BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bank merupakan lembaga perantara keuangan (financial intermediaries)
yang menyalurkan dana dari pihak kelebihan dana (surplus unit) kepada pihak
yang membutuhkan dana (deficit unit) pada waktu yang telah ditentukan
(Dendawijaya, 2009:14). Bank mempunyai fungsi sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat, maka bank juga disebut sebagai lembaga kepercayaan
masyarakat (agent of trust). Selain berfungsi sebagai agent of trust bank juga
berfungsi bagi pembangunan perekonomian nasional (agent of development)
dalam rangka meningkatkan pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional (Hasibuan, 2005: 4).
Fenomena perkembangan perbankan syariah merupakan sebuah fenomena
yang sangat menarik, karena fenomena ini jika ditinjau dari volume usaha
perbankan syariah, dibandimgkan dengan total keseluruhan volume usaha
perbankan nasional, maka nilainya masih relatif kecil, yaitu sebesar 2,5 trilliun
rupiah, sedangkan total volume usaha perbankan nasional secara keseluruhan
mencapai angka 1087 trilliun rupiah. (Sumber Biro Perbankan Syariah BI 2012 ).
Prospek perbankan syariah kedepannya sangat cerah, karena menurut
perbankan syariah BI tahun 2012 dari segi volume dan total volume usaha
perbankan syariah pangsa pasarnya sangat besar, sehingga faktanya banyak
syariah secara langsung maupun melalui konversi cabang-cabang
konvensionalnya menjadi cabang syariah, sementara di tingkat kecamatan, ada
puluhan BPRS yang telah beroperasi di seluruh wilayah Indonesia, masih banyak
permasalahan yang dihadapi oleh perbankan syariah.
Menurut Mario Alexander ada beberapa problematika yang muncul seiring
dengan berkembangnya industri perbankan syariah dapat kategorikan pada
beberapa masalah yang diantaranya adalah :
Pertama, kurangnya deposito. Perbankan yang beroperasi secara syariah
tidak dapat menerima simpanan dari orang-orang yang ingin mendapat
keuntungannya tanpa menanggung resiko apapun sesuai dengan syariah, berbagi
keuntungan tidak dibenarkan tanpa berbagi resiko. Jenis deposan seperti ini pada
umumnya lebih cenderung untuk mendepositokan uangnya pada bank-bank yang
beroperasi dengan system bunga/riba.
Kedua, likuiditas berlebihan (excessive liquidity), Bank Islam lebih
cenderung mempertahankan rasio yang tinggi bila dibandingkan dengan
perbankan konvensional, ini dilakukan untuk mengantisipasi penarikan rekening
tabungan yang dilakukan nasabah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu, dan itu artinya tidak semua nasabah bank Islam yang potensial menyetujui
meminjamkan uangnya berdasarkan prinsip musyarakah atau kemitraan. Pada
umumnya nasabah lebih senang meminjam dana atas dasar mudharabah, atau
bahkan meminjam dari bank konvensional dengan sistem bunga.
Ketiga, problematika biaya dan profitabilitas, bank Islam bekerja dengan
Implikasinya adalah bank Islam harus dapat membenahi dan melakukan supervisi
dengan tujuan untuk dapat mengelola secara langsung operasional dari suatu
proyek yang didanainya, akibatnya bank Islam harus memikul biaya tambahan
yang tidak pernah terdapat pada pembukuan bank-bank ber asas bunga. Bank
Islam pun harus mampu meminimalisir potensi kerugian dari investasi
mudharabahnya dan dapat menjaga tingkat keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bank-bank yang bersifat riba.
Keempat, pendanaan pinjaman untuk konsumsi, bank Islam terkadang
kesulitan untuk memberi pinjaman yang bertujuan konsumtif, hal ini disebabkan
oleh masih terbatasnya dana yang dapat dipinjamkan tanpa memperoleh
keuntungan, kemudian bank-bank Islam yang ada saat ini masih kesulitan untuk
mengumpulkan dana berupa zakat, infak, maupun shadaqah pada skala yang
besar, padahal dana zakat ini merupakan potensi yang sangat luar biasa, dan bisa
dijadikan sebagai salah satu sumber pendanaan pinjaman untuk tujuan konsumtif.
