• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Agraria di Perkotaan dalam Perspektif HAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konflik Agraria di Perkotaan dalam Perspektif HAM"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROFIL LOKASI PENELITIAN

2.1. Gambaran Umum Kelurahan Sari Rejo 2.1.1 Letak Geografis

Kelurahan Sari Rejo merupakan Kelurahan yang terdapat di wilayah

administratif Kecamatan Medan Polonia. Luas wilayah Kelurahan Sari Rejo

adalah 2,46 Km2 atau 27,58% dari total keseluruhan luas wilayah

Kecamatan Medan Polonia. Kelurahan Sari Rejo terdiri dari 9 lingkungan

yaitu : lingkungan I sampai lingkungan IX. Kelurahan Sari Rejo mempunyai

jumlah penduduk mencapai 26.083 jiwa. Kelurahan Sari Rejo mempunyai

batas-batas dengan daerah lain sebagai berikut:

Gambar 1 Peta Kelurahan Sari Rejo

(2)

Sebelah Utara: berbatasan dengan kelurahan Suka Damai yaitu kecamatan

Medan Polonia.

Sebelah Selatan: berbatasan dengan Pangkalan Mansyur yaitu kecamatan

Medan Johor.

Sebelah Timur: berbatasan dengan kelurahan Suka Damai yaitu kecamatan

Medan Polonia.

Sebelah Barat: berbatasan dengan kelurahan Binjai yaitu kecamatan Medan

Selayang.

2.1.2. Keadaan Alam

Secara umum kondisi iklim di wilayah penelitian dikategorikan pada

iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia berkisar antara

23,2° C - 24,3° C dan suhu maksimum berkisar antara 30,8° C – 33,2° C

serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya 23,3° C - 24,1° C dan

suhu maksimum berkisar antara 31,0° C – 33,1° C. Berdasarkan pengukuran

stasiun klimatologi Polonia, curah hujan di Kota Medan mencapai rata-rata

3.594 mm dengan hari hujan sebanyak 230 hari serta menurut Stasiun

Sampali mencapai rata-rata 2.712 mm dengan hari hujan sebanyak 224 hari.

Selanjutnya mengenai kelembapan udara di wilayah Kota Medan

rata-rata berkisar antara 84 – 85%. Dan kecepatan angin rata-rata sebesar

0,48 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3

(3)

curah hujan menurut Stasiun Sampali per bulannya 226,0 mm dan pada

Stasiun Polonia per bulannya 299,5 mm.

2.1.3. Sejarah Tanah Sari Rejo

Kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada

akhir abad ke 19, untuk bekerja sebagai buruhkontrak pada perkebunan

tembakau raya milik Belanda.Suku bangsa Punjabi yang datang ke

Indonesia khususnya ke Sumatera Utara adalah para pria yang belum

menikah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja di

perkebunan milik Belanda.24

Di Sari Rejo, suku bangsa Punjabi dapat tinggal dan menetap. Hal ini

disebabkan, karena adanya bantuan Belanda pada tahun 1940-an. Suku

bangsa Punjabi diberi tanah atau lahan oleh Belanda untuk memelihara

sapi. Dengan keahliannya inilah suku bangsa Punjabi dapat tinggal di

daerah tersebut. Dari kebersamaan dan kekompakan suku bangsa Punjabi

yang tinggal di Sumatera Utara membuat mereka bertambah banyak, yang

mana jumlah suku bangsa Punjabi saat ini kurang lebih 1000 kepala

keluarga.25

Kelurahan Sari Rejo terdiri dari 9 (sembilan) lingkungan.Setiap

lingkungan terdiri dari berbagai suku, salah satunya adalah suku bangsa

Punjabi.Diantara kesembilan lingkungan ini, suku bangsa Punjabi lebih

24

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18482/4/Chapter%20II.pdf pada: 1 Mei 2015 pukul 16:20)

25

(4)

dominan berada di lingkungan 4, 5 dan 6. Hal ini disebabkan, pada zaman

dahulu para nenek moyang mereka sudah tinggal diwilayah tersebut.

