• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

DENGAN PERILAKU

BULLYING

PADA SISWA SMPN 22 TANGERANG

Lola Novianty Denny Putra

Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

go_olla08@yahoo.com;

denny.putra@ukrida.ac.id

Abstract

Peer pressure in adolescent is a common issue that can give positive and negative impact. Among the negative impact of peer pressure is bullying behavior. Bullying behavior is repeated verbal, physical, social or psychological aggressive behaviour by a person or group directed towards a less powerful that is intended to cause harm, distress or fear. This research aim to explore the relationship between bullying and conformity among junior high school student in SMPN 22 Tangerang. Bullying behavior was measured using bullying behaviour scale, and conformity was measured using comformity scale (Rahmwati, 2014). The result showed that there were a non significance and positive correlation between bullying and conformity (r = 0,224, p = 0,025 < 0,05).

Kata kunci: Konformitas terhadap teman sebaya, perilaku bullying, siswa SMP

Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk sosial seringkali berinteraksi dengan manusia lainnya.

Perilaku tersebut dapat menghasilkan perilaku positif maupun negatif. Salah satu

perilaku negatif yang sering muncul adalah perilaku bullying. Bullying merupakan

tindakan menyakiti orang lain yang lebih lemah, baik menyakiti secara fisik, kata-kata,

ataupun perasaannya. Berdasarkan hasil survey Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(2)

Dasar/MI, SMP/mts, maupun SMA/ma, menunjukkan 87,6% siswa mengaku mengalami

tindak kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun psikis, seperti dijewer, dipukul, dibentak,

dihina, diberi stigma negatif hingga dilukai dengan benda tajam. Sebaliknya, 78,3%

anak juga mengaku pernah melakukan tindak kekerasan dari bentuk yang ringan

sampai yang berat. Kasus kekerasan fisik di lingkungan sekolah yang mencolok antara

lain tawuran, perpeloncoan saat Masa Orientasi Siswa (MOS) dan bullying (Sirait,

2011).

Kasus-kasus bullying yang terjadi di instansi pendidikan seperti sekolah, sebagian

besar merupakan sebuah siklus, yaitu para pelaku bullying bisa terjadi pada awalnya

adalah korban. Maraknya praktek bullying biasanya terjadi pada MOS, dimana pada

masa ini menjadi satu kesempatan para senior mem-bully para juniornya dengan

alasan tradisi. Lebih parahnya perilaku bullying pun sering berlanjut setelah MOS

berakhir dan akan terulang setiap tahunnya (Handayani, 2009).

Salah satu contoh aksi senioritas di tingkat SMP, misalnya yang terjadi di SMP 10

Tangerang Selatan. Bentuknya bermacam-macam, ada yang berupa pemalakan

maupun tawuran. Bagi siswa junior yang tidak mau memberi uang kepada senior akan

diancam dan dipukuli. Bagi yang tidak mau ikut tawuran akan dipukuli, kemudian akan

ditatar oleh para senior dengan memberi teknik-teknik tawuran. Tindakan yang

dilakukan oleh pihak sekolah apabila terjadi kekerasan atau masalah tawuran langsung

mengeluarkan siswa-siswa yang melakukan perploncoan tersebut (Saputra, 2011).

Menurut Sullivan (dalam Basyirudin, 2010) bullying sebagai tindakan negatif, yang

bersifat agresif maupun manipulatif dalam rangkaian tindakan yang dilakukan oleh satu

orang atau lebih terhadap orang lain. Terjadi selama periode waktu tertentu yang

didasarkan pada ketidakseimbangan kekuatan. Menurut Coloroso (dalam Basyirudin,

2010), penindasan atau bullying adalah aktivitas sadar, disengaja, dan keji yang

dimaksudkan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih

lanjut, dan menciptakan teror. Lipkins (dalam Basyirudin, 2010) menambahkan bahwa

bullying atau penindasan adalah tindakan penyerangan dengan sengaja yang tujuannya

melukai korban secara fisik atau psikologis, atau keduanya.

Berdasarkan fenomena yang terjadi di lingkungan tempat tinggal peneliti, perilaku

(3)

salah satu SMP sekitar tempat tinggal peneliti yang sering terjadi bullying. Hal tersebut

berdasarkan cerita dari siswa sekolah tersebut yaitu SMPN 22 Tangerang yang akan

menjadi tempat dalam penelitian ini. Peneliti telah melakukan wawancara singkat

dengan siswa di sekolah tersebut berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Hasilnya siswa tersebut menyatakan perilaku bullying memang terjadi di sekolahnya,

terutama dilakukan oleh senior.

Mereka berpendapat bullying ini merupakan sebuah tradisi yang terjadi di setiap

tahunnya. Berdasarkan penuturan siswa lain, di sekolah ini hampir setiap kelas memiliki

geng, dan terdapat 2 geng yang memang sudah terkenal di sekolah ini, serta kegiatan

yang sering dilakukan oleh geng tersebut adalah melabrak orang yang mereka tidak

sukai. Melabrak merupakan perilaku bullying yang dilakukan dalam bentuk verbal.

