BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah menurut PP No. 71 Tahun 2010
meliputi:
Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan
pemakaian sumberdaya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah daerah yang
menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam 1 (satu)
periode pelaporan. Unsur yang tercakup dalam laporan realisasi anggaran terdiri
dari pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan.
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL) menyajikan pos-pos
berikut, yaitu: saldo anggaran lebih awal (saldo tahun sebelumnya), penggunaan
saldo anggaran lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SILPA/SIKPA)
tahun berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain dan
Saldo anggaran lebih akhir untuk periode berjalan. Pos-pos tersebut disajikan
secara komparatif dengan periode sebelumnya. 1. Laporan pelaksanaan anggaran yang terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA); dan
b. Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2. Laporan Keuangan , yang terdiri dari:
a.Neraca
b.Laporan Operasional (LO) c.Laporan Perubahan Ekuitas; dan d.Laporan Arus Kas (LAK)
LP-SAL dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas pemanfaatan
saldo anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga suatu entitas pelaporan
harus menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam
LP-SAL dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Struktur LP-LP-SAL baik pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak
memiliki perbedaan.
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos
Ekuitas awal atau ekuitas tahun sebelumnya, Surplus/defisit-LO pada periode
bersangkutan dan koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas,
yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan
kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya:
1. Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada
periode-periode sebelumnya;
2. Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai
asset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca
sekurang-kurangnya mencantumkan pos-pos berikut:
a. Kas dan setara kas;
b. Investasi jangka pendek;
c. Piutang pajak dan bukan pajak;
d. Persediaan;
e. Investasi jangka panjang;
g. Kewajiban jangka pendek;
h. Kewajiban jangka panjang;
i. Ekuitas dana
Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh
kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam
pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan
yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.
Laporan arus kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas
operasiona, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan transaksi non anggaran
yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas
pemerintah daerah selama periode tertentu. Unsur yang tercakup dalam laporan
arus kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing
didefinisikan sebagai berikut:
a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas terdiri dari penerimaan yang
masuk ke bendahara umum daerah;
b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari bendahara
umum daerah.
Catatan atas laporan keuangan berisi penjelasan naratif atau rincian dari
angka-angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus
kas. Catatan atas laporan keuangan juga memuat informasi tentang kebijakan
akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang
pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan
penyajian laporan keuangan secara wajar
Adapun hal-hal yang diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan
yakni menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
pencapaian target APBD berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target, menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama satu
tahun pelaporan, menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya, mengungkapkan informasi yang
diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang belum disajikan
pada lembar muka laporan keuangan, mengungkapkan informasi untuk pos-pos
aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas
pendapatan, belanja dan rekonsiliasinya dengan basis kas, menyediakan informasi
tambahan yang diperlukan untuk penyajian secara wajar, yang tidak disajikan
pada lembar muka laporan keuangan.
Untuk menyusun laporan keuangan ini, Pemerintah Daerah mengacu pada
Standar Akuntansi Pemerintahan (PP Nomor 24 Tahun 2004) Tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP). Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar
sumber, alokasi dan pemakaian sumberdaya ekonomi yang dikelola oleh
Pemerintah Daerah yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam satu periode pelaporan.
Laporan Keuangan Sebagai Bentuk Pertanggungjawaban Kepada Publik.
Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas laporan keuangan pada
dasarnya merupakan bentuk pertanggungjawaban atas penggunaan dana publik
(APBD).
DPRD selaku wakil rakyat yang diserahi untuk melaksanakan fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan, wajib memberikan penilaian
atas laporan keuangan yang disampaikan kepala daerah. Penilaian dilakukan
berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK, tentunya untuk menilai
tingkat ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, ketaatan terhadap
standar akuntansi, penilaian terhadap tingkat ekonomi dan efisiensi penggunaan
anggaran (APBD) atau kinerja organisasi.
Sementara itu untuk menilai kinerja organisasional, DPRD memerlukan
informasi tambahan yang dapat digali dari laporan kinerja kebijakan, program dan
kegiatan, serta informasi yang digali langsung dari masyarakat, mengenai tingkat
keberhasilan suatu kebijakan, program/kegiatan yang secara langsung dirasakan
oleh masyarakat. Indikator keberhasilan yang dirasakan oleh masyarakat yang
menjadi sasaran dari kebijakan itu dapat diketahui dari tingkat kepuasannya.
