PERBAN
DINGAN
PENDIDI
KAN
ISLAM
DAN
BARAT
FISIP
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYA
H JAKARTA
PERBANDINGAN PENDIDIKAN ISLAM DAN
BARAT
I.
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
kehidupan manusia. Dalam alur dan proses kehidupan manusia, tidak
dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah mewarnai jalan panjang
kehidupan manusia dari awal hingga akhir. Allah SWT ketika pertama kali
menurunkan wahyu berupa Alquran kepada Nabi Muhammad SAW,
adalah seruan belajar “Iqra” yang dalam pengertian harfiah adalah
“Membaca” dapat kita terjemahkan kepada makna yang lebih luas yaitu
Pendidikan,Alquran dalam surat Al-Barah : 185 dikatakan bahwa
diturunkannya Alquran adalah sebagai petunjuk bagi manusia, tentang
perkara yang benar dan yang salah beserta penjelasannya,dapat
disimpulkan, Alquran sebagai wahyu Allah merupakan sumber dari
segala sumber pendidikan. Yang mengajak dan membimbing manusia
untuk memulai mengaktifkan instrumen panca inderanya,
fenomena keberadaan yang ditebarkan oleh Tuhan pada alam semesta
(afaq) dan fenomena ketuhanan yang tersembunyi pada diri manusia.
Oleh karena itu salah satu tugas pendidikan adalah
membangkitkan kesadaran manusia secara keseluruhan pada kesadaran
diri bahwa pada hakekatnya manusia adalah bagian dari semesta
keperadaan (makrokosmos) yang pada puncaknya akan mengajak pada
kesadaran ilahiah (keimanan) yang bersesuaian pada diktum idiologis
yang terkandung pada ayat al-Qur’an yang pertama kali turun (Iqra
Bismirabbikalladzi Khalaq).
B. Pembatasan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas penulis membatasi beberapa masalah
untuk dijadikan pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1. Pengertian Pendidikan Islam.
2. Pengertian Pendidikan Barat.
3. Perbandingan Pendidikan Islam dengan Barat.
4. Kaitan Pendidikan Islam dan Barat dengan Qaulan
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas penulis mengambil
beberapa poinpoin masalah tentang konsep dasar perbandingan pendidikan yaitu:
1. Apa Pengertian Pendidikan Islam?
2. Apa Pengertian Pendidikan Barat ?
3. Apa Perbedaan Antara Pendidikan Islam dengan Pendidikan Barat?
4. Apa Pengertian Qaulan ?
5. Apa kaitannya antara Qaulan dengan Pendidikan Islam dan Barat?
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan kegunaan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah AlIslam III, agar
pembaca dapat mengetahui dan memahami Pendidikan Islam dan Pendidikan
Barat serta PrinsipPrinsip Komunikasi Islam (Qaulan).
E. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yakni, untuk menghasilkan
sebuah pemikiran dan pemahaman yang matang, serta menghasilkan pula sumber
daya manusia yang berkualitas, melalui usaha penelitian dan perbandingan
pendidikan, demi tercapainya kemajuan suatu negara, dalam segala bidang, yang
II
. Pembahasan
II.1 Konsep Pendidikan Islam
II.1.1 Pengertian Pendidikan Islam
Para tokoh pendidikan muslim memiliki pengertian masing-masing
tentang pendidikan Islam. Salah satunya adalah pandangan modern
seorang ilmuwan muslim Bangladesh, DR. Muhammad S.A Ibrahimy,
mengungkapkan pengertian pendidikan Islam yang berjangkauan
luas,:Menurutnya, napas keislaman dalam pribadi seorang muslim
merupakan elemen vital yang menggerakan perilaku yang diperkokoh
jawaban yang tepat guna terhadap tantangan perkembangan ilmu dan
teknologi.
Prof. DR. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam
sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan
dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di
akhirat. Oleh karenanya, proses tersebut berupa bimbingan (pimpinan,
tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa
(pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan lain sebagainya) dan raga objek
didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat
perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai
evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.Islam yang diwahyukan kepada
Rasulullah Muhammad mengandung implikasi kependidikan yang
bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin. Di dalamnya terkandung
suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan ,
yaitu:
1) Potensi psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia
untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bijak dan
2) Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di
muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap
lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang
ijtima’iyah dimana Tuhan menjadi potensi sentral
perkembangannya.
