• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah sesuatu yang menyejahterakan dan menyenangkan manusia, bukan menindas, merampas hak asasi manusia, menumpahkan darah, serta bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Sen (1999:3) mengatakan:

’’Development as a process of expanding the real freedoms that

people enjoy. Focusing on human freedoms contrast witht narrower views

of development, such as identifying development with the growth of gross

national product, or with the rise in personal incomes, or with

industrialization, or with technological advance, or with social

modernization’’.

Pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi manusia mengembangkan hidup sesuai pilihannya. Asumsi pemikirannya, bila manusia mampu mengoptimalkan potensi, maka pembangunan juga diharapkan mampu mengubah kondisi manusia secara optimal dan akan bisa maksimal pula kontribusinya untuk kesejahteraan bersama.

(2)

potensi manusia mengembangkan hidup menjadi terhambat dan kontribusinya pada kesejahteraan bersama menjadi lebih kecil. Aksesibilitas yang dimaksud adalah terfasilitasinya kebebasan politik, kesempatan ekonomi, kesempatan sosial (pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), transparansi, serta adanya jaring pengaman sosial (Sen. 1999:10).

Kemiskinan di negara-negara berkembang terutama di Indonesia masih menjadi permasalahan utama dalam proses pembangunan nasional. Kemiskinan juga kerap dijadikan acuan dalam keberhasilan pembangunan di Indonesia, bahkan setiap pergantian periode pemerintahan maka isu kemiskinan selalu menjadi topik yang menarik untuk diperdebatkan. Pemerintah mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari ancaman tindak kekerasan dan untuk partisipasi dalam kehidupan sosial politik baik bagi laki-laki maupun perempuan.

(3)

tiga indikator yaitu garis kemiskinan, jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin. Setiap indikator dipisahkan antara kemiskinan di perkotaan dan kemiskinan di perdesaan karena terdapat perbedaan ciri sosial, ekonomi, budaya pada masyarakatnya.

Pada data BPS (2013) dapat kita lihat bahwa kemiskinan di Indonesia pada tahun 1976 terdapat 54 juta jiwa rakyat miskin dimana 44 juta jiwanya (40% dari jumlah penduduk desa) terdapat di perdesaan sedangkan 10 juta jiwa (38% dari jumlah penduduk kota) terdapat di perkotaan. Hal ini menunjukkan sebaran penduduk miskin terkonsentrasi pada daerah perdesaan. Dengan persentase kemiskinan antara kota dan desa yang tidak terlalu timpang maka disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan yang mencolok dari segi jumlah dan sebaran antara kemiskinan di perkotaan dan di perdesaan.

(4)

Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 ternyata sangat berpengaruh pada jumlah penduduk miskin di Indonesia. Terdapat lonjakan penduduk miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan, meningkatnya standar garis kemiskinan dari Rp 42.032 pada tahun 1996 menjadi Rp. 96.959 pada tahun 2008 menunjukkan terjadi inflasi yang sangat besar dan sangat mempengaruhi stabilitas makro dan mikro ekonomi Indonesia. Pasca krisis ekonomi tahun 1998 keadaan jumlah penduduk miskin di Indonesia terus mengalami penurunan dan puncaknya pada tahun 2001. Namun pengurangan jumlah penduduk miskin mayoritas berada pada daerah perkotaan, sedangkan jumlah kemiskinan di perdesaan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal tersebut diperkirakan karena pertumbuhan ekonomi di perkotaan yang sangat tinggi karena kebijakan pemerintah saat itu yang lebih menguntungkan masyarakat di perkotaan.

Jumlah penduduk miskin dari dari tahun 2002 hingga 2013 menunjukkan angka perubahan persentase jumlah masyarakat miskin yang cenderung menurun, penurunan signifikan terlihat pada jumlah penduduk miskin di perdesaan yang mengindikasikan adanya perubahan pola pembangunan yang berpihak kepada masyarakat di perdesaan walaupun jumlah penduduk miskin di perdesaan masih lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Penyebab kemiskinan di Indonesia yang masih didominasi oleh masyarakat miskin di perdesaan sangat beragam mulai dari rendahnya modal sosial, infrastruktur yang tidak memadai hingga ketidakberdayaan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya.

(5)

prasarana penunjang pertanian serta kurangnya kesempatan kerja di luar lapangan pertanian juga merupakan faktor penyebab tingginya tingkat kemiskinan di daerah pedesaan.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dengan menerapkan model-model pembangunan. Salah satu pendekatan pembangunan yang diterapkan pemerintah di masa orde baru adalah

top-down dimana dalam pembangunan yang proses pembangunan sepenuhnya

dilaksanakan secara sentralistik oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara. Pendekatan ini menyebabkan partisipasi masyarakat kurang terwujud dan cenderung mengikis pengetahuan lokal masyarakat dalam upaya pembangunan.

Acuan pemikiran pakar pembangunan pada saat orde baru lebih banyak didasarkan pada kritik teori modernisasi yang dikemukakan Emile Durkheim, bahwa dalam mencapai kemajuan akan terjadi evolusi pada setiap tatanan masyarakat dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Pakar pembangunan pada saat itu umumnya akan memandang baik jika itu menyangkut ciri modern dan akan memandang buruk ciri tradisional.

(6)

modernisasi ini diperparah dengan menempatkan masyarakat sebagai objek yang mengakibatkan kebijakan pembangunan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Walaupun ada kebijakan yang sesuai dan mempermudah masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya umumnya akan menyebabkan perubahan sosial masyarakat yang merugikan masyarakat tersebut. Ketidakmampuan dalam memahami kebutuhan masyarakat mengakibatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara tidak mampu mewujudkan tujuan utama dari pembangunan itu sendiri. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan teori-teori pembangunan yang tersedia dalam memahami kebutuhan masyarakat dan cara memenuhinya, dan adanya pemilihan teori tersebut dapat bias kepentingan tertentu.

Perkembangan pendekatan pembangunan saat ini mulai bergeser ke arah

bottom-up sebagai bentuk arus balik yang diharapkan adanya perubahan pola pikir

(7)

Ciri dari pendekatan pembangunan bottom-up adalah adanya upaya pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan itu sendiri. Para pakar pembangunan berpendapat bahwa partisipasi masyarakat dalam upaya pembangunan berpengaruh pada hasil pembangunan tersebut. Semakin tinggi keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan maka akan semakin baik hasil dari pembangunan tersebut. Pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat penerima program pembangunan (Korten dalam Supriatna. 2000:209).

Terdapat tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam pembangunan, yaitu: Pertama, partisipasi merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut. Alasan yang

Ketiga adalah adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila

masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri (Conyers. 1991:154-155).

(8)

memandang bahwa masyarakat harus menjadi pusat pembangunan sekaligus pelaku utama pembangunan (people centered development). Upaya-upaya pemerintah dalam mewujudkannya terlihat pada pergeseran administrasi pembangunan dengan mengubah tujuan, sistem insentif, pertanggung jawaban, struktur kekuasaan dan budaya sistem dan organisasi pemerintahan yang lebih baik .

Salah satu prinsip pemerintahan yang baik dikemukakan oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1996:57) adalah pemerintah adalah milik masyarakat. Prinsip ini menekankan upaya memberdayakan ketimbang melayani (Empowering

raher than serving). Mengalihkan wewenang kontrol yang dimiliki pemerintah

kepada masyarakat dengan memberdayakan masyarakat sehingga mampu mengontrol pelayanan yang dilakukan birokrasi. Masyarakat dapat membangkitkan komitmen mereka yang lebih kuat, perhatian lebih baik dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah dan mengurangi ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Dengan adanya prinsip ini, Pemerintah sebaiknya memberi wewenang kepada masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang mampu menolong dirinya sendiri (Community self-help). Dengan adanya kontrol dari masyarakat, aparatur pemerintahan (pejabat eksekutif dan legislatif) akan memiliki komitmen yang lebih baik dan lebih peduli serta lebih kreatif dalam memecahkan masalah.

(9)

berupa dana bergulir kepada lebih 20 ribu desa tertinggal dengan dana sebesar Rp. 20 juta setiap tahun. Bantuan dana bergulir ini diberikan selama tiga tahun anggaran. Sejalan dengan bantuan dana bergulir tersebut pemerintah juga memberikan bantuan teknis pendampingan yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat desa dalam rangka pemanfaatan dana bergulir tersebut.

Belajar dari keberhasilan dan kegagalan IDT, kemudian lahir generasi kedua program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya yaitu PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri tahun 1998, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum tahun 1999, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-program tersebut berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral.

(10)

pengembangan masyarakat sebelumnya, yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang memfasilitasi pengawasan perencanaan masyarakat dan pengambilan keputusan terhadap dana hibah (blockgrant) yang dialokasikan bagi pendanaan kebutuhan prioritas mereka.

