• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Eksperimental Laju Keausan Plat Stainless Steel 304 Dengan Variasi Berat Beban Menggunakan Alat Uji Pin On Disk Sebagai Bahan Screw Conveyor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Eksperimental Laju Keausan Plat Stainless Steel 304 Dengan Variasi Berat Beban Menggunakan Alat Uji Pin On Disk Sebagai Bahan Screw Conveyor"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gaya Gesek

Gaya gesek adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau arah kecenderungan benda akan bergerak. Gaya gesek muncul apabila dua buah benda bersentuhan.Benda-benda yang dimaksud disini tidak harus berbentuk padat, melainkan dapat pula berbentuk cair ataupun gas. Gaya gesek antara dua buah benda padat misalnya adalah gaya gesek statis dan kinetis, sedangkan gaya antara benda padat dan cairan serta gas adalah gaya stokes. Gaya gesek dapat merugikan atau bermanfaat. Panas pada poros yang berputar, engsel pintu yang berderit dan sepatu yang aus adalah contoh kerugian yang disebabkan oleh gaya gesek. Akan tetapi tanpa gaya gesek manusia tidak dapat berpindah tempat karena gerakan kakinya hanya akan menggelincir di lantai. Tanpa adanya gaya gesek kita tidak akan pernah bisa berjalan. Gaya gesek merupakan akumulasi interaksi mikro antar kedua permukaan yang saling bersentuhan. Permukaan yang sangat halus akan menyebabkan gesek menjadi lebih kecil nilainya dibandingkan dengan permukaan yang kasar, akan tetapi tidak lagi demikian. Kontruksi mikro ataupun nano pada permukaan benda dapat menyebabkan gesekan menjadi minimum, bahkan cairan tidak lagi dapat membasahi (Khusnul, 2009).

2.1.1 Gaya Gesekan dan Gerak Benda

(2)

besarnya gaya gesekan. Semakin besar gaya normal, maka semakin besar pula gaya gesekan yang terjadi.

Besar gaya gesekan disamping bergantung pada gaya normal, juga sangat bergantung pada kekasaran permukaan sentuh. Semakin kasar permukaan sentuh, umumnya semakin besar gaya gesekan yang timbul. Hal ini menjelaskan mengapa terjadi perbedaan jarak yang ditempuh oleh kelereng pada saat menggelinding dikarpet dan dilantai berkeramik.

Secara sepintas kita memperoleh pesan bahwa setiap gaya gesekan akan bersifat merugikan, akan tetapi bila kita perhatikan tidak sedikit keuntungan yang akan kita peroleh dengan adanya gaya gesekan ini, misalnya gesekan antara roda dan porosnya akan mengurangi laju mobil, namun tidak mungkin mobil bisa bergerak tanpa adanya gaya gesekan antara ban mobil dengan permukaan jalan (Khusnul, 2009).

2.1.2 Asal Gaya Gesek

Jika permukaan suatu benda bergesekan dengan permukaan benda lain, masing-masing benda tersebut mengerjakan gaya gesek antara satu dengan yang lain. Gaya gesek pada benda yang bergerak selalu berlawanan arah dengan arah gerakan benda tersebut.Selain menghambat gerak benda, gesekan dapat menimbulkan aus dan kerusakan. Hal ini dapat kita amati pada mesin kendaraan, misalnya ketika kita memberi minyak pelumas pada mesin mobil agar gesekan pada komponen-komponen mesin dapat diperkecil. Jika tidak diberi minyak pelumas maka komponen mesin akan mengalami gesekan yang sangat besar sehingga komponen akan aus dan rusak (Hasriani, dkk, 2014).

2.2 Jenis – Jenis Gaya Gesek

(3)

pada permukaan atau berspin, terdapat pula gaya gesek spin (spin friction)

(Khusnul, 2009).

2.2.1 Gaya Gesek Statis

Gaya gesek statis adalah gesekan antara dua benda padat yang tidak bergerak relatif atau sama lainnya. Seperti contoh, gesekan statis dapat mencegah benda meluncur kebawah pada bidang miring. Koefesien gesek statis umumnya dinotasikan dengan ��, dan pada umumnya lebih besar dari koefisien gesek kinetis.

Gaya gesek statis dihasilkan dari sebuah gaya yang diaplikasikan tepat sebelum benda tersebut bergerak. Gaya gesekan maksimum antara dua permukaan sebelum gerakan terjadi adalah hasil dari koefisien gesek statis dikalikan dengan gaya normal f = �� Fn. Ketika tidak ada gerakan yang terjadi gaya gesek dapat memiliki nilai dari nol hingga gaya gesek maksimum. Setiap gaya yang lebih kecil dari gaya gesek maksimum yang berusaha untuk menggerakkan salah satu benda akan dilawan oleh gaya gesekan yang setara dengan besar gaya tersebut namun berlawanan arah. Setiap gaya gesek yang lebih besar dari gaya gesek maksimum akan menyebabkan gerakan terjadi. Setelah gerakan terjadi, gaya gesekan statis tidak lagi dapat digunakan untuk menggambarkan kinetika benda, sehingga digunakan gaya gesek kinetis.

