BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Para manajer keuangan dalam perusahaan bekerja bersama para manajer
lain untuk mengidentifikasi peluang investasi, untuk menganalisis dan menilai
peluang, dan memutuskan apakah akan dan berapa banyak akan berinvestasi. Para
manajer keuangan juga harus mendapatkan uang untuk mendanai perusahaan
(Brealy, Myers dan Marcus, 2008:3). Pada saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi menyebabkan kegiatan perekonomian dunia mengalami
perkembangan yang sangat pesat.
Dalam hal ini, perusahaan dituntut untuk berusaha mengikuti
perkembangan yang terjadi dan bersaing dengan perusahaan dari berbagai jenis
sektor usaha. Agar dapat bersaing dengan sukses dan berkelanjutan,
pengembangan perusahaan akan selalu dilakukan. Namun, hal ini menjadi
permasalahan tersendiri bagi perusahaan karena menyangkut pemenuhan akan
modal yang dibutuhkan. Pada prinsipnya setiap perusahaan membutuhkan dana
agar dapat menjalankan aktivitas bisnisnya. Dalam melakukan keputusan
pendanaan, perusahaan juga perlu mempertimbangkan dan menganalisis
kombinasi sumber-sumber dana yang ekonomis guna pemenuhan kebutuhan
Setiap kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan akan memerlukan
pendanaan. Oleh karena itu, apabila dana intern (modal sendiri) yang dimiliki
tidak cukup maka perusahaan harus mengupayakan dana yang berasal dari
sumber-sumber di luar perusahaan. Memang akan sangat ideal apabila perusahaan
dapat menggunakan dana intern untuk melakukan investasi. Namun dalam
kenyataannya, tingkat investasi pada perusahaan membutuhkan dana dalam
jumlah yang besar, maka dana intern yang dimiliki perusahaan jumlahnya sering
kali akan tidak cukup untuk membiayai investasi tersebut (Syahyunan, 2013:218).
Untuk menjalankan usahanya, perusahaan membutuhkan modal yang bersumber
dari utang dan modal sendiri (ekuitas). Sumber modal tersebut juga dapat disebut
sebagai sumber pembiayaan atau sumber pendanaan atau sumber permodalan
(Sitanggang, 2013:71).
Untuk mencapai tujuan perusahaan memaksimalkan kekayaan pemilik,
manajer keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami
hubungannya dengan risiko, hasil/pengembalian dan nilai (Sundjaja dan Barlian,
2002:239). Menurut Van Horne dan Wachowicz (2007:232) struktur modal adalah
bauran atau proporsi pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang
diwakili oleh utang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa. Kebijakan
mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat
pengembalian. Penambahan utang dapat memperbesar risiko perusahaan tetapi
sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan.
Risiko yang semakin tinggi akibat membesarnya utang cenderung
diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Penentuan struktur modal yang
optimal bukan merupakan ilmu yang pasti. Karena itu meskipun
perusahaan-perusahaan berada dalam industri yang sama, seringkali mempunyai struktur
modal yang sangat berbeda (Brigham dan Houston, 2001:5).
Penggunaan pinjaman dengan biaya tetap yaitu bunga pada dasarnya akan
menimbulkan dampak positif berupa penghematan dengan pembayaran pajak,
karena bunga dapat diperhitungkan sebagai biaya. Dengan adanya penghematan
pembayaran pajak tersebut, maka posisi kas akan menjadi lebih baik, sehingga
nilai perusahaan akan meningkat. Di samping itu, penggunaan pinjaman akan
menjadikan manajemen puncak “disiplin” dalam melaksanakan tugasnya, karena
mereka sadar perusahaan mempunyai kewajiban untuk membayar pinjaman
tersebut (Syahyunan, 2013:218). Struktur modal yang merupakan perbandingan
antara modal sendiri dengan modal yang berasal dari pinjaman dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor-faktor penting seperti tingkat penjualan, struktur aset, tingkat
pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, variabel laba dan perlindungan pajak,
skala perusahaan, kondisi intern perusahaan dan fleksibilitas keuangan.
