• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Perikatan Jual Beli Yang Terindiksi Wanprestasi Dan Akibat Hukumnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Perikatan Jual Beli Yang Terindiksi Wanprestasi Dan Akibat Hukumnya"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

23

JUAL BELI YANG TERINDIKASI WANPRESTASI

A. Hubungan Hukum Antara Notaris Dengan Para Penghadap

Hubungan hukum antara notaris dengan penghadap terjadi Ketika penghadap

datang ke notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke dalam akta

otentik sesuai dengan kewenangan notaris, dan kemudian notaris membuatkan

akta atas permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka dalam hal ini

memberikan landasan kepada notaris dan para penghadap telah terjadi hubungan

hukum. Notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai

menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang

bersangkutan terlindungi dengan akta tersebut.31

Notaris dalam menjamin pembuatan akta otentik, yang harus sesuai dengan

aturan hukum yang sudah ditentukan, maka notaris mengklasifikasikan 3 (tiga)

subyek hukum yaitu para penghadap, para saksi dan Notaris.

31

(2)

Subjek hukum ini juga harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam

Pasal 39 UUJN yaitu :

1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;dan b. cakap melakukan perbuatan hukum.

2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.

Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat

dibedakan dalam 3 (tiga) hal :

1. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri. Apabila pihak

yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan atau

kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh

notaris dalam suatu akta notaris di hadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian

dalam akta tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta

kepada notaris untuk dibuatkan akta tersebut guna kepentingan para penghadap

dan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum dan di harapkan

akta tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para

penghadap yang berkepentingan, ahli warisnya maupun pihak lain.

2. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain berdasarkan

surat kuasa maupun ketentuan undang-undang. Hal ini dimungkinkan apabila

pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri di hadapan notaris, namun

(3)

surat kuasa dan bukti-bukti otentik yang menjadi dasar pelimpahan kewenangan

pembuatan akta tersebut.

3. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau

kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang. Pihak yang hadir dan

menandatangani akta di hadapan notaris dalam hal ini bertindak dalam jabatannya

atau kedudukannya berdasarkan undang-undang, bukan atas dasar keinginannya

ataupun kepentingannya sendiri tetapi untuk mewakili pihak lain.

Mengenai ketentuan para saksi diatur dalam Pasal 40 UUJN yaitu:

1) Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.

2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; b. cakap melakukan perbuatan hukum;

c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta; d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan.

e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada notaris oleh penghadap.

4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.

Kedudukan saksi dalam pembuatan akta adalah sebagai saksi yang

bertanggung jawab sebatas pada formalitas- formalitas peresmian akta / proses suatu

akta, akan tetapi saksi akta tersebut tetap dimintakan kesaksiannya. Dengan kondisi

tersebut, saksi dalam akta notaris merasa tertekan harus memberikan keterangan

(4)

saksi yaitu melihat kehadiran penghadap, kebenaran penghadap membubuhkan tanda

tangan serta melihat dan mendengar akta tersebut dibacakan oleh notaris. Jika akta

tersebut tersandung dalam masalah hukum, maka saksi dapat memberikan kesaksian

dalam pengadilan yang berkaitan dengan tanggung jawabnya.

Saksi dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan kesaksian sebatas

tanggung jawabnya dalam melaksanakan kewajibannya yakni dalam melaksanakan

perintah atau tugas yang diberikan oleh notaris. Dari sifat kedudukannya sebagai

saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut

menyaksikan perbuatan atau kenyataan yang dikonstantir itu dan penandatanganan

dalam akta itu. Dalam pada itu, para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang

dibacakan itu, dan bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu

dalam ingatannya. Saksi tidak bertanggung jawab terhadap isi akta itu.

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa kedudukan saksi sangatlah penting

dalam proses penyelesaian sebuah akta. Selain itu juga, saksi dapat membantu

Notaris, apabila akta tersebut tersandung dalam permasalahan hukum. Saksi akan

diminta pertanggungjawaban berkaitan dengan melihat bahwa para penghadap hadir

pada saat proses peresmian akta, melihat bahwa akta tersebut benar dibacakan

dihadapan penghadap oleh notaris serta bahwa para pihak membubuhkan tanda

tangan disertai oleh saksi-saksi.32

Kekuatan pembuktian dan tanggung jawab notaris hanya sebatas

formalitas-formalitas akta tersebut. Namun, untuk isi dari akta tersebut merupakan tanggung

(5)

jawab notaris. Notaris seharusnya mengerti isi atau klausul dalam akta tersebut dan

telah diketahui oleh para pihak, sehingga terjadi sengketa, saksi hanya menjelaskan

apa yang diketahuinya tentang formalitas tersebut. Isi akta tetap menjadi tanggung

jawab notaris.33

Mengenai ketentuan notaris diatur dalam Pasal 1 ayat 1 yaitu notaris adalah

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan dijabarkan dalam Pasal 15 ayat

1 UUJN yaitu notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan

dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta

otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan

grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu

tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang

ditetapkan oleh undang-undang.

Setiap akta yang di buat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh

penghadap, juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang

saksi, kecuali undang-undang menentukan lain. Sejak kehadiran penghadap di

hadapan notaris untuk menuangkan tindakan atau perbuatannya dalam bentuk akta

otentik, kemudian notaris membuat akta otentik tersebut sesuai keinginan para

penghadap dengan memperhatikan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh UUJN,

(6)

maka sejak penandatanganan akta tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris,

disinilah telah terjadi hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap.34 Kedudukan notaris dalam pembuatan akta adalah notaris harus menjamin

bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah

ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan akta

tersebut. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan

hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari tanggung jawab Notaris.35 Landasan terhadap hubungan hukum seperti tersebut di atas, perlu ditentukan

tanggung gugat notaris apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan

melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau mewakili orang lain tanpa kuasa

(zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan

pekerjaan tertentu ataupun persetujuan perburuhan. Sampai saat ini di Indonesia,

khususnya di kalangan notaris masih dianut ajaran bahwa pertanggungjawaban

notaris dalam hubungannya dengan para pihak yang menghadap, disamping

berdasarkan UUJN, juga berdasarkan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.

Hubungan hukum antara para penghadap dengan notaris dapat dimasukkan

atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuah wanprestasi jika terjadi hubungan hukum

secara kontraktual, misalnya para penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu

pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa.