2.2.2 Gaya Gesek Kinetis

(4)

hanya diperlukan gaya yang lebih kecil dari pada gaya yang digunakan untuk mulai menggerakkannya. Setelah bergerak, gaya gesek statis berkurang sedikit demi sedikit dan berubah menjadi gaya gesekan kinetis, sehingga gaya gesekan kinetis selalu lebih besar dari pada gaya gesekan statis maksimum (Khusnul, 2009).

2.3 Mekanika Kontak

Secara sederhana mekanika kontak (contact mechanics) mempelajari tentang kontak yang terjadi antar benda, yang merupakan bagian dari ilmu tribologi.

Mekanika kontak mempelajari tentang tegangan dan deformasi yang ditimbulkan saat dua permukaan solid saling bersentuhan satu sama lain pada satu titik atau lebih, dimana gerakan kedua benda atau lebih dibatasi oleh suatu

constraint.Kontak yang terjadi antara dua benda dapat berupa titik, garis ataupun permukaan. Jika kontak yang terjadi diteruskan dan dikenai suatu beban kontak, maka kontak yang awalnya berupa titik dapat berubah menjadi bentuk ataupun permukaan yang lain tergantung besar tegangan yang terjadi saat terjadinya kontak (Yanto, 2010).

Hampir setiap permukaan dapat dipastikan menerima beban kontak, dimana tegangan paling besar terdapat pada area titik atau permukaan tertentu.Jenis konfigurasi pembebanan pada batas elastis dinamakan Hertzian Contact.Kita mengetahui bahwa ketika dua permukaan yang terkena kontak terdapat tekanan yang terbentuk pada suatu titik maupu garis. Kita dapat melihat titik atau garis kontak pada permukaan lengkung saat kontak keduanya mempunyai gerakan memuta. Kondisi ini akan muncul seperti halnya roda bertemu dengan suatu permukaan dan bagian yang saling kontak paa roda gigi transmisi dan kontak yang terjadi pada screw conveyor dengan bahan yang di angkut.

Saat dua permukaan benda, diletakkan dan diberi beban bersama-sama dan diamati dengan skala mikron maka akan terbentuk deformasi pada kedua permukaan tersebut. Dengan pengamatan skala mikron setiap benda memiliki kekasaran permukaan, sehingga kontak aktual terjadi pada asperitiess dari kedua dan sifat materialnya, asperities akan mengalami deformasi elastis, elastis plastis,

(5)

2.3.1 Kontak Statis

Kontak statis bermula ketika beban dikenakan pada benda. Dalam skala mikro,

surface yang merupakan sekumpulan dari asperiti-asperiti akan mengalami

deformasi. Daerah kontak akan bertambah banyak seiring dengan meningkatnya jumlah asperiti yang saling kontak karena peningkatan beban. Akibat selanjutnya adalah muncul fenomena deformasi. Deformasi yang terjadi karena beban vertikal yang didefinisikan jackson et al (2005) dapat berupa elastis, elastis plastis atau

plastis (Yayankhancoet, 2013).

Gambar 2.1 Kontak dua permukaan (Yayankhancoet, 2013)

Rejin elastis mengacu pada ketiadaan defomasi plastis, yaitu ketika beban yang dikenakan pada benda dihilangkan, maka benda tersebut dapat kembali ke bentuk asal. Rejim elastis plastis ialah keadaan transisi dari elastis ke plastis. Dalam rejim ini benda terdeformasi plastis, tetapi daerah kontak masih berada pada daerah elastis serta kondisi ketiga adalah kondisi plastis (fully plastic). Kondisi ini terjadi apabila daerah kontak telah terjadi luluh sepenuhnya, yaitu nilai modulus

elastisitas suatu material sudah terlewati.Untuk mempermudah dalam menganalisa kontak, para peneliti membangun sebuah model.Model dapat berupa formula matematis ataupun bentuk asperiti.Bentuk Asperitidapat disederhanakan dengan memodelkannya dalam bentuk bola (sphere), setangah bola (hemisphere),

(6)

dengan finite element dan juga data hasil percobaan.Fenomena beralihnya keadaan dari elastis menuju plastis pada tingkat asperiti sangat menarik untuk dikaji.Zhao et al (2000) menggunakan parameter � sebagai kedalaman penetrasi untuk kedalaman menganalisanya.

2.3.2 Kontak Dinamis

Kontak dinamis terbagi menjadi dua bagian.Bagian pertama tentang kontak luncur

(sliding contact) dan yang kedua tentang kontak bergulir (rolling contact).

1. Kontak luncur (Sliding Contacts)

Kontak ini terjadi karena adanya beban tangensial sehingga gerakan luncur bisa terjadi. Sedangkan pada kontak statis hanya ada gaya normal saja. Beberapa peneliti mengkombinasikan antara kedua beban tersebut. Kerena pada kenyataannya gerakan sliding yang merupakan awal terjadinya gesekan, bermula dari kontak statis.

2. Kontak Bergulir (Rolling Contacts)

Gerakan dalam rolling contact diklasifikasikan menjadi (Halling, 1976): 1. Bergulir bebas.