Bahkan bukan hanya melabrak, namun dalam bentuk fisik pun dapat saja terjadi,

seperti memukul, menampar, menjenggut, serta mempermalukan di depan umum. Cara

mereka membully bukan hanya saja secara langsung, namun juga melalui media sosial,

seperti facebook dan blackberry messenger.

Seiring perkembangan remaja, hubungan remaja dengan orangtuanya mulai

berpindah ke teman sebayanya. Hubungan interpersonal dengan teman sebaya mereka

menjadi intensif karena penerimaan oleh teman sebaya menjadi penting bagi remaja.

Teman sebaya merupakan tempat berbagi perasaan dan pengalamannya. Mereka juga

menjadi bagian dari proses pembentukan identitas diri. Hal tersebut menimbulkan

kecenderungan remaja melakukan konformitas, dimana mereka mendapat tekanan dari

kelompok sebaya, sehingga remaja dituntut untuk mengadopsi sikap atau perilaku

orang lain sebagai contoh pemimpin dalam kelompok mereka (Santrock dalam

Ikhsanifa, 2007). Hal tersebut dapat menjadi pemicu awal terjadinya bullying terhadap

kelompok.

Hal-hal seperti ini jelas dapat memunculkan sikap konformitas atau mendukung

terjadinya konformitas. Sama halnya dengan apa yang dikatakan oleh Berndt (dalam

Octarina, 2012) bahwa konformitas teman sebaya terdiri dari tiga hal, yaitu aktivitas

anti-sosial, aktivitas netral, dan aktivitas prososial. Hal ini berarti aktivitas remaja yang

mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-temannya dapat dikategorikan dengan

(4)

teman-temannya, namun melanggar peraturan, maka dikatakan perilaku tersebut anti-sosial,

contohnya mencoret dinding sekolah, mencuri, merokok, dan mengejek.

Handayani (2009) meneliti pada remaja di SMP PGRI 35 Serpong dengan judul

hubungan antara faktor-faktor munculnya konformitas kelompok sebaya dengan

perilaku bullying pada remaja di SMP PGRI 35 Serpong dan menunjukkan ada

hubungan positif yang signifikan antara konformitas kelompok sebaya dengan perilaku

bullying pada remaja.

Santor, Messervey, & Kusumakar (dalam Octarina, 2012) mengatakan bahwa

konformitas teman sebaya didefinisikan sebagai disposisi perilaku yang berkaitan

dengan keinginan individu untuk mengikuti rekan-rekan mereka. Sikap menyesuaikan

diri dengan kelompok atau yang disebut konformitas teman sebaya tersebut dapat

menimbulkan beberapa akibat seperti kehilangan identitas diri dan kurangnya rasa

percaya diri (Myers dalam Octarina, 2012). Hal ini berdampak negatif bagi seorang

remaja, karena pada saat perkembangan mereka adalah saat-saat dimana mereka

harus mencari jati diri sesungguhnya demi menghadapi perkembangan kehidupan

selanjutnya. Keadaan ini membuat remaja harus mempunyai jati diri yang

sesungguhnya.

Berdasarkan kondisi ideal dan riil yang sudah peneliti berikan, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara konformitas terhadap

teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang ? Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji secara empirik hubungan antara

konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22

Tangerang.

Penelitian ini menampilkan dua manfaat dalam penelitian ini, yaitu manfaat teoritis

dan manfaat praktis. Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah penelitian ini

diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk memperluas ilmu psikologi,

terutama psikologi sosial dan psikologi pendidikan.

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat

membantu siswa lebih waspada dalam pergaulannya dan dapat menjaga diri dari

pengaruh negatif di lingkungan sekolah, dapat memberikan informasi kepada guru agar

(5)

siswinya, dan dapat membantu dalam memperhatikan kondisi siswa didiknya, tidak

hanya dari sisi akademis akan tetapi hal lainnya. Serta dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam mengevaluasi kegiatan-kegiatan sekolah.

Konformitas terhadap Teman Sebaya

Myers (dalam Darmawan, 2007) konformitas juga merupakan suatu perubahan

sebagai akibat tekanan kelompok. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan individu

untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap kelompok sehingga terhindar dari

celaan, ketersaingan maupun cemoohan. Santock (dalam Darmawan, 2007)

konformitas muncul pada saat individu mengdopsi sikap dan perilaku orang lain karena

tekanan dari kelompoknya. Menurut Kiesler dan Kiesler (dalam Nadhirah, 2006)

konformitas adalah perubahan perilaku atau kayakinan karena adanya tekanan dari

kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja.

Sears, dkk (dalam Darmawan, 2007) mengemukakan secara eksplisit

aspek-aspek konformitas, yaitu pertama, kekompakan. Kekuatan yang dimiliki kelompok

acuan menyebabkan anak tertarik dan tetap ingin menjadi anggota kelompok. Eratnya

hubungan anak dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antar anggota

kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Kedua,

kesepakatan. Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat,

sehingga anak harus setia dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat

kelompok. Konsep diri anak dalam kelompok acuan akan menentukan perilaku

konformitasnya. Konsep ini mencakup seluruh pandangan anak akan dimesi fisiknya,

karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kepandaiannya, dan

kegagalannya. Ketiga, ketaatan. Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada anak

membuat rela melakukannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya juga akan

tinggi.