(7)

Hubungan hukum dalam bentuk perbuatan melawan hukum yaitu tidak

adanya hubungan kontraktual antara satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan

melawan hukum dapat terjadi satu pihak merugikan pihak lain tanpa adanya suatu

kesengajaan tetapi dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.36

Notaris sepanjang melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan

yang diatur dalam peraturan yang berlaku dan telah memenuhi semua tata cara dan

persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para

pihak yang menghadap, maka berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut” tidak mungkin untuk dilakukan.

Apabila hal tersebut terjadi, maka tuntutan terhadap notaris terjadi dalam

bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga berdasarkan adanya :

1) Hubungan hukum yang khas antara notaris dengan para penghadap dengan bentuk sebagai perbuatan melawan hukum.

2) Ketidakcermatan, ketidak telitian dan ketidaktepatan dalam : a) Tehnik administratif membuat akta berdasarkan UUJN

b) Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak di dasarkan pada kemampuan menguasai keilmuan bidang notaris secara khusus dan hukum pada umumnya.37

Notaris sebelum diminta pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian

biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa :

36 Ibid.,

37 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Adminstratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,

(8)

a. Adanya diderita kerugian

b. Kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari notaris terdapat hubungan kausal

c. Pelanggaran atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan.38

Hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap merupakan hubungan

hukum yang khas, karena dalam hubungan hukum tersebut terdapat ciri hubungan

dengan karakter:

1) Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan -pekerjaan tertentu;

2) Mereka yang datang ke hadapan notaris, dengan anggapan bahwa Notaris mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;

3) Hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris yang berasal dari permintaan atau keingian para pihak sendiri;

4) Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan.39

B. Kewajiban Notaris

Pengaturan mengenai kewajiban notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a

sampai k UUJN. Kewajiban notaris adalah sesuatu yang wajib dan harus dilakukan

oleh Notaris, apabila kewajiban notaris terpenuhi maka notaris dapat memperoleh

haknya yaitu mendapatkan honorarium dari pihak yang bersangkutan. Akan tetapi,

apabila Notaris tidak melakukan dan melanggar kewajibannya, maka atas

pelanggaran itu bisa dikenakan sanksi yang sesuai dengan akibat yang ditimbulkan

oleh notaris.

(9)

Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap ketentuan Pasal

16 ayat (1) huruf i dan k UUJN, yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai

kekuatan pembuktian suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta

di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi

pihak yang menderita kerugian dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga kepada

notaris. Sedangkan untuk Pasal 16 ayat (1) huruf l dan m UUJN, meskipun termasuk

dalam kewajiban notaris, tapi jika notaris tidak melakukannya maka tidak akan

dikenakan sanksi apapun.

Ketentuan Pasal 16 ayat (7) UUJN, pembacaan akta tidak wajib dilakukan jika

dikehendaki oleh penghadap agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah

membaca sendiri, mengetahui dan/atau memahami isi akta tersebut, dengan ketentuan

hal tersebut dicantumkan pada akhir akta. Sebaliknya, jika penghadap tidak

berkehendak seperti itu, maka notaris wajib untuk membacakannya, yang kemudian

ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan notaris sebagaimana tersebut dalam

Pasal 44 ayat (1) UUJN dan apabila Pasal 44 UUJN ini dilanggar oleh notaris, maka

akan dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN.

Notaris masih memiliki suatu kewajiban lain yang berhubungan dengan

sumpah/janji Notaris yang berisi bahwa notaris akan merahasiakan isi akta dan

keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan notaris. Secara umum, notaris

wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta

(10)

merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan

akta tersebut.

Undang-undang hanya dapat memerintahkan notaris untuk membuka rahasia

isi akta dan keterangan/pernyataan yang diketahui oleh notaris yang berkaitan dengan

pembuatan akta yang dimaksud.40

Hal ini dikenal dengan kewajiban ingkar. Instrumen untuk ingkar bagi notaris

ditegaskan sebagai salah satu kewajiban notaris yang disebut dalam Pasal 16 ayat (1)

huruf e UUJN, sehingga kewajiban ingkar untuk notaris melekat pada tugas jabatan

notaris. Kewajiban ingkar ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notaris,

kecuali ada undang-undang yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban

ingkar tersebut. Kewajiban untuk ingkar ini dapat dilakukan dengan batasan

sepanjang notaris diperiksa oleh instansi mana saja yang berupaya untuk meminta

pernyataan atau keterangan dari notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau

pernah dibuat oleh atau di hadapan notaris yang bersangkutan.41

Pemanggilan notaris atas akta yang dibuat dihadapannya dalam proses

peradilan menjadi hal yang penting untuk memperoleh keterangan secara langsung

dari notaris yang bersangkutan mengenai akta yang dibuat dihadapannya atas

permintaan para pihak (klien) yang berperkara. Hal ini didasarkan berdasarkan

fungsi hukum acara pidana itu sendiri yang berbeda dengan hukum acara

perdata.

40 Habib Adjie., Op., Cit. hlm 89

(11)

Van Bemmelen berpendapat bahwa terdapat tiga fungsi hukum acara pidana,

salah satunya yang merupakan tujuan pokoknya mencari serta memperoleh

kebenaran yang selengkap-lengkapnya secara utuh dan menyeluruh.42

Hakim tidak bisa hanya puas terhadap kebenaran formil yang ditunjukkan,

pengujian terhadap bukti-bukti formil tersebut dimuka persidangan, serta

fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan menjadi bahan pertimbangan guna

memperkuat keyakinan hakim dalam memutus perkara. Sehingga akta otentik

yang diajukan sebagai alat bukti di persidangan wajib didampingi alat bukti lain dan

biasanya berupa keterangan saksi. Sekalipun kondisi diatas terjadi pada Notaris

diberikan perlindungan hukum oleh undang-undang dalam rangka memberikan

kesaksian di persidangan. Bentuk dari perlindungan hukum ini adalah hak

ingkar notaris yang dapat digunakan agar kewajiban menjaga rahasia jabatannya

tetap terjaga. Hak ingkar notaris ini hanya sebatas kewajiban ingkar yang

ditegaskan dalam sumpah jabatan notaris maupun Pasal 16 Ayat (1) huruf e,

berupa akta yang dibuatnya berikut isi aktanya maupun keseluruhan fakta yang

diperoleh notaris dari kliennya dalam proses pembuatan akta baik yang tercantum

ataupun tidak tercantum dalam akta.43

Kewajiban untuk menyimpan rahasia pada umumnya hanya berkaitan

dengan hak untuk menolak memberi kesaksian yang dimiliki seorang wajib

penyimpan rahasia yang merupakan orang kepercayaan. Hak tolak untuk

42

Andi Hamzah., Op., Cit., hlm 9

43 Eis Fitriyana Mahmud, batas-batas kewajiban ingkar Notaris dalam penggunaan

(12)

memberikan kesaksian atau hak ingkar diberikan kepada notaris berdasarkan

ketentuan Pasal 170 KUHAP. Hak ingkar yang diberikan oleh Undang-undang

tersebut hanya berlaku terhadap hal-hal yang disampaikan dengan pengetahuan

kepada notaris sebagai orang yang mempunyai kewajiban untuk merahasiakan

dalam kedudukannya. Dan kaitannya hal tersebut dengan ketentuan Pasal 4 Ayat

(2) dan Pasal 16 Ayat (1) huruf e.