2. Bergulir dengan tujuan untuk traction.

3. Bergulir dalam alur. 4. Bergulir disekitar kurva.

Setiap gerakan yang bergulir, jenis free rolling pasti terjadi, sedangkan jenis 2, 3 dan 4 terjadi secara terpisah atau dapat juga kombinasi, tergantung pada situasinya. Kasus berputarnya roda mobil adalah melibatkan gerakan 1 dan 2. Gesekan karena rolling adalah resistansi terhadap gerakan yang berlangsung ketika sebuahpermukaan bergulir terhadap permukaan yang lain. Terminologi

(7)

Koefisien dari sliding friction pada kondisi benda tanpa pelumas dari 0,1 sampai lebih besar dari 1 (Bushan, 1999). Jika kontak dari dua buah benda non- conformal adalah jenis titik, keadaan rolling murni berlaku disini. Gesekan karena gerakan gulir dapat disebabkan oleh berbagai kasus, tetapi walau bagaimanapun, slipping/sliding lebih dominan sebagai penyebabnya (Robinowicz, 1995).Kekasaran adalah sebuah parameter penting dalam kontak bergulir dalam hubungannya dengan gesekan dan aus. Kesempurnaan geometri rolling dapat dikurangi dengan kekasaran sehingga microslip yang terjadi pada tingkat kekasaran saja.Deformasi plastis pada asperiti juga dapat menyebabkan hilangnya energi selama gerakan bergulir. Ditinjau dari sisi gaya gesek, permukaan yang halus mempunyai gaya gesek yang lebih kecil jika dibandingkan permukaan yang kasar. Hampir setiap kasus gesekan pada rolling contact, gaya gesek akan mengalami penurunan saat running-in.

2.4 Friction

Friction adalah gaya gesek yang timbul karena adanya kontak antara dua permukaan yang saling bersinggungan. Hal ini akan selalu timbul meskipun pada permukaan yang stationary (diam) tapi akan sangat kelihatan ketika salah satu permukaan saling bergesekan satu sama lain. Jenis dari permukaan sangat menentukan gaya gesek yang terjadi pada permukaan yang kasar akan mengalami

friction yang lebih besar dari pada permukaan yang halus.

(8)

dengan mesin sebagaian besar mempunyai bentuk permukaan yang termasuk permukaan yang kasar.

2.5 Jenis – Jenis Friction

Ketika friction dalam bentuk gaya yang saling berlawanan, maka friction dapat dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu static, limiting, rollong dan fluid. Dari lima jenis diatas yang sering terjadi pada part kendaraan bermotor adalah sliding, rolling dan fluid friction.

2.5.1 Static Friction

Static friction merupakan friction yang mempertahankan sesuatu untuk tetap dalam keadaan stationary (diam).Ketika sebuah partikel berada dilevel permukaan, maka ini terjadi karena adanya static friction.Dengan begitu tidak ada sesuatu yang dapat selalu tetap pada posisinya.

2.5.2 Limiting Friction

Jika sebuah gaya secara bertahap bertambah ketika terjadi gesekan antara dua permukaan yang saling bergesekan maka friction juga bertambah dan membatasi pergerakan. Pada titik tertentu akan tercapai titik dimana frictiontidak dapat lagi menjaga permukaan dari sliding. Friction pada titik ini disebut sebagai limiting friction.

2.5.3 Sliding Friction

Sliding friction adalah tahanan yang timbul pada pergerakan/perputaran ketika pada dua permukaan meluncur satu sama lain. Sliding friction lebih kecil dari

limiting friction karena hanya memerlukan force yang kecil untuk mencegah

sliding dari pada waktu pertama memulai mendorong atau menggerakkan sesuatu, cobalah dengan cara mendorong sesuatu yang berat sepanjang lantai atau melewati atas dari sebuah meja. Sliding friction timbul ketika sebuah

(9)

2.5.4 Rolling Friction

Ketika sebuah permukaan dibatasi dengan roller atau ball maka tidak terjadi slide

tetapi yang terjadi adalah saling bergerak. Friction yang terjadi antara permukaan dan ball disebut sebagai rolling friction dan ini lebih kecil dari sliding friction.Ball dan roller bearing digunakan untuk mengurangi friction, maka untuk alasan inilah ball dan roller bearing termasuk antifriction bearings.

2.5.5 Fluid Friction

Fluid juga mempunyai friction tetapi berbeda dengan jenis-jenis friction yang telah dibahas diatas. Jika dua permukaan yang saling bergesekan dibatasi dengan lapisan oli, maka friction akan sangat berkurang walaupun masih tetap ada

frictionyang terjadi. Friction tidak lagi terjadi antara permukaan yang saling bergesekan tetapi terjadi pada oli pelapis diantara dua permukaan tersebut.Fluida

dapat berupa cairan atau gas, cairan mempunya friction yang lebih besar dari pada gas.

Friction yang terjadi pada fluida disebabkan oleh molekul oli pada setiap lapisan oli saling tarik menarik satu sama lain. Oli cenderung selalu menempel pada permukaan, maka lapisan oli mempunyai kecepatan yang berbeda-beda pada setiap lapisan oli tetap yang tertutup pada permukaan yang tidak bergerak.