Sarwono (dalam Nadhirah, 2006) membagi konformitas kedalam dua jenis, yaitu

compliance dan acceptance. Compliance adalah konformitas yang dilakukan secara

terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju. Jenis konformitas

ini bertujuan agar individu diterima dalam kelompok atau menghindari penolakan dari

(6)

perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial. Myers (dalam Nadhirah,

2006) menyatakan bahwa konformitas acceptance terjadi ketika individu percaya bahwa

pendapat atau perilaku kelompok adalah benar.

Menurut Myers (dalam Hotpascaman & Irmawati, 2010) faktor-faktor yang

mempengaruhi individu untuk melakukan konformitas adalah pertama, group size.

Semakin besar jumlah anggota kelompok, semakin besar juga pengaruhnya terhadap

kelompok. Kedua, cohession, merupakan perasaan yang dimiliki oleh anggota dari

kelompok dimana mereka merasa ada ketertarikan terhadap kelompok. Myers (dalam

Hotpascaman&Irmawati, 2010) menambahkan semakin seseorang memiliki kohesif

dengan kelompoknya maka semakin besar pengaruh dari kelompok pada individu

tersebut.

Ketiga, status. Dalam sebuah kelompok bila seseorang memiliki status yang tinggi

cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar, sedangkan orang yang memiliki status

yang rendah cenderung untuk mengikuti pengaruh yang ada. Keempat, public

response. Ketika seseorang diminta untuk menjawab secara langsung pertanyaan di

hadapan publik, individu cenderung akan lebih konfrom, daripada individu tersebut

diminta untuk menjawab dalam bentuk tulisan. Kelima, no prior commitment. Seseorang

yang sudah memutuskan untuk memiliki pendiriannya sendiri, akan cenderung

mengubah pendiriannya saat individu terserbut dipertunjukkan pada adanya aspek

tekanan sosial.

Perilaku Bullying

Menurut Sullivan (dalam Basyirudin, 2010) mendefiniskan bullying sebagai

tindakan negatif, yang bersifat agresif maupun manipulatif dalam rangkaian tindakan

yang dilakukan oleh satu orang atau lebih terhadap orang lain. Biasanya selama

periode waktu tertentu yang didasarkan pada ketidakseimbangan kekuatan.

Menurut Coloroso (dalam Basyirudin, 2010) penindasan atau bullying adalah

aktivitas sadar, disengaja, dan keji yang dimaksudkan untuk melukai, menanamkan

(7)

penindasan itu direncanakan lebih dulu atau terjadi tiba-tiba saja, nyata atau

tersembunyi, dihadapan anda atau dibelakang punggung anda, mudah diidentifikasi

atau terselubung dibalik pertemanan yang tampak, dilakukan oleh seorang anak atau

sekelompok anak.

Menurut Lipkins (dalam Basyirudin, 2010) bullying atau penindasan adalah

tindakan penyerangan dengan sengaja yang tujuannya melukai korban secara fisik atau

psikologis, atau keduanya. Menurut Soedjatmiko et al, (dalam Rahmawati, 2014)

bullying adalah penyalahgunaan kekuatan yang disengaja dan berulang-ulang oleh

seseorang anak atau lebih terhadap anak lain, dengan maksud untuk menyakiti atau

menimbulkan perasaan tertekan atau stress.

Menurut Siswanti & Widayanti (dalam Rahmawati, 2014) perilaku-perilaku yang

termasuk dalam bullying adalah (a) bentuk fisik, seperti memukul, mencubit, menampar,

dan memalak (meminta dengan paksa yang bukan miliknya); (b) bentuk verbal, seperti

memaki, menggosip atau mengejek; dan (c) bentuk psikologis, seperti mengintimidasi,

mengecilkan dan diskriminasi..

Menurut Astuti (dalam Magrifah dan Rachmawati, 2010) faktor-faktor yang

memperngaruhi terjadinya bullying adalah pertama, perbedaan kelas (senioritas),

ekonomi, gender, etnisitas atau rasisme. Pada dasarnya, perbedaan (terlebih jika

perbedaan tersebut bersifat ekstrim) individu dengan suatu kelompok dimana ia

bergabung, jika tidak dapat disikapi dengan baik oleh anggota kelompok tersebut, dapat

menjadi faktor penyebab bullying. Kedua, tradisi senioritas. Senioritas yang salah

diartikan dan dijadikan kesempatan atau alasan untuk membully junior terkadang tidak

berhenti dalam suatu periode saja. Hal ini tak jarang menjadi peraturan tak tertulis yang

diwariskan secara turun temurun kepada tingkatan berikutnya.

