidupan berjemaat dimana pendeta bukan hanya berperan sebagai pemimpin jemaat dalam ibadah minggu melainkan juga sebagai pembimbing dalam ibadah-ibadah kategorial maupun kegiatan-kegiatan diluar peribadahan dalam gereja.

Pemimpin gereja, atau pendeta menjadi memberikan pemeliharaan kepada jemaat khususnya Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi. Pemimpin yang mengontrol segala sesuatu yang berurusan dengan kegiatan gerejawi, tentu saja dengan bekal keahlian yang telah dimiliki seorang pendeta, ia dapat mengurangi resiko kesalahan dalam pengambilan keputusan. Bapak Gultom yang merupakan salah satu jemaat Gereja Bethel Tabernakel menambahkan bahwa, seorang pendeta tidak hanya mengontrol dan membimbing saja, ia pun wajib memiliki tingkat kepedulian yang tinggi pada domba-dombanya (jemaat). Sehingga bagaimana pun kondisi jemaat, seorang pendeta tidak lari dari tanggung-jawabnya sebagai pemimpin gereja.36

Warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi memandang bahwa seorang pendeta bukan hanya harus memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam mengemban tugas

35

(26)

15 dan kewajibannya sebagai pemimpin, tetapi juga harus memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan apa yang ia khotbahkan. Diantaranya:37

1. mempunyai reputasi atau harkat dan martabat yang baik, menjadi pemimpin yang dikenal baik bagi jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi, sebagai pemimpin jemaat yang dihormati jemaatnya, selain itu perkataannya pun diharapkan menjadi contoh yang baik bagi jemaat sehingga dapat berpengaruh bagi orang-orang disekitarnya.

2. Kehidupan keluarga seorang pendeta pun sangat diperhatikan oleh warga jemaat, seperti bagaimana seorang pendeta mendidik anak-anaknya, bagaimana ia membina hubungan antara istri dan anak-anak, tingkat keharmonisan dalam keluarga, dan bagaimana ia memelihara diri dengan Tuhan.

3.2.Pemahaman jemaat Gereja Bethel Tabernakel tentang pelayanan yang berpusat

pada pendeta.

Warga gereja yang membentuk sebuah komunitas Kristen sudah pasti memerlukan seorang pemimpin yang membimbing warga jemaat kepada jalan kebenaran, meningkatkan iman jemaatnya, dan bertanggung-jawab terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan gereja yang dipegangnya. Hal ini pula yang dirasakan jemaat Gereja Bethel Tabernakel. Ibu Tammy yang adalah salah satu warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel menjelaskan bahwa, memang pelayanan itu harus berpusat pada pendeta, karena pendeta ialah pemimpin gereja, pengetahuan seorang pendeta tentang kebenaran pun jauh melebihi kita sebagai jemaat biasa, maka dari itu setiap khotbah seharusnya hanya bisa dilakukan oleh pendeta.38

Tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin gereja atau pendeta menjadi jauh lebih berat ketika warga jemaat menyerahkan sepenuhnya seluruh pekerjaan gerejawi kepada pendeta tersebut. Disisi lain, ada pula warga gereja yang beranggapan bahwa tidak semua tugas pelayanan dan juga kegiatan-kegiatan gereja yang sepenuhnya dilakukan oleh seorang pendeta. Tugas pelayanan dan kegiatan gereja yang tidak harus dilayankan oleh seorang pendeta antara lain ibadah kategorial, besuk, rapat bidang pelayanan, perkunjungan rumah tangga, dan masih banyak lagi yang tentunya telah dipertimbangkan terlebih dahulu oleh

37

(27)

16 pendeta tersebut. Bapak Sofiyan yang merupakan warga Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi mengatakan bahwa, memang seorang pendeta merupakan guru bagi jemaatnya, menjadi penunjuk arah dan pemimpin bagi warga jemaat, tetapi segala sesuatunya tidak harus dilakukan oleh pendeta, jemaat maupun diaken dapat menyampaikan Firman di ibadah-ibadah kategorial dengan syarat diberi pelatihan terlebih dahulu.39

3.3.Fungsi dan peran pendeta secara umum yang diinginkan jemaat Gereja Bethel

Tabernakel Sukabumi.