2.6 Keausan

Definisi paling umum dari keausan yang telah dikenal sekitar 50 tahun lebih yaitu hilangnya bahan dari suatu permukaan kebagian lain atau bergeraknya bahan pada suatu permukaan. Definisi lain tentang keausan yaitu sebagai hilangnya bagian dari permukaan yang saling berinteraksi yang terjadi sebagai hasil gerak relatif pada permukaan.

(10)

Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya sangat bergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material.Material yang tersedia dan dapat digunakan oleh para engineer sangat beraneka ragam, seperti logam, polimer, keramik, gelas dan komposit. Sifat yang dimilikioleh material terkadang membatasi kinerjanya, namun jarang sekali kinerja suatu material hanya ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat.Salah satu contohnya adalah ketahanan aus (wear resistance) merupakan fungsi dari beberapa sifat material (kekerasan dan kekuatan), friksi serta pelumasan.Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam.Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang satunya adalah metode ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disk).Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Keausan sendiri mempunyai dua sifat yaitu keausan normal dan keausan tidak normal. Hal-hal yang mempengaruhi keausan yaitu:

1. Pembebanan

2.7 Jenis – Jenis Keausan

Sebagaimana telah dijelaskan , material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yang beragam, yaitu keausan adhesive, keausan

(11)

2.7.1 Keausan Ashesive (Adhesive Wear)

Keausan adhesive adalah salah satu jenis keausan yang disebabkan oleh terikat atau melekat atau berpindah partikel dari suatu permukaan material yang lemah kematerial yang lebih keras serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material. Proses bermula ketika benda dengan kekerasan yang lebih tinggi menyentuh permukaan yang lemah kemudian terjadi pengikatan. Pengikatan ini terjadi secara spontan dan dapat terjadi dalam suhu yang rendah atau moderat.Adhesuve wear sering juga disebut galling, scoring, scuffing, seizure atau seiring.

2.7.2 Keausan Abrasif (Abrasive Wear)

Keausan jenis ini terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak.Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut. Keausan abrasif inilah yang terjadi pada screw conveyor.

Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut berada didalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar tanpa efek abrasi.

2.7.3 Keausan Lelah (Surface Fatigue Wear)

Keausan lelah/fatik pada permukaan pada hakikatnya bisa terjadi baik secara

(12)

2.7.4 Keausan Oksidasi / Korosif (Tribo Chemical wear)

Keausan kimiawi merupakan kombinasi antara proses mekanis dan proses termal yang terjadi pada permukaan benda serta lingkungan sekitarnya.

Sebagai contoh, proses oksidasi yang sering terjadi pada sistem kontak luncur (sliding contact) antar logam. Proses ini lama kelamaan akan menyebabkan perambatan retak dan juga terjadi abrasi. Peningkatan suhu dan perubahan sifat mekanis pada asperiti adalah akibat dari keausan kimiawi. Keausan jenis ini akan menyebabkan korosi pada logam.

2.7.5 Keausan Erosi (Erosion Wear)

Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturan kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasif.Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut gaya normal (90 derajat), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure pada permukan.

2.8 Definsi Screw Conveyor

Screw conveyor merupakan salah satu perlengkapan produksi pada suatu pabrik kelapa sawit. Alat ini memiliki ulir dan arah putaran searah jarum jam, dimana masing-masing ulir antara satu dengan yang lainnya mempunyai jarak yang sama dan fungsinya adalah untuk memindahkan atau mentransfer buah maupun ampas kelapa sawit.

Alat ini pada dasarnya terbuat dari pisau yang berpilin mengelilingi suatu sumbu sehingga bentuknya mirip skrup. Pisau berpilin ini disebut flight. Macam-macam flightadalah sectional flight, helicoid flight, dan special flight. Ketiga itu terbagi atas cast iron flight, ribbon flight, dan cut flight. Konveyor berflightsectiondibuat dari pisau-pisau pendek yang disatukan tiap pisau berpilin satu putaran penuh dengan cara disambung tepat pada tiap ujung sebuah pisau dengan di las sehingga akhirnya akan membentuk sebuah pilinan yang panjang.

(13)

disatukan dengan cara di las tepat pada poros yang bersesuaian dengan pilinan berikutnya. Flight khususnya digunakan dimana suhu dan tingkat kerusakan tinggi adalah flight cast iron. Flight-flight ini disusun sehingga membentuk sebuah

conveyor.Untuk bahan yang lengket, digunakan ribbon flight, untuk mengaduk digunakan cut flight. Flight pengaduk ini dibuat dari flight biasa, yaitu dengan cara memotong-motong flight biasa lalu membelokkan potongannya ke berbagai arah.

Contoh dari screw conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(14)

2.9 Jenis – Jenis Flight Conveyor 2.9.1 Standart Sectional flight Screw

Gambar 2.3Standard Sectional Flight Screw(Rapids, 2012)

Paling banyak digunakan didunia industri, biasanya untuk mengangkut atau menyalurkan bermacam-macam produk, misalnya kernel sawit, cangkang, kacang, tepung, semen, jagung dan lain-lain.

2.9.2 Ribbon Flight Screw

(15)

Digunakan untuk mengangkut atau membawa produk yang sifatnya lengket, permen atau zat yang kental, atau dimana material cenderung melekat pada pipa pembawa conveyor.