Ketiga, senioritas. Sebagai salah satu perilaku bullying seringkali pula justru

diperluas oleh siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Bagi mereka

keinginan untuk melanjutkan masalah senioritas ada untuk hiburan, penyaluran

dendam, iri hati atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau menunjukkan

kekuasaan. Keempat, keluarga yang tidak rukun. Kompleksitas masalah keluarga

seperti ketidakhadiran ayah, ibu menderita depresi, kurangnya komunikasi antara

(8)

sosial ekonomi merupakan penyebab tindakan agresi yang signifikan. Kelima, situasi

sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif. Bullying juga dapat terjadi jika

pengawasan dan bimbingan etika dari para guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan

yang sangat kaku, bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.

Keenam, karakter individu atau kelompok seperti (1) dendam atau iri hati, (2)

adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuasaan fisik dan daya tarik

seksual, (3) untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainannya

(peers), (4) persepsi nilai yang salah atas perilaku korban. Korban seringkali merasa

dirinya memang pantas untuk diperlakukan demikian (dibully), sehingga korban hanya

mendiamkan saja hal tersebut terjadi berulang kali pada dirinya.

Dinamika Penelitian

Salah satu perilaku negatif yang sering muncul pada remaja adalah perilaku bullying. Perilaku bullying dapat berupa fisik, verbal, dan psikologis. Perilaku bullying

fisik seperti memukul, mencubit, menampar, dan lain-lain. Perilaku bullying secara

verbal, seperti memaki, menggosip atau mengejek. Sedangkan perilaku bullying secara

psikologis, seperti mengintimidasi, mengecilkan dan diskriminasi. Perilaku bullying

merupakan perilaku yang menyakiti orang lain. Perilaku bullying akan membuat

seseorang menumbuhkan rasa kebencian didalam dirinya, rasa dendam, trauma yang

mendalam dan melukai secara psikologis.

Perilaku bullying yang dilakukan oleh para pelajar dapat disebabkan oleh banyak

faktor. Diantaranya dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Suatu penelitian

menunjukkan bahwa tekanan kelompok sebaya berhubungan dengan

masalah-masalah dalam kehidupan remaja. Masalah-masalah-masalah ini meliputi perilaku bullying,

pencurian, penggunaan obat-obatan terlarang, membolos, dan rasisme (Miles

Coverdale Primary School dalam Chairani, 2005).

Terjadinya peningkatan dalam pengaruh kelompok sebaya adalah remaja lebih

banyak berada diluar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok.

Sehingga tidak heran jika teman-teman sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar dari

pada keluarga dalam hal bersikap dan perilaku (Hurlock, dalam Handayani, 2009). Dan

(9)

Remaja juga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap dunia sosialnya. Dan

remaja perlu melakukan banyak penyesuaian agar dapat mencapainya.

Penyesuaian terhadap kelompok sebaya merupakan bentuk dari konformitas yang

dipertahankan agar dapat diterima oleh kelompok. Menurut Myers (dalam Darmawan,

2007) konformitas merupakan suatu perubahan sebagai akibat dari tekanan kelompok.

Menurut santrock (Handayani, 2009) tekanan untuk melakukan konformitas menjadi

sangat kuat selama usia remaja. Dan perubahan ini dapat terjadi karena seseorang

selalu melihat perilaku yang dilakukan oleh kelompok, seperti mengejek, memukul,

berdebat, menghina, dll. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2009) menunjukkan

bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara konformitas kelompok sebaya

dengan perilaku bullying pada remaja. Penelitian tersebut dapat menunjukkan bahwa

konformitas memang berhubungan dengan perilaku bullying.

Konformitas akan tampak pada saat individu lain hadir seperti, teman sebaya dan

disaat itulah seorang individu akan meniru perilaku orang lain atau teman sebayanya

seperti yang diharapkan, tetapi pada saat tidak ada individu lain, maka seorang individu

akan menunjukkan perilaku yang berbeda. Sama halnya dengan perilaku bullying, jika

seorang individu melihat individu lain menunjukkan perilaku bullying, maka individu

akan melihat dan meniru. Dan jika tidak ada individu yang melakukan perilaku bullying,

maka individu tidak akan melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh individu lain.

Sama halnya dengan ketaatan dalam konformitas, dimana tekanan atau tuntutan

kelompok acuan pada anak membuat rela melakukannya. Bila ketaatannya tinggi maka

konformitasnya juga akan tinggi.

Maka dapat dikatakan bahwa perilaku bullying ditimbulkan salah satunya karena

terjadi konformitas terhadap suatu kelompok. Bullying merupakan salah satu bentuk

perilaku agresif yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti korbannya baik secara

fisik, verbal, maupun psikis. Perilaku bullying sendiri biasanya dilakukan berkelompok.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa konformitas teman sebaya berhubungan

dengan timbulnya perilaku bullying pada remaja. Dan aspek-aspek dari konformitas

terhadap teman sebaya dengan segala bentuk perilaku bullying juga berhubungan satu

(10)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah ada

hubungan positif antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying

pada siswa SMPN 22 Tangerang.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan uji

korelasi. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IX (sembilan) SMPN 22 Tangerang,

yang dipilih secara random dengan teknik cluster random sampling. Subyek yang

digunakan dalam penelitian ini beriumlah 100 siswa.