Belanda yang saat itu bertindak sebagai pemerintah kolonial

memberi tanah kepada suku bangsa Punjabi khususnya yang memelihara

sapi. Dengan persyaratan yaitu suku bangsa Punjabi yang memelihara sapi

harus memberi susu sapi ke orang Belanda dan ke rumah sakit Elisabet.

Rumah sakit Elisabet merupakan rumah sakit yang pertama didirikan oleh

Belanda di Kota Meda. Tanah yang diberikan Belanda itu juga dekat dengan

lokasi rumah sakit tersebut yakni Sari Rejo Belanda memberi tanah kepada

suku bangsa Punjabi khususnya yang memelihara sapi. Dengan persyaratan

yaitu suku bangsa Punjabi yang memelihara sapi harus memberi susu sapi

ke orang Belanda dan ke rumah sakit Elisabet.

Dahulu Sari Rejo merupakan lahan kosong dan masih ditumbuhi

tanaman-tanaman liar. Oleh karena itu, Belanda memberikan lahan kosong

ini untuk ditempati suku bangsa Punjabi dan juga memelihara sapi. Dari

kemampuan berternak sapi inilah yang membuat kalangan suku bangsa

Punjabi dapat tinggal di daerah dekat dengan perkotaan seperti Sari Rejo.

Hal ini dikarenakan pada masa penjajahan Belanda, suku bangsa Punjabi

yang berternak sapi dengan mudah mengantarkan susu sapi tersebut kepada

orang Belanda yang umumnya tinggal di dekat daerah perkotaan.

Beternak sapi perah merupakan sistem mata pencaharian yang

pertama ditekuni oleh suku bangsa Punjabi, setelah mereka tidak bekerja

(5)

mereka sebagaimana kebiasaan di daerah asalnya dan untuk memenuhi

kebutuhan hidup akan susu dan minyak sapi. Peternak sapi perah ini

menjual susu sapi tersebut ke rumah sakit negeri, swasta, pabrik, sesama

suku bangsa Punjabi dan suku bangsa lain juga yang membutuhkan dan

minyak sapi tersebut berguna untuk campuran dalam makanan yang dibuat

dalam Gurdwaradan untuk minyak membakar jenazah suku bangsa Punjabi

yang meninggal dunia.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang

migrasi besar ke Kota Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan suku

bangsa, sampai saat sekarang ini usia Kota Medan telah tercapai 419tahun.

Tionghoadan Jawasebagai kuli kontrak perkebunan.Setelah tahun

1880perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan suku bangsaTionghoa,

karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering

melakukan kerusuhan.Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan

suku bangsaJawa sebagai kuli perkebunan.Suku bangsaTionghoa bekas

buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor

perdagangan.

Gelombang kedua ialah kedatangan suku bangsa Minangkabau,

Mandailing, dan Aceh. Mereka datang ke Kota Medan bukan untuk bekerja

sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru, dan

ulama.Begitu juga yang terjadi di wilayah Sari Rejo, peternak sapi tidak lagi

mendominasi, tanah garapan mereka sudah banyak berpindah tangan kepada

(6)

memungkinkannya lagi adanya peternakan di Sari Rejo yang saat itu

mengalami kemajuan yang ditandai dengan intensitas kepadatan penduduk

yang semakin meningkat.26

No

Saat ini kelurahan Sari Rejo merupakan hasil dari pemekaran

Kelurahan Polonia. Pada awalnya masih termasuk dalam wilayah

Kecamatan Medan Baru yang kemudian dimekarkan sesuai dengan S.K.

Gubsu No. 821:4/1991 pada tanggal 31 Oktober 1991. Kecamatan Medan

Baru kemudian dimekarkan menjadi Kecamatan Medan Polonia dan

Kecamatan Medan Maimoon Kota Medan.