Sebuah perusahaan besar tentu memiliki total aset yang besar. Dalam hal
ini, perusahaan besar memiliki banyak kebutuhan dana yang perlu dialirkan untuk
menunjang operasionalnya. Menurut Sartono (2001:249) ukuran perusahaan
adalah suatu perusahaan besar yang sudah well-established akan lebih mudah
memperoleh modal di pasar modal dibandingkan perusahaan kecil. Karena
kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki fleksibilitas yang
akan cenderung menggunakan tingkat hutang yang tinggi dan begitu juga
sebaliknya.
Menurut Sartono (2001:122), profitabilitas merupakan kemampuan
perusahaan untuk memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan,
total aktiva maupun modal sendiri. Brigham dan Houston (2001:40) menjelaskan
bahwa sering kali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil.
Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan
praktis atas kenyataan ini adalah bahwa perusahaan yang sangat menguntungkan,
seperti Intel, Microsoft, dan Coca-cola memang tidak memerlukan banyak
pembiayaan dengan utang. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan
mereka untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan
dan yang dihasilkan secara internal.
Perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia meliputi
sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri dan sektor industri barang
konsumsi. Industri manufaktur memainkan peranan penting dalam perekonomian
indonesia. Dalam perkembangannya, pemerintah mempertimbangkan kemudahan
bagi industri manufaktur padat karya (labour intensive) dalam mendapatkan
insentif yang dinilai mampu memberikan dampak berganda bagi perkembangan
industri lainnya. Pemerintah rencananya akan fokus mempertahankan kinerja
empat sektor industri untuk menjaga ekonomi Indonesia bisa tetap tumbuh di atas
6% pada tahun 2013. Sektor industri tersebut adalah industri besi baja, industri
4 (empat) industri ini harus tetap tumbuh di tengah tren perlambatan
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Industri padat karya mutlak harus dipertahankan
untuk menjaga agar tingkat pengangguran tidak meningkat dan membantu
mendorong pertumbuhan ekonomi maupun industri secara nasional. Hal ini juga
menjadi kesepakatan pemerintah dan Bank Indonesia mengenai situasi ekonomi
makro terkini. Sektor industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki juga
menjadi unggulan untuk mendorong pertumbuhan industri nasional (Business
News:2013).
Namun, ada beberapa masalah terkait industri manufaktur di indonesia.
Industri manufaktur di tanah air memasuki fase deindustrialisasi dengan
menurunnya pertumbuhan serta kontribusi sektor industri manufaktur terhadap
perekonomian nasional. Memang terjadi penurunan kontribusi industri
manufaktur dari 27,81 persen terhadap PDB pada 2008 menjadi 23,7 persen pada
2013. Fakta ini menunjukkan ada indikasi deindustrialisasi, Seharusnya
pemerintah terus mengupayakan akses pasar bagi produk manufaktur Indonesia.
Saat ini, tekstil dan produk tekstil asal Indonesia kalah dengan Malaysia dan
Vietnam karena kita masih harus membayar bea masuk (BM) sebesar 12 persen.
