BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi di Indonesia menjangkit setiap lapisan masyarakat dari korupsi
dalam skala kecil hingga skala besar. Setiap tahun jumlahnya terus meningkat
bisa dilihat dari data statistik Rekapitulasi Penindakan Pidana Korupsi oleh Portal
Pengetahuan Anti Korupsi, per 30 April 2016, di tahun 2016 KPK melakukan
penyelidikan 28 perkara, penyidikan 32 perkara, penuntutan 19 perkara, inkracht
17 perkara, dan eksekusi 24 perkara. Dan total penanganan perkara tindak pidana
korupsi dari tahun 2004-2016 adalah penyelidikan 780 perkara, penyidikan 500
perkara, penuntutan 408 perkara, inkracht 337 perkara, dan eksekusi 357 perkara1
Masalah korupsi bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum
dan ekonmi bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun
yang lalu, baik di negara maju mau pun dinegara berkembang termasuk juga di
Indonesia. Bahkan perkembangan masalah korupsi di Indonesia saat ini sudah .
Setiap tahun tindak pidana korupsi dilakukan semakin rapi, sistematis,
cerdik, dan terorganisir untuk mengelabui petugas berwenang. Dampak korupsi
bisa sangat merugikan negara karena berdampak langsung kepada sosial
masyarakat dan keberlangsungan negara sehingga tindak pidana korupsi tergolong
kejahatan luar biasa bukan lagi kejahatan biasa.
1
demikian parahnya dan menjadi masalah yang sangat luar biasa karena sudah
menjangkit dan menyebar ke seluruh apisan masyarakat.2
Dalam sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia, istilah korupsi pertama
kali digunakan di dalam peraturan Penguasa Militer Nomor Prt/PM-06/1957,
sehingga korupsi menjadi suatu istilah hukum. Penggunaan istilah korupsi dalam
peraturan tersebut terdapat pada bagian konsiderannya, yang antara lain
menyebutkan, bahwa perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan
perekonomian negara yang oleh khalayak ramai dinamakan korupsi.3
Penelusuran terhadap berbabgai literatur yang menjadikan korupsi sebagai
objek kajian dan pembahasan, telah memberitahukan suatau gambaran betapa
tidak mudahnya membuat suatau batasan konseptual untuk memahami makna Romli
Atmasasmita dalam bukunya Sektor Korupsi Aspek Nasional dan Aspek
Internasional menegaskan bahwa korupsi selalu bermula dan berkembang di
sektor pemerintahan publik dan perusahaan milik negara.
Di masa orde baru korupsi berkembang sangat mendalam hingga
membekas sampai sekarang, khususnya dalam pemerintahan dikarenakan
penyelenggara pemerintah yang mengedepankan kerahasiaan ketertutupan
informasi publik saat itu. Perilaku sosial masyarakat Indonesia menjadikan
pemberatasan korupsi di Indonesia bukan hal yang mudah untuk di atasi
dikarenakan sudah menjadi kebiasaan yang biasa dilakukan dalam suatu instansi
negara tanpa penanganan yang serius sebelumnya oleh yang berwenang.
2
Edi Yunara, Korupsi dan Pretanggungjawaban Pidana Korporasi, (Bandung. PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 2
3
korupsi. Ketidakmudahaan itu disebabkan karena kemajemukan aspek yang
terkandung di dalam perilaku korupsi itu sendiri, sehingga sulit menarik suatu
pengertian yang serba mencakup.4
Dilihat dari sudut terminologi, istilah korupsi berasa dari kata “corruptio”
dalam bahasa latin yang berarti kerusakan atau kebobrokan, dan dipakai pula
untuk menunjuk suatau keadaan atau perbuatan yang busuk. dalam perkembangan
selanjutnya, istilah ini mewarnai perbendaharaan kata dalam bahasa berbagai
negara, termasuk bahasa Indonesia. Istilah korupsi sering dikatitkan dengan
ketidakjujuran atau kecurangan seorang dalam bidang keuangan. Dengan demikian,
melakuakan korupsi berarti melakukan kecurangan atau penyimpangan
menyangkut keuangan.5
Pendapat beberapa ahli mengenai pengertian tindak pidana korupsi
berbeda-beda, di antaranya berpendapat bahwa korupsi adalah penyimpangan dari
tugas formal dalam kedudukan resmi pemerintah, bukan hanya jabatan eksekutif
tetapi juga legislatif, partai politik, auditif, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) hingga di lingkungan pejabat
sektor swasta. Pendapat lainnya menitikberatkan tindak korupsi atas dasar apakah
tindakan seseorang bertentangan dengan kepentingan masyarakat,
mempergunakan ukuran apakah tindakan tersebut dianggap koruftif oleh pejabat
umum atau tidak.6
4Ibid
, hlm. 1.