Pendeta adalah utusan Allah yang ditugaskan untuk membimbing umatNya ke jalan yang benar, sebagai utusan Allah, seorang pendeta sudah seharusnya mempunyai sifat dan perilaku yang seimbang. Hal ini dijelaskan oleh ibu Rahayu yang merupakan jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi, beliau menyampaikan bahwa pemimpin gereja yang ideal ialah pemimpin yang dapat mengayomi jemaatnya, tegas dalam mengambil keputusan, bertingkah laku sesuai dengan Firman Tuhan, mampu mengatasi segala persoalan yang terjadi dalam lingkungan gereja, dan tentu saja memberikan khotbah-khotbah yang menyegarkan setiap minggunya.40 Sebagian besar warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel yang penulis wawancarai mengatakan hal yang serupa. Pendetalah yang memberitakan dan menerangkan iman Kristen kepada anggota jemaat. Dialah wajib memberi teladan tentang sikap hidup dan kelakuan kristen. Pendeta mewakili jemaat dan bertanggungjawab atas pelaksanaannya jadi pertaliannya dengan jemaat sangat erat.

3.4. Kelebihan dan kekurangan peran pendeta sentris menurut jemaat Gereja

Bethel Tabernakel Sukabumi.

Pandangan jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi mengenai peranan pendeta sentris memang beragam. Dari keaneka-ragaman tersebut, munculah kelebihan dan kekurangan dari peran pendeta sentris tersebut. Ibu Hartini adalah salah satu jemaat yang merasa peran pendeta sentris di Gereja Bethel Tabernakel memang dibutuhkan dalam kepemimpinan dalam gereja. Beliau mengatakan pelayanan yang berpusat pada pendeta sudah pasti selalu mengarahkan warga jemaat mengenai tata peribadahan yang baik, segala sesuatu yang berurusan dengan gereja bila diatur oleh seorang pendeta akan memperoleh hasil yang baik, karena pendeta selalu ikut campur tangan dalam setiap kegiatan gerejawi.41

39

Wawancara dengan bapak Sofyan, tanggal 25 april 2017 di Pastori Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi. 40

(28)

17 Peran pendeta sentris bagi jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi ternyata tidak selalu menimbulkan masalah bagi warga jemaat, sebaliknya, sebagian warga jemaat justru merasa peran pendeta sentris itu diperlukan di Gereja Bethel Tabernakel.

Beberapa jemaat pun tidak selalu setuju dengan peran pendeta sentris tersebut. Ibu Stefany yang merupakan warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel mengatakan bahwa pendeta sentris seharusnya tidak diterapkan dalam setiap kegiatan gerejawi, karena warga jemaat sulit untuk berkembang. Dengan begitu, dampaknya ialah warga jemaat selalu bergantung pada seorang pendeta.42 Bagi sebagian warga jemaat merasa bahwa mereka membutuhkan tokoh pendeta yang dapat mengayomi dan mendidik mereka sekaligus mendukung dan membimbing warga jemaat yang kreatif dan mandiri.

3.5.Rangkuman hasil penelitian.

Warga Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi ialah orang-orang percaya yang terpanggil dan membentuk sebuah komunitas Kristen. Sebagai komunitas orang-orang percaya, mereka memposisikan diri sebagai domba-domba yang membutuhkan bimbingan dari gembala (pendeta), sebagai seorang gembala, seorang pendeta harus memiliki panggilan untuk melayani, melindungi dan membimbing agar umat yang dipimpinnya tidak tersesat. Sebagian besar warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel melihat peran pendeta-sentris dengan arti yang baik, karena warga jemaat merasakan keaktifan pendeta dalam pelayanan, baik dalam ruang lingkup gereja maupun luar gereja. Tetapi sebagian warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel lainnya melihat bahwa peran pendeta-sentris seharusnya dihindari, karena akan timbul ketergantungan jemaat dan sulitnya mengembangkan serta menyalurkan kreatifitas jemaat karena penurunan kepercayaan diri dari jemaat tersebut.