2.9.3 Cut Flight Screw

Gambar 2.5Cut Flight Screw(Rapids, 2012)

Jenis conveyor ini digunakan untuk mengangkut produk atau material yang ringan, halus, butiran ataupun material serpihan. Juga digunakan untuk mencampurkan material yang berbeda saat dibawa atau untuk menghilangkan pasir atau kotoran dari biji yang terikut terbawa saat proses pengangkutan.

(16)

Gambar 2.6Cut And Folded Flight Screw(Rapids, 2012)

Conveyor ini digunakan untuk menghasilkan sebuah gaya angkat dengan menaikkan nilai agitasi dan aerasi material ketika pencampuran.

2.9.5 Sectional Flight Screw With Paddles

Gambar 2.7Sectional Flight Screw With Paddles(Rapids, 2012)

Digunakan untuk mencampurkan material (sebagai pengaduk) selama proses pengangkutan. Adukan (screw yang terpotong) boleh saja dicocokkan atau disesuaikann (dilas tempat) atau penyesuaian jarak (baut yang dipasangkan, untuk memberikan derajat pengadukan).

2.9.6 Paddle Screw

(17)

Digunakan untuk menyempurnakan pencampuran atau pengadukan material yang berbeda.Dayungan (screw yang terpotong-potong pada gambar diatas) biasa dipasangkan (dilas di tempat) atau menyesuaikan jarak (baut yang dipasangkan), untuk membantu variasi derajat pencampuran material.

2.9.7 Short Pitch Screw

Gambar 2.9Short Pitch Screw(Rapids, 2012)

Jenis screw conveyor ini mirip dengan jenis standard sectional flight screw,

hanya saja jarak antar flight/screw berdekatan. Jenis ini umumnya digunakan untuk mengangkut material ke atas yang miring (Inclined) dan pengangkutan material dengan tampungan/corong dimana jarak antar flight lebih berdekatan dari diameter screw itu sendiri.

(18)

Gambar 2.10Interrupted Flight Screw(Rapids, 2012)

Hampir sama dengann Ribbon Screw, digunakan untuk mengangkut material atau zat yang bersifat kental dan lengket, tetapi lebih baik dianjurkan yang mempunyai konsistensi laju alir dari jenis ribbon screw.

2.9.9 Cone Screw

Gambar 2.11Cone Screw(Rapids, 2012)

Digunakan untuk memberikan laju alir massa yang baik (laju alir output sama) dari sebuah hopper yang lebih tinggi dari screw-screw dengan jarak yang berubah-ubah pada screw itu sendiri.

(19)

Gambar 2.12Shaftless Screw(Rapids, 2012)

Sama dengan jenis Ribbon Screw, tipe ini digunakan untuk mengangkut material atau zat yang bersifat lengket dan kental, dimana material cenderung lengket pada pipa. Tetapi juga digunakan untuk mengangkut material yang berserabut yang biasanya dapat menggulung disekitar screw pipa.

2.9.11 Press Screw

Gambar 2.13Press Screw(Rapids, 2012)

Press Screw umumnya dikelilingi oleh saringan diluarnya dan digunakan untuk menekan permukaan untuk menghasilkan cairan dari berbagai produk. Contoh penggunannya pada worm screw press pada mesin kempa Pabrik Kelapa Sawit.

(20)

Gambar 2.14Detain komponen screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013) Keterangan :

1. Screw conveyor drive, motor mount, V – belt drive dan guard.

2. End plate untuk screw conveyor drive.

3. Palung dengan fitted discharge spout. 4. Trough / Palung

5. End plate untuk ball bearing.

6. Seal plate, flanged ball bearing unit dan tail shaft.

7. Screw.

8. Screw dengan bare pipe at discharge end.

9. Hanger dengan bearing dan coupling shaft.

10. Flanged cover with inlet.

11. Flanged covers with buttstrap.

1. Trough

(21)

Gambar 2.15Trought(U) (Yayangkhancoet, 2013)

2. Hanger

Hanger berfungsi memberikan dukungan, mempertahankan allignment

dan bertindak sebagai permukaan bantalan.

Gambar 2.16Hanger screw (Yayangkhancoet, 2013)

3. Screw Conveyor

(22)

Gambar 2.17Screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013) 4. Kopling

Kopling dan poros menghubungkan dan mengirimkan motion untuk screw conveyor berikutnya.

Gambar 2.18 Kopling screw (Yayankhancoet, 2013)

2.10 Cara Kerja Screw Conveyor

Screw conveyor ini terdiri dari baja yang memiliki bentuk spiral (pilinan seperti ulir) yang tertancap pada shaft/poros dan berputar dalam suatu saluran berbentuk U (through) tanpa menyentuhnya sehingga flight (daun screw) mendorong material ke dalam trough. Shaft/poros digerakkan oleh motor gear.

(23)

disebut flight (daun screw). Bentuknya spiral (lilitan seperti ulir) atau dengan modifikasi tertentu yang menempel pada poros.

Gambar 2.19 Proses kerja screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013)

Screw conveyor memerlukan sedikit ruangan dan tidak membutuhkan mekanik serta membutuhkan biaya yang sedikit. Material bercampur saat melewati

conveyor. Pada umumnya screw conveyor dipakai untuk mengangkut bahan secara horizontal. Namun bila diinginkan dengan elevasi tertentu bisa juga dipakai dengan mengalami penurunan kapasitas 15-45% dari kapasitas horisontalnya.

