• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Molar Metanol Dengan Minyak dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Biodiesel dari Limbah Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Heterogen Abu Kulit Pisang Kepok"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1BIODIESEL

Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena mudah terurai, tidak beracun, dan rendah emisi. Sifatnya bervariasi tergantung pada bahan baku minyak dan alkohol yang digunakan tetapi selalu dapat digunakan sebagai pengganti langsung untuk bahan bakar diesel [12].

Biodiesel umumnya disintesis melalui reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa seperti natrium dan kalium hidroksida, atau natrium dan kalium karbonat [4] Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [13]. Jika kadar asam lemak bebas tinggi akan mengakibatkan reaksi transesterifikasi terganggu akibat terjadinya reaksi penyabunan antara katalis dengan asam lemak bebas sehingga menurunkan yield biodiesel [14]. Pada kasus demikian, minyak nabati atau lemak hewani yang mengandung asam lemak bebas tinggi harus diesterifikasi terlebih dahulu. Asam lemak bebas dan alkohol dapat dikonversi menjadi ester dan air dengan katalis asam [4].

(2)

Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI 04-7182-2012 [16]

Parameter Standar

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan-bahan makanan yang biasanya digunakan untuk menggoreng. Minyak goreng nabati biasa diproduksi dari kelapa sawit, kelapa, atau jagung. Adapun standar kualitas minyak goreng menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Minyak Goreng Menurut SNI 04-3741-2002

Parameter Standar

Bilangan Peroksida Maks 1,00 mg O2/100 gr

Bilangan Iodin 45-56

Bilangan Penyabunan 196-206

Indeks Bias 1,448- 1,450

(3)

menyebabkan kandungan FFA pada minyak tersebut akan tinggi. Dengan adanya kandungan FFA pada minyak akan bersifat racun bagi tubuh manusia. Minyak goreng yang dipakai secara berulang warnanya berubah dari bening menjadi coklat tua bahkan sampai berwarna hitam akibat dari semakin tingginya kadar asam lemak bebas. Maka dari itu penggunaan minyak jelantah secara berulang-ulang sangat berbahaya bagi kesehatan [3].

Dalam penggunaannya, minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat oksidasi dan hidrolisis, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut. Melalui proses-proses tersebut beberapa trigliserida akan terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas inilah yang kemudian akan diesterifikasi dengan metanol menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya ditransesterifikasi dengan metanol, yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Dengan kedua proses tersebut maka minyak jelantah dapat bernilai tinggi [3]. Komposisi asam lemak dari minyak jelantah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Dari Minyak Jelantah [17]

Asam Lemak % Komposisi

(4)

sebagai bahan pendingin, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi industri etanol [19].

Di Amerika Serikat, harga metanol adalah setengah harga etanol. Di beberapa negara, terutama Brazil, bahan baku dan teknologi yang tersedia memungkinkan produksi etanol lebih ekonomis melalui prose fermentasi menghasilkan produk yang lebih murah daripada metanol. Etanol juga digunakan dalam produksi biodiesel untuk percobaan di negara Amerika Serikat dimana etanol dibuat dari fermentasi pakan kaya pati [18]. Selain metanol dan etanol, alkohol lainnya seperti propanol dan butanol juga dapat digunakan dalam reaksi transesterifikasi.

Metanol lebih banyak dipilih karena berharga lebih murah daripada alkohol lainnya dan merupakan senyawa polar berantai karbon terpendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan trigliserida [20] dan juga merupakan turunan alkohol yang memiliki berat molekul paling rendah sehingga kebutuhannya untuk proses alkoholisis relatif sedikit dan lebih stabil [21]. Sifat-sifat fisika dan kimia metanol dapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Metanol [22]

Berat molekul 32,04 g/mol

Katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis homogen (KOH dan NaOH). Namun, penggunaan katalis tersebut memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup rumit. Sisa katalis homogen tersebut dapat mengganggu pengolahan lanjut biodiesel yang dihasilkan [23]. Selain itu, katalis homogen tersebut dapat bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun sehingga akan mempersulit pemurnian serta menurunkan yield biodiesel [24].

(5)

heterogen dari produknya cukup sederhana yaitu dengan menggunakan penyaringan [24]. Beberapa contoh katalis heterogen misalnya CaO, MgO SrO, Zeolit, Al2O3, ZnO, TiO2, dan ZrO telah digunakan dalam proses transesterifikasi. Di antara katalis ini, logam alkali oksida (misalnya MgO, CaO, K2O dan SrO) memiliki aktivitas tinggi untuk digunakan dalam proses transesterifikasi. Penggunaaan katalis heterogen berbasi biomassa telah sukses dikembangkan. Beberapa sumber biomassa yang dapat digunakan sebagai katalis adalah abu kuli kelapa, abu kulit coklat, abu ampas tebu dan abu kulit pisang dan hasil yang diperoleh cukup efektif untuk dijadikan katalis heterogen dalam reaksi transesterifikasi [8]. Alasan dipilih biomassa kulit pisang sebagai katalis untuk reaksi transesterifikasi adalah kulit pisang memiliki kandungan kalium yang cukup tinggi sekitar 61,83% [11]. Kemudian sifat basa dari logam kalium sangat tinggi karena termasuk logam pembentuk basa kuat dan termasuk golongan alkali tanah. Senyawa kalium oksida juga dapat diperoleh secara mudah di alam. Sumber K2O salah satunya adalah dari limbah kulit pisang kepok yang jumlahnya berlimpah di lingkungan. Selain mengurangi limbah dari kulit pisang juga dapat dimanfaatkan untuk katalis pembuatan biodiesel [8].