Produk impor juga semakin mendominasi pasar domestik sehingga produk lokal
sulit bersaing. Ketika produk impor semakin berpenetrasi di dalam negeri, maka
akan berdampak terhadap produk lokal yang akan berimbas kepada
ketidakmampuan meningkatkan akses pasar ekspor. Dengan analogi ini, tentu ada
pabrik yang tutup dan indikasi deindustrialisasi mulai terjadi (Koran
Berikut ini data mengenai variabel-variabel yang diteliti pada perusahaan
manufaktur periode 2011-2013 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Tabel 1.1
Rasio Profitabilitas (ROA) dan Struktur Modal (DER) Perusahaan Manufaktur
(dalam persen)
No. Nama Perusahaan Kode
Emiten
ROA DER
2011 2012 2013 2011 2012 2013
1
PT Asahimas Flat Glass
Tbk AMFG 12,52 11,13 9,56 0,25 0,27 0,24
2
PT Hanjaya Mandala
Sampoerna Tbk HMSP 41,62 37,89 39,5 0,9 0,97 0,93
3
PT Malindo Feedmill
Tbk MAIN 15,44 16,8 10,9 2,15 1,64 1,57
4 PT Unilever Tbk UNVR 39,73 40,38 40,1 1,85 2,02 2,14
5 PT Arwana Citra Mulia ARNA 11,54 16,93 20,9 0,72 0,55 0,48
Sumber:
Berdasarkan Tabel 1.1, pada perusahaan dengan kode emiten AMFG,
HMSP, dan ARNA menunjukkan bahwa tingkat rasio profitabilitas yang tinggi
tidak diiringi dengan tingkat rasio DER perusahaan yang tinggi pula. Hal ini dapat
kita simpulkan bahwa, perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru
tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi
memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian yang dilakukan Seftianne dan Ratih (2011), Sambharakreshna (2010),
dan Baharuddin, et al (2011) yang menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Namun, hal ini berbeda terhadap
perusahaan dengan kode emiten UNVR dan MAIN, rasio profitabilitas yang
profitabilitas berpengaruh positif terhadap struktur modal. Hal ini tentunya
mencerminkan bahwa perusahaan yang profitnya besar dapat memilih alternatif
sumber pendanaan termasuk didalamnya memilih hutang sebagai sumber
pendanaan perusahaannya.
Tabel 1.2
Ukuran Perusahaan (size) dan Struktur Modal (DER) Perusahaan Manufaktur
(dalam persen)
No. Nama Perusahaan Kode
Emiten
Size DER
2011 2012 2013 2011 2012 2013
1
PT Asahimas Flat Glass
Tbk AMFG 14,80 14,90 15,07 0,25 0,27 0,24
2
PT Hanjaya Mandala
Sampoerna Tbk HMSP 16,70 17,08 17,12 0,9 0,97 0,93
3 PT Malindo Feedmill Tbk MAIN 14,11 14,40 14,60 2,15 1,64 1,57
4 PT Unilever Tbk UNVR 16,16 16,12 16,40 1,85 2,02 2,14
5 PT Arwana Citra Mulia ARNA 13,60 13,70 13,90 0,72 0,55 0,48
Sumber:
Berdasarkan Tabel 1.2, perusahaan dengan kode emiten UNVR dan
MAIN, terdapat tingkat ukuran perusahaan yang tinggi, diiringi dengan rasio DER
perusahaan yang tinggi pula. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
Seftianne dan Ratih (2011), Parlak (2010) dan Febriminanto (2012) yang
menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan pada
struktur modal. Namun lain halnya terjadi pada perusahaan dengan kode emiten
AMFG, HMSP, dan ARNA yang menunjukkan bahwa tingkat ukuran perusahaan
yang tinggi tidak diiringi dengan tingkat rasio DER perusahaan yang tinggi pula.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hapsari (2010) dan Malte et al (2000) hasil
penelitiannya menunjukkan ukuran perusahaan (size) tidak berpengaruh signifikan
terjadinya perbedaan kebijakan dalam keputusan pendanaan yang dilakukan
perusahaan terhadap penggunaan total asetnya.
Penelitian terhadap struktur modal masih mungkin untuk dikaji karena
adanya beberapa penelitian terdahulu diatas, terjadi perbedaan hasil penelitian
(research gap) mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap struktur modal,
menarik untuk diteliti sehingga diajukan judul penelitian “Pengaruh Ukuran
Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur
yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Apakah ukuran
perusahaan dan profitabilitas berpengaruh secara parsial maupun serempak
terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan dan
profitabilitas baik secara parsial maupun serempak terhadap struktur modal pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, di
1. Bagi Penulis, dapat menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang
pengaruh variabel tingkat Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas terhadap struktur
modal.
2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam penentuan struktur modal yang optimal atau keputusan pendanaan, baik
sumber dananya berasal dari pinjaman maupun modal sendiri dalam
membiayai kegiatan operasional perusahaan.
3. Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan
informasi untuk memungkinkan penelitian selanjutnya mengenai topik ini serta
dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai
kebijakan struktur modal atau keputusan pendanaan yang optimal.
4. Bagi investor, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan