BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Corporate Governance pertama sekali diperkenalkan oleh Cadbury Committe tahun 1992 yang dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury
Report (Tjager dkk.,2003). Cadbury Comittee mendefinisikan Good Corporate Governance berdasarkan teori stakeholder sebagai berikut
a set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities. (Seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka)
Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahan yang baik mulai ramai di kenal di Indonesia pada tahun 1997, ketika itu krisis ekonomi sedang
dihadapi oleh Indonesia. Salah satu akibat buruk dari krisis tersebut yaitu
banyaknya perusahaan yang berjatuhan karena tidak mampu bertahan. Corporate
Governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu akibat terjadinya krisis
ekonomi politik Indonesia yang diawali pada tahun 1997 yang memberikan efek
yang dapat kita rasakan saat ini. Indonesia mulai menyadari pentingnya penerapan
good corporate governance pada tahun 1999 dengan dibentuknya sebuah lembaga bernama Komite Nasional Corporate Governance pada tanggal 19 Agustus 1999
melalui Surat Keputusan Menko Ekuin nomor : Kep. 10/M.EKUIN/08/1999.
Sejak tahun 2000, Bapepam bersama dengan pihak-pihak lain yang terkait, terlibat
prinsip-prinsip Good Corporate Governance kepada semua pelaku pasar di Pasar
Modal Indonesia.
Pengertian lain menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan
Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang
Pengembangan Praktik Good Corporate Governance dalam Perusahaan Perseroan
(PERSERO), Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi yang sehat
yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan
semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan
tujuan perusahaan.
Pemerintah mulai menyadari situasi dan kondisi demikian sehingga melalui
Kementerian Negara BUMN mulailah memperkenalkan konsep Good Corporate
Governance di lingkungan BUMN, melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan menekankan kewajiban bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk
menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan menjadikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya memiiki tujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya dan
memiliki landasan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Sehingga dapat dikatakan Corporate Governance atau tata kelola perusahaan merupakan berbagai macam proses yang dilakukan perusahaan seperti kebiasaan,
kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, dan
pengontrolan sebuah perusahaan. Adanya rangkaian proses tersebut tidak lepas
dari pengaruh orang-orang yang ada di dalamnya. Pihak-pihak utama dalam tata
kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen dan dewan direksi. Selain
itu ada pula pemangku kepentingan lainnya seperti karyawan, pemasok,
pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan serta masyarakat luas.
Pihak-pihak tersebut saling berhubungan dan tidak dapat berjalan dengan baik jika
tidak ada hubungan yang baik dari setiap pihak.
Menurut Iskandar dan Chamlou (2000) dalam Lastanti (2004), mekanisme
dalam pengawasan Corporate Governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan external mechanisms. Internal mechanisms adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal
seperti dewan komisaris dan komite tata kelola perusahaan. Sedangkan external mechanisms adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti kualitas audit dan kepemilikan institusional. Masalah
antara kepemilikan dengan pengelola di dalam perusahaan merupakan latar
belakang dari konsep Corporate Governance yang dimodelkan dengan Agency Theory (Syakhroza). Dalam hal ini pemisahaan antara kepemilikan dengan
pengendalian perusahaan merupakan usaha yang penting dalam mewujudkan tata
kelola perusahaan yang baik. Dengan adanya pemisahan tersebut maka timbulah
pemilik dengan manajer karena kemungkinan adanya tindakan yang tidak sesuai
dengan kepentingan principal sehingga memicu biaya keagenan.
Perusahaan menjaga integritas dan kepercayaan sebagai bentuk tanggung
jawabnya kepada pemerintah, pemegang saham, masyarakat dan dunia usaha.
Karenanya penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan di seluruh kegiatan
bisnis perusahaan dengan komitmen dan kesungguhan merupakan keharusan agar
nilai perusahaan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan bisnisnya. Agar
perusahaan dapat bertahan dan kuat dalam menghadapi persaingan yang semakin
ketat, maka penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan yang baik harus memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sangat diperlukan agar Perseroan
dapat bertahan dan tangguh dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.
Demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring
kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder
dengan mendasar pada kerangka peraturan sehingga diajukanlah konsep
Corporate Governance. Konsep tersebut diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila
hal tersebut diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan
terus meningkat seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin
baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak.
Dengan diberlakukannya sistem Corporate Governance pada perusahaan maka dapat memberikan perlindungan yang efektif bagi pemegang saham dan
benar. Selain itu, sistem ini juga dapat membantu menciptakan lingkungan yang
kondusif demi tercapainya pertumbuhan yang efisien dan sustainable di sektor
korporat. Good Corporate Governance secara teoritis praktik dapat meningkatkan
nilai perusahaan dengan cara peningkatan dalam berbagai bidang seperti kinerja
perusahaan dan mengurangi resiko. Pada umumnya Good Corporate Governance
dapat meningkatkan kepercayaan investor. Penelitian mengenai efektivitas
Corporate Governance dalam melindungi investor di Indonesia telah banyak dilakukan, antara lain : Midiastuty dan Machfoedz (2003), Veronica dan Bachtiar
(2004), Wedari (2004) dan Wilopo (2004), Boediono (2005), Veronica dan Utama
(2005), Sugiarta (2004).
Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern
telah meningkat akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan
besar AS seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian
pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.
Implementasi dari konsep Corporate Governance memiliki konsekuensi logis yaitu praktik dan pengungkapan Corporate Social Responsibility. Corporate
Social Responsibility atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan tanggung jawab perusahaan untuk memberikan tindakan dalam pengembangan
ekonomi yang berkelanjutan dengan dasar keseimbangan ekonomi, sosial dan
lingkungan yang memberikan dampak positif yang lebih maksimal lagi dan
Corporate Social Responsibility mulai muncul pada awal abad ke-19, perusahaan sebagai sebuah bentuk organisasi bisnis berkembang pesat di
Amerika. Di pertengahan abad ke-20, CSR sudah dibahas di Amerika oleh para
pakar bisnis semisal Peter Drucker dan mulai dimasukan dalam literatur. Pada
tahun 1970, ekonom Milton Friedman menjelaskan pandangannya bahwa
tanggungjawab sosial perusahaan adalah menghasilkan keuntungan (profit) dalam
batasan moral masyarakat dan hukum. Hingga tahun 1980-1990an wacana CSR
terus berkembang. Di wilayah Asia, konsep CSR berkembang sejak tahun 1998,
tetapi pada waktu itu belum terdapat suatu pengertian maupun pemahaman yang
baik tentang koknsep CSR. Sedangkan CSR sendiri dikenal di Indonesia pada
tahun 2001. Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun
1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate
Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya
sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang
merepresentasikan bentuk peran serta dan kepedulian perusahaan terhadap aspek
sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”,
sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang
aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada
berbagai perusahaan nasional.
Semakin berkembangnya pelaksanaan program Corporate Social Responsibility didasari oleh semakin banyaknya kasus kerusakan lingkungan oleh aktivitas operasional perusahaan yang menimbulkan kerugian untuk
tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.
Ketentuan tersebut dengan tegas menyatakan bahwa perseroan terbatas
adalah badan hukum. Badan Hukum merupakan subjek hukum, selain orang
dewasa sedang subjek hukum adalah sesuatu yang dapat atau cakap melakukan
perbuatan hukum, Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan
dasar hukum bahwa orang pribadi adalah subjek hukum, sedangkan Pasal 1654
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan dasar hukum badan hukum apa
sajayang merupakan badan hukum. Dalam pasal tersebut antara lain mengatur
bahwa semua perkumpulan yang sah seperti halnya dengan orang-orang, berkuasa
melkukan tindakan perdata. Perseroan terbatas memilik hak dan kewajiban.
Pasal 74 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) membahas tentang kewajiban dari
perseroan Terbatas. Hasil kajian oleh ekonom terkemuka Michael Porter (The
Competitive Advantage of Corporate Philanthropy) menunjukkan adanya korelasi
positif antara profit dan Corporate Social Responsibility atau tujuan finansial atau
tujuan sosial perusahaan. Perusahaan yang mencatat laba tertinggi adalah pionir
dalam Corporate Social Responsibility. Dua pertiga dari 25.000 konsumen di 23 negara yang disurvei The Millenium Poll on Coporate Social Responsibility juga
menyebut tanggung jawab sosial perusahaan sebagai faktor penting keputusan
eksekutif perusahaan mengaku Corporate Social Responsibility sudah menjadi bagian sentral dan penting dalam pengambilan keputusan di perusahaan mereka.
Dengan adanya pelaksanaan Corporate Social Responsibility memberikan keuntungan terhadap kegiatan operasional perusahaan terhadap citra dan laba
perusahaan. Jika perusahaan dan masyarakat dapat membina hubungan baik
maka dapat membentuk citra yang positif. Kepercayaan yang timbul dari
masyarakat senantiasa akan meningkatkan penerimaan produk di kalangan
masyarakat itu sendiri. Pada akhirnya, penerapan CSR dapat memberi jaminan
terhadap kelangsungan hidup dan meningkatkan pendapatan perusahaan.