2.12 Fungsi Screw Conveyor

Screw conveyor yang berfungsi untuk mentransfer material yang didalam alat terdapat continous spiral flight yang terikat dalam suatu shaft dan dimasukkan dalam pipa.

Screw conveyor digunakan untuk memindahkan material kecil seperti butiran aspal, batu bara, abu, krikil dan pasir. Tipe khusus yaitu ribbon conveyor

dimana tidak ada pusat helical fin, cocok digunakan untuk lem, cairan kental seperti molasses, tas panas dan gula. Penerapan dalam industri:

(24)

2. Makanan seperti cake mixes, soup mixes, gravy mixes, cocoa powder, keju,

permen, susu bubuk, frozen or rowvegetables, fruits and nuts.

3. Kosmetik dan obat-obatan seperti bedak, titanium dioxide, zinc oxide, clay calcium carbonate.

2.13 Kelebihan Screw Conveyor

Adapun kelebihan dari screw conveyor adalah sebagai berikut:

a. Dapat digunakan sebagai pencampur bahan disamping fungsi utamanya sebagai pemindah bahan.

b. Dapat mengeluarkan material pada beberapa titik yang dikehendaki. Hal ini penting bagi material yang berdebu (dusty), material panas, dan material yang berbau.

2.14 Kekurangan Screw Conveyor

Adapun kekurangan screw conveyor adalah sebagai berikut:

a. Tidak dapat digunakan untuk pemindahan bahan bongkah besar ( large-lumped), mudah hancur (easily-crushed), abrasive, dan material mudah menempel (sticking materials). Beban yang berlebihan akan mengakibatkan kemacetan, merusak poros, dan screw berhenti.

b. Screw pada conveyor ini mengakibatkan adanya gesekan material terhadap screw dan through yang berakibat pada konsumsi daya yang tinggi. Oleh karena itu screw conveyor digunakan untuk kapasitas rendah sampai sedang (sampai 100 m3/jam) dan panjang biasanya 30 sampai 40 m.

2.15 Perhitungan Pada Screw Conveyor

(25)

Kapasitas screw conveyor dalam ft3/jam rpm (CEMA-screw conveyor, 1971:25)

K = prosentase dari pembebanan conveyor (%)

Jadi untuk menghitung daya yang dibutuhkan adalah daya total dari gesekan conveyor (HPf) dan daya untuk memindahkan material pada ukuran terrtentu

(HPm) dikalikan dengan factor beban overload (Fo) dan dibagi efisiensi penggerak

total (e) (CEMA-screw conveyor 1971:36):

���

=

������

100000 (2.3)

Dimana:

L = Panjang dari conveyor dalam ft

N = Kecepatanscrew conveyor(saat beroperasi) dalam rpm Fd = Faktor diameter conveyor W = Berat jenis material dalam lbs/ft3

(26)

Fm = Faktor material yang diangkut/dibawa

HPm = Daya untuk memindahkan material (HP) HPf = Daya total karena gesekan conveyor (HP)

Untuk menghitung besarnya torsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

�����, (��): 63,025 ���

��� (���ℎ.���) (2.6)

Jumlahdefleksiscrewpipakarena beratscrewberbanding lurus denganumur pemakaian. Defleksidaripanjangsekrupstandarjarangbermasalah. Namun, jikapanjang standardScrewlebih panjang dari ukuran standar bisa digunakantanpabantalangantungan ditengah (hanger bearing), perawatan harus dilakukanuntuk mencegahdaun screw (flight screw) kontak langsung dari palung. Defleksi harus diminimumkanuntuk meningkatkanumur pemakaian

(27)

Untuk menghitung Laju kecepatan screw (ft/mnt) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

��������� =�������������������

12 (2.8)

Sedangkan untuk menghitung laju keausan abrasi screw (ft/mnt) yaitu :

���������� =��������������������������� ℎ� (����������������� −4)(.9)

2.16 Pengujian Keausan (Wear Test)

Secara definisi, keausan adalah hilangnya sejumlah lapisan permukaan material karena adanya gesekan antara permukaan padatane dengan benda lain. Definisi gesekan itu sendiri adalah gaya tahan yang menahan gerakan antara permukaan solid yang bersentuhan maupun solid dengan liquid. Keausan pada dasarnya memiliki beberapa mekanisme, yaitu abrasi, erosi, adhesi, fatik dan

korosi.

Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya sangat tergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material. Material yang tersedia dan dapat digunakan oleh engineer sangat beraneka ragam, seperti logam, polimer, keramik, gelas, dan komposit. Sifat yang dimiliki oleh material terkadang membatasi kinerjanya.Namun demikian jarang sekali keninerja suatu material hanya ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat.Salah satu contohnya adalah ketahanan aus (wear resistance) merupakan fungsi dari beberapa sifat material (kekerasan dan kekuatan), friksi serta pelumasan. Oleh sebab itu penelaahan subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu

tribologi. Keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan

(28)
(29)

Gambar 2.20 Alat uji keausan tipe pin on disk

Ada beberapa parameter uji dalam pengujian keausan metode pin on disk sesuai dengan standart ASTM G 99-04, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pembebanan (Load)

2. Kecepatan lintasan (Sliding Speed) 3. Jarak lintasan (Sliding Distance) 4. Suhu (Temperature)

5. Atmosfer (Atmosphere)

Keausan sendiri terbagi dalam beberapa jenis keausan, seperti keausan abrasif, adesif, korosif, keausan fatik, kimia, erosi dan lain-lain. Keausan yang terjadi pada pengujian tipe pin on disk adalah Keausan Abrasif (Abrasive wear).

Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terkelupas dari benda uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan benda uji diberikan oleh Gambar 2.21.

Gambar a Gambar b

(30)

F = gaya yang diberikan pada pin (N) R = jarak antara disk dengan pin (mm) d = diameter bola/pin (mm)

D = diameter disk (mm) W = putaran (rpm)

Volumekeausan berdasarkan ASTM G99-04 dapat ditentukan sebagai perbandingan rumus:

volume loss, mm3 = mass loss (g) x 1000 (2.10) density(g/cm3)

Memprediksi keausan yang terjadi pada permesinan cukuplah sulit. Setiap rumus pada literatur yang dapat mengitung laju keausan hanya sebatas prediksi atau pendekatan saja. Pada tahun 1950-an J. F. Archard menemukan suatu hukum yang dapat memprediksi terjadinya keausan pada material yang saling bergesekan dan dia menamai hukum itu dengan dirinya sendiri, yaitu hukum keausan Archard (Archard wearlaw).Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wearlaw)bahwa persamaan volume keausan dapat diperoleh dari

(Stachowiak):

(31)

L =

2π.r.n.t

60 (2.13)

r = d + (ā x 10-3

) (2.14)

2 Dimana:

r = Jari-jari lintasan (mm) n = Putaran (rpm)

ā = Lebar jejak rata-rata (µm) t = Waktu keausan (s)

d = Diameter pengujian (mm)

Ilustrasi skematis spesimen hasil uji keausan dapat dilihat pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Ilustrasi spesimen hasil uji keausan (Rahman Abdul, 2015)

Keterangan :

d1 = Diamter dalam lintasan (mm) d2 = Diameter luar lintasan (mm)

Dari gambar diatas, untuk menghitung laju keausan secara eksperimen dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

VP = (A2 – A1).ḃ (2.15)

(32)

t

VP = Volume keausan eksperimen (mm3) A1 = Luas dalam lintasan (mm2)

A2 = Luas luar lintasan (mm2)

r1 = Jari-jari dalam lintasan (mm)

r2 = Jari-jari luar lintasan (mm)

b = Kedalaman rata-rata (µm)

Laju keausan Wear rate digunakan untuk menghitung laju keausan per satuan waktu. Unit yang digunakan tergantung pada jenis keausanan dan sifat tribosystem yang terjadi. Laju keausan dapat dinyatakan sebagai:

1. Volume material yang dibuang per satuan waktu, per unit jarak luncur, per putaran dari komponen atau per osilasi dari tubuh (yaitu, di keausan sliding). 2. Volume rugi per unit normal gaya per satuan jarak luncur (mm3/N.m, yang kadang-kadang disebut faktor keausan).

3. Massa rugi per satuan waktu.

4. Perubahan dalam dimensi tertentu per satuan waktu.

5. Perubahan relatif dalam dimensi atau volume sehubungan dengan perubahan yang sama di lain substansi (referensi).

Material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yang beragam, yaitu keausan abrasi, adhesi, oksidasi, erosi dan friting. Di bawah ini diberikan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut.

2.16.1Keausan Abrasif

(33)

pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut.

Sebagain contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut berada didalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar tanpa efek abrasi.

Faktor yang berperan dalam kaitannyadengan ketahan material terhadap

abrasive wear antara lain: 1. Material hardness

2. Kondisi struktur mikro 3. Ukuran abrasif

4. Bentuk

Bentuk kerusakan permukaan akibat abrasive wear, antara lain: 1. Scratching

2. Scoring

3. Gouging

(34)

Gambar 2.24 Keausan metode abrasif (Rahmawan, 2009)

2.16.2 Keausan Adhesive

Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan perlekatan satu sama lainnya (adhesive) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material seperti diperlihatkan pada Gambar 2.25.

(35)

Gambar 2.26 Keausan metode Adhesive (Rahmawan, 2009) 2.16.3 Keausan Oksidasi/Korosif

Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan

interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.

Gambar 2.27 Mekanisme keausan oksidasi (Rahmawan, 2009)

2.16.4 Keausan Erosi

Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan abrasive.Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut gaya normal (90 derajat), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan

(36)

Gambar 2.28 Skematis keausan erosi (Rahmawan, 2009) 2.16.5 Keausan Friting

Keausan yang terjadi akibat kombinasi dari gesekan dan getaran, seperti pada poros dan bearing. Kerusakan akan dipercepat dengan adanya partikel yang lepas dari permukaan yang terperangkap diantara kedua permukaaan tersebut, sehingga keausan yang terjadi juga disebabkan oleh keausan abrasi.

2.17 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Didalamaplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu.

Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel).Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan

(Frictional force),dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah IlmuBahanTeknik (MetallurgyEngineering). Kekerasan didefinisikansebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).

Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yaitu:

1. Brinell (HB/BHN) 2. Rockwell (HR/RHN) 3. Vickers (HV/VHN) 4. Mikro Hardness

(37)

1. Permukaan material

2. Jenis dan dimensi material 3. Jenis data yang diinginkan 4. Ketersedian alat uji

2.17.1 Metode Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Metoda uji kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an ini merupakan uji kekerasan lekukan yang pertamakali banyak digunakan dan disusun pembakuannya (dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam menggunakan indentor. Indentor untuk brinell berbentuk bola dengan diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm, itu semua adalah diameter bola standar internasional).

Gambar 2.29 Alat uji kekerasan Brinell Test

(38)

dari tungsten carbide.Tungsten carbide lebih keras dari baja, jadi tungstencarbide

biasanya dipakai untuk pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan merusak bola baja. Namun untuk pengujian bahan yang tingkat kekerasannya belum diketahui, alangkah baiknya jika kita mengujinya terlebih dahulu menggunakan metodarockwell dengan menggunakan indentor kerucut intan, untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti yang kita ketahui bahwa intan adalah logam yang paling keras saat ini, jadi intan tidak akan rusak jika di indentasikan ke material yang kerasUntuk bahan/ material pengujian brinel harus disiapkan terlebih dahulu. Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6 atau digerinda).Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak (Fauzan, 2013).

Standar yang digunakan pengujian Brinell Test :

1. ASTM E10 2. ISO 6506

Pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan

brinell sampai400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian ataupun vickers. Angka Kekerasan brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Rumus perhitungan pengujian

brinnell testyaitu :

(39)

2.17.2 Metode Vickers

Pengujian kekerasan dengan metode vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.Ilustrasi pengujian Vickers dapat dilihat pada Gambar 2.30.

Gambar 2.30 Ilustrasi pengujianvickers(Aditya Wendi, 2014)

Uji vickers dikembangkan di inggris tahun 1925 yang dikenal juga sebagai

Diamond Pyramid Hardness test (DPH). Uji kekerasanvickers menggunakan indentor piramida intan, besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling berhadapan adalah 136 derajat. Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu

(40)

2.17.3 Metode Rockwell.

Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter standar (diameter 10 mm, diameter 5 mm, diameter 2.5 mm, dan diameter 1 mm) dan indentor kerucut intan. pengujian ini tidak membutuhkan kemampuan khusus karena hasil pengukuran dapat terbaca langsung. tidak seperti metoda pengujian

vrinell dan vickers yang harus dihitung menggunakan rumus terlebih dahulu. Pengujian ini menggunakan 2 beban, yaitu beban minor/minor load (F0) = 10 kgf dan beban mayor/mayor load (F1) = 60 kgf sampai dengan 150 kgf tergantung material yang akan di uji dan tergantung menu rockwell yang dipilih (ada HRC, HRB, HRG, HRD. HRC menggunakan indentor kerucut intan dan beban 150 kgf, ini dimaksudkan untuk mencegah rusaknya indentor karena kalah keras dibandingkan material yang di uji, seperti yang kita tahu bahwa intan adalah logam paling keras saat ini.

Gambar 2.31 Jenis kedalaman identor terhadap spesimen (Gordonengland, 2015)

(41)

berdampak pada tingkat kekerasan material. semakin dalam indentasi semakin lunak material yang kita uji.

Skala yang umum dipakai dalam pengujianrockwell adalah: 1. HRa (Untuk material yang sangat keras)

2. HRb (Untuk material yang lunak)

Gambar

Gambar 2.1 Kontak dua permukaan (Yayankhancoet, 2013)
Gambar 2.2Jenis-jenis Screw conveyor :a. Sectional; b. Helicoid;
Gambar 2.3Standard Sectional Flight Screw(Rapids, 2012)
Gambar 2.5Cut Flight Screw(Rapids, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beton adalah campuran semen portland atau hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tampa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Adapun

Disamping itu, penerapan QFD dalam proses perancangan produk dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan Standar Sistem Mutu ISO 9001, yang mensyaratkan digunakannya

Telah diketahui pula bahwa minat beli konsumen pada produk organik sejatinya memiliki keterkaitan dengan kepedulian konsumen atas produk organik ( green awareness )

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, penggunaan media pembelajaran berbantuan multimedia interaktif efektif digunakan pada materi prinsip kerja komponen pneumatik

Pada peneliti terdahulu Menguji pengaruh Good Corporate Gorvernance (GCG) dengan indicator CGPI terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan variabel kontrol Size

Perusahaan sebagai entitas bisnis yang hidup dan berkembang ditengah masyarakat, tidak bisa lepas dari tanggung jawab sosial kepada masyarakat.. Filosofi pelaksanaan tanggung jawab

Metode Host to Host tidak dapat dilakukan untuk pengajuan kedatangan kapal apabila dalam proses pengurusannya kapal akan tiba namun belum di close.Agen pelayaran

Bagi Penyedia Jasa yang keberatan dengan Penguman ini dapat mengajukan Surat Sanggah kepada POKJA melalui aplikasi SPSE Kementerian Agama RI. UNIVERSITAS ISLAM