5Ibid
, hlm. 3.
6
Di dunia internasional korupsi dalam Black Law Dictionary
berarti:“Corruption an act done with an intent to give some advantage
inconsistent with official duty and the rights of others. The act of an official or
fiduciary person, contrary to duty and the rights of others.”
Berarti suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk
mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan
kebenaran-kebenaran lainnya. Suatu perbuatan dari suatu yang resmi atau
kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan
memakai sejumlah keuntungan unruk dirinya sendiri atau orang lain yang
bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya.7
Korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi di tingkat pejabat atas atau elite
melaikan dimulai dari struktur paling bawah instansi pemerintahan, karena erat
kaitannya dengan kekuasaan. Piers Beirne dan James Messerschmidt memandang
korupsi sebagai suatu yang erat kaitannya dengan kekuasaan. Untuk itu mereka
menjelaskan adanya empat tipe korupsi, yakni politicalbribery, political kick
backs, election fraud, dan corrupt compaign practices.8
Keempat tipe korupsi tersebut marak sekali terjadi di Indonesia. Dalam
penyelenggaraan pemerintah keempat hal ini menjadi fokus utama pemberantasa
korupsi karena sangat lazim pelaksanaannya bahkan secara praktek sosial
masyarakat memahami suatu perbuatan tersebut adalah suatu tindak pidana
koruppsi namun kenyataannya masyarakat menerima hal tersebut karena
memandang hal tersebut sesuatu yang lazim.
7 Ibid 8
Penyusunan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) telah
mempertimbangkan setiap faktor yang dapat melemahkan sistem peradilan pidana
dalam memberantas korupsi yang telah melembaga baik dalam sektor publik
maupun swasta.9
Semankin meningkatnya tidak pidana korupsi, pemerintah berinnisiatif
membentuk suatu lembaga yang berdiri sendiri untuk memberantas tindak pidana
korupsi yang sekarang kita kenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi atau
yang lebih dikenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK secara
proaktif dapat meningkatkan kinerja instansi kepolisian dan kejaksaan dengan
inisiatifnya melaksanakan tugas penyidikan dan penuntutan terhadap para pelaku
tindak pidana korupsi, baik di instansi publik yang ada dilembaga eksekutif,
legislatif, yudikatif maupun BUMN.10
Syed Hussein Alatas mengaktakan, bahwa terjadinya korupsi adalah
apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh
seorang dengan maksud memengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa
pada kepentingan si pemberi.11
Dalam kasus korupsi pejabat Bea dan Cukai tahun 2013, Heru Sulastyono,
kepala Sub-Direktorat Ekspor Direktorat Jendral Bea dan Cukai menerima suap
dari importir. Dari penangkapan Heru, polisi menyita delapan rumah yang diduga
9
Romli Atmasasmita, Sektor Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, (Bandung, CV.Mandar Maju, 2004), hlm. 2.
10
Andi Hamzah (I), Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama,1991), hlm. 7.
11
merupakan suap. Perkara ini juga menyeret Yusran Arief, importir pemilik
PT.Tanjung Jti Utama. Modus penyuapan menggunakan pembelian polis asuransi
senilai Rp.11,4 miliar.12
B. Perumusan Masalah
Heru juga diberitakan menerima gratifikasi dari Yusran Arief berupa
rumah dan mobil. Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 adalah:
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi
tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimana pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi oleh
penyelenggara negara ?
2. Bagaimana analisis hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh PNS Bea dan Cukai pada Kasus Nomor: 45/PID/TPK/2014/PT.DKI ?
C. Tujuan dan Kegunanan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana korupsi
oleh penyelenggara negara.
12
PolisiBerkas Suap Heru Sulastyono Lengkap, Tempo,
3. Untuk mengetahui Bagaimana analisis hukum terhadap tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh PNS Bea dan Cukai pada Kasus Nomor:
45/PID/TPK/2014/PT.DKI ?
Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian dapat menjadi sumbangan pemikiran dibidang hukum yang
akan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai tindak pidana korupsi serta
gratifikasi di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Dapat diterapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum dalam
bidang korupsi khususnya gratifikasi di Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana
Berbagai definisi yang telah dikemukakan dan ditulis oleh para ahli
hukum, yang pada dasarnya memberikan sesuatu batasan yang hampir bersamaan,
yaitu bahwa hukum itu memuat peraturan tingkah laku manusia.