Hak ingkar notaris ini diatur dalam Pasal 66 UUJN namun hak ingkar ini

dibatasi. Bunyi dari Pasal 66 UUJN adalah :

1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan notaris berwenang:

a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris; dan b. memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

Akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris. 2) Pengambilan fotokopi minuta akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

3) Majelis kehormatan notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.

4) Dalam hal majelis kehormatan notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.”

Penggunaan hak ingkar terkait kewajibannya menjaga rahasia jabatan

dikembalikan lagi kepada diri notaris yang bersangkutan, dalam artian dikembalikan

kepada hati nuraninya masing-masing. Sekalipun keputusan akhir berada ditangan

hakim tetap harus diberikan kebebasan tertentu, karena notaris bersangkutan yang

lebih memahami dan harus menentukan, apakah akan tetap merahasiakan atau

(13)

kondisi yang serba salah dan tidak ingin memihak pihak manapun notaris dapat

menggunakan hak ingkarnya. Namun sebaliknya jika dirasa keterangan notaris yang

bersangkutan sebagai saksi khususnya dalam persidangan pidana sangat

diperlukan untuk memperoleh fakta-fakta persidangan.44

Aturan pelaksanaan sebagaimana diuraikan diatas dapat disimpulkan

bahwa dalam melakukan pemeriksaan terhadap notaris yang dilakukan baik

oleh penyidik maupun hakim harus mengingat adanya sumpah jabatan dan

ketentuan UUJN. Para pembuat undang-undang di Indonesia dengan memberikan

hak tolak berdasarkan undang-undang, dengan tegas telah menentukan

pendapatnya bahwa kepentingan rahasia pekerjaan dalam kebanyakan hal lebih

berat daripada kepentingan pengadilan untuk menentukan kebenaran.45 Sehingga alasan bahwa aparat penegak hukum tidak mengetahui adanya hak ingkar yang

dimiliki oleh notaris tidak dapat dibenarkan. Penggunaan hak ingkar dikembalikan

kepada diri notaris yang bersangkutan.

Apabila dirasakan terdapat kepentingan lebih tinggi, seperti kepentingan

peradilan dapat melepaskan hak ingkarnya. Namun disini ia wajib meneliti secara

cermat dan hati-hati agar keputusannya tersebut tidak menjadi boomerang untuk

dirinya sendiri karena dianggap telah melanggar kewajibannya menjaga rahasia

jabatan. Begitupun sebaliknya, apabila notaris memilih untuk tetap mempertahankan

kewajiban ingkarnya dapat menggunakan hak ingkar dalam persidangan, dan ia

44 Ibid., hlm 14

(14)

wajib memberikan alasan-alasan yang rasional serta dapat

dipertanggungjawabkan dihadapan hakim. Tuntutan untuk menggunakan hak

ingkar harus dinyatakan secara tegas.

Pemanggilan notaris dalam persidangan sudah seharusnya menggunakan

hak ingkarnya karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik perdata

maupun pidana, tidak ada yang dapat memaksa Notaris untuk membuka rahasia

jabatannya tanpa adanya suatu alasan yang jelas, kecuali terdapat Undang-undang

yang secara tegas menggugurkan hak ingkar tersebut. Hal ini didasarkan bahwa

alasan penggunaan hak ingkar notaris berkaitan adanya kewajiban ingkar

sebagaimana ditegaskan dalam sumpah jabatan Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 16 Ayat

(1) huruf e. Namun apabila hakim menolak alasan penggunaan hak ingkar yang

diajukan oleh notaris sehingga notaris menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan oleh hakim dan berakibat pelanggaran rahasia jabatannya. Dalam hal ini

hakim wajib memberikan perlindungan hukum bagi Notaris tersebut agar terhindar

dari jeratan sanksi ketentuan dalam UUJN, Kode Etik dan Pasal 322 KUHP.

C. Hak Dan Tanggung Jawab Notaris

Pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung gugat atau tanggung

jawab atas perbuatan yang dilakukannya, namun demikian tidak berarti setiap

kerugian terhadap pihak ketiga seluruhnya menjadi tanggung gugat atau tanggung

jawab notaris. Hukum sendiri memberikan batas-batas dan rambu-rambu tanggung

(15)

gugat dan tanggung jawab notaris. Hal inilah yang dalam ilmu hukum dikenal dengan

bentuk perlindungan hukum terhadap notaris sebagai pejabat umum yang bertugas

memberikan pelayanan masyarakat.46

Pasal 54 UUJN mengatur hak notaris, notaris tidak diperbolehkan untuk

memberikan grosse, salinan atau kutipan, juga tidak diperbolehkan untuk

memperlihatkan atau memberitahukan isi akta-akta, selain dari kepada orang-orang

yang langsung berkepentingan pada akta, seperti para ahli waris atau orang yang

memperoleh/penerima hak mereka, kecuali ditentukan lain oleh peraturan

perundang-undangan serta mendapatkan honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai

dengan kewenangannya dan sebagainya.

Menurut teori dari Robert B. Seidman tentang sistem bekerjanya hukum,

maka pada waktu Notaris menjalankan tugas jabatannya di bidang kenotariatan,

kedudukan notaris sebagai pelaksana hukum, sedangkan pada waktu notaris

dikenakan tanggung gugat, kedudukan notaris sebagai yang dikenakan hukum

berhadapan dengan penerap sanksi.47

Batasan tanggung jawab notaris dapat diminta sepanjang mereka masih

berwenang dalam melaksanakan tugas jabatan sebagai notaris atau

kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam menjalankan tugas jabatan sebagai notaris dan

46

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggung jawaban Notaris Dalam Pembuatan

Akta, Bandung : Mandar Maju, 2011, hlm 192.