Kelima, sumber daya manusia yang memahami secara komprehensif
segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan syariah. Sehingga dalam
prakteknya, seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan aktivitas transaksi
yang tidak sesuai dengan syariah. (Sumber www.wordpass.com)
Profit distribution adalah pembagian keuntungan bank syariah kepada
deposan berdasarkan nisbah yang disepakati setiap bulannya. Profit Distibution
diatur berdasarkan produk yang menjadi pilihan deposan terhadap bank, serta
persetujuan nisbahnya. Pihak manajemen bank syariah harus memperhatikan
pengelolaannya (profit distribution management). Profit Distribution
Management dapat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan manajer dalam
mengelola pendistribusian laba untuk memenuhi kewajiban bagi hasil bank
syariah kepada deposannya.
Penelitian tentang profit distribution telah dilakukan oleh para peneliti
baik dari luar maupun dalam negeri. Penelitian yang dilakukan Sundararajan
(2005), menemukan bahwa bank syariah yang ada di Indonesia melakukan Profit
Distribution Management yang mengacu pada suku bunga dan memiliki
fleksibilitas secara implisit dalam pengelolaan profit distribution management,
dengan cara mengubah management fee (Farook et al, 2009) .
Sundararajan (2005), juga menyatakan bahwa bank syariah melakukan
Profit Distribution Management berdasarkan hubungan yang kuat antara suku
bunga pasar dan distribusi bagi hasil deposannya dalam sampel penelitiannya
(Farook et al, 2009). Hal tersebut Sundararajan (2005), diperkuat dengan
ditemukannya hubungan tidak signifikan antara asset return dan distribusi bagi
hasil deposannya (Farook et al. 2009), di Indonesia, manajer bank syariah
melakukan profit distribution management yang mengacu pada suku bunga bank
konvensional. Hal ini terkait erat dengan tipe deposan di Indonesia.
Deposan bank syariah di Indonesia terbagi dalam beberapa segmentasi
pasar. Karim dan Afif (2006) menyatakan bahwa di Indonesia ditemukan tiga
segmentasi pasar, yaitu sharia loyalist (terdiri dari penganut agama yang patuh),
floating segment (kombinasi agama dan kekuatan pasar) dan conventional loyalist,
bahwa deposan mengincar profit maximization. Survey dari Karim (2003) juga
menyebutkan bahwa 70 % deposan perbankan syariah adalah deposan yang
berada pada floating segment, yang sensitif pada tingkat keuntungan. Penelitian
Husnelly (2003) dan Mangkuto (2004) juga menegaskan bahwa faktor yang
menjadi pertimbangan masyarakat menginvestasikan dananya di bank syariah
adalah faktor return bagi hasil. Muhlis (2011) dalam disertasinya memiliki
kesimpulan utama bahwa perilaku menabung di bank syariah paling dipengaruhi
oleh tingkat bagi hasil (profit distribution). Hasil penelitian tersebut memberi
implikasi bahwa sangatlah penting bagi bank syariah untuk menjaga kualitas
tingkat profit distibution.
Deposan selalu memperhatikan dan memperhitungkan tingkat bagi hasil
yang diperoleh dalam investasi pada bank syariah, logikanya jika tingkat bagi
hasil terlalu rendah dari pada bank lain terutama dibanding dengan suku bunga
bank konvensional, maka tingkat kepuasan deposan akan menurun dan
kemungkinan besar deposan akan memindahkan dananya pada bank lain
(displacement fund), maka secara tidak langsung bank syariah dituntut untuk
melakukan profit distribution management yang mengacu pada suku bunga.
(Farook et al. 2009) menemukan bahwa bank syariah di Indonesia, memiliki
rata-rata profit distribution management yang tinggi.
Faktor yang mempengaruhi profit distribution management ada delapan
yaitu : kecukupan modal, efektivitas dana pihak ketiga, resiko pembiayaan,
pertumbuhan produk domestik bruto, proporsi pembiayaan non investasi, proporsi
sangat berpengaruh pada jalannya aktivitas yang dilakukan menajer dalam
mengelola pendistribusian laba untuk memenuhi kewajiban bagi hasil bank
syariah kepada nasabahnya (profit distribution management). Kemampuan bank
dalam mempertahankan modal yang mencukupi untuk menutup resiko kerugian
yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aset produktif yang
mengandung resiko, harus mempunyai modal yang cukup.
