• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Manajemen Terhadap Hasil Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kota Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Faktor Manajemen Terhadap Hasil Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kota Medan Tahun 2014"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Demam Derdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam akut selama 2 hingga 7 hari dengan dua atau lebih gejala berikut: nyeri kepala, nyeri retro orbital, nyeri otot, nyeri persendian, bintik-bintik kulit sebagai manifestasi perdarahan dan leukopenia (terjemahan WHO, 2003). Penyakit ini ditandai dengan gejala ; kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock) (Depkes, 2008).

2.2 Nyamuk Penular DBD

Virus dengue ditularkan dari orang melalui gigitan nyamuk Aedes egypti yang merupakan vektor epidemi yang paling utama di samping Aedes albopictus yang dianggap sebagai vektor sekunder. Jenis ini merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Aedes aegypti. (WHO terjemahan, 2003).

2.2.1 Morfologi dan Lingkaran Hidup

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lainnya. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayapnya Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu; telur - jentik - kepompong - nyamuk.

(2)

Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran + 0,8 mm. Umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik berlangsung 6-8 hari, stadium pupa (kepompong) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. (Depkes RI, 2005).

2.2.2 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti

Tempat perkembangbiakan utama adalah Tempat Penampungan Air (TPA) di dalam atau di sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi Jarak 500 meter dari rumah.

Tempat perkembangbiakan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana. Nyamuk ini juga dapat berkembang biak pada sumur bersih yang tidak dimanfaatkan. Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan menjadi :

1. TPA untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/WC, ember dan lain-lain.

2. TPA bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, wadah kondensasi air di belakang kulkas, barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik) dan lain-lain.

(3)

2.2.3 Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah menetas dan setelah sayapnya menjadi kaku maka nyamuk dewasa siap terbang untuk mencari mangsa/darah. Nyamuk jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan nyamuk betina menghisap darah, lebih menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat antropofilik). Darah (protein) diperlukan untuk mematangkan telur yang telah dibuahi oleh pejantannya.

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur, mulai menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut siklus gonotropik. Biasanya nyamuk betina mencari

mangsa mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00- 10.00 dan 16.00 – 17.00. nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan

menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai penular DBD. (Depkes RI, 1996).

2.2.4 Ukuran Kepadatan Populasi Nyamuk Aedes aegypti

(4)

1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa dengan mata telanjang untuk mengetahui ada atau tidaknya jentik.

2. Untuk memeriksa TPA yang berukuran besar seperti : bak mandi, tempayan, drum dan bak penampungan air hujan lainnya, jika pada pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik, ditunggu kira-kira ½ - 1 menit untuk memastikan bahwa jentik benar-benar tidak ada.

3. Untuk memeriksa container yang kecil seperti vas bunga, pot tanaman atau botol yang airnya keruh dilakukan dengan memindahkan airnya ketempat lain.

Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya agak keruh biasanya dipergunakan senter.

Ada 2 cara survei jentik : 1. Cara single larva

Survei ini dilakukan dengan mengambil jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.

2. Cara visual

Survei ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

Dalam program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa digunakan adalah cara visual.

(5)

1. House Index (HI) adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan jentik dari seluruh rumah yang diperiksa.

2. Container Index (CI) adalah persentase jumlah container yang ditemukan jentik dari seluruh container yang diperiksa.

3. Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah. HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah. Density Figure (DF) adalah kepadatan populasi jentik Aedes aegypti yang merupakan gabungan dari HI, CI, dan BI yang dinyatakan dengan skala 1 sampai 9.

DF HI CI BI

1 1-3 1-2 1-4

2 4-7 3-5 5-9

3 8-17 6-9 10-19

4 18-28 10-14 20-34

5 29-37 15-20 35-49

6 38-49 21-27 50-74

7 50-59 28-31 75-99

8 60-76 32-40 100-199

9 > 77 > 41 > 200

(6)

2.3 Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti

Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti selain dilakukan pemberantasan terhadap nyamuk (dewasa), juga dilakukan pemberantasan terhadap jentiknya.

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk dilakukan dengan cara :

1. Kimia : cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan insektisida pembasmi jentik melalui abatisasi. Larvasida yang biasa dipergunakan adalah temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang dipergunakan 1 ppm dan sudah terbukti efektif 8 – 12 minggu khususnya di dalam gentong tanah liat dengan pemakaian air normal. Selain itu dapat juga dipergunakan Bacillusthuringiensis H-14 (Bt.H-14) dan golongan insect growt regulators. Pemberantasan Sarung Nyamuk dengan cara kimia yaitu dengan mempergunakan larvasida Temephos akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan secara rutin (kurang dan 12 minggu sekali). Demikian juga ketersedian bahan dan dukungan dana dalam penyediaan bahan merupakan faktor yang sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk tersebut Pemberantasan jentik dengan caca kimia biasanya terbatas untuk wadah peralatan rumah tangga yang yang sulit dibersihkan seperti tower.