(29)

18

4. Pembahasan dan analisis yang meliputi kajian teologis dan pastoral terhadap

peran pendeta sentris dalam pandangan jemaat Gereja Bethel Tabernakel

Sukabumi

Kependetaan menurut jemaat Gereja Bethel Tabernakel dapat dibagi dalam dua aspek, yaitu aspek teologis dan pastoral. Jemaat memahami bahwa kependetaan merupakan jabatan yang memegang tanggung jawab atas seluruh persoalan gerejawi dan jemaat. Seperti pada proses pengambilan keputusan dalam sidang-sidang, seluruh peribadatan yang sebisa mungkin harus dipimpin oleh pendeta, pertukaran mimbar, memimpin ibadah pemakaman dan penghiburan, dan memimpin khotbah.

4.1 Perspektif teologis tentang pendeta sentris di jemaat Gereja Bethel Tabernakel

Sukabumi

Banyak dari jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi yang belum sepenuhnya paham tentang jabatan pelayanan pendeta dalam gereja. Sebagian besar warga gereja melihat pendeta sebagai wakil Allah yang diberikan karunia untuk memimpin umatnya sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan dalam gereja maupun luar gereja dipercayakan sepenuhnya kepada seorang pendeta, meskipun sebenarnya gereja tersebut telah memiliki diaken dan pelayan-pelayan gereja yang dapat membantu seorang pendeta. Karena kurangnya pemahaman tersebut, maka terjadilah suatu perbedaan tindakan jemaat dalam menghormati dan menghargai jabatan kependetaan tersebut. pemahaman warga gereja yang telah lama ada tersebut ternyata menimbulkan baik maupun buruk yang dapat secara yang langsung dirasakan oleh warga jemaat, yaitu:

1. Munculnya rasa cinta jemaat kepada pendeta: hal ini terjadi karena jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi melihat seorang pendeta begitu aktif melayani dan memimpin umatnya. Tidak adanya batasan tugas dan peran seorang pendeta dalam maupun luar gereja menimbulkan pemahaman bagi warga gereja bahwa seorang pendeta sudah pasti siap menolong umatnya dalam setiap kondisi. Dengan begitu warga gereja pun semakin menghargai gereja tersebut.

(30)

19 memiliki masalah kepercayaan diri, kurangnya semangat melayani, sulitnya mengambil keputusan, dan bahkan muncul anggapan dari jemaat bahwa pendeta dapat menyelesaikan segala masalah termasuk masalah pribadi warga gereja. Banyak dari warga gereja yang tidak berani untuk ikut serta dalam pelayanan, karena menganggap bahwa dirinya belum layak untuk melayani sesama umat dalam ibadah-ibadah kategorial, memimpin rapat, mengajar sekolah minggu, dan melakukan pelayanan besuk kepada jemaat yang sakit.

Hasil penelitan diatas sejalan dengan pemikiran Hendri Nouwen bahwa gembala digambarkan sebagai orang yang menghargai kebebasan dan kemampuan domba-domba Tuhan, domba-domba tidak boleh dilihat sebagai yang tidak mengetahui apa-apa. Tugas seorang pemimpin gereja bukan hanya mengayomi dan melayani saja, tetapi juga menolong dan mendorong warga jemaat keluar dari zona nyamannya dan memberikan anjuran, saran, serta pemahaman yang benar sama seperti halnya Efesus 4:13-15 yang mengatakan “sampai

kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,

kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,

sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin

pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,

tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam

segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.