2.5 PISANG

(6)

2.5.1 Pisang Kepok

Pisang kepok merupakan pisang kultivar triploid hibrida yang berasal dari Filipina dengan nama ilmiah (Musa paradisiaca ). Pisang kepok seperti kultivar pisang lainnya tumbuh dengan baik di daerah lembab dan hangat dengan suhu berkisar antara 18 °C hingga 35 °C dan curah hujan tahunan 2.500 mm yang merata sepanjang tahun. Pisang kepok juga tumbuh dengan baik di bawah sinar matahari penuh dengan tanah subur yang kaya akan bahan organik dan pH tanah antara 5,5 dan 6,5. Pisang kepok dapat dimakan mentah atau dimasak. Pisang ini juga dibudidayakan sebagai tanaman hias dan pohon rindang untuk ukuran besar dan warna mencolok. Daunnya juga digunakan sebagai pembungkus tradisional makanan hidangan asli di Asia Tenggara. Seratnya juga dapat diambil dari batang atau daun dan diolah menjadi tali, tikar, dan karung [25].

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Kulit buah pisang mengandung 15% Kalium dan 12% Fosfor yang lebih banyak dibandingkan daging buahnya. Keberadaan Kalium yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk. Pupuk kulit buah pisang adalah sumber potensial pupuk kalium dengan kadar K2O 46-57 % basis kering. Selain mengandung Fosfor dan Kalium, kulit pisang juga mengandung unsur Magnesium, Sulfur, dan Natrium [26]

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Dalam Kulit Pisang [26]

Senyawa Kandungan (g/100 g berat kering)

Protein 8,6

Pati 12,1

Lemak 13,1

Abu 15,3

Serat Total 50,3

(7)

2.6 TRANSESTERIFIKASI

Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk memproduksi metil ester dan gliserol [27] Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan metil ester (biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih [28]. Metanol lebih umum digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya lebih murah dan cepat bereaksi dengan trigliserida [29]

Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [13]. Jika angka asam lemak bebas melebihi jumlah ini, pembentukan sabun akan menghambat pemisahan ester dari gliserol dan juga mengurangi tingkat konversi ester [30].

Reaksi transesterifikasi trigliserida dapat dilihat pada gambar 2.1.

O O

H2C-O-C-R1 R1-C-OCH3 H2C-OH

O O

HC-O-C-R2 + 3CH3OH Katalis R2-C-OCH3 + HC-OH

O O

H2C-O-C-R3 R3-C-OCH3 H2C-OH

Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida [31]

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi katalis heterogen antara lain :

a. Rasio molar (minyak:alkohol)

Reaksi transesterifikasi katalis heterogen memerlukan rasio molar untuk minyak:alkohol lebih tinggi seperti 12:1 dan 30:1 [32]. Semakin tinggi rasio molar minyak:alkohol akan meningkatkan yield biodiesel karena reaksi bersifat

reversible [33].

b. Katalis yang digunakan

(8)

akan meningkatkan yield biodiesel tetapi biodiesel yang dihasilkan bersifat lebih kental sehingga diperlukan daya yang tinggi untuk pengadukan [33].

c. Suhu reaksi

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dekat dengan titik didih metanol (60-70 oC) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi sehingga menurunkan yield biodiesel [32].

d. Waktu reaksi

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dengan waktu reaksi 3-24 jam [32]. Semakin lama waktu reaksi akan mengurangi yield

biodiesel karena adanya reaksi balik yaitu metil ester yang terbentuk kembali menjadi trigliserida [31].

e. Kandungan asam lemak dan air dalam minyak atau lemak

Gambar

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI 04-7182-2012 [16]
Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Metanol [22]
Tabel 2.5 Komposisi Kimia Dalam Kulit Pisang [26]
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida [31]

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan nilai bilangan asam ini diduga akibat aktivasi antara asam lemak bebas yang bereaksi dengan metanol katalis kalium karbonat semakin menurun dengan

Pada penelitian ini cangkang kerang darah hasil dekomposisi digunakan sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi minyak jelantah menjadi biodiesel.. Cangkang kerang

Sementara katalis padat asam, seperti zeolit memiliki keuntungan yang unik dalam reaksi esterifikasi dan transesterifikasi yang dapat meningkatkan penggunaan minyak dengan nilai

Pada penelitian ini biodiesel disintesis melalui reaksi transesterifikasi CPO (Crude Palm Oil) menggunakan katalis CaO dari cangkang kerang darah (Anadara granosa) kalsinasi 900 o

layak digunakan sebagai katalis dalam sintesis biodiesel melalui reaksi transesterifikasi menggunakan minyak dedak padi.. Kata kunci : biodiesel, minyak dedak padi, zeolit alam,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa katalis heterogen zeolit alam yang dimodifikasi dengan KOH dapat dijadikan sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi telah dilakukan untuk mengubah minyak jelantah menjadi biodiesel dengan bantuan katalis heterogen, kalsium oksida, dengan menggunakan reaktor

Sementara katalis padat asam, seperti zeolit memiliki keuntungan yang unik dalam reaksi esterifikasi dan transesterifikasi yang dapat meningkatkan penggunaan minyak dengan nilai asam