Berdasarkan data di situs www.corporateregister.com menunjukkan bahwa
sebagian besar perusahaan-perusahaan di Indonesia masih kurang menyadari
pentingnya pembuatan laporan tanggung jawab sosial. Padahal laporan
keberlanjutan sangat penting bagi sebuah perusahaan dalam
mempertanggungjawabkan bisnis yang dijalankannya. Bukan hanya kepada para
pemegang saham tetapi juga kepada publik. Terutama kaitannya dengan
kepedulian sosial, pelestarian, serta peremajaan lingkungan. Selain itu, peran
penting lainnya adalah dalam menarik minat investor agar mau masuk dan
berinvestasi ke dalam sebuah perusahaan. Saat ini investor tidak hanya melihat
laporan kinerja saja, tetapi juga melihat bagaimana perusahaan tersebut menjaga
keberlangsungan bisnisnya di masa depan. Pelaporan keberlanjutan punya banyak
manfaat, antara lain meningkatnya transparansi perusahaan.
Dengan adanya peningkatan tersebut menunjukan bahwa terjadinya
Penyajian pelaporan perusahaan merupakan wujud pelaksanaan konsep Good Corporate Governance dikarenakan dalam konsep tersebut mengharuskan adanya untuk bisa menyediakan informasi kepada segala pemangku kepentingan
perusahaan yang transparan dan akuntabel. Oleh karenanya, laporan keberlanjutan
sebaiknya juga mudah dipahami dan mampu merespons kebutuhan pemangku
kepentingan, akurat dalam arti secara fakta benar dan menyediakan detail yang
dibutuhkan dan seimbang yang berarti menyampaikan prestasi positif maupun
keterbatasan perusahaan, tepat waktu, dan mudah diakses.
Selain terhadap perusahaan Corporate Social Responsibility juga berpengaruh terhadap lingkungan masyarakat. Tentu banyak manfaat yang dapat
diperoleh masyarakat sekitar, diantaranya perluasan lapangan kerja, pelayanan
public yang lebih baik, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan berbagai
bidang lainnya tergantung pada bentuk Corporate Social Responsibility yang dilakukan oleh perusahaan. Sementara itu, Corporate Social Responsibility juga akan memberikan manfaat dengan menciptakan dan melestarikan lingkungan dan
sumber daya yang ada ke arah yang lebih baik.
Corporate Governance memiliki hubungan yang sangat erat dengan Corporate Social Responsibility dimana dalam prinsip Good Corporate Governance terutama Responsibility dapat diwujudkan dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial terhadap lingkungannya. Faktor-faktor corporate
governance juga dikorelasikan dengan tingkat pengungkapan informasi Corporate
pengungkapan Corporate Social Responsibility (Haniffa dkk, 2005; Sembiring, 2005; Anggraini, 2006). Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap
perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang
akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus semakin memaksa
perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul
yaitu: Pengaruh Corporate Governance Terhadap Pelaporan Corporate Social Resposibility (CSR) pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan?
2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pelaporan
corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan?
3. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan?
4. Apakah kepemilikan asing berpengaruh terhadap pelaporan Corporate
Social Responsibility (CSR) perusahaan?
5. Apakah komite audit berpengaruh terhadap pelaporan Corporate
6. Apakah corporate governance berpengaruh terhadap pelaporan
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh komisaris independen
terhadap pelaporan Corporate Social Responsibility.
2. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh kepemilikan manajerial
terhadap pelaporan Corporate Social Responsibility.
3. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh kepemilikan institusional
terhadap pelaporan Corporate Social Responsibility.
4. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh kepemilikan asing
terhadap pelaporan Corporate Social Responsibility.
5. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh komite audit terhadap
pelaporan Corporate Social Responsibility.
6. Untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh corporate governance
terhadap pelaporan Corporate Social Responsibility.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
mengembangkan wawasan dan pemahaman yang mendalam berkaitan
2. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai refensi untuk penyempurnaan
penelitian selanjutnya yang bersifat sejenis, serta memberian wawasan
yang luas tentang Corporate Goverance dan Corporate Social
Responsibility.
3. Bagi manajemen perusahaan, sebagai masukan dalam peningkatan
pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) yang lebih baik lagi.
4. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris dari