(16)

sanksi-sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris yang berwenang untuk

melaksanakan jabatannya sebagai notaris.48

Tanggung jawab notaris ini lahir dari adanya kewajiban dan kewenangan

yang diberikan kepadanya, kewajiban dan kewenangan tersebut secara sah dan terikat

mulai berlaku sejak notaris mengucapkan sumpah jabatannya sebagai notaris.

Sumpah yang telah diucapkan tersebutlah yang seharusnya mengontrol segala

tindakan notaris dalam menjalankan jabatannya.

Notaris dapat diminta pertanggungjawabannya apabila penipuan atau tipu

muslihat itu bersumber dari notaris sendiri. Hal tersebut dapat terjadi apabila seorang

notaris dalam suatu transaksi peralihan hak misalnya dalam akta jual beli dengan

sengaja mencantumkan harga yang lebih rendah dari harga yang sesungguhnya.49 Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum, Nico

membedakannya menjadi 4 (empat) poin yakni:50

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta

yang dibuatnya.

Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa pertanggungjawaban atas perbuatan

seseorang biasanya praktis baru ada apabila orang itu melakukan perbuatan-perbuatan

yang tidak diperbolehkan oleh hukum dan sebagian besar perbuatan-perbuatan seperti

ini merupakan suatu perbuatan yang di dalam KUHPerdata dinamakan wanprestasi

48

Ibid, hlm 193.

49 Raden Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1993, hlm.229.

50 Nico, Tanggung jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Center for

(17)

dan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365

KUHPerdata yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan melawan

hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata.

Pasal 1365 KUHPerdata tersebut memuat ketentuan sebagai berikut : “Setiap

perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang

lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu

mengganti kerugian”

Perbuatan melawan hukum diartikan secara luas mencakup salah satu dari

perbuatan-perbuatan berikut:51

1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain

Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain termasuk salah satu

perbuatan yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Hak-hak yang dilanggar

tersebut adalah hak-hak seseorang yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak

terbatas pada hak-hak sebagai berikut :

a. Hak-hak pribadi

b. Hak-hak kekayaan

c. Hak atas kebebasan

d. Hak atas kehormatan dan nama baik

51 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Bandung:PT Citra

(18)

Hoge Raad memutuskan perbuatan melawan hukum, dengan

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Mempertimbangkan sifat dan tempat perbuatan tersebut

2. Besarnya kerugian yang diderita

3. Tidak ada alasan pemaaf

2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum sendiri

Kewajiban hukum merupakan kewajiban yang diberikan berdasarkan

hukum. Kewajiban ini mencakup yang tertulis maupun tidak tertulis, kewajiban

hukum bukan hanya berbuat tapi juga tidak berbuat sesuatu berdasarkan hukum,

apabila melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan tersebut

bertentangan dengan apa yang diamanahkan oleh hukum maka itulah yang

disebut dengan bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan

Tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat diakui sebagai

hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. karena

itu, manakala dengan tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah terjadi

kerugian tersebut dapat menuntut rugi berdasarkan atas perbuatan melawan

(19)

4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam

pergaulan masyarakat yang baik

Suatu perbuatan yang dilakukan dengan mengabaikan kepentingan orang

lain terlanggar maka dapat dikatakan telah bertentangan dengan kepatutan.

Kepatutan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh Notaris dalam

membuat atau memformulasikan suatu akta. Notaris harus menghindari membuat

akta yang di dalamnya lebih membela kepentingan salah satu pihak dengan

melanggar kepentingan pihak lainnya. Notaris hanya sekedar bertanggung jawab

secara formalitas terhadap suatu akta otentik yang dibuatnya, oleh karena itu

Notaris wajib bersikap netral terhadap para pihak yang mengadap di hadapannya.

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta

yang dibuatnya.

Pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan

apakah seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau

tidak terhadap tindakan yang di lakukannya itu.52

Di dalam hal kemampuan bertanggung jawab bila di lihat dari keadaan

batin orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan

bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya

kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana

haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang

52 S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Cet. IV, Alumni,

(20)

yang normal dan sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan

ukuran-ukuran yang di anggap baik oleh masyarakat.53 Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka ukuran-ukuran tersebut tidak berlaku

baginya tidak ada gunanya untuk di adakan pertanggungjawaban.

Ketentuan Bab III Pasal 44 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

1. Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di

pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau

karena sakit berubah akal tidak boleh di hukum

2. Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya

karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh

memerintahkan menempatkan di rumah sakit gila selama-lamanya satu tahun

untuk di periksa.

3. Yang di tentukannya dalam ayat di atas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah

Agung, Pengadilan Tinggi dan pengadilan negeri.

Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tidak

mengatur mengenai ketentuan pidana. UUJN hanya mengatur mengenai sanksi

atas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap UUJN, sanksi tersebut

dapat berupa sanksi terhadap akta yang dibuatnya dan terhadap notaris. Sanksi

terhadap akta yang dibuatnya menjadikan akta yang dibuat oleh notaris turun

53

I Gusti Bagus Sutrisna, Peranan Keterangan Ahli dalam Perkara Pidana (Tinjauan

(21)

degradasinya dari akta otentik atau menjadi akta di bawah tangan, sedangkan

untuk notaris diberikan sanksi mulai dari teguran hingga berujung pada

pemberhentian dengan tidak hormat.

Simons mengatakan peristiwa pidana adalah suatu perbuatan yang oleh

hukum diancam dengan hukuman karena bertentangan dengan hukum yang

dilakukan oleh seseorang yang bersalah dan orang itu dianggap bertanggungjawab

atas perbuatannya.54

Kemampuan bertanggungjawab adalah mengenai hal yang lain dari tindak

pidana dalam artian abstrak, yakni mengenai syarat untuk dapat dipidananya

pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana atau melanggar larangan berbuat

dalam hukum pidana. Sebagaimana diketahui bahwa orang yang telah terbukti

bahwa perbuatannya telah melanggar larangan berbuat tidak selalu dengan

demikian dijatuhi pidana. Hal tersebut tampak jelas dengan dirumuskan dua alasan

tentang ketidakmampuan bertanggungjawab dalam Pasal 44 KUHP yang tidak

boleh dijatuhi pidana. Dengan demikian untuk mempidanakan seseorang pelaku

tindak pidana diisyaratkan bahwa orang itu harus mempunyai kemampuan

pertanggungjawaban pidana.55

Kemampuan bertanggungjawab menjadi hal yang sangat penting dalam hal

penjatuhan pidana, dan bukan dalam hal terjadinya tindak pidana. Untuk terjadi

54 Sjahruddin Husein dan Muhammad Zain, Inti Sari Hukum Pidana I Dalam Aneka Ragam

Persoalan, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1987, hlm 12.