2.1.4. Jumlah dan Susunan Penduduk

2.1.4.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2. Gambaran Jumlah Penduduk Kelurahan Sari Rejo Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah Rumah

Tangga

Jumlah Penduduk Rata-rata

Anggota

(7)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Kelurahan Sari Rejo

didominasi oleh masyarakat dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 13.122

jiwa yang terbagi dalam 5.824 rumah tangga.

2.1.4.2 Komposisi Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil 414

2 Karyawan Swasta 9.934

3 TNI 375

4 Petani 55

5 Pedagang 2.250

6 Pensiunan 356

7 Lainnya 1.001

(Sumber: Data BPS 2013)

Dari tabel di atas dapat dilihat bagaimana jenis pekerjaan karyawan

swasta mendominasi jenis pekerjaan yang di lakukan masyarakat kelurahan

Sari Rejo sebanyak 9.934 jiwa disusul berikutnya pedagang dengan 2.250

jiwa, jenis pekerjaan lainnya sebesar 1.001 jiwa, PNS sebesar 414, TNI

(8)

2.1.4.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Tabel 4. Pembagian Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah

1 Islam 20.379

2 Kristen dan Katolik 3.782

3 Hindu 235

(Sumber: Data BPS 2013)

2.2. Asal Mula Pangkalan Udara Soewondo

2.2.1. Sejarah Lanud Soewondo

Kekalahan bala tentara Jepang terhadap kedahsyatan pasukan Sekutu

di seluruh Republik pada tahun 1945 telah membuat kocar-kacir unit-unit

pasukannya. Begitu juga dengan unit tentara udaranya di Polonia Medan

yang juga tak luput dari bombardir pesawat-pesawat sekutu. Kesempatan ini

dimanfaatkan oleh Letnan Khasmir untuk membentuk Bala Tentara Udara

Republik di Polonia. Bala Tentara Udara ini bertugas untuk merampas

senjata-senjata dan suku cadang pesawat milik Jepang yang tersimpan di

gudang-gudang Polonia untuk dimanfaatkan Tentara Keamanan Rakyat

(TKR) udara. Selanjutnya Khasmir membentuk TKR Udara Berastagi.

Sementara di bekas lapangan udara milik Jepang di desa Padang Cermin

(9)

Padang Cermin dibawah pimpinan Kapten Abdul Karim Saleh, yang

kemudian lapangan terbang ini sempat menjadi pusat (Angkatan Udara

Republik Indonesia) AURI di Sumatera Timur pada tahun 1946 diawal

terbentuknya AURI.

Seperti semua Pangkalan Udara lain pada saat setelah Belanda

takluk kepada pemerintah Republik Indonesia belum sepenuhnya mereka

serahkan kepada Tentara Republik, demikian juga dengan Pangkalan Udara

Polonia Medan. Baru pada tanggal 18 April 1950 “Militaire Luuchtvaart”

Kerajaan Belanda dengan diwakili tiga perwiranya, dua diantaranya adalah

Kapten Benjamin dan Kapten Sthud menyerahkan kepada pemerintah RI

yang diwakili oleh Kapten Udara Mulyono sebagai Komandan Lanud

Medan yang pertama. Penyerahan dilaksanakan dengan upacara militer yang

dihadiri oleh seluruh anggota AURI yang ada di Sumatera Utara dan Aceh

bertempat di depan Markas Lanud Medan.

Setelah serah terima Lanud Medan dari Kerajaan Belanda ke AURI

maka dimulailah pengoperasian Lanud Medan yaitu dengan datangnya

deploy pesawat-pesawat AURI seperti Mustang, Harvard dan lain-lain.

Komandan Lanud Medan Kapten Udara Mulyono sendiri ikut

menerbangkan pesawat-pesawat Mustang yang standby du Lanud Medan.

Tidak berapa lama kemudian pada tahun 1951 untuk melengkapi

struktur organisasi Pangkalan Udara Medan, sekaligus antisipasi

(10)

PGT pertama di Medan yaitu Batalyon Tempur C PGT Medan, dan yang

menjabat sebagai Komandan Batalyon adalah LU I Yatiman.