4.2perspektif pastoral terhadap peran pendeta sentris.

(31)

20 jemaat yang telah ditugaskan dan tentunya telah diberikan pembekalan dan pelatihan terlebih dahulu.

Tidak adanya batasan pelayanan dalam gereja maupun luar gereja bisa jadi menimbulkan kekeliruan berpikir dari warga jemaat. Di satu sisi penulis melihat keaktifan seorang pendeta dalam mengemban tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin warga gereja. Ia ikut langsung mendampingi dan melakukan tugas pelayanannya untuk warga jemaat, berperan aktif dalam setiap kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh gereja. Tetapi disisi lainnya penulis melihat adanya kekeliruan dalam sistem kepemimpinan seperti ini. Seperti yang penulis jelaskan pada poin sebelumnya bahwa pendeta jemaat tidak hanya menjadi seorang pemimpin, tetapi juga menjadi pemimpin yang melayani warga gerejanya.

Pernyataan tersebut bila tidak diperhatikan dan di mengerti secara seksama akan menimbulkan masalah baru dalam gereja. Sikap memanjakan warga jemaat dapat menimbulkan ketergantungan yang berlebihan kepada seorang pendeta khususnya Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi. dari masalah tersebut penulis menyadari pentingnya membangkitkan kembali kesadaran jemaat dengan tujuan agar gereja kembali bertumbuh dan berkembang serta secara dewasa dan serasi agar tetap melakukan fungsinya secara dinamis dan kreatif. Usaha membangkitkan kembali kesadaran jemaat tersebut tidak terlepas dari pekerjaan pelayanan seperti pastoral, pertemuan saresehan, pembinaan, perkunjungan rumah tangga.

Dari perkunjungan rumah tangga misalnya, percakapan dapat membangkitkan kesadaran warga jemaat yang selama ini malu dan takut untuk bersuara dan memberikan pendapat. Keuntungan dari perkunjungan rumah tangga ini adalah warga jemaat tidak malu untuk mengusulkan pendapatnya secara bebas dalam suasana rumah sendiri, sehingga informasi murni akan didapatkan. Pertemuan-pertemuan semacam ini penulis menyadari sedapat mungkin tidak boleh membosankan, tetapi harus meningkatkan semangat dan gairah serta dibentuk dalam suasana yang menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan semangat kerja dan usaha serta lebih dari itu, warga gereja akan merasa terdorong dan bergairah secara praktis dalam jemaat.

(32)

21 meyakinkan, menyadarkan, dan membangkitkan rasa percaya diri jemaat bukan hanya dalam lingkup gereja saja, melainkan juga dalam menjalin relasi antar umat manusia.

5. Penutup.

5.1. Kesimpulan.

Warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi memandang peran pendeta sentris tidak selalu bersifat negatif. Hal ini disebabkan oleh karena metode pengajaran yang

dilakukan pendeta selama ini dinilai baik oleh warga jemaat. Warga jemaat menilai “pendeta

-sentris” ialah sesuatu yang baik dengan keaktifan pendeta dalam setiap kegiatan pelayanan di

dalam maupun di luar gereja. Hal inilah yang menjadikan seorang pendeta terkhusus Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi begitu penting bagi warga jemaat. Mereka begitu bergantung pada seorang pendeta. Tetapi disisi lain nampaknya hal ini menimbulkan masalah yang baru bagi seorang pendeta maupun pertumbuhan kemandirian jemaat gereja. Penulis melihat sebagian besar warga jemaat tidak menyadari masalah yang ternyata selama ini sedang terjadi dalam Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi. masalah tersebut antara lain sulitnya jemaat untuk mengambil keputusan, ketergantungan yang berlebihan ketika akan merencanakan dan merealisasikan suatu program rutin gereja, sulitnya jemaat mengekspresikan kreatifitasnya dalam pelayanan-pelayanan seperti memimpin pujian dalam ibadah raya maupun kategorial, ketidakpercayaan diri jemaat ketika akan melayankan khotbah pada ibadah-ibadah kategorial karena jemaat lain lebih menginginkan seorang pendeta yang melayankan khotbah.