PNPM Mandiri resmi diluncurkan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono di Palu, Sulawesi Tengah pada 30 April 2007 yang dilaksanakan hingga tahun 2015 dan sejalan dengan target pencapaian MDGs (Millennium

Development Goals). Diharapkan, dalam rentang waktu 2007–2015, kemandirian

dan keberdayaan masyarakat telah terbentuk sehingga keberlanjutan program dapat terwujud (Depdagri. 2008). Pentingnya pendekatan berbasis masyarakat dalam upaya mengurangi kemiskinan telah diakui oleh Pemerintah dengan memasukkan program penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat sebagai salah satu dari tiga kelompok utama program penanggulangan kemiskinan (Peraturan Presiden No. 13/2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan).

(11)

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang mengklasifikasikan urusan pemerintahan terdiri dari 3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Untuk urusan konkuren atau urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dibagi menjadi urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah. Sedangkan Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah. Berdasarkan pasal 12 ayat 2 huruf g pada UU 23 tahun 2014 menerangkan bahwa pemberdayaan masyarakat dan Desa merupakan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa UU 23 tahun 2014 telah memfasilitasi peran dan fungsi pemerintah daerah yang semakin besar dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam upaya pemberdayaan masyarakat perdesaan.

(12)

Kedua undang-undang tersebut di atas secara langsung mengakhiri PNPM-MPd yang merupakan kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan domain pemerintah pusat. Penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah serta pemerintahan desa menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara pemerintahan daerah dan pemerintahan desa dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan yang akan diambil dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan desa. Salah satu strategi dalam membentuk formulasi kebijakan tersebut adalah dengan mempelajari pola-pola pemberdayaan yang telah ada sebelumnya di ranah desa yakni PNPM-MPd.

Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, telah melaksanakan PNPM-MPd sejak program ini diluncurkan tahun 2007 dalam upaya menanggulangi kemiskinan di perdesaan Kabupaten Aceh Tengah. Sejak tahun 2007 hingga tahun 2012 Pemerintah Republik Indonesia bekerja sama dengan Bank Dunia telah mengucurkan dana berupa Bantuan Langsung Sosial (BLM) sebesar Rp. 70.247.500.000,- (tujuh puluh milyar dua ratus empat puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk menjalankan PNPM-MPd di Kabupaten Aceh Tengah. Berdasarkan data BPS Aceh Tengah persentase kemiskinan penduduk di Kabupaten Aceh Tengah sebesar 29,4% pada tahun 2005 dan terus menurun hingga data terakhir pada tahun 2010 menunjukkan angka 18.8% dari jumlah penduduk sebesar 175.527 jiwa.

(13)

gedung polindes, gedung TPA. Kegiatan ekonomi berupa simpan pinjam kelompok perempuan. Kegiatan pendidikan berupa pelatihan masyarakat meliputi pelatihan pelaku PNPM-MPd di Kecamatan dan Desa, serta pelatihan Kelompok simpan pinjam perempuan. Kecamatan Kebayakan dianggap sukses karena mampu melaksanakan pekerjaan secara tepat waktu setiap tahun anggarannya serta minim terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.

Berbagai penelitian tentang studi evaluasi telah telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang beragam masyarakat seperti yang dilakukan Hadi Agus P,

et al (2014) menemukan bahwa Persepsi masyarakat terhadap program PNPM

hampir sama dengan praktek gotong royong yang telah berkembang pada masyarakat, nilai-nilai sosial yang telah berkembang sebelumnya berkembang di masyarakat mempengaruhi proses-proses partisipasi dalam pelaksanaan PNPM-MPd. Efektivitas pembelajaran sosial terjadi pada level rukun tetangga dengan terjadi peningkatan kohesivitas dan sikap saling percaya di dalam komunitas namun hal ini tidak terjadi di level desa sehingga tingkat evaluasi pada PNPM-MPd dapat dikategorikan berdasarkan tingkat administrasi pemerintahan yakni tingkat dusun, tingkat desa, dan tingkat kecamatan. Pemerintah telah berupaya untuk mengintegrasikan program pemberdayaan dalam perencanaan regional dan mencoba untuk mengaktualisasikan tata pemerintahan yang baik. Namun, upaya tersebut belum dirasakan di tingkat masyarakat karena perspektif birokrat lokal pada pembangunan tidak kondusif bagi pelaksanaan pembangunan partisipatif dan pengentasan kemiskinan.

(14)

kesenjangan infrastruktur di wilayah perdesaan dan melalui bukti–bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa PNPM Perdesaan mampu mempersempit kesenjangan ini. Infrastruktur dilihat sebagai salah satu tujuan utama dalam PNPM-MPd dan dijadikan salah satu indikator keberhasilan pembangunan perdesaan dimana asumsinya semakin baik infrastruktur perdesaan maka akan berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat desa.

PNPM Support Facility (2012) juga mengemukakan bahwa kelompok rumah tangga miskin yang tersentuh program PNPM memiliki kemungkinan sebesar 2,1 persen untuk dapat keluar dari kemiskinan, namun PNPM tidak efektif mencegah rumah tangga jatuh kedalam kemiskinan. Tidak terdapat dampak yang signifikan terhadap tingkat pendidikan mengingat rendahnya alokasi dana PNPM untuk sub–proyek pendidikan dan PNPM memiliki dampak terbatas pada peningkatan lapangan kerja dimana masyarakat dewasa berumur 18–55 yang tidak memiliki pekerjaan di tahun 2007 memiliki 1,35 persen kemungkinan untuk dipekerjakan di tahun 2010. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peran PNPM disektor penyediaan penyediaan lapangan kerja dan pendidikan masih rendah dan dampaknya sangat terbatas sehingga sebagai program yang mengedepankan pemberdayaan dinilai masih belum mampu menjawab tantangan pembangunan perdesaan

(15)

perempuan yang tinggi karena pengembalian dilakukan tidak tepat waktu, namun dilihat dari sisi perkembangan investasi simpan pinjam kelompok perempuan melalui mekanisme perguliran dananya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dari penelitian di atas terlihat bahwa PNPM-MPd dapat ditinjau keberhasilannya ditinjau dari segala aspek sosial, budaya, ekonomi dan aspek lainnya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat desa. Berbagai hasil penelitian tersebut mencerminkan bahwa hasil dari PNPM-MPd di suatu daerah belum tentu sama dengan daerah lain karena faktor-faktor yang menunjang keberhasilan PNPM-MPd sangat beragam. Salah satu faktor penentu keberhasilan yang banyak mempengaruhi keberhasilan PNPM-MPd adalah bagaimana partisipasi dan upaya pemberdayaan masyarakat tersebut dilakukan. Selain itu untuk melihat secara objektif keberhasilan suatu program maka perlu dilihat bagaimana program tersebut mencapai tujuan-tujuan awal yang telah ditetapkan. Untuk itu melalui penelitian ini diharapkan mampu menjawab bagaimana sebenarnya hasil PNPM-MPd jika dilihat dari aspek tujuan yang ingin dicapai oleh PNPM-MPd.

Mengacu pada masalah tersebut di atas, peneliti melakukan penelitian secara mendalam dengan mengajukan judul penelitian sebagai berikut:

“EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MANDIRI PERDESAAN KECAMATAN KEBAYAKAN, KABUPATEN

(16)

1.2.Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang di atas maka masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “bagaimana dampak PNPM-MPd di Kecamatan Kebayakan dilihat dari sisi pencapaian tujuan PNPM-MPd serta pengaruhnya terhadap upaya pengembangan masyarakat” ?.

1.3.Tujuan Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui gambaran kehidupan masyarakat pasca PNPM-MPd di Kecamatan Kebayakan dilihat dari sisi pencapaian tujuan PNPM-MPd serta pengaruhnya terhadap upaya pengembangan masyarakat”

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Penulis, Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperdalam

pengetahuan penulis tentang pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat miskin di perdesaan khususnya pada program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis peroleh selama perkuliahan di Pascasarjana Magister Studi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Pemenuhan Tingkat Solvabilitas (dalam jutaan rupiah) Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi. (dalam

Simpulan yang dapat ditarik dari analisis yang dilakukan adalah PT Lestari Dini Tunggul belum bisa menerapkan metode Just In Time secara keseluruhan, yang baru bisa diterapkan

World Trade Center 8th and 9th

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keadilan persepsi secara signifikan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja Pemerintah Daerah dalam penyusunan anggaran

keterprediksian laba, faktor resiko sistematis (Beta), struktur modal, serta ukuran perusahaan. Untuk membuktikan sesuatu yang baru dalam upaya meningkatkan kerelevenan

Tidak ada perbedaan gallat (error) antara kedalaman perairan yang diperoleh dari pengolahan citra digital algoritma kedalaman perairan dangkal (model nilai digital asli dan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis 1) pengaruh pemberian insentif secara parsial terhadap prestasi kerja, 2) pengaruh pengawasan secara parsial terhadap