Peneliti menggunakan alat ukur sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti, yaitu

skala konformitas terhadap teman sebaya dan skala perilaku bullying. Skala

konformitas terhadap teman sebaya dibentuk oleh Darmawan pada tahun 2007

berdasarkan aspek-aspek konformitas, sedangkan skala perilaku bullying dibentuk oleh

Rahmawati pada tahun 2014 berdasarkan bentuk-bentuk perilaku bullying. Pada

variabel konformitas, skor yang dianalisis adalah skor total yang diperoleh dari skala

konformitas; sedangkan pada variabel perilaku bullying, skor yang dianalisis adalah

skor total yang diperoleh dari skala perilaku bullying.

Uji validitas skala konformitas dan skala perilaku bullying dihitung dengan

menggunakan Validitas konstruk. Azwar (dalam Priyanto, 2013) mengatakan bahwa

butir dalam suatu instrument yang memiliki skor kurang dari 0.3, maka butir tersebut

tidak valid. Sedangkan butir dalam suatu instrument yang memiliki skor lebih dari 0.3,

maka butir tersebut valid. Terdapat 16 aitem tidak valid pada skala konformitas

terhadap teman sebaya, karena memiliki skor kurang dari 0,3. Maka dari itu, terdapat

11 aitem yang dapat digunakan pada skala konformitas terhadap teman sebaya. Pada

skala perilaku bullying terdapat 7 aitem yang tidak valid, karena memiliki skor kurang

dari 0.3. Maka dari itu terdapat 24 aitem yang dapat digunakan pada skala perilaku

bullying.

Uji reliabilitas skala konfomitas terhadap teman sebaya dan skala perilaku bullying

dilakukan dengan teknik Inter-item consistency. Hair, et al (2014) mengatakan bahwa

batas reliabilitas yang diterima adalah 0.7. Berdasarkan hasil uji reliabilitas alat ukur

(11)

reliabilitas pada skala konformitas terhadap teman sebaya yaitu sebesar 0,736. Hasil uji

reliabilitas pada skala perilaku bullying yaitu sebesar 0,872.

Teknik analisis hasil yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi

Pearson Product Moment yang diolah dengan menggunakan program Statistical

Packages for Social Science (SPSS) 17.00. Teknik korelasi ini digunakan untuk

mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila kedua

variabel tersebut berskala interval atau rasio (Sugiyono, 2010).

Awalnya peneliti mencari fenomena yang terjadi saat ini pada siswa-siswi SMP di

Kota Tangerang, dan peneliti mencoba untuk mewawancarai beberapa siswa SMPN 22

Tangerang mengenai fenomena tersebut. Ternyata fenomena yang peneliti dapatkan

memang terjadi di sekolah SMPN 22, dan fenomena ini juga peneliti dapatkan pada

saat peneliti melakukan field experience di SMPK Kalam Kudus Kosambi Baru

mengenai hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku

agresif.

Setelah mendapatkan fenomena, peneliti menyiapkan skala yang akan digunakan,

yaitu skala perilaku bullying dan skala konformitas terhadap teman sebaya dalam

bentuk kuesioner. Indikator beserta item-item yang terdapat di dalam kuisioner dibuat

berdasarkan teori dari masing-masing variabel. Peneliti melakukan uji coba skala

kepada kelompok try out sebanyak 70 responden. Kemudian peneliti menganalisa item

yang telah di uji coba dan menyusun skala yang telah di uji coba untuk penelitian yang

sesungguhnya.

Selanjutnya peneliti meminta ijin kepada pihak SMPN 22 Tangerang untuk dapat

melakukan pengambilan serta mendiskusikan tanggal untuk pembagian kuisioner di

sekolah SMPN 22 Tangerang.

Pelaksanaan penelitian akan dilakukan sekitar dengan tahap pelaksanaan

sebagai berikut : A. mengumpulkan responden dalam satu ruangan yang telah

ditentukan oleh guru. B. membagikan skala penelitian kepada responden. C.

menjelaskan petunjuk pengisian. D. memberikan kesempatan kepada responden untuk

bertanya. E. meminta responden untuk memeriksa kembali sebelum mengumpulkan

(12)

Hasil Penelitian

Tabel 1 Gambaran umum subyek penelitian

Kategori Jumlah Persentase

Jenis Kelamin

Laki-laki 53 53%

Perempuan 47 47%

Usia

13 tahun 5 5%

14 tahun 70 70%

15 tahun 25 25%

Tabel 2 Uji normalitas

Variabel

Kolmogorov-Smirnov

N Df Sig.

Konformitas 100 100 .238

Perilaku Bullying 100 100 .221

Menurut Sarwono (2012), kriteria normalitas data antara lain: 1) Jika nilai sig <

0,05 maka data tidak berdistribusi normal, dan 2) Jika nilai sig > 0,05 maka data

berdistribusi normal. Hasil uji normalitas pada variabel konfomitas terhadap teman

sebaya sebesar 0,238 dengan 0,025 < 0,05, sedangkan uji normalitas pada variabel

perilaku bullying sebesar 0,221 dengan 0,025 < 0,05. Berdasarkan uji normalitas pada

dua variabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel konformitas terhadap teman

(13)

Tabel 3 Uji Hipotesis

N

Korelasi 100 0.224

Signifikansi 100 0.025

Setelah dilakukan uji normalitas, selanjutnya peneliti melakukan uji hipotesis.