55 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

(22)

dan terwujudnya tindak pidana sudah cukup dibuktikan terhadap semua unsur

yang ada pada tindak pidana yang bersangkutan.56

Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah sebagai berikut :57 a. Perbuatan

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum)

c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan)

Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, yang melarang adalah aturan

hukum. berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada

pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman dengan

dipidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya

benar-benar dipidana. Pengertian diancam pidana adalah pengertian umum, yang

artinya pada umumnya dijatuhi pidana.

Dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris maka pidana yang

dimaksudkan adalah pidana yang dilakukan oleh notaris dalam kapasitasnya

sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik yang diamanahkan

oleh UUJN, bukan merupakan kapasitas pribadi atau individu dari notaris tersebut

sebagai subjek hukum.

Pertanggungjawaban pidana notaris sehubungan dengan kedudukannya

sebagai pejabat umum yang berwenang diatur dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 263 jo 264 KUHP :

(23)

Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)

tahun, jika dilakukan terhadap :

1. Membuat secara tidak benar atau memalsu:

1. Akta-akta otentik;

2. Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari

suatu lembaga umum;

3. Surat sero atau utang sertifikat dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan

atau maskapai;

4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari suatu surat yang diterangkan

dalam angka 2 dan angka 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai

pengganti surat-surat itu; atau

5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;

6. Surat keterangan mengenai hak atas tanah;

2. Menggunakan surat-surat sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang isinya

tidak benar atau dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan

kerugian.

UUJN tidak mengatur secara khusus mengenai ketentuan pidana, hanya

mengatur ketentuan mengenai pemberhentian dan sanksi terhadap notaris, yaitu

dalam Pasal 12, Pasal 13 UUJN karena hubungan hukum yang terjadi antara

notaris dengan para pihak berada dalam ranah hukum perdata, namun hubungan

hukum tersebut dapat ditarik dalam ranah hukum pidana. Penarikan kasus pada

(24)

pihak yang dirugikan melaporkan perkara tersebut kepada penyidik bahwa dari

akta notaris tersebut penyidik bahwa dari akta notaris tersebut berindikasi

perbuatan pidana yang dilakukan oleh notaris, baik dalam kedudukannya sebagai

turut serta maupun membantu salah satu pihak sehingga merugikan pihak lainnya,

dengan demikian fungsi notaris yang diamanatkan oleh UUJN Pasal 16 ayat (1)

huruf a harus netral dan tidak boleh berpihak telah dilanggar. Ketentuan hukum

pidana yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan notaris, yang berkaitan

dengan akta otentik dalam KUHP diatur dalam Pasal 263 jo 264 KUHP sehingga

ketentuan pidana dalam pasal-pasal di UUJN yang berhubungan dengan

pertanggung jawaban notaris bertolak dari KUHP.58

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris terhadap kebenaran

materiil dalam akta yang dibuatnya.

Berdasarkan Pasal 91 UUJN yang merupakan Pasal penutup dengan tegas

mencabut dan menyatakan tidak berlakunya peraturan-peraturan yang terdahulu

mengenai jabatan notaris, sehingga yang menjadi kompas dalam pelaksanaan

jabatan notaris saat ini adalah UUJN. Tanggung jawab notaris dalam UUJN

secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 65 UUJN yang menyatakan bahwa notaris

(notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris)

bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris

telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris.

58

Edi Purnomo, Eko Soponyono, Purwoto, Jurnal Kebijakan Pertanggungjawaban Pidana

Notaris Sehubungan Dengan Kedudukannya Sebagai Pejabat Pembuat Akta, Diponegoro Law

(25)

Ketika seorang notaris pensiun atau diberhentikan sebagai notaris, dan

pejabat sementara notaris, notaris pengganti sudah selesai melaksanakan tugas

jabatannya sesuai dengan keputusannya pengangkatannya, dan notaris pengganti

khusus telah membuat akta yang wajib dibuat sesuai yang tercantum dalam surat

keputusan pengangkatannya, maka telah selesai pula pertanggungjawaban mereka

dalam melaksanakan tugas jabatannya.59

Ada kerancuan mengenai batas pertanggungjawaban notaris, notaris

pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris berdasarkan

Pasal 65 UUJN yaitu semua akta yang dibuat oleh notaris, notaris pengganti,

notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris telah diserahkan dan

dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris, hal ini berarti meskipun

sudah berhenti atau pensiun sebagai notaris, notaris pengganti, notaris pengganti

khusus dan pejabat sementara notaris masih harus bertanggungjawab sampai

hembusan nafas terakhir.60

Batas pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, notaris pengganti

khusus dan pejabat sementara notaris dapat diminta sepanjang mereka masih

berwenang dalam melaksanakan tugas jabataan sebagai notaris, atau

kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam menjalankan tugas jabatan sebagai notaris dan

sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap notaris dapat dijatuhkan sepanjang

59 Habib Adjie, Tanggungjawab Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus dan

pejabat sementara Notaris sampai Hembusan Nafas Terakhir...?, Renvoi, Nomor 26, Th. III, 3 Juli

2005.

(26)

notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris

masih berwenang untuk melaksanakan tugas jabatannya sebagai notaris. Dengan

konstruksi pertanggungjawaban seperti diatas, tidak akan ada lagi notaris, notaris

pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris diminta

pertanggungjawabannya lagi setelah yang bersangkutan berhenti dari tugas

jabatannya sebagai notaris.61

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode

etik notaris.

Terdapat korelasi yang sangat kuat antara UUJN dengan kode etik profesi.

Kode etik profesi mengatur notaris secara internal dan UUJN secara eksternal.

Menurut Muhammad, sebagaimana dikutip Nico, dan Abdul Ghofur Anshori,

notaris dalam menjalankan tugas jabatannya:62

a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya

akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak

yang berkepentingan karena jabatannya.

b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu, artinya akta yang dibuatnya

itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang

berkepentingan dalam arti yang sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris

harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran

isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.