Peraturan tingah laku manusia adalah sesuatu yang barang kali dapat kita
terima sebagai ciri hukum. Namun demikian, ia tidak lebih daripada ciri belaka, ia
tidak menyatakansesuatu tentang isi hukum. Hal ini disebabkan, karena hukum
adalah benda yang abtrak, yang tidak dapat dilihat, tak dapat di pegang. Yang
dapat dilihat adalah tingkah manusia sehari-hari lebih tepat lagi tingkahlaku
denganmenetapkan tingkah laku apa yang boleh, harus atau dilarang dilakukan
oleh manusia berkisar pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban.
Selanjutnya pengertian hukum ini dapat didekati dari fungsi-fungsi dasar
yang dikerjakan oleh hukum didalam masyarakat. Dapat ditunjukan bahwa hukum
memperolehfungsi yang sesuai dalam pembagian tugas di dalam keseluruhan
struktur sosial.
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) dikenal dengan istilahstratbaar feitdan dalam kepustakaan tentang
hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat
undang-undang merumuskan suatu undang-undang-undang-undang mempergunakan istilah peristiwa
pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu
istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai
istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada
peristiwa hukum pidana.
Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa
yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah
diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat
memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan
masyarakat.13
Moeljatno, berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang
menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah:
”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut.” 14
“Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan
hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang
melanggar larangan tersebut.”
Jadi berdasarkan pendapat tersebut di atas pengertian dari tindak pidana
yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa
merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum
atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi
pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan
ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau
orang yang menimbulkan kejadian tersebut. Dalam hal ini maka terhadap setiap
orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku, dengan demikian dapat
dikatakan terhadap orang tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku
tindak pidana. Akan tetapi haruslah diingat bahwa aturan larangan dan ancaman
mempunyai hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian dengan orang
yang menimbulkan kejadian juga mempunyai hubungan yang erat pula.
Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana menurut Bambang
Poernomo, berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana akan lebih
lengkap apabila tersusun sebagai berikut:
15
Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan hukum
pidana” dimaksudkan akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang masih
14
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta, Bina Aksara, 2008), hlm. 54.
15
mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis,
Bambang Poernomo, juga berpendapat mengenai kesimpulan dari perbuatan
pidana yang dinyatakan hanya menunjukan sifat perbuatan terlarang dengan
diancam pidana.
Berbicara dengan hukum pidana tidak bisa lepas dari unsur-unsurnya,
adapun yang menjadi unsur-unsur tindak pidana dibedakan atas unsur subjektif
dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya
yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif
adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di
dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus
dilakukan.16
a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah sebagai berikut :
b. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam
kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di
dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
e. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak
pidana menurut Pasal 308 KUHP.
16
Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah:
a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid;
b. Kwalitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di
dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai
pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan
menurut Pasal 398 KUHP.
c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab
dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
2. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Suatu fenoneman sosial yang dinamakan korupsi merupakan realitas
prilakumanusiadalam intraksi sosial yang dianggab menyimpang, serta
membahayakan masyarakat dan negara. oleh karena itu, prilaku tersebut dalam
segala bentuk dicela oleh masyarakat, bahkan termasuk oleh para koruptor itu
sendiri sesuai dengan ungkapan” koruptor teriak koruptor”. Pencelaan masyarkat
terhadap korupsi menurut konsepsi yuridis dimanifestasikan dalam rumusan
hukum sebagai suatu bentuk tidan pidana. Di dalam politik hukum pidana
Indonesia, korupsi itu bahkan dianggab sebagai bentuk tindak pidana yang perlu
didekati secara khusus, dan diancam dengan yang cukup berat17
Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptie/corruptus selanjutnya
kata corruptio berasal dari kata corrumpore (suatu kata latin yang tua). Dalam
ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi (dari bahasa latin corruptie =
17
penyuapan, corrumpore = merusak) yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan
negara menyalah gunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan dan ketidak beresan
lainnya.
Pengertian korupsi secara harfiah dapat berupa:
a) Kejahatan, kebusukan dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidakjujuran.
b) Perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya.
c) Perbuatan yang pada kenyataanya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk:
Perilaku yang jahat dan tercela atau kebejatan moral, penyapan dan
bentuk-bentuk ketidak jujuran, sesuatu yang dikorup seperti kata yang diubah atau
diganti secara tidak tepat dalam suatu kalimat, pengaruh-pengaruh yang korup
sedangkan menurut transparency international memberikan definisi tentang
korupsi sebagai perbuatan menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik
untuk keuntungan pribadi.18
3. Pengertian Bea dan Cukai
Bea adalah sebuah kegiatan pemungutan bea masuk dan pajak dalam
kegiatan impor dan ekspor khususnya untuk barang-barang tertentu. Sedangkan
Cukai bisa dibilang akan jauh lebih susah dimengerti dibandingkan dengan
pengertian bea, oleh karena itu pengertian bea dan cukai tidak bisa disatukan
menjadi pengertian bea cukai. Pengertian cukai adalah sebuah kegiatan
18
pemungutan yang dilakukan oleh negara secara tidak langsung kepada setiap
konsumen yang menikmati objek yang dikenakan cukai seperti rokok, alkohol,
dan lain-lain.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berada di bawah dan bertanggung
jawabkepada Menteri Keuangan dan dipimpin oleh Direktur Jenderal Bea dan
Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum,
pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fungsi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang penegakan hukum, pelayanan dan pengawasan,
optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan
dan optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengawasan,
penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara di bidang
kepabeanan dan cukai;
4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan, penegakan
hukum, pelayanan dan optimalisasi penerimaan negara di bidang kepabeanan
dan cukai;
5. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan,
penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi penenmaan negara di bidang
6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan.