Masa pemberontakan PRRI di Sumatera khususnya di kota Medan

pada tahun 1957 juga tidak terlepas dari perjalanan sejarah keberadaan

Lanud Medan, hal itu terbukti dengan dijadikannya Lanud Medan sebagai

sasaran tembakan senjata lengkung pemberontak. Tidak kurang tiga lubang

bekas jatuhnya peluru hampir melubangi landasan dan satunya jatuh di

sebelah kanan pegawai sipil persenjataan atau lebih kurang sepuluh meter

dari gudang senjata namun peluru tidak meledak. Untungnya lagi saat

sebelum terjadinya serangan, para penerbang telah terlebih dahulu

menerbangkan pesawat-pesawatnya meninggalkan Medan.

Serangan yang dilakukan pemberontak hanya dengan penembakan

senjata lengkung tanpa ada upaya dari mereka untuk mencoba masuk ke

areal Lanud, hal ini dikarenakan sebelumnya pemberontak sudah

mengetahui bahwa areal Lanud dijaga oleh Pasukan Pertahanan Pangkalan

yang sangat militan dan akan sulit menembusnya. “Silakan pemberontak

masuk pangkalan...!!! akan saya habisi mereka.” Demikian teriakan yang

dilontarkan oleh Letnan Harizt perwira Belanda yang tidak mau kembali ke

tanah airnya dan lebih memilih bergabung dengan AURI sebagai Pasukan

Pertahanan Pangkalan, sekarang jejaknya diteruskan oleh putrinya Hendrica

menjadi penerbang TNI AU. Teriakan itu dilakukan sambil menenteng 12,7

ditangannya (dituturkan kembali oleh Bapak Rajha Gobhal mantan pegawai

(11)

Sehari setelah terjadinya serangan pemberontak ke Lanud Medan

keesokan paginya dilaksanakan serangan balasan oleh AURI dengan

membombardir tempat pengunduran pasukan pemberontak di jalan Binjai

Stasion pemancar RRI dengan tiga pesawat Mustang yang salah satu

penerbangnya adalah Letnan Udara II Soewondo. Pasukan pemberontak

dibawah pimpinan Letkol Nainggolan akhirnya lari menuju daerah Tapanuli

bergabung dengan pemberontak lainnya di Sumatera Barat dibawah

pimpinan Ahmad Husein. Siangnya, Soewondo pada periode kedua terbang

melakukan pengejaran. Namun naas karena terbang terlalu rendah

pesawatnya tertembak oleh anak buah Nainggolan di desa Tangga Batu

Tapanuli, Soewondo gugur. Untuk mengenang jasa Almarhum Letnan

Udara II Soewondo namanya diabadikan menjadi nama komplek perumahan

TNI Angkatan Udara Soewondo yang ada di Polonia Medan.

Setelah likuidasi organisasi, Pangkalan TNI Angkatan Udara Medan

dijadikan Pangkalan Operasi dibawah jajaran Komando Operasi TNI

Angkatan Udara I yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Lanud Medan

telah dijadikan sebagai Pangkalan tempat pelaksanaan latihan bersama

dengan negara-negara tetangga sekawasan dan pada era ini juga Pangkalan

TNI Angkatan Udara Medan diresmikan oleh Menhankam Pangab yang saat

itu dijabat oleh Jenderal TNI M. Yusuf sebagai tempat dislokasi satuan

tempur udara pesawat “A-4 Skyhawk”.

Kemudian kedatangan pesawat-pesawat tempur baru menyusun

(12)

Skadron udara 12 Lanud Pekanbaru dan Skadron Udara 1 Lanud Supadio

Pontianak, Lanud Soewondo tidak lagi dijadikan Pangkalan Udara tempat

pelaksanaan Latihan Bersama.

2.2.2. Sejarah Perkembangan Bandar Udara Polonia

Nama Polonia berasal dari nama negara asal para pembangunnya,

Polandia (Polonia merupakan nama "Polandia" dalam Bahasa Latin).

Sebelum menjadi bandar udara, kawasan tersebut merupakan lahan

perkebunan milik orang Polandia bernama Michalski. Tahun 1872 dia

mendapat konsesi dari Pemerintah Belanda untuk membuka perkebunan

tembakau di Pesisir Timur Sumatera tepatnya daerah Medan. Kemudian dia

menamakan daerah itu dengan nama Polonia, yang saat itu belum merdeka.

Tahun 1879 karena suatu hal, konsesi atas tanah perkebunan itu

berpindah tangan kepada Deli Maatschappij (Deli MIJ) atau NV Deli

Maskapai. Tahun itu terdapat kabar pionir penerbang bangsa Belanda van

der Hoop akan menerbangkan pesawat kecilnya Fokker dari Eropa ke

wilayah Hindia Belanda dalam waktu 20 jam terbang. Maka Deli MIJ yang

memegang konsesi atas tanah itu, menyediakan sebidang lahan untuk

(13)

setelah berita pertama tentang kedatangan pesawat udara itu tidak terdengar,

maka rencana kedatangan pesawat udara kembali terdengar.27

Pada tahun 1936 lapangan terbang Polonia untuk pertama kalinya

melakukan perbaikan yaitu pembuatan landasan pacu (runway) sepanjang

600 meter. Pada tahun 1975, berdasarkan keputusan bersama Departemen

Pertahanan dan Keamanan, Departemen Perhubungan dan Departemen

Keuangan, pengelolaan pelabuhan udara Polonia menjadi hak pengelolaan Mengingat waktu itu sangat pendek, persiapan untuk lapangan

terbang tidak dapat dikejar, akhirnya pesawat kecil yang diawaki van der

Hoop yang menumpangi pesawat Fokker, bersama VN Poelman dan van der

Broeke mendarat di lapangan pacuan kuda yakni Deli Renvereeniging,

disambut Sultan Deli, Sulaiman Syariful Alamsyah.

Setelah pesawat pertama mendarat di Medan, maka Asisten Residen

Sumatera Timur Mr. CS Van Kempen mendesak pemerintah Hindia

Belanda di Batavia, agar mempercepat dropping dana untuk menyelesaikan

pembangunan lapangan terbang Polonia. Pada 1928 lapangan terbang

Polonia dibuka secara resmi, ditandai dengan mendaratnya enam pesawat

udara milik KNILM, anak perusahaan KLM, pada landasan yang masih

darurat, berupa tanah yang dikeraskan. Mulai tahun 1930, perusahaan

penerbangan Belanda KLM serta anak perusahaannya KNILM membuka

jaringan penerbangan ke Medan secara berkala

27

(14)

bersama antara Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara Sipil. Dan

mulai 1985 berdasarkan Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1985,

pengelolaan pelabuhan udara Polonia diserahkan kepada Perum Angkasa

Pura yang selanjutnya mulai 1 Januari 1994 menjadi PT. Angkasa Pura II

(Persero).

Panjang landasan pacu saat ini adalah 2.900 meter, sementara yang dapat

digunakan sepanjang 2.625 meter (sehingga terdapat displaced threshold

sebesar 275 meter). Hal ini terjadi karena banyaknya benda yang

menghalang di sekitar tempat lepas landas dan mendarat. Polonia juga

memiliki 4 taxiway dan apron seluas 81.455 meter. Polonia dirancang untuk

dapat memuat maksimum sekitar 900.000 penumpang. Dari tahun ke tahun

arus penumpang Polonia cenderung mengalami peningkatan antara 15

hingga 20 persen. Pada tahun 2003, arus penumpang mencapai sebesar

2.736.332 orang, naik dari 2.090.519 orang pada tahun sebelumnya. Jumlah

pergerakan pesawat adalah 36.359 pada tahun 2003, naik dari 29.894 pada

tahun 2002. Tercatat ada 13.713 penerbangan domestik dan 4.387

penerbangan internasional dari Polonia pada 1998. Pada 2004 jumlahnya

telah mencapai 35.100 penerbangan domestik dan 8.266 penerbangan

internasional.