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara konformitas terhadap

teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang. Hasil uji

korelasi antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada

siswa SMPN 22 Tangerang menunjukkan nilai r = 0,224 dengan 0.025 < 0,05. Hal ini

memiliki arti bahwa ada hubungan yang rendah dan positif antara konformitas terhadap

teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang.

Tabel 4 Tabel mean

Kategori

Mean

Konformitas terhadap teman

sebaya

Perilaku Bullying

Jenis Kelamin

Laki-laki 30.81 79.94

Perempuan 29.64 80.74

Usia

13 tahun 28.80 81.40

14 tahun 30.46 80.41

(14)

Tabel 5 Analisa Tambahan

Kategori Konformitas terhadap

teman sebaya Perilaku Bullying

Jenis Kelamin

0,036 < 0,05 0,493 > 0,05

Usia 0,389 > 0,05 0,837 > 0,05

Dalam penelitian ini, hasil perhitungan menggunakan Uji One Way Anova,

signifikansi dari konformitas terhadap teman sebaya berdasarkan jenis kelamin sebesar

0,036 < 0,05, yang berarti ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Pada perlikau bullying berdasarkan jenis kelamin, signifikansi yang didapatkan sebesar

0,493 > 0,05, yang berarti tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan

perempuan.

Selanjutnya, hasil perhitungan menggunakan Uji One Way Anova pada

konformitas terhadap teman sebaya berdasarkan usia, didapatkan signifikansi sebesar

0,389 > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan antara usia 13 tahun, 14 tahun maupun

15 tahun. Pada perilaku bullying berdasarkan usia, didapatkan signifikansi sebesar

0,837 yang berarti tidak ada perbedaan antara usia 13 tahun, 14 tahun maupun 15

tahun.

Pembahasan

Berdasarkaan hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi Pearson

Product Moment, diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi antara konformitas terhadap

teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang sebesar r =

0,224 dengan signifikansi sebesar 0,025 < 0,05. Berdasarkan hasil penghitungan

tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan yang rendah dan positif antara

konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMPN 22

(15)

Koefisien korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut

bersifat searah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konformitas terhadap teman

sebaya maka semakin tinggi pula perilaku bullying pada siswa. Sebaliknya semakin

rendah konformitas terhadap teman sebaya maka semakin rendah pula perilaku

bullying pada siswa. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) dalam

penelitian ini diterima. Persentase hasil antara konformitas terhadap teman sebaya

dengan perilaku bullying sebesar 7%. Hasil persentase lainnya yakni sebesar 93%

dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya konformitas terhadap teman sebaya yang

dapat menyebabkan perilaku bullying.

Menurut Astuti (dalam Magrifah & Rachmawati, 2010) ada enam faktor yang dapat

memperngaruhi terjadinya bullying, seperti (a) perbedaan kelas, ekonomi, gender,

etnisitas atau rasisme; (b) tradisi senioritas; (c) senioritas; (d) keluarga yang tidak

rukun; (e) situasi sekolah; (f) karakter individu atau kelompok. Di SMPN 22 Tangerang,

faktor senioritas dan karakter individu mempengaruhi perilaku bullying siswa. Faktor

senioritas yang terjadi di SMPN 22 Tangerang dilakukan oleh siswa kelas IX kepada

siswa kelas VIII dan VII. Perilaku bullying yang sering dilakukan oleh senior ke junior

adalah melabrak, memukul, menjambak, dan mengejek. Melabrak dan mengejek

merupakan perilaku bullying secara verbal, sedangkan menjambak dan memukul

merupakan perilaku bullying secara fisik.

Cara mereka membully bukan hanya saja secara langsung, namun juga melalui

media sosial seperti, facebook dan blackberry messenger. Faktor karakter individu juga

mempengaruhi perilaku bullying pada siswa di SMPN 22 Tangerang, dimana karakter

individu para siswa tergolong kasar, mereka berani melakukan bullying secara individu.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu siswa, siswa ini mengatakan bahwa ada

siswa yang berani memukul siswa lain dikarenakan siswa ini mempunyai masalah

dengan temannya. Memukul merupakan perilaku bullying secara fisik.

Hal ini juga diperkuat dengan data penelitian Handayani (2009) mengenai

faktor-faktor munculnya konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja

sebesar 0.674 dengan signifikansi 0.01, artinya ada hubungan antara faktor-faktor

(16)

Signifikansi dari faktor-faktor munculnya konformitas berdasarkan jenis kelamin sebesar

0,047, yang berarti ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Menurut Feldman (dalam Handayani, 2009) menyatakan bahwa perempuan lebih

konfrom daripada laki-laki. Artinya perempuan cenderung untuk melakukan konformitas

daripada laki-laki. Sedangkan signifikansi dari perilaku bullying berdasarkan jenis

kelamin sebesar 0,919, yang berarti tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki

dan perempuan.