61 Habib Adjie,. Op., Cit., Hlm 45.

(27)

Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya notaris harus berpegang teguh

kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat dan martabat

profesionalisme akan hilang sama sekali. Dalam pidato yang disampaikan oleh

Soedharmono (ketika itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI) mengungkapkan

terlebih-lebih karena pembangunan Nasional kita tidak lain sebagai Pengamalan

Pancasila, maka pengamalan setiap profesi dibidangnya masing-masing, termasuk

profesi notaris haruslah dilandasi oleh sikap dan prinsip keseimbangan dan

keselarasan antara kepentingan perorangan dan kepentingan umum, antara

mengejar kepentingan material dan kepentingan etis spiritual.63

Moctar Kusumaatmadja juga mengungkapkan pendidikan itu bukan hanya

menyangkut ketrampilan teknis akan tetapi harus dibarengi dengan

tanggungjawab profesional dan etika. Apabila tidak dibarengi dengan

tanggungjawab profesional dan etika akan mengakibatkan nantinya sang

penyandang profesi menjadi liar, karena tidak dapat melaksanakan profesinya

secara profesional, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian yang besar

terhadap penyandang profesi secara keseluruhan.64

D. Wanprestasi

Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau

kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan

(28)

dalam perjanjian65 dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan

debitur.

Wanprestasi menurut Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya suatu

prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi

dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah

pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk

wanprestasi.

Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu :66 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;

Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka

dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;

Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur

dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.

3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru

tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi

prestasi sama sekali.

(29)

Marhainis Abdulhay menyatakan bahwa wanprestasi adalah apabila

pihak-pihak yang seharusnya berprestasi tidak memenuhi prestasinya.67

Subekti menyatakan, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu :68 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;

3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan

Debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya

sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah

padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hukum yang atas

tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.

Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut:

a. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri. Unsur kesengajaan ini, timbul dari

pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud wanprestasi, maka faktornya

adalah:

1. Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali;

2. Faktor keadaan yang bersifat general;

3. Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah

kedaluwarsa;

4. Menyepelekan perjanjian.

(30)

b. Adanya keadaan memaksa (overmacht). Biasanya, overmacht terjadi karena unsur

ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga. Contohnya seperti kecelakaan dan

bencana alam. Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:

1. Perikatan tetap ada;

2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243

KUHPerdata);

3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah

debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari

pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang

pada keadaan memaksa;

4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan

diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan

Pasal 1266 KUHPerdata.

Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi

kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4

macam, yaitu:

1. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal

1243 KUHPerdata);

2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (Pasal 1267

(31)

3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat

2 KUHPerdata);

4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat 1

HIR).

Debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya

sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah

padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hukum yang atas

tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.

Wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan debitur tidak mau

melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitur untuk tidak melaksanakannya.

Dalam hal debitur memang sengaja tidak mau melaksanakannya, maka sesungguhnya

ketentuan yang diatur dalam Pasal 1236 dan 1239 KUHPerdata mengenai debitur

lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut

penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga.69 Selanjutnya Pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas

objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau

perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik, maka berdasarkan Pasal 1266 sekarang

kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai

dengan tuntutan ganti rugi.

(32)

Wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus

ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan

kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim. Pengajuan ke

pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan adanya somasi yang dilakukan oleh

seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaannya

itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai

dengan mudah dimungkiri oleh si berutang.70

Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa

lawannya (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu

pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak

padanya dengan pembelaan seperti berikut:

1. Overmacht;

2. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya; dan

3. Kelalaian kreditur.

Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa

menuntut apa-apa dari debitur tersebut. Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka

pengadilan terbukti, maka kreditur dapat menuntut:

1. Menuntut hak pemenuhan perjanjian;

2. Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal 1246

KUHPerdata yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut

(33)

kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang

sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata tersebut,

dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis

dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan

diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga.

a. Ganti biaya yaitu mengganti pengeluaran yang dikeluarkan kreditur;

b. Ganti rugi yaitu mengganti barang-barang rusak; dan

c. Ganti bunga yaitu mengganti keuntungan yang seharusnya didapat.

3. Pembatalan perjanjian

Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan

bahwa pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang

bersifat declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang bernama

“discretionair”, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila

kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak

pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus dituluskan.71 4. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi;

5. Meminta/ menuntut ganti rugi saja.

Hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum

dalam surat gugatan. Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak

melakukan wanprestasi tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh

debitur. Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu

(34)

berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian,

peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara

hukum di pengadilan.

Kewajiban membayar ganti rugi tersebut tidak timbul seketika terjadi

kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai dan tetap tidak

melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata.

Kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya

yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan, atau kerugian yang sungguh-sungguh

menimpa benda si berpiutang, tetapi juga berupa kehilangan keuntungan yaitu

keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai.72

Kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan

merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat

antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada

dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:

a. Conditio Sine qua Non (Von Buri) : Menyatakan bahwa suatu peristiwa A

adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan

terjadi jika tidak ada pristiwa A;

b. Adequated Veroorzaking (Von Kries) : Menyatakan bahwa suatu peristiwa A

adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut

72

(35)

pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat

(peristiwa B).

Kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated

Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya

dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang

paling mendekati keadilan.

Pasal 1243-1252 KUHPerdata mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi.

Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian; yang

diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu

disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan pembatalan perjanjian,

pelaksanaan hak retensi dan hak reklame.

Tuntutan ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui,

bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu, kreditur

dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam

Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana,

atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas

kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya telah diletakkan dalam

(36)

E. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Pembuatan Perikatan Jual Beli Yang

Terindikasi Wanprestasi

Pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung jawab atas perbuatan yang

dilakukannya, hukum sendiri memberikan batas-batas atau rambu-rambu tanggung

jawab notaris, sehingga tidak semua kerugian ditanggung oleh notaris akan tetapi

harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu pihak manakah yang melakukan

pelanggaran.

Atmadja berpendapat pertanggungjawaban adalah suatu kebebasan bertindak

untuk melaksanakan tugas yang dibebankan, tetapi pada akhirnya tidak dapat

melepaskan diri dari kebebasan bertindak, berupa penuntutan untuk melaksanakan

secara layak apa yang diwajibkan kepadanya. Pandangan tersebut bersesuaian dengan

batasan Ensiklopedia Administrasi yang mendefinisikan responsibility sebagai

keharusan seseorang untuk melaksanakan secara layak apa yang telah diwajibkan

kepadanya.73

Mulyo Sudarmo membagi pengertian pertanggungjawaban dalam dua aspek

sebagai berikut:

1. Aspek internal yakni pertanggungjawaban yang diwujudkan dalam bentuk

laporan pelaksanaan kekuasaan yang diberikan oleh pimpinan dalam suatu

instansi.

(37)

2. Aspek eksternal yakni pertanggungjawaban kepada pihak ketiga, jika suatu

tindakan menimbulkan kerugian kepada pihak lain atau dengan perkataan lain

berupa tanggung gugat atas kerugian yang ditimbulkan kepada pihak lain atas

tindakan jabatan yang diperbuat.74

Secara sepintas, dari berbagai pengertian pertanggungjawaban menyebabkan

timbulnya kesulitan untuk memberi satu definisi yang disepakati mengenai

pertanggungjawaban. Bagaimana pertanggungjawaban diartikan, dimaknai, dipahami,

serta batasan- batasannya tergantung kepada konteks dan sudut pandang yang

digunakan untuk menelaahnya. secara sederhana dapat dipahami bahwa eksistensi

pertanggungjawaban sebagai suatu objek di dalam hak dan kewajiban ke konteks

mana pun pertanggungjawaban hendak dipahami dan diwujudkan.

Seorang notaris dapat bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa

Notaris tersebut bersalah. Kemampuan bertanggung jawab merupakan keadaan

normalitas psikis dan kematangan atau kecerdasan seseorang yang membawa kepada

tiga kemampuan yaitu :

1. Mampu untuk mengerti nilai dan akibat-akibatnya sendiri.

2. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatan itu menurut pandangan masyarakat

tidak diperbolehkan.

3. Mampu untuk menentukan niat dalam melakukan perbuatan itu.

74 Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan; Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap

(38)

Dalam kasus Notaris X apabila di analisis lebih jauh maka Notaris X dapat

dimintai pertanggung jawaban sebagai berikut :

1. Tanggung jawab secara kode etik Notaris dan UUJN

Terdapat hubungan yang sangat kuat antara UUJN dengan Kode Etik

Notaris. UUJN mengatur notaris secara eksternal sedangkan Kode etik Notaris

mengatur notaris secara internal. Dalam kasus Notaris X melakukan pekerjaannya

yang berada diluar kewenangannya karena Notaris X bisa dikategorikan sebagai

makelar tanah dimana hal ini dilarang oleh undang-undang. Notaris X dalam hal

ini melanggar dan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang telah diatur

didalam Kode Etik Notaris dan UUJN yaitu tidak menjalankan tugas dan

jabatannya dalam hal melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar artinya

akta yang dibuat tidak memenuhi kehendak hukum, dan juga tidak menghasilkan

akta yang bermutu.

2. Tanggung jawab secara Pidana

Notaris X dapat dimintai pertanggungjawaban karena melanggar Pasal

263 jo 264 KUHP yaitu Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling

lama 8 (delapan) tahun, jika dilakukan terhadap :

1. Membuat secara tidak benar atau memalsu: a. Akta-akta otentik;

b. Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum;

(39)

d. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari suatu surat yang diterangkan dalam angka 2 dan angka 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; atau

e. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan; f. Surat keterangan mengenai hak atas tanah; atau

g. Surat-surat berharga lainnya.

2. Menggunakan surat-surat sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang isinya tidak benar atau dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian.

UUJN tidak mengatur secara khusus mengenai ketentuan pidana,

karena hubungan hukum yang terjadi antara notaris dengan para pihak berada

dalam ranah hukum perdata, namun hubungan hukum tersebut dapat ditarik

dalam ranah hukum pidana. Penarikan kasus pada hukum pidana terjadi

apabila terdapat pelanggaran hak dari salah satu pihak dan pihak yang

dirugikan melaporkan perkara tersebut kepada penyidik bahwa dari akta

notaris tersebut penyidik bahwa dari akta notaris tersebut berindikasi

perbuatan pidana yang dilakukan oleh notaris, baik dalam kedudukannya

sebagai turut serta maupun membantu salah satu pihak sehingga merugikan

pihak lainnya.

Dalam penelitian ini dianalisis dan difokuskan kedalam tanggung jawab

Notaris secara perdata yaitu notaris membuat sebuah kesepakatan yang kemudian

dituangkan dalam sebuah perjanjian kerjasama. Akibat dari perjanjian kerjasama itu

mengikatkan diri notaris dengan para pihak. notaris seharusnya sudah mengerti

dengan benar akan nilai dan akibat-akibat yang ditimbulkan apabila ia tidak

(40)

dinyatakan cacat hukum dan bahkan akta tersebut menjadi tidak sempurna sehingga

merugikan para pihak yang berkepentingan secara materil dan immateril.

Kesalahan notaris, perlu terlebih dahulu diperhatikan yakni apakah kesalahan

tersebut merupakan perbuatan wanprestasi ataukah perbuatan melawan hukum.

terjadinya wanprestasi apabila didahului dengan adanya perjanjian, sedangkan jika

tidak ada kaitannya dengan perjanjian maka bentuk pelanggarannya dinamakan

perbuatan melawan hukum.

Dalam hal ini kesalahan dari Notaris X dikategorikan wanprestasi karena

didahului dengan adanya perjanjian, dimana notaris telah membuat kesepakatan dan

menyanggupi akan menyelesaikan pekerjaan tersebut. Wanprestasi itu sendiri adalah

suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat

memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian75 dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak

memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam

perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.

Dalam melakukan perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, haruslah

dipenuhi terlebih dahulu persyaratan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Notaris X dalam

hal ini yang bisa dikategorikan sebagai makelar dimana Notaris X telah menyalahi

kewenangan jabatannya yang diatur dalam UUJN bisa dikatakan tidak memenuhi

klasul dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu mengenai suatu hal yang halal.

(41)

Hubungan kontraktual antara klien dengan ahli expert, yaitu dalam hal ini

Notaris merupakan perjanjian yang bersifat sui generis76. Pengaturan terhadap

hubungan kontraktual tidak ada dalam aturan tersendiri, sehingga terhadap hubungan

ini diterapkan peraturan umum. Dengan hubungan kontraktual antara notaris dengan

klien tersebut, maka prestasi yang dibebankan kepada notaris antara lain kewajiban

untuk memberikan informasi yang cukup tentang perkara atau persoalan yang

dirumuskan kemudian.77 Isi prestasi dari seorang notaris terhadap kliennya dapat ditentukan oleh bentuk perjanjian antara seorang notaris dengan klien tersebut.

Prestasi untuk memberikan infomasi yang cukup, bertindak berdasarkan

prinsip kecermatan dan kehati-hatian termasuk prestasi atau kewajiban yang timbul

dari bentuk perjanjian, konsekuensinya dengan tidak dipenuhinya kewajiban ini akan

menimbulkan suatu wanprestasi dari pihak notaris, seorang notaris yang telah

membuat akta menjadi cacat hukum karena tidak terselesaikan akta tersebut secara

sempurna yang mengakibatkan akta tersebut dibatalkan dan kekuatan pembuktian

menjadi tidak sempurna. Disini notaris telah melalaikan kewajibannya dalam

memberikan informasi yang cukup kepada kliennya karena pada asasnya seorang

klien berhak untuk mengetahui dan mendapatkan laporan yang jujur, lengkap dan

jelas tentang perkembangan situasi dan kondisi dari Notaris maupun dari

pekerjaannya.

76

Perjanjian Sui Generis adalah perjanjian yang tidak termasuk didalam salah satu kontrak yang disebutkan didalam Undang-Undang sehingga pada dasarnya hanya dikuasai oleh ketentuan-ketentuan umum, lihat Marthalena Pohan, Tanggung Jawab Advocat, Dokter dan Notaris, Surabaya:Bina Ilmu, 1985, hlm 16.

(42)

Notaris dalam hal ini dituntut untuk bisa bersikap berdasarkan prinsip

kehati-hatian dan asas kecermatan, dengan membekali dirinya dengan penguasaaan terhadap

peraturan-peraturan yang diterapkan dan paham mengenai yurisprudensi yang

berlaku.78

Teori dari Hans Kelsen tentang tanggung jawab hukum. Satu konsep yang

berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab

hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan

tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia

bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.79

Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara

tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan

UUJN yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya

adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para

pihak, kemudian menjadi suatu sanksi atau perbuatan yang harus

dipertanggungjawabkan secara perdata, pidana atau administratif sesuai dengan

akibat hukum yang ditimbulkannya.

Kewenangan notaris yang diberikan oleh UUJN, berkaitan dengan kebenaran

materiil atas akta otentiknya, jika dilakukan tanpa kehati-hatian dapat membahayakan

78 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Op., Cit., Hlm 189. 79

Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State,Teori Umum

Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik,

(43)

masyarakat dan atau menimbulkan kerugian baik yang dilakukan dengan sengaja

maupun tidak, maka Notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan.80

Tanggung jawab notaris terhadap pembuatan perikatan jual beli yang

terindikasi wanprestasi ini mengakibatkan akta menjadi cacat hukum dan tidak

sempurna dalam penyelesaiannya, sehingga pihak yang dirugikan dapat menggugat

notaris yang bersangkutan berdasarkan wanprestasi karena sebelumnya telah

didahului dengan adanya perjanjian antara notaris dengan klien. Dalam mengajukan

gugatan atas dasar wanprestasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, istilah

wanprestasi hanya ada pada masalah perjanjian yang mana perjanjian ini melibatkan

lebih dari satu pihak. Maksud dibuatnya perjanjian perikatan jual beli ini disini

disebabkan beberapa hal antara lain:81

a. Sertifikat belum terbit atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses di Kantor

Pertanahan.

b. Sertifikat belum atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses balik nama

keatas nama pihak penjual.

c. Sertifikat sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual tapi harga jual beli yang

telah disepakati belum semuanya dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak

penjual.

d. Sertifikat sudah ada, sudah atas nama pihak penjual dan harga sudah dibayar

lunas oleh pihak pernbeli kepada pihak penjual, tetapi pelunasan belum terjadi.

80

Hans kelsen, Op., Cit., hlm 102

81 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang -Undang Pokok

(44)

e. Sertifikat pernah dijadikan sebagai jaminan di Bank dan masih belum dilakukan

roya.

Dari beberapa sebab tersebut di atas, dapatlah digolongkan menjadi 3 (tiga)

golongan, yaitu:82

a. Pembayaran oleh pihak pembeli kepada pihak penjual telah lunas, tetapi

Syarat-syarat formal belum lengkap, misalnya sertifikat masih dalam proses penerbitan

ke atas nama pihak penjual.

b. Pembayaran atas obyek jual beli dilakukan dengan angsuran, tetapi syarat-syarat

formal sudah lengkap.

c. Pembayaran atas obyek jual beli dilakukan dengan angsuran karena syarat formal

belum terpenuhi.

Dengan adanya beberapa sebab tersebut, maka untuk mengamankan

kepentingan penjual dan pembeli dan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan misalnya terjadi ingkar janji dari para pihak, diperlukan adanya suatu

pegangan atau pedoman.

Berdasarkan Pasal 1340 KUHPerdata perjanjian hanya berlaku mengikat bagi

pihak yang membuatnya, sedangkan pihak ketiga hanya terikat jika memang dalam

perjanjian tersebut dimuat janji untuk kepentingan pihak ketiga (Pasal 1317 KUH

Perdata) dalam perjanjian tersebut, memuat prestasi-prestasi yang harus dilaksanakan

atau dipenuhi oleh para pihak sehingga kata mengikat dalam Pasal 1340 KUHPerdata

Referensi

Dokumen terkait

(2010) melaporkan terdapat hubungan linier antara konsumsi BK dan emisi gas metana pada sapi, karena semakin meningkat konsumsi BK akan meningkatkan fermentasi BO

Dari grafik diatas pengaruh variasi panjang lengan terhadap nilai reduksi gerak translasi pada sistem utama , dapat disimpulkan pengaruh variasi panjang lengan

Sesar naik yang terdapat pada daerah pemetaan ini terjadi bersamaan dengan intrusi andesitporfir yang ada di daerah penelitian.. Sesar naik yang ada di daerah penelitian

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa berbagai jenis pangan olahan siap saji dalam kemasan laminasi yang di vakum kemudian diiradiasi dengan dosis 45 kGy pada suhu rendah

SIERRA sebuah band berasal dari Bekasi yang mulai dikenal kalangan band â band indie Pada Penulisan Ilmiah ini menjelaskan tentang berbagai macam informasi yang terdapat dalam

Indikasi : Nyeri dada dan daerah perut bagian samping ( hy- pocandrium ), nyeri punggung, muntah, diare Metode : Ditusuk tegak lurus atau miring sedalam 0,5 cun ,..

Berdasarkan hasil penelitiaan dalam artikel ini maka pandangan para nabi Tuhan terhadap nubuat palsu di zaman mereka hidup adalah bahwa nubuat palsu itu merusak hubungan

[r]