• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MEN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA SEKOLAH

DASAR

MENYELESAIKAN SOAL CERITA TIPE TERBUKA

Dede Nurhidayah; Dindin Abdul Muiz Lidinillah

1

; Momoh

Halimah

2

.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya

E-mail: dede.nurhidayah@student.upi.edu

ABSTRAK

Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Banyak siswa merasa kesulitan dalam mengerjakan soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah, terutama soal cerita nonrutin. Salah satu bentuk soal nonrutin adalah soal tipe terbuka, soal tersebut memungkinkan siswa untuk menemukan lebih dari satu jawaban dan cara penyelesaian yang benar sehingga siswa dilatih untuk berpikir kreatif dan kritis dalam menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil kajian literatur, salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah dengan menggunakan pemodelan matematika. Berdasarkan hal tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan pemodelan matematika terhadap kemampuan siswa sekolah dasar menyelesaikan soal cerita tipe terbuka dan pendapat mereka mengenai proses pembelajaran yang dilakukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan desain penelitian nonequivalent control group posttest only design. Sampel dari penelitian ini adalah 42 siswa kelas V SDN 2 Pengadilan. 21 siswa diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan pemodelan matematika dan 21 siswa melakukan pembelajaran tanpa pemodelan matematika. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka siswa yang menggunakan pemodelan matematika lebih baik dibandingkan dengan kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka siswa tanpa menggunakan pemodelan matematika dan respon yang diberikan terhadap proses pembelajaran sangat baik dan cenderung sesuai dengan keadaan siswa.

Kata Kunci : Pemodelan matematika, soal tipe terbuka.

ABSTRACT

One of the most important goals of learning mathematics is to improve students' problem solving abilities. Many students have difficulties in doing the problem solving, especially about nonroutine story problem. One form of nonroutine problem is open-ended problem, that problem allow students to find more than one answer and more than one correct way to solve the problem. So that students are trained for creative and critical thinking to solve problems. Based on literature review, one way to improve students' problem solving abilities is to use mathematical modelling. Accordingly, the primary objective of the study is to describe the implementation of mathematical modelling of the elementary school students' ability to solve open-ended word problem and their opinions in this process. The method used in this study is a quasi-experimental with the design is nonequivalent posttest only control group design. Samples of this study were 42 students in 5th grade of SDN 2 Pengadilan. 21 students were given treatment of learning by using mathematical modelling and 21 students were studying without mathematical modelling. Data obtained showed that the ability to solve open-ended word problems of students who used mathematical

(2)

modelling was better than the ability to solve open-ended word problems of students without used mathematical modelling and response to their lessons is excellent.

Keywords : Mathematical modelling, open-ended problem.

PENDAHULUAN

Matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk membekali peserta didik dengan berbagai kompetensi yang akan diperlukan dalam bertahan hidup pada keadaan yang berubah dan kompetitif. Maka dari itu, matematika merupakan pelajaran yang sangat penting dan diajarkan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi. Pembelajaran matematika di SD tidak hanya mengajarkan cara berhitung saja, tetapi mengajarkan bagaimana cara mengaplikasikan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didorong oleh adanya pernyataan dari Reys, Lindquist, Lambdin, & Smith (2009) yang menyatakan bahwa:

pemecahan masalah matematika adalah keterampilan yang orang perlukan sepanjang hidup mereka. Di sekolah, siswa harus memecahkan masalah untuk memahami konsep-konsep matematika, menemukan hubungan matematika baru, dan membuat rasa koneksi antara matematika dan mata pelajaran lain. Baik anak-anak dan orang dewasa menghadapi masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai konsumen, warga negara, dan pekerja. (hal. 108)

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat kita ketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu kompetensi strategis yang harus dikuasai siswa sejak di sekolah dasar dan merupakan kebutuhan karena semua orang menghadapi masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Namun pada kenyataannya, kemampuan menyelesaikan soal cerita di sekolah dasar masih rendah. Sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal dengan mengikuti langkah-langkah yang diberikan guru pada contoh soal. Siswa tidak dapat menjelaskan alasan dari setiap langkah yang mereka kerjakan. Mereka masih sulit memahami apa yang diketahui dan ditanya dari soal. Mereka langsung mengoperasikan angka-angka yang ada dalam soal, tanpa memahami operasi hitung apa yang seharusnya digunakan. Umumnya, siswa diminta untuk menyelesaikan soal dengan menggunakan rumus matematika yang cenderung abstrak dan tidak sesuai dengan cara berpikir siswa yang konkret. Maka dari itu, diperlukan suatu jembatan yang dapat menghubungkan cara berpikir konkret siswa dengan matematika yang abstrak.

Menurut teori belajar Piaget, anak SD (7-11 tahun) termasuk ke dalam tahap perkembangan operasional konkret. Umumnya anak-anak belum mampu berpikir secara abstrak tetapi mampu memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkret. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan suatu cara untuk memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang sesuai dengan cara berpikirnya. Dengan adanya pemodelan matematika diharapkan dapat membantu siswa sekolah dasar dalam memahami dan menyelesaikan soal cerita matematika serta mampu menghubungkan situasi kehidupan nyata dengan konsep-konsep matematika yang abstrak.

Dalam pemecahan masalah, siswa dituntut untuk berpikir dan menemukan suatu strategi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Stacey (dalam Anderson, 2010, hal. 79) menyatakan bahwa ‘murid membutuhkan pengetahuan matematika yang mendalam dan kemampuan penalaran umum serta strategi heuristik untuk memecahkan masalah non-rutin’.

(3)

pada langkah kedua (carry out the plan), dan melihat kembali apa yang telah dilakukan (look back).

Soal cerita matematika pada umumnya selalu diidentikkan dengan pemecahan masalah. Selain itu soal cerita matematika biasanya diangkat dari kehidupan sehari-hari yang didalamnya terdapat konsep matematika. Verschaffel (2002, hal. 65) menyatakan bahwa soal cerita adalah “deskripsi verbal dari situasi suatu masalah, yang dapat diselesaikan dengan mengoperasikan bilangan-bilangan dalam soal tersebut.” Sedangkan Reusser & Stebler (dalam Dindyal, 2010, hal. 99) menyatakan bahwa ‘soal cerita memberikan kesempatan yang sangat baik untuk anak-anak untuk menerapkan matematika yang telah mereka pelajari. Mereka juga memberikan anak-anak dengan rasa mendasar dan pengalaman dalam matematisasi, terutama pemodelan matematika.’ Dengan adanya soal cerita siswa diuntungkan karena dapat mengaplikasikan konsep matematika yang telah dipelajari.

Dalam matematika, untuk menyelesaikan suatu soal cerita biasanya digunakan strategi pemecahan masalah. Ada dua jenis soal cerita yang digunakan dalam pembelajaran matematika, yaitu soal rutin maupun nonrutin. Soal rutin merupakan soal yang dapat dikerjakan siswa dengan beberapa aturan atau algoritma. Sedangkan soal yang menantang siswa dalam pengerjaannya dan menuntut menggunakan berbagai strategi pemecahan masalah adalah soal nonrutin. Salah satu bentuk dari soal nonrutin ini adalah soal terbuka (open-ended problem). Shimada (1997, hal. 1) menyatakan bahwa “masalah terbuka adalah masalah yang memiliki beberapa atau banyak jawaban yang benar, dan beberapa cara untuk jawaban yang benar.” Selain itu, Takahashi (2005) menyatakan bahwa “masalah terbuka dikenal sebagai masalah dengan beberapa solusi”.

Pada masalah terbuka, dasar keterbukaanya (openness) dapat diklasifikasikan kedalam tiga tipe, yakni: “Process is open, end product are open dan ways to develop are open.”[CITATION Jar12 \p 5 \l 1057 ]. Process is open (prosesnya terbuka) maksudnya tipe soal yang mempunyai banyak cara penyelesaian yang benar. End product are open (hasil akhir yang terbuka) maksudnya tipe soal yang mempunyai banyak jawaban benar (multiple), sedangkan ways to develop are open (cara pengembang lanjutannya terbuka) yaitu setelah siswa selesai menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah tersebut menjadi masalah baru dengan mengubah kondisi dari masalah yang pertama (asli). Pada penelitian ini, tipe masalah terbuka yang digunakan adalah tipe soal yang mempunyai banyak jawaban benar (End product are open).

Untuk kriteria penilaian siswa dalam menyelesaikan soal tipe terbuka terdapat tiga indikator, yaitu:

1. fluency (kemahiran),terkait dengan berapa banyak solusi yang dapat dihasilkan oleh siswa;

2. flexibility (fleksibilitas), terkait dengan berapa banyak ide-ide matematis berbeda yang ditemukan/dimunculkan oleh siswa; dan

3. originality (keaslian), terkait dengan kebaruan, keaslian dan keunikan strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

[CITATION Saw97 \p 35 \l 1057 ]

Gravemeijer & Stephan menyatakan bahwa ‘dalam pengaturan pendidikan, pemodelan matematika telah dianggap sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupan nyata.’[CITATION Erb14 \p 1621 \l 1057 ]

Pemodelan matematika adalah proses yang mewakili masalah dunia nyata dalam hal matematika untuk menemukan solusi dari masalah.

(4)

sehingga mengubah masalah dunia nyata ke dalam masalah matematika. Masalah matematika kemudian dapat diselesaikan dengan menggunakan apa pun teknik yang dikenal untuk mendapatkan solusi matematika. Solusi ini kemudian ditafsirkan dan diterjemahkan ke dalam arti riil. [CITATION Che01 \p 64 \l 1057 ]

Dalam pembelajaran matematika, proses pemodelan dilakukan dengan menghubungkan situasi nyata dengan matematika. Untuk siswa sekolah dasar, pemodelan matematika dapat divisualisasikan melalui gambar. Untuk memudahkan siswa, pemodelan dapat digambarkan dengan bentuk persegi panjang agar mudah untuk dibagi-bagi ke dalam petak-petak yang lebih kecil yang biasa disebut dengan bar model. Dengan begitu, siswa dapat memvisualisasikan masalah matematika menjadi lebih jelas dan mampu membangun pengetahuannya secara eksplisit. Selain itu, pemodelan dari setiap siswa mungkin akan berbeda-beda meskipun permasalahan yang dihadapi sama. Adapun siklus pemodelan matematika menurut Abrams (2001, hal. 272) sebagai berikut:

Gambar 1

Siklus Pemodelan Matematika Menurut Abrams

Abrams (2001, hal. 272) mengilustrasikan siklus pemodelan dengan menggaris bawahi dunia nyata dan dunia matematika. Siklus tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) mengidentifikasi masalah dan merencanakan bentuk solusi yang akan digunakan; 2) merepresentasikan jenis masalah dengan pemodelan yang akan digunakan; 3) membuat model yang telah direncanakan dan memasukkan variabel-variabel dari masalah; 4) memecahkan masalah dengan menghubungkan variabel dengan pemodelan; 5) menentukan hasil dari proses pemodelan; 6) menginterpretasikan hasil; dan 7) mengevaluasi hasil dari proses pemodelan dengan pengerjaan menggunakan cara lain.

(5)

Berlandaskan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka ditentukan beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini, diantaranya: 1) bagaimana proses penerapan pemodelan matematika dalam pembelajaran menyelesaikan soal cerita tipe terbuka pada materi bilangan pecahan? 2) apakah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita tipe terbuka tentang materi bilangan pecahan yang menggunakan pemodelan matematika lebih baik daripada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita tipe terbuka yang tidak menggunakan pemodelan matematika? 3) bagaimana respon guru dan siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pemodelan matematika?

Bertitik tolak dari rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) menjelaskan proses penerapan pemodelan matematika dalam pembelajaran menyelesaikan soal cerita tipe terbuka pada materi bilangan pecahan; 2) menjelaskan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita tipe terbuka tentang materi bilangan yang menggunakan pemodelan matematika lebih baik daripada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita tipe terbuka yang tidak menggunakan pemodelan matematika; 3) untuk mengetahui respon guru dan siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pemodelan matematika.

Secara teoritis, penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pendidikan terutama pembelajaran matematika di sekolah dasar; dan memberikan sumbangan konsep tentang strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas khususnya pembelajaran matematika. Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi guru untuk mengembangkan proses-proses pembelajaran, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pemecahan siswa.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang akan digunakan peneliti adalah pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen semu atau quasi-eksperimental design dengan bentuk desain yang digunakan adalah nonequivalent control group posttest only. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V di sekolah dasar yang termasuk ke dalam wilayah Gugus 4 UPT Wilayah Tengah Kota Tasikmalaya yang terdiri dari SDN 1 Pengadilan, SDN 2 Pengadilan, SDN 3 Pengadilan, SDN 4 Pengadilan, dan SDN Tawangsari. Sedangkan sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah siswa kelas VA dan VB SD Negeri 2 Pengadilan yang berjumlah 42 siswa dengan rincian 21 siswa kelas VA sebagai kelompok kontrol dan 21 siswa kelas VB sebagai kelompok eksperimen. Instrumen penelitian terdiri dari tes, lembar observasi, lembar angket, dan pedoman wawancara. Pengolahan data untuk mengetahui kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita tipe terbuka dilakukan dengan melakukan uji perbedaan rata-rata hasil postes kedua kelompok, dan mendeskripsikan hasil observasi, angket, dan wawancara.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(6)

Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pemodelan matematika mengenai materi bilangan pecahan dilaksanakan di kelas eksperimen sebanyak tiga kali pertemuan dengan alokasi waktu selama 7 x 35 menit. Pertemuan pertama dilaksanakan selama 3 x 35 menit dengan tujuan pembelajaran untuk mengenalkan penyelesaian soal cerita materi bilangan pecahan dengan menggunakan pemodelan matematika.

Sedangkan pertemuan kedua dilaksanakan selama 2 x 35 menit dengan tujuan pembelajaran untuk memahami penyelesaian soal cerita tipe terbuka materi bilangan pecahan dengan menggunakan pemodelan matematika. Dan pertemuan ketiga dilaksanakan selama 2 x 35 menit dengan tujuan pembelajaran untuk menyelesaikan soal cerita tipe terbuka materi bilangan pecahan dengan menggunakan pemodelan matematika.

Dalam proses pembelajaran, untuk membantu siswa dalam memahami tahapan pemodelan matematika guru menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS yang digunakan dibuat sedemikian rupa agar dapat membangun aktivitas berpikir siswa agar lebih kreatif dan produktif. Dengan instruksi yang terdapat dalam LKS, siswa mampu berperan aktif dalam penyelesaian soal cerita. Peran guru dalam pembelajaran ini adalah membimbing siswa dalam mengartikan sebuah soal cerita dan merepresentasikannya ke dalam bentuk pemodelan yang sesuai. Bimbingan yang dilakukan guru bukan berarti memberi tahu, tetapi lebih kepada membangun pengetahuan dan aktivitas siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

(7)

Gambar 2

Contoh Aktivitas Siswa pada LKS Pertemuan 1 (Mengenalkan Pemodelan Matematika)

(8)

Gambar 3

Contoh Aktivitas Siswa pada LKS Pertemuan 2

(Penyelesaian Soal Cerita Tipe Terbuka dengan Pemodelan Matematika)

(9)

Gambar 4

Contoh Aktivitas Siswa pada LKS Pertemuan 3

(Penyelesaian Soal Cerita Tipe Terbuka dengan Pemodelan Matematika)

Setelah proses pembelajaran selesai dilakukan, siswa kelas kontrol dan eksperimen diberikan postes. Berdasarkan hasil postes yang dilakukan terhadap 21 siswa kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan pemodelan matematika, dan 21 siswa kelas kontrol yang tidak mendapat pembelajaran dengan menggunakan pemodelan matematika, maka diperoleh data mengenai kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka.

(10)

Gambar 5

Contoh Hasil Postes Siswa Kelas Eksperimen

Gambar 6

Contoh Hasil Postes Siswa Kelas Kontrol

(11)

Untuk melihat perbedaan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita tipe terbuka kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dibuat tabel selang interval kategori yang disajikan pada tabel berikut:

Setelah diperoleh data hasil postes dan didapatkan skor, data tersebut dikategorikan menurut interval kategori dari Rakmat dan Solehuddin. Data hasil postes disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1

Interval Kategori Postes Menyelesaikan Soal Cerita Tipe Terbuka

No Interval Kategori Frekuensi Presentase

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa siswa pada kelompok eksperimen secara keseluruhan berada pada kategori tinggi sedangkan siswa pada kelas kontrol berada pada kategori rendah. Setelah melalui uji perbedaan rata-rata skor postes kelas eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000, dapat disimpulkan bahwa secara signifikan kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pemodelan matematika lebih baik daripada kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka pada siswa yang tidak menggunakan pemodelan matematika.

Proses pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka dengan menggunakan pemodelan matematika berlangsung dengan baik dan lancar. Secara keseluruhan tahapan dalam pemodelan matematika telah dilaksanakan sesuai dengan pendapat para ahli dan penelitian mengenai pemodelan matematika.

Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Reni Nurhayati, S.Pd. yang merupakan guru kelas VB (kelas eksperimen) yang dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pemodelan matematika. Menurut hasil pengamatan Ibu Reni, siswa terlihat bersemangat dan menjadi lebih aktif saat belajar dengan menggunakan pemodelan matematika. Hal tersebut karena siswa terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran dan dengan penggunaan media, siswa mendapatkan pengalaman secara langsung dalam melakukan penyelesaian masalah. Selain itu, dengan menggunakan pemodelan matematika siswa jadi lebih mudah mengerjakan soal cerita matematika. Namun dalam penyampaiannya harus sedikit diperhatikan dari segi bahasa agar mudah dimengerti siswa dan karena ini merupakan hal baru bagi siswa, siswa memerlukan waktu yang sedikit lebih lama untuk memahaminya.

Dalam pembelajaran, siswa juga diberikan soal cerita tipe terbuka. Soal seperti ini sesuai dengan tingkat berpikir siswa sekolah dasar, karena dengan soal-soal seperti ini siswa dituntut untuk kreatif dan karakteristik siswa itu selalu ingin mencoba, jadi dengan adanya soal seperti ini akan membuat siswa mencoba sesuatu hal yang lain sehingga meningkatkan kemampuan berpikirnya.

(12)

siswa untuk lebih memahami materi yang disampaikan. Namun untuk media pembelajaran, alangkah lebih baik jika media yang digunakan lebih bervariasi lagi dan menggunakan benda-benda yang ada di lingkungan siswa.

Selanjutnya untuk mengetahui kecenderungan respon siswa terhadap penerapan pemodelan matematika dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita tipe terbuka secara keseluruhan disajikan dalam skala Likert pada gambar berikut.

Gambar 7

Skala Likert Hasil Angket Siswa

Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan pernyataan positif mengenai penerapan pemodelan matematika dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita tipe terbuka cenderung sesuai dengan kondisi siswa.

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Proses penerapan pemodelan matematika untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka di kelas V SD Negeri 2 Pengadilan berlangsung dengan baik dan lancar. Secara keseluruhan tahapan dalam pemodelan matematika telah dilaksanakan sesuai dengan pendapat para ahli dan penelitian mengenai pemodelan matematika.

2. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita tipe terbuka siswa kelas VB SD Negeri 2 Pengadilan yang menggunakan pemodelan matematika lebih baik dari kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka siswa kelas VA SD Negeri 2 Pengadilan yang tidak menggunakan pemodelan matematika.

3. Respon guru dan siswa mengenai penerapan pemodelan matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita tipe terbuka sangat baik dan cenderung sesuai dengan keadaan siswa.

Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka terdapat beberapa implikasi sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan oleh pihak sekolah dasar untuk dapat diterapkan pelaksanaannya dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika.

2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan apabila peneliti lain ingin melakukan penelitian dengan menggunakan pemodelan matematika.

(13)

1. Kepada guru di sekolah dasar, kiranya dapat menerapkan penggunaan pemodelan matematika dalam pembelajaran matematika pada materi tertentu sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. 2. Untuk siswa, perlu adanya latihan secara kontinyu untuk mampu mengembangkan

kemampuan kemampuan memecahkan masalah yang disesuaikan dengan kemampuan personal;

3. Untuk peneliti yang akan menggunakan pemodelan matematika disarankan untuk memilih materi yang berbeda dan mengkaji lebih mendalam mengenai pemodelan matematika agar memperkuat hasil penelitian dalam meningkatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika di sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. (2010). Collaborative problem solving as modelling in the primary years of schooling. Dalam B. Kaur, & J. Dindyal (Penyunt.), Mathematical application and modelling yearbook 2010 (hal. 78-93). Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

Ang, K. C. (2001). Teaching mathematical modelling in Singapore schools. The Mathematics Educator, 6(1), 63-75.

Dahlan, J. A. (2012, Maret 8). Pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika. Dipetik Maret 15, 2015, dari Direktori File UPI: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/19680511199

1011- JARNAWI_AFGANI_DAHLAN/Perencanaan_Pembelajaran_Matematika/open-ended.pdf

Dindyal, J. (2010). Word problems and modelling in primary school mathematics. Dalam B. Kaur, & J. Dindyal (Penyunt.), Mathematical application and modelling yearbook 2010 (hal. 3-18). Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

Erbaş, A. K., Kertil, M., Çetinkaya, B., Çakiroğlu, E., Baş, S., & Alacaci, C. (2014). Mathematical modeling in mathematics education: Basic concepts and approaches. Educational Sciences: Theory & Practice, 14(4), 1621-1627.

NCTM. (2000). Principles and standars for school mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Polya, G. (1973). How to solve it: A new aspect of mathematical method. New Jersey: Princeston University Press.

Reys, R., Lindquist, M. M., Lambdin, D. V., & Smith, N. L. (2009). Helping children learn mathematics (9th ed.). Danvers, USA: John Wiley & Sons, Inc.

(14)

Shimada, S. (1997). The significance of an open-ended approach. Dalam J. P. Becker, & S. Shimada (Penyunt.), The open-ended approach: A new proposal for teaching mathematics (hal. 1-9). Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Szetela, W., & Nicol, C. (1992). Evaluating problem solving in mathematics. Educational Leadership, 49(8), 42-45.

Takahashi, A. (2005). Communication as process for students to learn mathematical.

Dipetik September 2, 2015, dari

http://www.criced.tsukuba.ac.jp/math/apec/apec2008/papers/PDF/14.Akihiko_Taka hashi_USA.pdf

Gambar

Gambar 1Siklus Pemodelan Matematika Menurut Abrams
Gambar 2Contoh Aktivitas Siswa pada LKS Pertemuan 1
Gambar 3Contoh Aktivitas Siswa pada LKS Pertemuan 2
Gambar 4Contoh Aktivitas Siswa pada LKS Pertemuan 3
+3

Referensi

Dokumen terkait

E., 2009, "Analisa Tekanan pada Bantalan Luncur yang Menggunakan Minyak Pelumas Multigrade dengan dan tanpa Aditif dengan.. Variasi Putaran," Laporan

Dengan itu penelitian ini meneliti kinerja perbankan dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) untuk mengetahui seberapa besar nilai tambah yang mampu

Menurut Kaswad dari Bidang Pendidikan Keagamaan Depar- temen Agama Sulawesi Selatan, diharapkan lembaga pendidikan diniyah ke depan mampu melahirkan pendidikan bermutu yakni

Pengadaan Jasa Konsultansi dan Sertifikasi ISO 9001:2008 Lingkungan Peradilan Agama Wilayah I pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, perusahaan Saudara

Pengukuran kinerja portofolio saham dapat dipermudah dengan menggunakan suatu proksi yaitu saham LQ 45, merupakan saham likuid kapitalisasi pasar yang tinggi, memiliki

Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan ke dalam konsistensi gembur (mudah diolah) sampai teguh (agak sulit dicangkul), yaitu ditentukan dengan meremas segumpal tanah

6 - 8 jam setelah persalinan bertujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat pasien penyebab perdarahan, memberikan konseling pada ibu

B3 D1 E13 (06) - Membahagi unit ukuran dengan nombor satu digit melibatkan unit yang sama dan berbeza bagi panjang. Bina