• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Perbankan Terhadap Suami atau Istri Terkait Dengan Jaminan Harta Bersama (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Imam Bonjol Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit Perbankan Terhadap Suami atau Istri Terkait Dengan Jaminan Harta Bersama (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Cabang Imam Bonjol Medan)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Tentang Perjanjian dalam KUH Perdata diatur dalam buku III dengan judul “Perihal Perikatan”. Dalam buku III juga diatur tentang hukum yang tidak bersumber dari perjanjian atau persetujuan, seperti perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan

(zaakwaarneming).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”11Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama”. Perjanjian berasal dari kata dasar “janji” yang diberi awal “per” dan akhiran “an” yang secara etimilogi perjanjian disebutkan sebagai kata yang menyatakan kesediaan atau kesanggupan untuk berbuat, persetujuan antara kedua belah pihak, syarat, ketentuan, tangguh, penundaan waktu dan batas waktu.12

11

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka. 2005) hlm. 458.

12

(2)

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”13

terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.

.

Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan

14

Subekti menyatakan bahwa suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.15

R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih16

Salim HS menyatakan bahwa Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana

13

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rincka Cipta, 2007), hlm. 363

14

Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikiitan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 2005), hlm. 89. (Selanjutnya disebut Mariam I).

15

R.Subekti, Op.Cit, hlm. 36

16

(3)

subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”17

Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.18

B. Perjanjian Kredit

Perikatan dapat pula lahir dari sumber-sumber lain yang tercakup dengan nama undang-undang.

Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”.Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi ke dalam perikatan yang lahir karena undang-undang saja (Pasal 1352 KUH Perdata) dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang.Sementara itu, perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang dapat lagi dibagi kedalam suatu perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari suatu perbuatan yang berlawanan dengan Hukum (Pasal 1353 KUH Perdata).

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo), sehingga perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang (perjanjian pinjam-pengganti).Perjanjian kredit ini merupakan perjanjian pokok

17

Salim, HS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) hlm. 27. (Selanjutnya disebut Salim HS I)

18

(4)

serta bersifat konsensuil (pactade contrahendo obligatoir) disertai adanya pemufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan hukum antara keduanya.

Perjanjian Kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak nasabah.Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pinjam pengganti.Meskipun demikian, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena didalamnya terdapat adanya kekhususan, yangmana objek perjanjiannya berupa uang.19

1. Adanya pihak-pihak, setidak-tidaknya harus ada dua orang, inilah yang disebut sebagai subyek dalam konsep hukum.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian itu mengandung elemen-elemen sebagai berikut :

2. Adanya persetujuan diantara para pihak itu, inilah yang disebut sebagai konsensus.

3. Adanya obyek berupa benda yang diperjanjikan.

4. Adanya tujuan yang hendak dicapai bersifat kebendaan yakni menyangkut harta kekayaan

5. Ada bentuk tertentu, apakah itu lisan atau tulisan.20

19

Gatot Supramono, Perbankan dan Permasalahan Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis (Jakarta: Djambatan, 1996), hlm. 62.

20

(5)

Ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata Perjanjian didefinisikan sebagai : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika kita perhatikan dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, Perjanjian tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut.

Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.

Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata hendak menjelaskan bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata. Atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsensuil.

(6)

alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding)

Oleh karena itu apabila seseorang atau suatu badan memberikan kredit berarti ia percaya akan kemampuan pihak debitur pada masa depan akan mampu memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan baik itu berupa uang, barang atau jasa. Noah Websten, sebagaimana dikutip Munir Fuady mengartikan kata “kredit” berasal dari bahasa Latin “creditus” yang berarti to trust. Kata “trust” itu sendiri berarti “kepercayaan”.21

C. Hukum Jaminan

Dengan demikian, walaupun kata “kredit” telah berkembang, tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, kata “kredit” tetap mengandung usaha “kepercayaan” walaupun sebenarnya kredit tidak hanya sekedar kepercayaan.

Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang debitur terhadap seorang kreditur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.22

Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan

21

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang – Undang Tahun 1998, Buku Kesatu, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 128

22

(7)

yang berlaku saat ini. Definisi ini difokuskan pada pengaturan pada hak-hak kreditur semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur.Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan.23

Sedangkan menurut Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.24

1. Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumberkan kepada ketentuan hukum yang tertulis dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan, termasuk yurisprudensi, baik itu berupa peraturan yang original (asli) maupun peraturan yang derivatif (turunan). Adapun ketentuan hukum jaminan yang tidak tertulis adalah ketentuan Dari pendapat-pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan atau kreditur sebagai pembebanan suatu utang tertentu atau kredit dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).

Berdasarkan pengertian di atas, unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan, yakni sebagai berikut:

23

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 3.

24

(8)

hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan pembebanan utang suatu jaminan.

2. Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur). Pemberi jaminan yaitu pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai (benda) jaminan kepada penerima jaminan (kreditur).

3. Adanya jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur.

4. Pemberian jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu.

Ketentuan hukum jaminan kredit dapat dijumpai dalam Buku II KUHPerdata yang mengatur mengenai Hukum Kebendaan. Dilihat dari sistematika KUHPerdata, pada prinsipnya hukum jaminan merupakan bagian dari Hukum Kebendaan, sebab dalam Buku II KUHPerdata diatur mengenai pengertian, cara membedakan benda dan hak-hak kebendaan, baik yang memberikan kenikmatan dan jaminan.

Ketentuan dalam pasal-pasal Buku II KUHPerdata yang mengatur mengenai lembaga dan ketentuan hak jaminan dimulai dari Titel Kesembilan Belas sampai dengan Titel Dua Puluh Satu, Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1232.

(9)

kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”

Jaminan pemberian kredit menurut Pasal 8 ayat (1) adalah bahwa keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil resiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan.Dengan adanya jaminan, apabila debitur tidak mampu membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya.25

D. Jaminan Kredit

Jadi, untuk mengurangi resiko pada jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama tehadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur.

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu :Zekerheid atau Cautie. Zekerheid atau Cautie mencakup secara umum cara-cara

25

(10)

Kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping penanggungan jawab umum Debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan, istilah agunan dapat dibaca di dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,Agunan adalah:26

Jaminan artinya adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima oleh Debitur dari Kreditur. Menurut UU Perbankan yang berlaku saat ini sangat menekankan pentingnya suatu jaminan dalam memberikan kreditnya dalam rangka pendistribusian dana nasabah yang sudah terkumpul olehnya, serta untuk menggerakkan roda perekonomian. Yang sangat dipertimbangkan adalah jaminan Jaminan tambahan diserahkan nasabah Debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menentukan bahwa : Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

26

(11)

khusus di luar jaminan pada umumnya sebagaimana yag diatur dalam ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata, dimana dinyatakan bahwa segala kebendaan milik Debitur, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari akan menjadi tanggungan untuk segala perikatannya.

Dengan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata berarti seluruh harta benda milik Debitur menjadi jaminan hutangnya bagi Kreditur, dalam hal Debitur tidak dapat memenuhi kewajiban membayar hutangnya kepada Kreditur, maka harta benda milik Debitur akan dijual dimuka umum dan hasil penjualan tersebut dipergunakan untuk melunasi hutangnya kepada Kreditur, dalam hal Kreditur lebih dari satu maka harus dibagi secara perimbangannya dengan piutangnya masing-masing terhadap ketentuan tersebut dapat juga Kreditur mendapat perlakuan khusus yaitu diutamakan sesuai dengan Pasal 1132 KUHPerdata asalkan diperjanjikan terlebih dahulu. Bahwa yang dimaksud dengan jaminan kredit adalah pihak Debitur untukmendapatkan kepercayaan dari Kreditur yang akan mengucurkan dana, dimana dana tersebut setelah ada pada Debitur akan dikembalikan lagi pada Kreditur dengan cara mengangsur/mencicil dalam suatu waktu yang telah ditentukan guna untuk menjamin angsuran tersebut pihak Debitur memberikan sesuatu sebagai jaminan pada Kreditur yang apabila Debitur tidak lagi mampu membayar angsurannya, Kreditur dapat mengambil pelunasan dengan cara menjual jaminan tersebut.