Dalam perbankan syariah tidak dikenal istilah kredit (loan) namun
pembiayaan (financing). Pembiayaan pada perbankan syariah merupakan
penyaluran dana pada pihak ketiga. Penyaluran dana pihak ketiga harus
berhubungan dengan sektor rill dan tidak boleh adanya sifat spekulatif, untuk
mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank syariah
maka digunakan resiko pembiayaan, dan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
ekonomi suatu negara maka di ukur dengan pertumbuhan produk domestik bruto,
pembiayaan non investasi bank syariah mengacu pada pembiayaan dengan tingkat
tetap (sisi piutang). Proporsi dana pihak ketiga merupakan variabel yang
menggambarkan seberapa besar kebergantungan bank terhadap dana deposan.
Bank syariah wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif,
untuk menutupi resiko kerugian yang mungkin timbul dan penanaman dana.
Umur bank mempengaruhi keberadaan bank dalam menghadapi persaingan dan
mampu menunjukan informasi yang diperoleh calon investasi. Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, mendefinisikan bank sebagai badan usaha
menyalurkannya kepada masyarakat, dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No.10 Tahun 1998, tentang
Perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat. Kedua jenis bank tersebut dalam menjalankan kegiatan usahanya
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bank konvensional dan bank yang
berlandaskan dengan prinsip syariah.
Bank Syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari
kelompok ekonom dan praktisi perbankan Muslim, kelompok ini berupaya
mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia
jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan
prinsip-prinsip syariah dalam Islam, secara filosofis bank syariah adalah bank yang
aktivitasnya meninggalkan masalah riba, dengan demikian, penghindaran bunga
yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam,
oleh karena itu, didirikan mekanisme perbankan yang bebas bunga (Bank Umum
Syariah).
Bank Syariah menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah
dan menjauhi praktik riba, untuk diisi dengan kegiatan investasi atas dasar bagi
hasil dari pembiayaan perdagangan. Peranan perbankan syariah secara khusus
antara lain sebagai perekat nasionalisme baru, artinya menjadi fasilitator jaringan
usaha ekonomi kerakyatan, memberdayakan ekonomi umat, mendorong
penurunan spekulasi di pasar keuangan, mendorong pemerataan pendapatan, dan
perbankan syariah mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran
penting didalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberikan
kontribusi bagi kesejahteraan sosial, oleh karena itu maka pihak bank syariah
perlu meningkatkan kinerjanya, agar tercipta perbankan dengan prinsip syariah
yang sehat dan efisien, sehingga perbankan syariah merupakan bagian dari sistem
perbankan nasional yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian.
Tabel 1.1 Perkembangan Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2009-2013
Sumber : BI Statistik Perbankan Syariah 2013
Keterangan :
BUS : Bank Umum Syariah UUS : Unit Usaha Syariah
KP/UUS : Kantor Pusat/ Unit Usaha Syariah
Tabel 1.1 menujukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan
laporan tahunan BI (Desember 2013) secara kuantitas, pencapaian perbankan
syariah sungguh membanggakan dan terus mengalami peningkatan dalam jumlah
bank, jika pada tahun 2009 hanya ada enam bank Umum Syariah 19 Usaha Unit
Syariah, maka pada desember 2013 (berdasarkan data statistik perbankan syariah
yang di publikasi kan oleh bank Indonesia) Jumlah bank syariah telah mencapai
Tabel 1.2 Indikator Kesehatan Perbankan Syariah di Indonesia (dalam Miliar Rupiah) Periode 2009-2013
Indikator Kesehatan
2009 2010 2011 2012 2013
Aset 20.880 28.722 36.537 49.555 66.990
DPK 15.584 20.672 28.011 36.552 52.271
Pembiayaan 15.270 20.445 27.994 35.198 46.886 FDR 97.76 % 98.90 % 99.76 % 103.65 % 89.70 % NPF 2.82 % 4.75 % 4.07 % 3.95 % 4.01 %
Sumber : BI Statistik Perbankan Syariah 2013
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan terakhir dari perbankan syariah.