Dalam penelitian ini, ditemukan signifikansi dari konformitas terhadap teman

sebaya berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,036, yang berarti ada perbedaan antara

jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pada siswa laki-laki di SMPN 22 Tangerang

memang terlihat lebih konfrom dibandingkan dengan siswa perempuan, hal ini

dikarenakan siswa laki-laki memiliki kekompakkan dalam berteman. Hal ini diperkuat

oleh hasil wawancara penulis dengan beberapa siswa, dimana ada salah satu geng di

sekolah yang beranggotakan siswa laki-laki. Kelompok ini selalu melakukan aktivitas

secara bersama-sama. Contohnya, ketika salah satu anggota memiliki masalah dengan

seseorang, anggota lain akan ikut membantu menyelesaikan masalah tersebut Artinya

siswa laki-laki di SMPN 22 Tangerang cenderung melakukan konformitas daripada

siswi perempuan.

Nilai signifikansi dari perilaku bullying berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,493,

yang berarti tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Menurut

Smith dan Sharp (dalam Handayani, 2009) mengemukakan bahwa tidak ada

perbedaaan perilaku bullying antara laki-laki dan perempuan. Hal ini juga memberikan

arti bahwa ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan pada

konformitas terhadap teman sebaya. Sedangkan dari perilaku bullying memberikan arti

bahwa tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan.

Berdasarkan hasil analisa data pada variabel konformitas terhadap teman sebaya

diperoleh mean empirik (ME) sebesar 30,26 dengan standar deviasi 2,809 didapat

rentang kategori sedang antara 22-33. Dengan rincian sebagai berikut, yang tergolong

mempunyai konformitas tinggi sebanyak 9 siswa, sedang sebanyak 91 siswa, dan

rendah sebanyak 0 siswa. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa

(17)

sedang, artinya konformitas terhadap teman sebaya yang dimiliki cukup tinggi tetapi

terkadang ada siswa yang tidak mau mengikuti aturan kelompok apabila ada yang

dianggap tidak sesuai dengan dirinya. Hal ini juga mempengaruhi kesepakatan dan

ketaatan pada kelompok karena ada anggota yang tidak mengikuti perintah dan tidak

mudah memberikan pendapat sehingga menurunkan tingkat konformitas mereka

terhadap kelompok.

Hal ini sesuai dengan teori dari Sears dkk (dalam Darmawan, 2007) yang

menyatakan bahwa bila anggota kelompok lain tidak mempunyai kesepakatan dan

ketaatan, tingkat konformitasnya akan menurun tajam. Berdasarkan hasil wawancara

dengan salah satu geng yang ada di sekolah SMPN 22, dimana mereka mengeluarkan

salah satu anggotanya dikarenakan siswa tersebut tidak mau mengikuti perintah yang

diberikan oleh ketua geng tersebut. Siswa ini merasa bahwa perintah yang diberikan

oleh ketua geng ini tidak sesuai dengan dirinya.

Pada variabel perilaku bullying diperoleh mean empirik (ME) sebesar 78,07

dengan standart deviasi 5,580 didapat rentang kategori 72-96. Dengan rincian sebagai

berikut, yang tergolong mempunyai perilaku bullying tinggi sebanyak 77 siswa, sedang

sebanyak 23 siswa, dan rendah sebanyak 0 siswa. Berdasarkan data tersebut dapat

disimpulkan bahwa perilaku bullying pada siswa SMPN 22 Tangerang tergolong tinggi.

Adapun faktor-faktor lain selain konformitas yang dapat mengakibatkan bullying di

sekolah SMPN 22 Tangerang, seperti pola asuh orang tua, sosial ekonomi, atau pun

relasi guru dengan siswa.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Wakil Kepala Sekolah, beliau

mengatakan bahwa memang kebanyakan siswa yang bersekolah di SMPN 22

Tangerang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan memang tingkah laku

maupun perkataan siswa sangat tidak baik, bahkan ada siswa yang dikeluarkan akibat

memukul temannya. Senioritas pun terjadi di sekolah ini, biasanya dilakukan oleh senior

ke junior. Bahkan ketika saya mewawancarai beberapa siswa, mereka juga

mengatakan bahwa ada guru yang bersifat kasar terhadap siswa, yang membuat siswa

tersebut pindah ke sekolah lain.

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

(18)

22 Tangerang. Dan berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran

yang dapat dijadikan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dan masih banyak

kekurangan dan keterbatasan dalam melakukan penelitian.

Berikut ini saran yang diberikan peneliti untuk penelitian selanjutnya, peneliti

menyarakan untuk penelitian selanjutnya agar menambahkan subyek penelitian dan

melaksanakan penelitian kualitatif mengenai perilaku bullying untuk mendapatkan

informasi yang lebih mendalam, baik mengenai cara mengurai dan mengatasi perilaku

bullying.