Dari segi jumlah penerbangan, pada 1998 terdapat 56 penerbangan

(15)

melebihi 150 penerbangan perhari, dengan penumpang lebih kurang 3,8 juta

orang pertahun, baik domestik dan internasional.

Terdapat dua terminal penumpang di

terminal keberangkatan dan satu untuk kedatangan, dan jika ditotal luasnya

mencapai 13.811 meter². Keduanya juga masing-masing dibagi untuk

penerbangan domestik dan internasional. Terminal domestik Polonia

mempunyai luas 7.941 meter² dan saat ini (laporan Januari 2006)

menampung 1.810 orang yang datang bersamaan, sehingga setiap

penumpang mempunyai luas 4m², kurang dari standar sebesar 14m² yang

ditetapkan pemerintah. Mulai 1 Oktober 2006, menyusul peristiwa

penyimpangan muatan barang di

2006, dioperasikan pula sebuah terminal kargo satu pintu yang diharapkan

dapat menertibkan pergerakan kargo dan mencegah terjadinya manipulasi

muatan barang.

Bandara Kualanamu menjadi penggati bandara Polonia Medan

setelah tahun 1994 sejumlah pejabat Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara

yang saat itu dipimpin Raja Inal Siregar mengeluarkan wacana pemindahan

bandara Polonia mengingat pertumbuhan kota Medan menjadi kota yang

cukup padat saat itu. Setahun kemudian, pemerintah pusat memberikan

dukungan lewat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 41 Tahun

(16)

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara lalu menentukan daerah

pinggiran sebagai pengganti lokasi Bandara Polonia yang saat ini bernama

Bandara Kualanamu Medan. Awalnya, pada 1994, sejumlah pejabat

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan wacana pembangunan

bandara baru untuk menggantikan Polonia yang berada di tengah kota

Medan yang saat itu mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat.

Setahun kemudian, pemerintah pusat memberikan dukungan lewat

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 41 Tahun 1995.Sedianya,

pembangunan bandara akan dilakukan pada 1997. Pembangunan harus

tertunda lama lantaran badai krisis ekonomi menerpa Indonesia.Di awal

2000, ide pembangunan bandara di Kuala Namu yang mengendap cukup

lama, kembali diangkat dalam rencana pembangunan nasional. Pengerjaan

kontruksi perdana baru dilakukan pada 2006 oleh Wakil Presiden Jusuf

Kalla.Pengerjaan konstruksi yang lambat karena berbagai hal, membuat

target pengoperasian Kuala Namu dimundurkan beberapa kali.Hingga

akhirnya pemerintah menyatakan bandara yang diproyeksi menjadi hub

Internasional di Asia Tenggara itu siap dioperasikan pada Kamis, 25 Juli

(17)

2.3. Forum Masyarakat Sari Rejo (FORMAS)

Masalah pertanahan ini masih disadari sebagai faktor yang sangat

rentan.Hal itu disebabkan tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok

manusia.Karena itubanyak yang berkepentingan dengan tanah.Tanah bisa

dijadikan tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat berbagai lokasi kegiatan

ekonomi, sosial, dan budaya manusia.Adanya keinginan untuk memiliki

atau mendapatkan tanah, maka bisa menyebabkan munculnya konflik.

Konflik yang berkelanjutan antara masyarakat Kelurahan Sari Rejo

dan Tentara Nasional Indonesia- Angkatan Udara (TNI-AU) sampai saat ini

belum menemui titik temu. Kondisi ini diperparah dengan tidak seriusnya

pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik yang sampai saat ini masih

berlangsung.