Dalam hal masyarakat merasakan puas terhadap pelaksanaan suatu
kebijakan, berarti mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut telah mampu
memecahkan permasalahannya, demikian pula sebaliknya, ketidakpuasan
masyarakat atas pelaksanaan suatu kebijakan, menggambarkan tingkat kegagalan
dari pelaksanaan suatu kebijakan, atau disebabkan oleh kebijakannya sendiri yang
Atas dasar informasi yang lengkap sebagaimana diuraikan di atas, DPRD
memberikan rekomendasi atas perbaikan kinerja manajerial dan kinerja
organisasional di masa yang akan datang. Rekomendasi yang disampaikan kepada
kepala daerah, harus dimonitor terus perkembangannya, sehingga temuan-temuan
pemeriksaan, dan ketidakefektifan suatu kebijakan tidak terulang kembali di masa
yang akan datang.
Penilaian Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Sebagaimana
diketahui bahwa pada awal tahun, Pemerintah Daerah menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan dokumen perencanaan
tahunan daerah yang memuat rencana kegiatan yang akan dilaksanakan satu (1)
tahun dan sumber pembiayaan kegiatan tersebut.
Untuk menilai tingkat pencapaian kinerja keuangan pemerintah daerah
dalam suatu tahun angggaran, diperlukan analisis terhadap laporan keuangan
daerah. Analisis tersebut dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan,
apakah posisi keuangan pemerintah daerah mengalami peningkatan atau
penurunan dibandingkan dengan tahun anggaran sebelumnya. Pertanyaan tersebut
dapat dijawab dengan menggunakan beberapa metode analisis yang lazim
digunakan untuk menganalisis terhadap laporan keuangan.
2.1.2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Mengacu pada teori agensi (agency theory), laporan keuangan pemerintah
daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang
hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atas laporan keuangan
pemerintah daerah.
Pemerintah yang bertindak sebagai agen mempunyai kewajiban
menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna informasi keuangan
pemerintah yang bertindak sebagai prinsipal dalam menilai akuntabilitas dan
membuat keputusan, baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Dalam
suatu pemerintahan demokrasi, hubungan antara pemerintah dan para pengguna
informasi keuangan pemerintah dapat digambarkan sebagai suatu hubungan
keagenan (agency relationship).
2.1.3. Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Penyusunan laporan keuangan dimaksudkan untuk mengarah pada tujuan
tertentu. Tujuan laporan keuangan secara umum adalah memberikan informasi
tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat
keputusan-keputusan ekonomi. Di samping itu juga untuk menunjukkan pertanggungjawaban
(stewardship) manajemen atas penggunaan sumber daya-sumber daya yang
dipercayakan kepada mereka.
Ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi
pemakai disebut dengan sifat atau karakteristik kualitatif. Sifat kualitatif laporan
keuangan menurut PP No. 71 Tahun 2010 di antaranya meliputi hal-hal sebagai
berikut.
a) Dapat dipahami, artinya laporan keuangan mudah untuk dipahami oleh
b) Relevan, artinya laporan keuangan harus sesuai dengan tujuan operasional
perusahaan dan memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan
keputusan.
c) Materialitas, artinya suatu laporan atau fakta dipandang material apabila
kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan mencatat informasi dapat
memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan analisis bahwa keadaan
lain sebagai bahan pertimbangan lengkap.
d) Keandalan (reliable), artinya informasi laporan keuangan harus bebas dari
pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan
pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful
representation).
e) Penyajian jujur, artinya informasi akuntansi harus menggambarkan
kejujuran transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan atau
secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
f) Kelengkapan, artinya informasi dalam laporan keuangan harus lengkap
dalam batasan materialitas dan biaya.
g) Dapat dibandingkan, artinya informasi akuntansi harus dapat dibandingkan
dengan laporan periode sebelumnya serta dapat dibandingkan dengan
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Prinsip-prinsip pengelolaan daerah menurut Permendagri Nomor 13, 2006;
16-17 adalah: Keuangan Daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang
didukung dengan bukti bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan,
Taat adalah pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman padaperaturan
perundang-undangan, Efektif adalah pencapaian hasil program dengan target
yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil,
Transparan adalah prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan
daerah, Perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan,
Keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu alat untuk
meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
tujuan otonomi daerah yangluas nyata dan bertanggung jawab.
Uraian ini menunjukkan bahwa keuangan daerah harus dikelola dengan
baik agar semua hak dankewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan daerah. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 pasal 4 ayat (1) menyatakan keuangan daerah
efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan dan manfaat untuk masyarakat
Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 maka
diterbitkanlah PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
(SAP). SAP digunakan sebagai suatu standar dan prinsip yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah. Sistem ini harus ditaati dan
digunakan oleh semua badan dan lembaga pemerintah. Oleh sebab itu, SAP
merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat.
Pergantian sistem pencatatan akuntansi yang berawal dengan basis kas
sampai dengan basis akrual sekarang memerlukan proses yang cukup panjang.
Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi
dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada
saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas
diterima atau dibayarkan.
Dalam akuntansi berbasi akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai
dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi
yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat. Pelaporan
berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya
jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan.
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010 Pemerintah harus menggunakan
sistem pencatatan berbasis akrual tahun 2015. Banyak hambatan yang muncul
2.1.5 Standar Akuntansi Berbasis Akrual
Basis Akrual menurut PSAP Nomor 01 adalah “basis akuntansi yang
mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan
peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau atau setara kas diterima
atau dibayar.”
Penetapan PP No. 71 Tahun 2010 maka penerapan sIstem akuntansi
pemerintah berbasis akrual telah mempunyai landasan hukum. Dengan penerapan
ini maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk dapat segera menerapkan SAP
yang baru yaitu SAP berbasis akrual. Hal ini sesuai dengan pasal 32 UU Nomor
17 Tahun 2003 yang mengamatkan bahwa bentuk dan isi laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan dan disajikan sesuai
dengan SAP.
Hal ini juga ditegaskan dalam pasal 4 ayat (1) PP No. 71 Tahun 2010 yang
menyebutkan bahwa Pemerintah menerapkan SAP berbasis akrual SAP tersebut
disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) yang independen dan
ditetapkan dengan PP setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
Tantangan baru yang muncul dari penetapan basis akrual ini
membutuhkan suatu pedoman yang dapat menjelaskan proses pembangunan
system akuntansi pemerintah an berbasis akrual ini secara lebih detail agar dapat
Terdapat perubahan yang cukup signifikan dalam unsur laporan keuangan
yang disajikan oleh setiap entitas pelaporan di pemerintah, jika dibandingkan
antara PP 71 Tahun 2010 dengan PP No. 24 Tahun 2005, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan PP 71 Tahun 2010 dan PP No. 24 Tahun 2005 PP No. 24 Tahun 2005 PP No. 71 Tahun 2010
1. Laporan keuangan pokok, yang
terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
(LRA)
b. Laporan Arus Kas (LAK);
dan
c. Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK)
3. Laporan pelaksanaan anggaran yang
terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
(LRA); dan
b. Laporan Perubahan Sisa Anggaran
Lebih (SAL)
4. Laporan Keuangan , yang terdiri dari:
a.Neraca
b.Laporan Operasional (LO)
c.Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d.Laporan Arus Kas (LAK)
e. Catatan atas laporan keuangan
(CaLK)
Catatan :
Entitas pelaporan diperkenankan
menyajikan laporan kinerja
keuangan dan laporan perubahan
ekuitas.
Catatan :
Entitas pelaporan wajib menyajikan laporan
lain dan/atau elemen informasi akuntansi
yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan
2.1.6 Akuntabilitas
Pemerintah dituntut tidak hanya menyajikan laporan keuangan namun
diharapkan mampu menyajikan laporan keuangan yang mempunyai kualitas yang
baik. Komponen akuntabilitas dalam suatu laporan sangatlah penting.
Akuntabilitas pemerintah memegang peranan penting dalam menjamin kualitas
laporan keuangan. Akuntabilitas juga menentukan tingkat kepercayaan
pihak-pihak yang menilai laporan keuangan tersebut, seperti donor, investor, dan
kreditor (Mardiasmo, 2006).
Informasi yang diperoleh melalui suatu laporan keuangaan pemerintah
dapat berupa informasi-informasi mengenai kondisi dan kinerja keuangan
pemerintah yang dapat digunakan untuk menilai kondisi keuangan dan hasil
kegiatan atau kinerja pemerintah. Menilai dan membandingkan informasi tentang
kondisi dan kinerja keuangan pemerintah antara realisasi dengan yang
direncanakan/dianggarkan dapat membantu penentuan tingkat kepatuhan
pelaksanaan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait keuangan serta
dapat membantu mengevaluasi pengelolaan keuangan pemerintah dengan prinsip
value for money (efektivitas dan efisiensi).
Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bahwa uang
publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan
efektif.Akuntabilitas dapat dicapai dengan menerapkan konsep ekonomis, efisien
dan efektif. Ketiga unsur tersebut berkaitan dengan bagaimana pemerintah
memanfaatkan, menggunakan dan membelanjakan uang dari berbagai sumber
Ekonomis berfokus pada penekanan biaya serendah-rendahnya untuk
pelaksanaan suatu kegiatan atau program. Pemerintah akan dituntut untuk tidak
melakukan pemborosan dana anggaran. Pemerintah diharapkan dapat
memaanfaatkan dana yang ada dengan tepat sasaran untuk tujuan pembangunan
nasional.
Efisien berfokus pada membandingkan antara masukan dengan keluaran.
Bagaimana dengan input nilai (dana) yang serendah-rendahnya dapat
menghasilkan output yang maksimal. Pemerintah dituntut untuk dapat dengan
bijaksana mengalokasiakan setiap dan yang dimilikinya.
Efektivitas berfokus pada membandingkan antara output yang dihasilkan
dengan dampak (outcome) dari suatu aktivitas. Outcome memiliki tingkatan yang
lebih besar dibandingkan output. Hal ini karena output hanya menilai hasil
sedangkan outcome menilai pengaruh/dampak terhadap suatu aktivitas.
Salah satu bentuk nyata untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan
isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN atau APBD disusun dan
disajikan sesuai dengan SAP yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2.1.7 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor penting dalam proses
penyusunan laporan keuangan daerah. SDM yang baik akan menghasilkan laporan
keuangan yang baik pula. Sementara SDM yang kurang berkualitas akan
Evicahyani (2013) menjelaskan SDM adalah kemampuan SDM untuk
melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya dengan bekal
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup memadai. SDM yang
kompeten tersebut akan mampu memahami logika akuntansi dengan baik.
Kompetensi SDM mencakup kapasitasnya, yaitu kemampuan seseorang
atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk
melaksanakan fungsi- fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya
secara efektif dan efisien.
Laporan keuangan adalah suatu produk yang dihasilkan oleh bidang atau
dari disiplin ilmu akuntansi, oleh karenanya diperlukan SDM yang berkompeten
dalam menyusun dan menghasilkan laporan Keuangan yang berkualitas. Untuk
menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah yang berkualitas diperlukan atau
dibutuhkan SDM yang memahami dan berkompeten dalam melaksanakan
akuntansi keuangan Pemerintah Daerah serta organisasional tentang
pemerintahan. Kompetensi SDM adalah kemampuan SDM untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan bekal pendidikan,
pelatihan, dan pengalaman yang cukup memadai.
2.1.8 Sistem Pengendalian Intern
PP Nomor 60 Tahun 2008 mendefinisikan pengendalian intern adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
terhadap peraturan perundang-undangan. SPI merupakan kegiatan pengendalian
terutama atas pengelolaan sistem informasi yang bertujuan untuk memastikan
akurasi dan kelengkapan informasi. Ada lima komponen pengendalian intern
menurut PP No. 60 Tahun 2008 yaitu:
1. Lingkungan pengendalian 2. Penilaian risiko
3. Aktivitas pengendalian
4. Informasi dan komunikasi Pengawasan 5. Pemantauan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 pasal 2
menyatakan bahwa pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
dilaksanakan dengan berpedoman pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP). SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi
tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintah negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dalam sebuah situs resmi BPK dikatakan bahwa sistem pengendalian yang
baik memberikan pengaruh yang positif juga terhadap kualitas laporan keuangan
yang dihasilkan ini juga terlihat dalam PP No. 60 Tahun 2008 terkait tujuan SPIP.
Namun yang menjadi masalah peserta yang mengikuti pelatihan terkait SPIP di
daerah terus menerus mengalami penurunan.
Dalam berita di sebuah surat kabar dikatakan bahwa penurunan opini yang
diterima pemko Medan juga salah satu disebabkan oleh masih buruknya sistem
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Table 2.2 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel
Penelitian
Penerapan Good Governance, Standar Akuntansi
sistem informasi keuangan daerah tidak berpengaruh positif dan
signifikan dan sistem Akrual dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Survey Pada Biro Keuangan Setda akrual dan sistem pengendalian Niken Nur Anjani
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Sensus Pada Dinas Daerah Kota Siti Masita (2015) Pengaruh
Kompetensi
(Studi Empiris pada tidak berpengaruh terhadap kualitas dan SPI terhadap kualitas laporan keuangan Robbins, Walter
A., dan Austin, Kenneth R. (1984)