Dasar hukum mengenai Bea dan Cukai di Indonesia dapat dilihat di
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1995 tentang Cukai.
E. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian mengenai analisis mengenai tindak pidana korupsi yang dilakukan
pegawai negeri sipil Bea dan Cukai (Studi Putusan No: 45/PID/TPK/2014/PT.DKI)
merupakan penelitian hukum normatif. Peneltitian hukum normatif adalah
merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan
berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan
pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Penelitian jenis
normatif ini menggunakan analisis kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data
yang ada dengan kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka-angka.19
Penelitian hukum normatif ini bertujuan untuk menemukan aturan-aturan
hukum mengenai kapan seseorang telah melakukan penyalagunaan wewenang
dalam jabatan yang mengakibatkan timbulnya korupsi serta mengenai tindak
pidana dan menguji apakah suatu postulat normatid tertentu memang dapat atau
tidak dapat dipakai untuk memecahkan suatu masalah hukum tertentu in
19
concretodan sinkronisasi aturan-aturan hukum mengenai korupsi ke dalam sistem
hukum pidana di Indonesia.
2. Sumber Data
Penelitian ini dititikberatkan pada studi pustaka, sehingga data skunder
atau bahan pustaka lebih diutamakan dari data primer.
Data skunder yang di teliti terdiri atas:
1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa:
a. Peraturan Perundang-undangan yang berhubungan dengan korupsi dan
Bea dan Cukai.
b. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku
seperti KUHPidana
2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum premer antara lain berupa:
a. Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai asas-asas berlakunya
hukum pidana dalam tindak pidana korupsi serta Bea dan Cukai
b. Tulisan dan pendapat pakar hukum pidana mengenai kejahatan korupsi
yang dilakukan pegawai negeri sipil Bea dan Cukai
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penelitian ini antara
lain:
a. Dokumen atau bahan pustaka
Bahan pustaka dimaksud terdiri atas bahan hukum primer yaitu peraturan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana). Bahan hukum sekundar
berupa karya para ahli termasuk hasil penelitian.
b. Studi putusan
Studi putusan dilakuakan terkait dengan penelitian yang bersangkutan
sehingga dapat menemukan data-data yang dapat diambil dan dijadikan dasar
untuk menulis penelitian ini.
4. Analisa Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisa data
merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola
kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.20
F. Keaslian Penulisan
Analisa kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokan dan
menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan
kebenarannya. Dalam menganalisis data yang diperoleh akan digunakan cara
berpikir yang bersifat deduktif yaitu data hasil penelitian dari hal yang bersifat
khusus menjadi yang bersifat umum. Dengan metode deduktif ini diharapkan akan
memperoleh jawaban dari permasalahan.
Tulisan yang berjudul Analisis Hukum Pidana Korupsi yang Dilakukan
Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai merupakan hasil dari penelitian penulis yang
20
dilakukan di perpustakaan. Dan didalam hasil penelitian itu belum ada mahasiswa
yang menulis tentang judul ini. Karena mahasiswa belum ada yang menulis, maka
tulisan ini asli dari buah pikiran penulis. Baik dikemudian hari telah nyata dan
skripsi yang sama dengan skripsi ini, sebelum ini dibuat, maka saya
bertanggungjawab sepenuhnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari:
a. Bab I berisikan tentang gambaran-gambaran tentang permasalahan korupsi
serta adanya tanggapan penulisan tentang tindak pidana korupsi yang
dilakukan Pegawai Negeri Sipil di dalam Bea dan Cukai.
b. Bab II berisikan tentang gratifikasi dalam tindak pidana korupsi.
c. Bab III berisikan tentang Analisis hukum terhadap tindak pidana
korupsiPegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai.
d. Bab IV terdapat adanya kesimpulan yang merupakan jawaban dari
permasalahan dan rekomendasi yang akan diberikan dalam penyalagunaan
wewenang oleh Pegawai Negeri Sipil didalam Bea dan Cukai yang akan