(12)

jaminan yaitu yang masih berlaku sampai dengan sekarang ini adalah tentang pengaturan gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata dan yang berkaitan dengan Hipotik diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata. Ketentuan yang mengatur mengenai Hipotik ini meliputi : (1) Ketentuan umum (2) Pembukuan-pembukuan Hipotik serta cara pembukuan , (3) Pencoretan pembukuan (4) Akibat-akibat Hipotik terhadap pihak ketiga yang menguasai benda yang tidak dibebani. (5) hapusnya Hipotik (6) Pegawai yang ditugaskan menyimpan Hipotik, tanggung jawab mereka dan publikasi register umum, pengaturan tentang Hipotik ini hanya berlaku untuk Kapal Laut yang beratnya 20 M3 Keatas dan pesawat Udara. Sedangkan mengenai hak atas tanah tidak berdasarkan KUHPerdata lagi akan tetapi didasarkan pada ketentuan UUHak Tanggungan.

Mengenai pengaturan Hukum Jaminan di luar KUHPerdata :

1. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum DagangStb.1847b Nomor 23 yang mengatur kaitannya dengan jaminan dalam Pasal 314 sampai Pasal 316 KUHD yang berkaitan dengan pembebanan Hipotik pada Kapal Laut. 2. Dalam Undang-Undang Pokok Agrariadimana yang berkaitan dengan

(13)

mengenai Hipotik tersebut dalam KUHPerdata dan Creditverban tersebut dalam S.1908-542 sebagaimana telah diubah dengan S.1937-190.27

3. Undang-Undang Hak Tanggungan.15 Undang-Undang ini mencabut berlakunya Hipotik sebagaimana yang diatur dalam buku KUHPerdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai tanah dan ketentuan mengenai Crediverban dalam S. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan S.1937-190 adalah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia.28

UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia 16, ada tiga pertimbangan lahirnya UU Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia ini yaitu : (1). Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan, (2). Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan Perundang-Undangan secara lengkap dan konperhensif. (3) Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada kantor Pendaftaran Fidusia.29

27

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria

28

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

29

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai informasi meyebutkan bahwa produksi kelapa sawit di beberapa daerah di Indonesia masih belum optimal antara lain disebabkan masih banyak bunga yang gagal

Oswald Sanders mengatakan, “Memikul tanggung jawab dan melakukannya dengan rela, merupakan ciri yang perlu bagi seorang pemimpin.” 13 Salah satu syarat untuk

Salah satu yang menarik untuk diketahui adalah peristiwa tentang politik (Mencher, 2000, hal. Berita tentang pemilihan anggota kabinet merupakan salah satu

tersebut memunculkan fenomena-fenomena psikologi kepribadian melalui tokoh-tokohnya, terutama tokoh utamanya Paria, yang mengalami berbagai dianamika kepribadian dalam

Dengan adanya experiential marketing, pelanggan akan mampu membedakan produk dan jasa yang satu dengan lainnya karena mereka dapat merasakan dan memperoleh pengalaman secara

Kedua hasil tersebut nampak berbanding lurus dengan penelitian yang dilakukan dimana, anggaran berbasis kinerja berpengaruh secara positif dan simultan terhadap

598 RITA JULIANI 0015076905 Universitas Negeri Medan IbMn Ikan Hias Untuk Desa Sekip Lubuk Pakam IbM belum diunggah belum diunggah. 599 SUPRAPTO 0019037608 Universitas Negeri Medan

Telah diuji dalam sidang Laporan Tugas Akhir yang diselenggarakan oleh Program Studi Diploma III ...