Dari pendapat-pendapat para tokoh Islam di atas terlihat perbedaan
yang mendasar antara pendidikan pada umumnya dengan pendidikan
Islam.Perbedaan yang menonjol adalah bahwa pendidikan Islam, bukan
hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk kebahagiaan dunia,
tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat.Lebih dari itu, pendidikan Islam
berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan ajaran-ajaran Islam,
sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak terlepas dari nilai-nilai
agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui tujuan-tujuan
pendidikan Islam secara jelas
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam
bukan sekedar transfer knowledge tetapi lebih mrupakan suatu sistem
yang ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan, yaitu suatu sistem
yang terkait secara
pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada
term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut, term
yang populer digunakan dalam praktik pendidikan Islam ialah term
al-tarbiyah.Kendati demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga terma tersebut
memiliki kesamaan makna.Namun secara esensial setiap term tersebut
memiliki perbedaan baik secara tekstual maupun kontekstual.
Istilah at-tarbiyah tidak digunakan dalam leksikologi al-Qur’an,
tetapi yang senada dengannya adalah ar-rabb, rabbayani, murabbi,
ribbiyun, dan rabbani.Pengertian dasar dari kata-kata tersebut bermakna
tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga
kelestarian atau eksistensinya. Dalam konteks yang luas, pengertian
pendidikan Islam yang terkandung dalam term al-tarbiyah terdiri dari
empat unsur pendekatan, yaitu: (1) memelihara dan menjaga fitrah anak
didik menjelang dewasa (baligh). (2) mengembangkan seluruh potensi
menuju kesempurnaan. (3) mengarahkan fitrah menuju kesempurnaan.
(4) melaksanakan pendidikan secara bertahap.
Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa tujuan pendidikan itu tidak
bisa lepas dari tujuan hidup manusia.Sebab pendidikan hanyalah suatu
alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan
hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat.Dengan begitu tujuan pendidikan harus berpangkal pada
tujuan hidup.
Di Barat, pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana
apa yang menjadi tujuan pendidikan – secara tidak langsung merupakan
tujuan hidup – berbenturan dengan kepentingan-kepentingan lain .Di
sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan
hidup.Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu
berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk berbakti kepada negara,
untuk memperkuat negara.Dan pengertian kuat menurut orang-orang
Sparta adalah kekuatan fisik.Oleh sebab itu tujuan pendidikan Sparta
adalah sejajar dengan tujuan hidup mereka, yaitu memperkuat,
memperindah dan mempertegus jasmani.Oleh sebab itu orang-orang
yang kuat jasmaninya, bisa berkelahi dengan harimau dan singa
disanjung-sanjung, dianggap pahlawan di masyarakat Sparta.
Sebaliknya orang Athena, juga salah satu kerajaan Yunani lama,
berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencari kebenaran (truth), dan
itu?Plato lebih dulu mengandaikan bahwa benda, konsep-konsep dan
lainnya bukanlah benda sebenarnya.Dia sekedar bayangan dari benda
hakiki yang wujud di alam utopia.Manusia terdiri dari roh dan jasad.Roh
itulah hakikat manusia, maka segala usaha untuk membersihkan,
memelihara, menjaga dan lain-lain roh itu disebut pendidikan.
Madzhab-madzhab pendidikan eropa Barat dan Amerika sesuah
Decartes (1596-1650) mengambil dari kedua madzhab Yunani lama
tersebut, dan semua madzhab beranggapan bahwa dunia inilah tujuan
hidup sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari
akhir. Ada madzhab rasionalisme yang berpangkal pada Plato,
Aristoteles, Descartes, Kant, dan lainnya; ada madzhab impirisme yang
dipelopori oleh John Locke yang terkenal dengan kerta putih (tabu rasa);
ada madzhab progressivisme yang dipelopori oleh John Dewey yang
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah lebih banyak pendidikan;
ada madzhab yang berasal dari sosiolog, yaitu sosiologi pengetahuan
yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada madzhab fenomenologi
atau eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya
bersifat personal, oleh sebab itu sekolah tidak ada gunannya dan harus
dibubarkan. Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT yang
menggambarkan orang-orang Dahriyyun (Naturalist), “Mereka berkata
ada yang membinasakan kita kecuali masa.Sedangkan mereka dalam
hal ini tidak tahu apa-apa. Mereka hanyalah menyangka-nyangka”
(QS.45:23).
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey berpendapat tentang tujuan
pendidikan berdasarkan pada pandangan hidup, “Since there is nothing to which growth is relative save more growth, there is nothing to which education is subordinate save more education. The education process has no end beyond itself – it is its own end”.
Madzhab yang dibawa oleh Dewey ini terkenal dengan nama
Pragmatisme dalam falsafah, sedangkan dalam pendidikan disebut
Progressivisme yang terlalu menitik beratkan kepada kegunaan
(utilitarian).
Hegemoni peradaban Barat boleh dikata hampir lengkap terutama
sekali dalam bidang pendidikan.Volume penyelidikan dalam berbagai
aspek pendidikan sangat mengagumkan.Disamping itu kemajuan yang
telah dicapainya memberi pengaruh pada masyarakat dunia umumnya –
hal yang membanggakan kalangan elit yang memerintah dan
masyarakat Barat. Pada abad ke-21 ini, orientasi tujuan pendidikan Barat
mulai beralih pada usaha mencari keuntungan dengan jalan apa pun,
yang bermakna eksploitasi, kekuasaan, pertarungan, teror dan
Melalui pendidikan, kaum pemodal (kapitalis) dan pedagang
menyebarkan paham rasionalisme dan liberalisme untuk melawan
tatanan feodal (kerajaan) yang ada dan menghalangi perkembangan
kapital untuk mencari keuntungan. Dalam masyarakat kapitalistik
dewasa ini, begitu mudahnya suatu kelas sosial mendapatkan apa saja
yang menjadi kebutuhannya dan kehendak bebasnya (free will), dan
hampir dengan cara apa pun.
Pemaparan mengenai epistemologi Barat menujukkan konsep ilmu
dalam peradaban Barat hampa dari Agama.Ilmu yang kosong dari
Agama (ilmu sekular) merupakan fondasi utama dari peradaban Barat
saat ini.Dengan berdasarkan uraian di atas bahwa epistemologi Barat
berangkat dari praduga-praduga, atau prasangka-prasangka, atau
usaha-usaha skeptis tanpa didasarkan pada wahyu. Yang mengakibatkan
lahirnya sains-sains yang hampa akan nilai-nilai spiritual dan akhirnya
seperti yang disimpulakan oleh al Attas epistemologi Barat tidak dapat
mencapai kebenaran, apalagi hakekat kebenaran itu sendiri.
Kazuo Shimogaki menyebutkan kecendrungan epistemologi Barat
modern menjadi lima macam, yaitu pemisahan antara bidang sakral dan
bidang duniawi, kecendrungan ke arah reduksionisme, pemisahan
progresivisme. Sedangkan Ziauddin Sardar menyatakan, adanya
perbedaan antara yang subjektif dan objektif, antara pengamat dan
dunia luar (yang diamati), antara keadaan-keadaan subjektif serta emosi
dan “realitas” yang terdapat di luar pengamat, yakni realitas yang hanya
dapat diketahui melalui observasi dan penalaran, maka dapat
disebutkan bahwa pendekatan epistemologi Barat itu adalah skeptis,
rasional-empiris, dikotomik, posotivis-objektivis, dan menentang dimensi
spiritual (antimetafisika). amal ibadah, berkaitan erat dengan pengabdian kepada Allah
Tanggungjawa b belajar mengajar
Semat-mata urusan
yang berilmu
Belajar tidak hanya untuk kepentingan hidup dunia sekarang, tetapi juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat nanti Ilmu itu bebas nilai (values free).
Islam mengaitkannya dengan pahala dan dosa karena kebajikan dan akhlak mulia merupakan unsur pokok dalam pendidikan Islam. proses sepanjang hidup (has a beginning but not an end).
3. Perbedaan Ciri-ciri dari Filsafat Pendidikan Islam
Dan Barat
4. Kaitan 5 Qaulan Terhadap Pendidikan Islam dan
Pendidikan Barat
Qaulan Sadida berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar dan
tegas, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa).
Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau
menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong,
juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
Seperti Firman Allah:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orangorang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anakanak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida – perkataan yang benar”
(QS. 4:9)
“Dan jauhilah perkataanperkataan dusta” (QS. AlHajj:30).
Dalam dunia pendidikan Islam dan Barat, Qaulan Sadida dapat dicontohkan
dengan memberikan pengetahuan yang benar. Dalam artian sebagai pendidik
harus benarbenar menguasai materi yang akan diajarkan. Sehingga tidak terjadi
Contoh Kasus Kebohongan Pendidikan Barat :
Pemahaman asal-usul alam dan segala penghuninya bekerja dengan
sendirinya tanpa ada peran dari sebuah kekuatan yang sering disebut
sebagai “Sang Pencipta”. Alam tercipta dan terjadi secara mandiri
melalui prinsip evolusi dan revolusi, dimana kedua prinsip tersebut
merupakan sebuah proses alamiah yang semakin lama berkembang
semakin komplek tanpa ada akhir dari proses tersebut.
Jika dikaji secara mendalam, banyak sekali kelemahan yang disajikan
dalam ilmu pengetahuan barat tersebut yang justru seolah-olah
dimunculkan untuk menjauhkan diri manusia dari konsep penciptaan
alam yang sebenarnya. Perlu diingat bahwa ilmu pengetahuan barat
juga merupakan hasil karya manusia, oleh karena itu, ilmu tersebut juga
muncul dari segala keterbatasan manusia.
Ilmu pengetahuan barat diperkenalkan terhadap kita melalui kurikulum
pendidikan yang ada sekarang ini. Padahal sebenarnya, banyak hal
dalam ilmu pengetahuan tersebut merupakan sebuah kebohongan
publik yang dilegalisir oleh semua umat manusia yang ada di dunia
sekarang ini. Berbagai hal yang disebutkan sebagai hasil observasi
menafikan adanya peran sang pencipta dalam perwujudan kehidupan di
alam semesta ini. Yang lebih parahnya, ajaran sang pencipta seolah-olah
dipaksakan untuk mengikuti rasionalitas ilmu pengetahuan barat yang
tidak jelas sumbernya.
Manusia sekarang ini seolah-olah dijejali dengan pemahaman bahwa
sejarah bergerak dari titik nol sampai tak terhingga. Pemahaman
asal-usul alam dan segala penghuninya bekerja dengan sendirinya tanpa ada
peran dari sebuah kekuatan yang sering disebut sebagai “Sang
Pencipta”. Alam tercipta dan terjadi secara mandiri melalui prinsip
evolusi dan revolusi, dimana kedua prinsip tersebut merupakan sebuah
proses alamiah yang semakin lama berkembang semakin komplek tanpa
ada akhir dari proses tersebut.
Padahal kalau kita mau mengkajinya secara mendalam, banyak sekali
kelemahan yang disajikan dalam ilmu pengetahuan barat tersebut yang
justru seolah-olah dimunculkan untuk menjauhkan diri kita dari konsep
penciptaan alam yang sebenarnya. Perlu diingat bahwa ilmu
pengetahuan barat juga merupakan hasil karya manusia, oleh karena
itu, ilmu tersebut juga muncul dari segala keterbatasan manusia.
yang diserap melalui pendidikan yang ditempuhnya (formal dan non
formal) dengan menggunakan indra yang disediakan oleh sang pencipta
untuk menanggapi. Tanpa adanya informasi yang masuk terlebih dahulu
ke dalam penanggapan manusia, tidak akan tercetus sebuah ide yang
akan membawanya ke arah sebuah pencerahan yang disebut sebagai
ilmu pengetahuan.
Teori penciptaan bahwa alam ini terjadi dengan sendirinya, teori evolusi
yang menyebutkan bahwa manusia merupakan hasil akhir dari proses
evolusi dari makhluk primata, teori tentang alam yang tak terhingga
hingga teori tentang makhluk lain yang setara dengam manusia yang
berada di luar tata surya diperkenalkan dalam kurikulum pendidikan
yang kita terima di sekolah. Bahkan teori-teori tersebut juga masuk ke
dalam kurikulum-kurikulum pendidikan yang berbasis agama, yang
sebenarnya isi dari teori tersebut sangat berlawanan dengan konsep
ajaran yang diperkenalkan di dalam ajaran agama. Hal yang semakin
parah lagi, justru konsep ajaran agama yang seolah-oleh menyesuaikan
diri dengan teori-teori tersebut yang semakin lama semakin
menghilangkan konsep ajaran keagamaan itu sendiri.
Teori bahwa matahari berputar pada porosnya, bulan bergerak
Copernicus sebagai hasil penelitiannya pada abad XV apakah bukan
sebagai hasil mengutip dari yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Yasin
ayat 38 dan 39 yang merupakan ajaran bagi penganut agama Islam
yang menyebutkan bahwa matahari itu berputar pada porosnya serta
bulan bergerak pada garis edarnya membentuk kalenderisasi yang kita
kenal sekarang ini.
2. QAULAN BALIGHA
Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha
artinya menggunakan katakata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit
belit atau berteletele.
Seperti Firman Allah:
“Mereka itu adalah orangorang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati
mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran,
dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha – (perkataan yang berbekas pada
Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan
hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan
menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengan bahasa
kaumnya” (QS.Ibrahim:4)
Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam
tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan.
Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di
depan mahasiswa. Dalam konteks Pendidikan Islam maupun Barat guru dituntut
menggunakan bahasa akademis dan baku saat berkomunikasi di depan murid
murid.
3. QAULAN MA’RUFA
Kata Qaulan Ma`rufan disebutkan Allah dalam QS AnNissa :5 dan 8, QS.
AlBaqarah:235 dan 263, serta AlAhzab: 32. Qaulan Ma’rufa artinya perkataan
dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga
bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
Seperti Firman Allah:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orangorang yang belum sempurna
akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu)
dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa( katakata yang baik.)” (QS An
Nissa :5)
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin,
Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka
Qaulan Ma’rufa (perkataan yang baik)” (QS AnNissa :8).
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanitawanita itu dengan sindiran atau
kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah
janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa – (perkataan yang
baik…)” (QS. AlBaqarah:235).
“Qaulan Ma’rufa – (perkataan yang baik) dan pemberian maaf lebih baik dari
sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. AlBaqarah: 263).
Qaulan Ma’rufa bagi seorang pendidik akan menjadi sebuah keteladanan. Tutur
kata seorang guru mencerminkan dirinya. Seorang peserta didik akan merasa
segan karena wibawa seorang pendidik berawal dari tutur katanya. Dalam situasi
apapun seorang pendidik harus mampu mengendalikan perkataannya kepada
siapa saja.
4. QAULAN KARIMA
Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia dibarengi dengan rasa hormat dan
tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua
orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan katakata yang
sekiranya menyakiti hati mereka.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan
kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima (ucapan yang mulia)” (QS. AlIsra:
23).
Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua
orangtua atau orang yang harus kita hormati. Dalam dunia pendidikan islam dan
pendidikan barat, seorang pendidik mengharapkan dihormati oleh peserta didiknya
haruslah ia terlebih dahulu yang memberi contoh bagaimana menghormati orang
lain.
Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemahlembut, dengan suara yang enak
didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Dalam Tafsir
Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan
dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –( katakata
yang lemahlembut…)” (QS. Thaha: 44).
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar
berbicara lemahlembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati
komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya
tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita. Dalam dunia pendidikan barat
katakata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi masih sering
digunakan. Berbeda dengan dunia pendidikan islam dimana katakata yang lemah
lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat
III.
Penutup
Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat di atas memperlihatkan
sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika sumber dan
metodologi ilmu di Barat bergantung sepenuhnya kepada kaedah
empiris, rasional dan cenderung materialistik serta mengabaikan dan
memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui wahyu dan kitab
suci, maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber dari
kitab suci al-Qur’an yang diperoleh dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw,
serta ijtihad para ulama. Jika Westernisasi ilmu hanya menghasilkan
ilmu-ilmu sekular yang cenderung menjauhkan manusia dengan
agamanya sehingga terjadi kekalutan di dalamnya, maka Islamisasi ilmu
justru mampu membangunkan pemikiran dan keseimbangan antara
aspek rohani dan jasmani pribadi muslim yang akan menambahkan lagi
keimanannya kepada Allah SWT. Islam mempunyai sifat eksklusif
sekaligus inklusif. Ketika berhadapan dengan masalah teologi, hakikat
sifat-sifatNya, seorang muslim tidak boleh berkompromi dengan persepsi
agama lain, kecuali yang berhubungan dengan masalah rubbûbiyyah.
Sebaliknya ketika membicarakan masalah nilai-nilai moral dan etika,
maka pintu komunikasi, dialog dan kerjasama dapat dibuka