Masyarakat menganggap tanah yang dihuni sejak tahun 1948 seluas

260 Ha tidak termasuk dalam area yang tertuang dalam seritifikat hak pakai

nomer 1 tanggal 13 Juni 1997 dan sertifikat hak pakai nomer 4 tanggal 25

juni 1997 yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan

Repubilk Indonesia.

Dengan adanya kasus tersebut, tuntutan terhadap legalitas tanah

yang mereka duduki sekarang ini dirasa perlu.Masyarakat menilai legalitas

diperlukan guna memberikan kepastian hukum dalam pengembangan

perekonomian masyarakat.Dengan adanya legalisasi hak atas tanah tersebut,

warga masyarakat dapat menjadi kekuatan untuk meningkatkan

(18)

dapat dijadikan sebagai agunan di bank dan dapat menambah uang

pemasukan bagi negara.

Masyarakat merasa terancam dengan status tanah sengketa di tanah

yang mereka duduki. Proses sengketa yang berjalan lama dan belum

menunjukkan jalan keluar atas penyelesaian konflik mengakibatkan

masyarakat sulit untuk melakukan pembangunan. Proses ini dianggap

masyarakat berpotensi pada matinya roda ekonomi masyarakat yang berada

di area sengketa.

Masyarakat yang merasa terdesak oleh TNI-AU mulai

mengasosiasikan dirinya menjadi satu kesatuan. Mereka merasa tanah yang

mereka tempati merupakan hak mereka.Konflik vertikal ini yang

selanjutnya menumbuhkan kesadaran perlunya sebuah organisasi yang dapat

menjadi wadah perjuangan masyarakat Sari Rejo dalam memperjuangkan

haknya.

Berdasarkan akta pendirian Formas tanggal 24 Februari 2011 No.30

dihadapan notaris Muhammad Dodi Budiantoro yang berkantor di Jalan

Jenderal Ahmad Yani No 70 lantai dua, masyarakat kelurahan Sari Rejo

memiliki organisasi kemasyarakatan yang mempunyai tujuan pembelaan

hak-hak masyarakat Sari Rejo.

Konsep gerakan yang lebih terlihat insidental akibat adanya tekanan

(19)

bertujuan sebagai sarana penampung aspirasi dan konsolidasi gerak menuju

perubahan. Dalam hal ini gerakan sosial masyarakat Sari Rejo dalam sebuah

institusi FORMAS memiliki satu fokus utama dalam penuntutan hak

kepemilikan atas tanah oleh negara atau dalam hal ini TNI-AU.

Guna memperkuat konsolidasi antar anggota. FORMAS

mengembangkan asosiasi-asosiasi berbasis kebudayaan, agama dan dan

kemasyarakatan guna memperkuat suprastruktur organisasi.

Konsolidasi-konsolidasi ini dianggap sebagai penopang dan sistem adaptasi organisasi

Gambar

Gambar 1  Peta Kelurahan Sari Rejo
Tabel 2. Gambaran Jumlah Penduduk Kelurahan Sari Rejo
Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tabel 4. Pembagian Penduduk Berdasarkan Agama

Referensi

Dokumen terkait

Persaingan di antara AS dan USSR tersebut tentu tidak lain adalah untuk memperebutkan hegemoni dunia dimana keduanya ingin menjadi penguasa tunggal yang dapat

[r]

[r]

[r]

Setelah pengukuran awal, aset keuangan AFS diukur dengan nilai wajar dengan keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui pada pendapatan komprehensif

tentang “ pengembangan program keterlitan orangtua dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada setting inklusi di SD X kota Bandung”. Fokus dan

Adapun hambatan komunikasi yang terjadi dalam proses ganti kerugian tanah pelebaran jalan trans Sulawesi meliputi; pertama Hambatan birokrasi yang terjadi pada proses

Berdasarkan pembahasan yang telah di- kemukakan maka sebagai saran untuk ditindak lanjuti dalam pengembangan penelitian ini ada- lah perlu dilakukan pengembangan set