(7)

3. Fisik : dengan kegiatan menguras bak mandi, bak WC sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain), serta mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas yang dikenal istilah 3M yaitu menguras, menutup, dan mengubur tempat-tempat penampungan air sehingga diharapkan nyamuk Aedes aegypti dapat terbasmi.

Sedangkan untuk pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan bahan kimia. Penyemprotan bahan kimia ini dapat dilakukan dengan pengasapan (fogging) dan pengkabutan. Pengasapan (fogging) menggunakan mesin swing fog portable yang dijinjing sementara pengkabutan menggunakan mesin ULV (Ultra Low Volume) yang diletakkan dan diangkut dengan kendaraan roda empat.

(8)

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari hasil PE yang dilakukan oleh petugas puskesmas. Tindak lanjut dari hasil PE tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bila ditemukan pendenta DBD lainnya (1 atau lebih ) atau ditemukan 3 atau lebih

tersangka DBD dan ditemukan jentik (lebih dari 5%) dari rumah bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakkan masyarakat dalam PSN DBD, larvasida, penyuluhan dan pengasapan dengan insektisida di rumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya dalam radius 200 meter, 2 siklus dengan interval 1 minggu.

2. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasida, dan penyuluhan.

3. Bila tidak ditemukan penderira lainnya seperti tersebut di atas dan tidak ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.

2.4 Pemantauan Jentik Berkala (PJB)

1. PJB adalah kegiatan untuk mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan di rumah-rumah dan tempat-tempat umum (TTU) secara teratur sekurang-kurangnya tiap 3 bulan untuk mengatahui keadaan populasi jentik nyamuk penular DBD. 2. Kegiatan ini dilakukan dengan mengunjungi rumah / TTU untuk memeriksa

(9)

dengan penyuluhan diharapkan masyarakat dapat termotivasi untuk melaksanakan PSN secara teratur.

3. PJB di rumah-rumah ini dilakukan oleh petugas bersama kader wilayah RW/ Dusun setempat.

Pemantauan hasil pelaksanaan PJB dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya tiap 3 bulan dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu persentase rumah / TTU yang tidak ditemukan jentik. Lingkungan yang baik bila ABJ di wilayah tersebut lebih dari 95 %.

ABJ = / x100%

2.5 Penyuluhan kepada Keluarga dan Masyarakat

Selain penyuluhan individu yang dilakukan melalui kegiatan PJB, penyuluhan kepada masyarakat luas tentang DBD dan pencegahannya di wilayah rawan DBD juga dilakukan secara kelompok seperti pada pertemuan kader, pada saat pelaksanaan posyandu, arisan dan lain-lain, dan secara massa seperti pada saat pemutaran film layar tancap, ceramah agama, pertemuan musyawarah desa dan lain-lain.

2.6 Perilaku Masyarakat

(10)

memiliki keinginan dari dalam dirinya sehingga dia sendiri terdorong untuk melakukannnya. Demikian juga bahwa seseorang dapat melakukan usaha pemberantasan (behavior change) terhadap penyakit Demam Bedarah Dengue bila dirinya merasa rentan (perceive susceptibility) dan merasa terancam (perceive threat) terhadap penyakit ini. Kesadaran seseorang akan perasaan rentan dan terancam dipengaruhi oleh karakter dari masyarakat itu seperti jenis kelamin, umur, etnik, sosial ekonomi dan pengetahuan (knowledge) orang itu terhadap penyakit DBD. Seseorang yang tahu banyak tentang penyakit DBD akan merasa terancam sehingga ada pemberantasan terhadap penyakit DBD. Seseorang yang tahu banyak tentang penyakit DBD akan merasa terancam sehingga ada keinginan dari dalam dirinya untuk melakukan suatu usaha pemberantasan terhadap penyakit ini. Disamping itu, seseorang akan lebih terdorong untuk melakukan usaha pencegahan bila dia menyadari akan mengalami kerugian material bila kena penyakit ini. Bila terserang penyakit ini maka disamping waktu yang dia perlukan untuk perawatan juga harus mengeluarkan dana untuk pengobatan. Waktu yang terbuang untuk perawatan juga merupakan kerugian besar bagi seseorang bila dihitung secara material (Percieved benefits minus perceived barriers to behavior change).

(11)

sehingga pengetahuan masyarakat tentang suatu penyakit terutama pada penyakit DBD semakin baik. Peningkatan pengetahuan tentang suatu penyakit dapat mendorong seseorang untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan. (Glanz dkk,1996)

2.7 Faktor Manajemen yang Memengaruhi Hasil Upaya Pencegahan dan Pemberantasan DBD

2.7.1 Faktor Man a. Umur Petugas

Dilihat dari kemampuan fisik petugas dengan umur tua memiliki gerakan yang kurang lincah dan gesit bila dibandingkan dengan petugas dengan umur yang lebih muda. Dengan kenyataan seperti itu petugas dengan umur muda dalam melakukan usaha pencegahan dan pemberantasan terhadap penyakit DBD memberikan hasil yang cukup maksimal.

b. Jenis Kelamin

Petugas laki-laki dalam melakukan pekerjaan lapangan terutama dalam pencegahan dan pemberantasan DBD relatif lebih kuat bila dibandingkan dengan petugas wanita sehingga hasil dari petugas laku-laki lebih maksimal.

c. Kuantitas

(12)

d. Kualitas

Tidak banyak karyawan secara tepat sesuai dengan kebutuhan organisasi, sehingga mereka harus dilatih agar dapat melaksanakan pekerjaan secara efektif. (Handoko, 2000). Petugas yang tidak pernah mendapat pelatihan khusus tentang DBD serta memiliki pendidikan dan pengetahuan yang rendah mengenai penyakit DBD memiliki kemampuan yang terbatas dan membenkan hasil kerja yang kurang baik bila dibandingkan dengan petugas dengan pendidikan yang memadai dan mendapat pelatihan.

e. Perilaku Petugas

Perilaku petugas yang ditunjang oleh pengetahuan, sikap dan tindakan yang mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan DBD akan memberikan hasil lebih baik dari petugas yang kurang mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan DBD.

f. Perilaku Masyarakat

Perilaku masyarakat yang ditunjang oleh pengetahuan, sikap dan tindakan yang mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan DBD akan memberikan hasil lebih baik dari masyarakat yang kurang mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan DBD.

2.7.2 Faktor Money

a. Anggaran untuk pengadaan abate dan insektisida

(13)

pemberantasan dimana TPA sebagai breeding place dari nyamuk penular DBD tidak memperoleh bubuk abate karena tidak tersedia sehingga telur nyamuk dapat menetas menjadi nyamuk yang dapat menularkan penyakit DBD. Angka Bebas Jentik dapat mengalami penurunan dan Angka Insiden mengalami peningkatan.

b. Upah /imbalan untuk petugas

Penghargaan berupa uang dalam berbagai bentuk paling sering diberikan untuk memberikan penghargaan kepada karyawan untuk meningkatkan perilaku dan kinerjanya (Simamora, 2004). Bila karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja mereka bisa turun secara dramatis (Handoko, 2000). Demikian juga dalam melakukan pekerjaan pemberantasan terhadap penyakit DBD di lapangan pemberian imbalan atau upah bagi petugas akan sangat berarti daripada sekedar ucapan terima kasih.

2.7.3 Faktor Material

a. Bubuk abate dan insektisida

(14)

b. Alat transportasi

Teknologi di bidang transportasi akan meningkatkan mobilitas pekerja (Handoko, 2000). Petugas yang tidak memiliki alat transportasi dalam melaksanakan aktifitas akan menjadi terhambat yang dapat berpengaruh pada hasil kegiatannya seperti dalam melakukan usaha pencegahan dan pemberantasan DBD. Tidak semua wilayah dapat dijangkau oleh petugas bila tidak memiliki alat transportasi.

c. Formulir untuk pencatatan dan pelaporan

Dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan DBD, keberadaan formulir sangat penting untuk pencatatan dari apa yang dilakukan dan diperoleh di lapangan sebagai informasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Bila formulir tidak tersedia sebagai alat bantu dalam pencatatan maka tidak akan ada data yang dapat dijadikan informasi untuk melakukan tindakan selanjutnya.

2.7.4 Faktor Method a. Fogging

(15)

b. Abatisasi

Abatisasi dilakukan terutama pada TPA yang sulit dikuras. Bila pada TPA seperti tersebut ditemukan jentik dan tidak dilakukan abatisasi maka perkembangbiakan nyamuk akan terus berlangsung pada tempat seperti itu yang dapat meningkatkan populasi nyamuk penyebar DBD.

c. Penyuluhan

Semakin sering penyuluhan dilakukan pada masyarakat akan meningkatkan pengetahuan masyarakat pada materi yang diberikan tentang penyakit DBD terutama untuk pencegahan dan pemberantasan maka akan dapat berpengaruh pada perilaku masyarakat dan apabila sama sekali tidak pemah dilakukan penyuluhan DBD pada masyarakat di suatu wilayah maka akan berpengaruh juga pada perilaku masyarakat tersebut dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan DBD.

d. Gerakan 3 M

(16)

e. Ikan/predator

Keberadaan ikan sebagai pemakan jentik sangat membantu dalam meningkatkan ABJ secara alamiah. Pada pot bunga yang tidak bisa dikuras di halaman rumah lebih baik diisi ikan sehingga kemungkinan jentik nyamuk yang ada pada pot tidak bisa menetas menjadi nyamuk karena sudah dimakan ikan tersebut.

2.8 Surveilans Epidemiologi DBD

Surveilans DBD adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait secara sistematis dan terus-menerus tentang situasi DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien (Depkes RI, 2005).

(17)

Berdasarkan pemahaman terhadap pengertian surveilans maka konsep dasar kegiatan surveilans meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi data dan umpan balik dan diseminasi yang baik serta respon yang cepat. Pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans aktif maupun surveilans pasif. Surveilans aktif dilakukan dengan cara melakukan kunjungan petugas surveilans ke unit sumber data di puskesmas, rumah sakit, laboratorium serta langsung di masyarakat ataupun sumberdata lainnya seperti pusat riset dan penelitian yang berkaitan. Pengumpulan data surveilans dari sumber data tersebut harus mendapat jaminan dapat dilakukan secara teratur dan terus menerus, apakah dikumpulkan secara mingguan, bulanan, ataupun secara tahunan.

(18)

dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan data, terutahia untuk kemudahan menyajikan basil pengolahan data berdasarkan variabel epidemiologi yang diinginkan, serta analisis dengan simulasi statistik. Kriteria pengolahan data yang baik adalah tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan, dapat mengidentifikasi adanya perbedaan dalam frekuensi dan distribusi kasus, teknik pengolahan data yang dipakai tidak menimbulkan pengertian yang salah atau berbeda, metode yang dipakai sesuai dengan metode-metode lazim.

Pelaksanaan analisis dan interpretasi data sangat tergantung pada tingkat unit kesehatan serta ketrampilan petugas kesehatan khususnya petugas surveilans yang ada pada unit tersebut. Seseorang yang akan melakukan analisis membutuhkan beberapa hal yaitu tersedia data dalam keadaan siap dianalisis, pengetahuan dasar-dasar epidemiologi, pengetahuan penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kecakapan dan pengalaman dalam menganalisis. Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data dapat dibuatkan rekomendasi atau saran-saran dalam menentukan tindakan yang perlu dilakukan oleh pihak yang berkepentingan termasuk kepada sumber data yang sering disebut feed back atau umpan balik. Penggunaan informasi epidemiologi yang dihasilkan surveilans oleh semua pihak yang mungkin dapat melakukan tindakan pemecahan masalah kesehatan dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan surveilans.

(19)

harus dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam memberikan menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Berbagai cara diseminasi informasi yang dapat dilakukan antara lain membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat suatu tulisan di majalah secara rutin, membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat diakses dengan mudah.

2.9 Landasan Teori 2.9.1 Teori Model Sistem

(20)
(21)

mengenai prosedur, prioritas dan hubungan antara komponen pada perencanaan terapi.

(22)

2.9.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran seperti skema di bawah ini :

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Faktor Manajemen yang Memengaruhi Angka Bebas Jentik dan Angka Insiden Demam Berdarah Dengue

(23)

2.9.3. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran diatas, adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Manajemen yang Memengaruhi Angka Bebas Jentik dan Angka Insiden Demam Berdarah Dengue

Faktor manajemen (X)

Hasil Pemberantasan Demam Berdarah

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Faktor Manajemen yang Memengaruhi Angka Bebas Jentik dan Angka Insiden Demam Berdarah Dengue

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum 2013 atau Kurikulum Berbasis Karakter merupakan satu kurikulum terbaru yang diputuskan oleh Kementrian Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia. Di dalam

EFEKTIVITAS PEMISAHAN GLISERIN PADA PRODUKSI BIODIESEL SECARA ELEKTROSTATIS TEGANGAN TINGGI DENGAN VARIASI..

Disamping itu harta wakaf lebih banyak bersifat diam (77%) dari pada yang menghasilkan atau produktif (23%) 28 sehingga harta wakaf tidak mendatangkan

Saat pengamatan, kupu-kupu dengan warna dasar oranye terdapat bintik-bintik pada sayap depan dan belakang serta warna hitam pada sayap depan bagian atas. Panjang lebih

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT TENTANG PEMBERIAN IZIN KEGIATAN PEKERJAAN BAWAH AIR KEPADA PT.. KETIGA : Kapal kerja yang digunakan dengan

research work done under my supervision and has not been submitted for any other degree of this or any other University. It is now forwarded for the award

Dengan cara yang sama, zat-zat makanan terlarut berdifusi ke luar sel melewati membran sel jika konsentrasi zat di dalam sel lebih banyak dari pada yang ada di bagian luar sel..

ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien kanker payudara di RSUD Panembahan Senopati Bantul, bahwa diantara responden