Saran praktis untuk penelitian ini adalah bagi siswa diharapkan untuk tidak

menggunakan kekerasan dalam berhubungan dengan orang lain. Siswa juga dapat

menjaga diri dari pengaruh negaitf di lingkungan sosialnya, khususnya di sekolah. Bagi

guru, terutama guru Bimbingan Konseling untuk membuat grup konseling, agar dapat

mengetahui masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh seluruh siswanya. Bagi

sekolah, diharapkan dapat membantu sekolah untuk lebih memperhatikan kondisi

siswanya, seperti kondisi emosi serta perilakunya agar proses belajar dapat berjalan

dengan lebih baik lagi. Selain itu diharapkan dapat menjadi antisipasi bagi pihak

sekolah agar bullying di sekolah tidak semakin meluas. Sebagai contoh, pihak sekolah

dapat lebih memperhatikan dan mengawasi jalannya kegiatan-kegiatan siswa yang

memungkinkan munculnya tindakan bullying, seperti pelantikan setiap kegiatan

ekstrakulikuler dan kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS).

Daftar Pustaka

Basyirudin, F. (2010). Hubungan antara penalaran moral dengan perilaku bullying pada

santri Madrasah Aliyah Depok pesantren Assa’adah Serang Banten. Retrieved

from: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1324.

Chairani, D. (2005). Gambaran proses kelompok pada sebuah peer group pelaku bullying di SMA “Z”. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Darmawan, A. (2007). Perilaku agresif pada anak ditinjau dari konformitas terhadap

teman sebaya. Retrieved from

(19)

Hair, J. F. Jr., Black, W. C., Babin, B. J., Er Anderson, R. E. (2014). Multivariate Data Analysis.Pearson Education Limited.

Handayani, W. (2009). Hubungan antara faktor-faktor munculnya konformitas kelompok sebaya dengan perilaku bullying pada remaja di SMP PGRI 35 Serpong. Retrieved

from

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24440/1/WURIYANTI%20H ANDAYANI-PSI.pdf.

Hotpascaman,S. (2010). Hubungan antara perilaku konsumtif dengan konformitas pada

remaja. Skripsi. Retrieved from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14510/1/10E00397.pdf

Hurlock, E. B. (1991). Perkembangan Anak Jilid 1. Alih Bahasa: Tjandrasa, M. Jakarta: Erlangga.

Ikhsanifa, N. (2007). Pengaruh konformitas dan harga diri terhadap kecenderungan menjadi korban kekerasan (bullying victim) pada remaja. Retrieved from http://118.97.208.182/index.php/MTV/article/view/596/782.

Magrifah, U., & Rachwamati, M.A. (2010). Hubungan antara iklim sekolah dengan

kecenderungan perilaku bullying. Retrieved from

http://setiabudi.ac.id/jurnalpsikologi/images/files/JURNAL%201%281%29.pdf.

Nadhirah, F& Yahdin. (2006). Hubungan antara self-efficacy, konsep diri, dan konformitas terhadap kelompok sebaya dengan perilaku menyontek. Tesis.

Octarani, M. (2013). Hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilakumencontek pada siswa SMA di Pekanbaru. Retrieved from http://eprints.binus.ac.id/27902/1/2012-2-00035-PS%20Abstrak001.pdf.

Priyanto, D. (2013). Mandiri belajar analisis data dengan spss. Yogyakarta: Mediakom.

Rahmawati, E. (2014). Keefektifan layanan penguasaan konten dengan teknik role playing untuk mencegah perilaku bullying siswa kelas VIII SMP Negeri 15 Semarang

Tahun Pelajaran 2013/2014. Retrieved from

http://library.ikippgrismg.ac.id/docfiles/fulltext/8d5012d54718a758.pdf

Sarwono, J. (2012). Metode riset skripsi pendekatan kuantitatif: Menggunakan prosedur spss: Tuntutan praktis dalam menusun skripsi. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo.

(20)

Sirait, M. A. (2011). CacatanAkhir Tahun 2011 Komisi Nasional Perlindungan Anak. Retrieved from https://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun-2011-komisi-nasional-perlindungan-anak/

Gambar

Tabel 1 Gambaran umum subyek penelitian
Tabel 3 Uji Hipotesis
Tabel 5 Analisa Tambahan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian adalah mengembangkan desain motif-motif batik khas Kalimantan Timur yang akan memperkaya khasanah budaya batik Kalimantan Timur, disesuaikan dengan

• Sebagai desain awal – Analisa kehandalan menjadi dasar untuk desain awal dari sistem yang dibangun dengan memperkecil celah antara analisa dan desain seperti yang

Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas XI pada Materi Kesetimbangan Kimia Berdasarkan Tingkatan Sekolah .... Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas XI pada Materi

The body types of senior and junior elite female triathletes differed in muscle mass, sum. of skinfolds and the percentage of adipose mass in relation to total

These include the following: the organizational head is now responsible for the employment of sufficient numbers of staff in the internal audit unit, and ensuring that they

Pada tabel rekapitulasi akan disajikan rekapan dari hasil penelitian yang menggambarkan ada atau tidaknya perbedaan penggunaan model pembelajaran guided inquiry dengan media papan

• Kulit menua, yang sdh mengalami kelambanan regenerasi

Atas rampungnya penerjemahan hingga terbitnya buku ini, saya menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga, juga ajakan untuk menjalin persahabatan yang langgeng, kepada