Perkembangan aset perbankan syariah meningkat sangat signifikan dari akhir
tahun 2012 sampai dengan akhir tahun 2013, sebesar lebih dari 33,37 %, jika
dilihat dari rasio pembiayaan yang disalurkan sebesar 22,74 %, maka pembiayaan
jelas lebih besar dari Dana Pihak Ketiga yang dinyatakan dengan nilai financing
to deposit ratio, akibat besarnya pembiayaan yang disalurkan dari pihak ketiga
tersebut, maka bank syariah memiliki rata-rata financing to deposit ratio, yaitu
sebesar 97, 65 %, berbeda dengan tahun sebelum dan tahun sesudahnya.
Pada tahun 2012 dinyatakan financing to deposit ratio lebih dari 100 %,
disamping itu meskipun pembiayaan yang disalurkan lebih besar dari Dana Pihak
Ketiga , tetapi tingkat kegagalan bayar ternyata lebih sedikit dari periode pada
tahun 2010-2011 yakni hanya sebesar 3.95 % , artinya masih dibawah batas
ketentuan minimal sebesar 5 %, maka perbankan syariah harus sepenuhnya
menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan dengan tidak
mengabaikan prinsip kehati-hatian, agar dapat memberikan cerminan kesehatan
Tabel 1.3 Indikator Kesehatan Perbankan Syariah Terhadap Total Bank Umum Syariah di Indonesia
Sumber : BI Statistik Perbankan Syariah 2013
Pada Tabel 1.3 terlihat bahwa pangsa pasar perbankan syariah meningkat
jika dibandingkan dengan tahun 2012 pada bulan yang sama yaitu asset menjadi
2.61 % meningkat sebesar 0.47 %. deposit fund yang mengalami pertumbuhan
menjadi 2.02 % meningkat 0.24 % hal ini menunjukkan kinerja dan potensi
perbankan syariah mengalami perkembangan yang baik.
Pencapaian ini tidak lepas dari adanya dukungan pemerintah, salah satu
bentuk dukungan pemerintah yaitu sistem office channeling yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, sistem ini memberikan peluang bagi bank konvensional yang
mempunyai Unit Usaha Syariah untuk memberikan pelayanan transaksi syariah
tanpa perlu membuka cabang Unit Usaha Syariah di berbagai tempat.
Berdasarkan fenomena gap dan kerangka argumentasi (research gap) yang
terjadi, maka menarik perhatian untuk melakukan penelitian dengan judul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profit Distribution Management Pada Perbankan Syariah di Indonesia”.
Indikator
Nominal Share Nominal Share
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah. Bagaimanakah pengaruh, kecukupan modal, efektivitas dana
pihak ketiga, resiko pembiayaan, pertumbuhan produk domestik bruto, proporsi
pembiayaan non investasi, proporsi dana pihak ketiga , penghapusan penyisihan
aktiva produktif, dan umur bank, terhadap Profit Distribution Management pada
perbankan syariah di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberikan bukti
empiris tentang pengaruh, kecukupan modal, efektivitas dana pihak ketiga, resiko
pembiayaan, pertumbuhan produk domestik bruto, proporsi pembiayaan non
investasi, proporsi dana pihak ketiga, penghapusan penyisihan aktiva produktif,
dan umur bank, terhadap Profit Distribution Management pada perbankan syariah
di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Hal terpenting dari sebuah penelitian adalah manfaat yang diperoleh atau
diterapkan setelah terungkapnya hasil penelitian. Adapun manfaat yang diperoleh
dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi Perusahaan ( Bank Umum Syariah)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi perbankan
syariah untuk meningkatkan kinerjanya dengan lebih baik berdasarkan hukum
2. Bagi Deposan dan Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat memberikan informasi tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi Profit Distribution Management bank
syariah di Indonesia.
3. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan di bidang perbankan
syariah dan dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian yang lebih lanjut.
4. Bagi Penulis
Untuk Menambah wawasan kepada penulis dan menambah pengetahuan