(33)

22

5.2. Saran.

Berdasarkan atas penelitian yang telah dilakukan, maka pada poin ini penulis hendak memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan peran pendeta sentris dalam pandangan warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi, antara lain:

1. Membangkitkan kesadaran jemaat agar gereja bertumbuh dan berkembang secara serasi dan harmonis dan berfungsi secara efektif dan kreatif. Dengan begitu warga jemaat yang semula takut untuk menyampaikan suaranya atau pun terjun dalam pelayanan, dapat kembali memupuk keberaniannya dalam panggilan Tuhan Yesus. 2. Membangkitkan semangat warga jemaat bahwa mereka pun layak untuk melayani

sesama dan mengekspresikan imannya sesuai dengan gayanya masing-masing. Pemimpin gereja pun harus memberdayakan jemaat yang memiliki kerinduan untuk melayani pada berbagai bidang sesuai yang dikehendaki masing-masing warga jemaat, tentunya dengan berbagai pelatihan yang diadakan secara rutin, sehingga warga jemaat tidak hanya memiliki semangat tetapi juga memiliki bekal keterampilan untuk bekerja di lading Tuhan.

warga jemaat Gereja Bethel Tabernakel menyadari bahwa pemimpin warga jemaat atau pendeta bukan hanya mendukung dan menuntun berbagai pelayanan dalam jemaat, tetapi juga harus campur tangan dalam setiap kegiatan dalam kegerejaan. Karl Rahner menjelaskan bahwa seorang imam atau pemimpin agar memiliki fungsi pembimbing dan memiliki kesatuan antar semua fungsi dan pemegangnya, membangun dan menopang jemaat Kristen sebagai gereja, yakni semua fungsi yang tentu saja, sama sekali tidak dapat dimiliki secara eksklusif oleh siapapun juga.43 Pemimpin gereja atau pendeta khususnya Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi dalam perspektif jemaat dapat dikatakan sebagai ujung tombak dari sebuah komunitas. Warga jemaat mengharapkan sosok pemimpin yang dapat mengatur, mengayomi, sekaligus menjadi gembala bagi kawanan domba (jemaat). Seperti yang telah penulis jelaskan pada point sebelumnya, bahwa seorang pemimpin, khususnya Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi diharapkan turun langsung dalam setiap kegiatan kegerejaan tanpa terkecuali.

43 Michael A. Cowan,

(34)

23

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Daftar pertanyaan wawancara ini berfungsi untuk menjawab rumusan masalah pada

penelitian yang berjudul “peranan pendeta sentris dalam pandangan jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi”. Berikut daftar pertanyaan wawancara untuk menjawab rumusan

masalah bagaimana peranan pendeta sentris dalam pandangan jemaat Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi

Daftar pertanyaan :

1. Apa pemahaman jemaat (saudara, saudari, ibu, bapak) tentang seorang pendeta? 2. Bagaimana tugas seorang pendeta? Dan apa saja?

3. Menurut jemaat, apa saja kesibukan-kesibukan keseharian yang dilakukan seorang pendeta?

4. Pendeta sebagai seorang pelayan harus berbuat apa saja dalam pelayanannya baik dalam gereja maupun luar gereja?

5. Apakah seorang pendeta harus sentral dalam segala bidang pelayanan, atau apakah semua tugas pelayanan gereja harus berpatokan pada seorang pendeta?

6. Bagaimana pemahaman jemaat tentang pendeta-sentries? 7. Menurut jemaat, pendeta itu harus seperti apa?

8. Menurut jemaat, dengan tugas dan kewajiban yang telah dilakukan seorang pendeta di Gereja Bethel Tabernakel Sukabumi selama ini apakah jemaat setuju?

9. Jika tidak setuju, lalu bagaimana semestinya tugas dan kewajiban seorang pendeta? 10.Bagaimana pandangan jemaat ketika pendeta memberikan ide-ide dalam sebuah

(35)

24

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, S, Jan dan De Jonge, Chr. 2009. Apa dan Bagaimana Gereja?, Pengantar Sejarah Eklesiologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Abineno. CH. 1983. Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Abineno. CH. 2010. Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Beek, Van, Beek. 2001. Pendampingan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Berkhof, Louis. 2012. Teologi Sistematika. Doktrin Gereja. Surabaya: Momentum.

Carolina. 2000. Education for Critical Paulo Freire Consciousness. New York: The Continum Publishing Company.

Dahlenburg, D, G. 2012. siapakah pendeta itu?. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Engel, D, J. 2016. Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Engel, D, J. Konseling Suatu Fungsi Pastoral: Tisara Grafika.

Fenti, Hikmawati. 2010. Bimbingan Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.

Freire, Paulo dan Faundez, Antonio. 1995. Belajar Bersama. Pendidikan yang Membebaskan.

Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Gibbs, Edie. 2010. Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang: membentuk dan memperbaharui

kepemimpinan yang mampu bertahan dalam zaman yang berubah. Jakarta: BPK

Gunung Mulia.

Kristya. Mesach. 2007. Diktat Konseling Pastoral: Salatiga

(36)

25 Mayeroff, Milton. 1993. Mendampingi Untuk Menumbuhkan. Jakarta-Yogyakarta: BPK

Gunung Mulia & Kanisius.

Pree, De. Leading without power.

Retnowati. 2016. Kepemimpinan Transformatif. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Rapar, Hendrik, Jan. 1996. Pengantar Logika.Yogyakarta: Kanisius.

Susabda, Yakub. 2006. Pastoral Konseling Jilid I. Malang: Gandum Mas.

Sendjaya. 2004. Kepemimpinan Konsep Karakter Kompetensi Kristen. Yogyakarta: Kairos.

Sitompul, A, A. 1980.di Pintu Gerbang Pembinaan Warga Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Wongso, Peter. 1999. Theologia Pengembalaan. Malang: Departemen Literatur Saat.

Walz, Edgar. 2008. Bagaimana Mengelola Gereja Anda. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

(37)

Referensi

Dokumen terkait

Menciptakan peluang untuk belajar secara berkelanjutan. Sebaran persentase dari jawaban responden untuk dimensi pertama tersebut dapat dilihat pada grafik 1. Sedangkan

DAFTAR URUT PRIORITAS (LONG LIST) CALON PESERTA SERTIFIKASI BAGI GURU MADRASAH DALAM JABATAN UNTUK MATA PELAJARAN UMUM TAHUN 2013.. PROPINSI : JAWA TENGAH STATUS :

Hanya bermodalkan HP dan kuota internet semua bisa berwirausaha, sedangkan bagi yang memiliki modal cukup teknologi ini membantu untuk kegiatan pemasaran, semakin

Proses komunikasi pembangunan dalam mendampingi masyarakat desa untuk menanamkan gagasan-gagasan, sikap mental, mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh suatu negara

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan perendaman antara minuman bersoda dan jus lemon selama 30, 60, 120 menit terhadap kekerasan email pada permukaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kehidupan ekonomi dan sosial budaya serta strategi adaptasi dalam kehidupan ekonomi dan sosial budaya penduduk di daerah

Pola bakteri Gram positif (+) selanjutnya pada pasien infeksi tonsilofaringitis di poli THT-KL RSUD Arifin Achmad kota Pekanbaru adalah Staphylococcus albus sebesar 24,2%, bakteri

termasuk hubungan yang tidak mudah untuk dijalani bagi pasangan yang tidak memiliki rasa kepercayaan yang tinggi. Hubungan seperti ini sangat mudah mendapatkan masalah. Hal-hal